BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam melewati setiap tahap perkembangan, individu akan menghadapi masa transisi. Masa transisi dalam tahap perkembangan terjadi ketika anak-anak berkembang menjadi remaja, kemudian berkembang lagi menjadi orang dewasa. Selain transisi dari tahap perkembangan, masa transisi individu juga terjadi di masa sekolahnya. Transisi sekolah adalah perpindahan siswa dari sekolah yang lama ke sekolah baru yang lebih tinggi tingkatannya. Mulai dari sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, hingga menuju perguruan tinggi (Santrock, 2007). Transisi siswa dari Sekolah Menengah Atas (SMA) menuju Perguruan Tinggi merupakan masa transisi sekolah yang lebih kompleks dibandingkan masa transisi sekolah sebelumnya karena masa transisi siswa dari Sekolah Menengah atas (SMA) menuju Perguruan Tinggi seringkali mengakibatkan perubahan dan stres (Santrock, 2007). Permasalahan yang timbul sebagai akibat dari masa transisi dari Sekolah Menengah Atas (SMA) menuju Perguruan Tinggi lebih banyak dialami oleh mahasiswa, terutama mahasiswa yang berada pada tahun pertama perkuliahan. Mahasiswa tahun pertama seringkali bermasalah karena adanya pergeseran posisi, yaitu dari posisi sebagai siswa senior di Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi mahasiswa baru di Perguruan Tinggi yang disebut sebagai top-dog phenomenon (Santrock, 2007). Menurut Gunarsa & Gunarsa (2000), salah satu
penyebab kesulitan pada mahasiswa adalah perbedaan sifat pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan Perguruan Tinggi. Perbedaan ini terlihat dalam hal kurikulum, disiplin, hubungan antara dosen dengan mahasiswa, penyesuaian dalam hubungan sosial, masalah ekonomi serta pemilihan bidang studi dan jurusan. Selain itu mahasiswa tahun pertama mengalami perubahan gaya hidup yang ternyata menuntut waktu dan self-control yang lebih besar dibandingkan pada masa Sekolah Menengah Atas (SMA), perubahan gaya belajar dari Sekolah Menengah Atas (SMA) ke Perguruan Tinggi, tugas-tugas perkuliahan, target pencapaian nilai dan problem-problem akademik lainnya (Santrock, 2003). Menurut Ross, Niebling & Heckert (1999), pada tahun pertama perkuliahan, mahasiswa rentan terhadap stres akibat transisi kehidupan dalam lingkungan Perguruan Tinggi. Mereka harus menyesuaikan diri pada kondisi yang jauh dari rumah untuk pertama kalinya, mempertahankan prestasi akademik, dan menyesuaikan dengan lingkungan sosial yang baru. Mahasiswa tahun pertama dan tahun kedua memiliki tingkat stres yang paling tinggi apabila dibandingkan dengan mahasiswa tahun lainnya (Ross, Niebling, & Heckert, 1999; Abdulghani, Alkanhal, Mahmoud, Ponnamperuma, 2011). Tao, Dong, Pratt, Hunsberger & Pancer (dalam Pritchard, Wilson & Yamnitz, 2007) menyatakan bahwa saat awal memasuki dunia perkuliahan, di satu sisi individu dihadapkan pada kesempatan memperoleh ilmu dan pengembangan hubungan sosial sedangkan di sisi lain dapat sebagai sumber timbulnya goncangan psikologis. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 33 orang mahasiswa tahun pertama Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana diketahui bahwa mahasiswa mengalami sejumlah masalah saat memasuki dunia perkuliahan. Masalah yang dialami mahasiswa
seperti kesulitan mengikuti sistem ujian blok, sulit memahami pelajaran, sulit mengatur waktu, kurang mampu berkonsentrasi, kurang mampu membuat jadwal kegiatan, dan kesulitan menjalin hubungan pertemanan sehingga hal tersebut menimbulkan dampak seperti waktu tidur berkurang, sering merasa kesepian, mengalami masalah kesehatan, berkurangnya minat untuk mengikuti pelajaran, waktu bersama keluarga berkurang, gagal menempuh ujian blok, mengeluh, dan menangis. Selain itu, dalam studi pendahuluan tersebut diketahui bahwa beberapa mahasiswa mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang ditemui dengan cara mengatur waktu dengan membuat jadwal kegiatan sehari-hari dan menjalin hubungan pertemanan dengan banyak orang, tetapi beberapa mahasiswa lainnya merasa kurang mampu mengatasi kesulitan yang dihadapinya (Sasmita, 2014). Sejalan dengan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, berbagai hasil penelitian mengenai transisi mahasiswa tahun pertama di Fakultas Kedokteran telah banyak dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Hasil penelitian Maulana, Soleha, Saftarina, Siagian (2014) yang dilakukan pada 92 mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Lampung terdapat 4 (4,3%) mahasiswa mengalami stres ringan, 66 (71,7%) mahasiswa mengalami stres sedang, dan 22 (23,9%) mahasiswa mengalami stres berat. Hal-hal yang menyebabkan mahasiswa stres adalah padatnya jadwal perkuliahan dan praktikum pada kurikulum di tahun pertama, jauh dari rumah dan keluarga dan tuntutan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Hasil penelitian Suganda (2013) menunjukkan dari 422 mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara terdapat 15 orang (3,6%) mengalami stres ringan, 365 orang (86,5%) mengalami stres sedang, dan 42 orang (10%) mengalami stres berat. Dari hasil penelitian tersebut, Sistem Kredit Semester (SKS) merupakan salah satu penyebab stres mahasiswa. Di
Indonesia, prevalensi mahasiswa yang mengalami stres yang yang tinggi didapatkan sekitar 39,8-71,7% (Fitasari, 2011; Kurniawati, 2010; Oktavia, Zulharman, & Risma, 2012), sedangkan prevalensi stres yang tinggi pada mahasiswa kedokteran didapatkan sebesar 59,7-86,5% (Tangkilisan, 2013; Suganda, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi stres mahasiswa yang memilih Fakultas Kedokteran lebih tinggi dibandingkan mahasiswa dari fakultas lain (Carolin, 2010; Oktavia, Zulharman, & Risma, 2012). Hasil penelitian Shah, Hasan, Malik, & Sreeramareddy (2010) & Abdulghani (2008) menunjukkan bahwa tuntutan yang dialami oleh mahasiswa pendidikan dokter seperti adanya ekspektasi yang tinggi dari orangtua, frekuensi ujian yang lebih sering terjadi dibandingkan fakultas lainnya, dan waktu yang cepat untuk menyelesaikan kurikulum akademik seringkali menyebabkan waktu tidur yang berkurang, kecemasan tentang masa depan, kesepian, ketidakpuasan dalam pengajaran materi perkuliahan, penurunan prestasi akademik, penurunan konsentrasi belajar, dan penurunan daya ingat. Transisi dalam kehidupan menghadapkan individu pada berbagai perubahan dan tuntutan sehingga diperlukan adanya penyesuaian diri. Menurut Muharomi (2012) kemampuan penyesuaian diri merupakan hal yang harus dimiliki oleh mahasiswa. Hal ini berguna untuk memberikan kemudahan bagi mahasiswa dalam menjalani kehidupan yang baru, terutama di lingkungan kampus. Mahasiswa yang mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang baik mengalami sedikit tekanan, sedangkan mahasiswa yang mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang buruk merasa mendapat tekanan dan cenderung berdampak pada perilaku defensif seperti mengabaikan pelajaran, agresif, terlalu percaya diri, perasaan tidak nyaman, mudah menyerah, banyak berkhayal untuk mengimbangi perasaan tidak puasnya, serta menggunakan
mekanisme
pertahanan
seperti
rasionalisasi,
proyeksi
dan
pengalihan. Selain itu mahasiswa akan menemui masalah seperti kesulitan akademik, masalah sosial dan emosional, penurunan konsep diri, motivasi yang buruk, dan penurunan kehadiran (Hurlock, 1980; Davies, 2010). Penyesuaian diri adalah kemampuan individu dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi dalam hidupnya yaitu untuk mempertemukan tuntutan dalam diri dan lingkungan agar tercapai keadaan dan tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri dan lingkungannya (Haber & Runyon dalam Indrawati dan Fauziah, 2012). Menurut Agustiani (2009) penyesuaian diri dikatakan sebagai cara tertentu yang dilakukan oleh individu untuk bereaksi terhadap tuntutan dalam diri maupun situasi eksternal yang dihadapinya. Penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam menghadapi perubahan hidup manusia. Penyesuaian diri tersebut diperlukan individu sebagai mekanisme yang efektif untuk menghindarkan terjadinya goncangan psikologis. Menurut Kartono (2007), seseorang yang memiliki kepribadian yang sehat adalah seseorang yang mampu menyesuaikan diri, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya. Pada saat melakukan proses penyesuaian diri, individu mengalami proses belajar yaitu belajar memahami, mengerti dan berusaha untuk melakukan apa yang diinginkan oleh dirinya maupun lingkungannya karena manusia cenderung menginginkan kondisi yang seimbang didalam memenuhi kebutuhan, dorongan, dan keinginan yang ada pada dirinya maupun lingkungannya agar sesuai dengan norma-norma atau aturan yang berlaku di dalam masyarakat. Schneider (1964) mengatakan bahwa orang yang mampu menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang dapat belajar untuk bereaksi terhadap dirinya dan lingkungan dengan cara
yang
matang,
bermanfaat,
efisien,
dan memuaskan serta
mampu
menyelesaikan konflik, frustrasi, maupun kesulitan-kesulitan pribadi dan sosial
tanpa mengalami gangguan tingkah laku. Keberhasilan penyesuaian diri siswa pada tahun pertama menentukan penyesuaian diri di tahun-tahun berikutnya (Calhoun dan Acocella, 1990). Berdasarkan uraian diatas, timbul pertanyaan dari peneliti bahwa mengapa beberapa mahasiswa mampu menyesuaikan diri sedangkan beberapa mahasiswa lainnya kurang mampu menyesuaikan diri? Menurut Schneiders (1964) kemampuan menyesuaikan diri berkaitan dengan proses pembentukan keyakinan. Schneiders menyebutkan bahwa kondisi psikologis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri. Kondisi psikologis meliputi keadaan mental individu yang sehat, individu yang memiliki mental yang sehat mampu melakukan pengaturan terhadap dirinya sendiri dalam perilakunya secara efektif. Menurut Bandura (dalam Smet, 1994) untuk mengatur
perilaku
akan
dibentuk
atau
tidak,
individu
tidak
hanya
mempertimbangkan informasi dan keyakinan tentang keuntungan dan kerugian, tetapi juga mempertimbangkan sampai sejauh mana individu mampu mengatur perilaku tersebut, kemampuan ini disebut dengan efikasi diri. Efikasi diri adalah keyakinan seseorang akan kemampuannya menyelesaikan suatu tugas atau mencapai suatu hasil. Keyakinan ini didasari oleh pemahaman yang komprehensif terhadap permasalahan yang sedang dihadapi, sehingga segala aspek-aspek yang berkaitan dengan pencapaian tujuan, optimis dapat dikelola menjadi suatu potensi yang membantu pencapaian tujuan. Langkah-langkah yang akan diambil yakin dapat direncanakan dengan tepat dan terarah (Bandura, 1997). Menurut Bandura, manusia yang memiliki efikasi diri tinggi akan merasa yakin dengan potensi yang dimiliki untuk mengubah kejadian di lingkungannya, sehingga akan lebih mungkin untuk bertindak lebih aktif dan lebih mungkin untuk menjadi sukses daripada manusia yang mempunyai efikasi diri rendah. Apabila mahasiswa
mempunyai keyakinan yang tinggi akan kemampuannya menyelesaikan tugas atau mencapai suatu hasil, maka ia akan bertindak lebih aktif. Efikasi diri akan mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam memenuhi berbagai perubahan dan tuntutan yang muncul saat memasuki dunia perkuliahan. Hasil penelitian Bray (2007) menunjukkan bahwa efikasi diri membantu mahasiswa tetap aktif secara fisik selama masa transisi untuk tahun pertama mereka di sebuah universitas. Mee (2014) menyatakan bahwa efikasi diri merupakan mediator hubungan antara depresi dan perilaku merokok di kalangan mahasiswa. Zimmerman, Bandura & Pons (1992) menyatakan bahwa penetapan tujuan dari orangtua, efikasi diri, dan tujuan pribadi di awal semester berfungsi sebagai prediktor nilai akhir dari studinya. Selain itu, Bandura (1997) menyatakan bahwa efikasi diri adalah penentu penting perilaku individu di sekolah, olahraga dan hubungan sosial. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa efikasi diri berperan penting bagi mahasiswa dalam menghadapi lingkungan baru terutama di lingkungan kampus. Di sisi lain, salah satu faktor yang dapat membantu pelajar dalam mengatasi masalah yang berhubungan dengan kehidupan kuliah adalah dukungan sosial (Lepore dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2000). Hal ini sejalan dengan pendapat Effendi & Tjahjono (1999) yang menyatakan bahwa dukungan sosial berperan penting dalam memelihara keadaan psikologis individu yang mengalami tekanan sehingga menimbulkan pengaruh positif yang dapat mengurangi goncangan psikologis. Dukungan sosial memang bisa berasal dari mana saja (Sarafino & Smith, 2010), salah satunya adalah teman sebaya. Teman sebaya atau yang lebih dikenal dengan sebutan peer merupakan kelompok individu yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama.
Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock (1980) yang menjelaskan bahwa pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Meningkatnya intensitas pertemuan dengan teman sebaya mengakibatkan dukungan sosial dari teman sebaya mereka berperan penting dalam kehidupan individu. Menurut Santrock (2007), salah satu fungsi terpenting dari teman sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia
di
luar
keluarga.
Individu
memperoleh
umpan
balik
mengenai
kemampuannya dari kelompok teman sebaya. Kelompok teman sebaya membuka sudut pandang baru dan membebaskan mereka untuk membuat penilaian mandiri. Hubungan baik dengan teman sebaya merupakan peran penting agar perkembangan individu menjadi normal (Rubin, Bukowski, & Parker, 2006). Dukungan sosial teman sebaya dapat diartikan sebagai dukungan yang diberikan kepada
individu
oleh kelompok
sebayanya
berupa
perhatian,
kenyamanan, penghargaan maupun bantuan. Tarakanita (2001) mengatakan bahwa, teman sebaya selain merupakan sumber referensi bagi individu mengenai berbagai macam hal, juga dapat memberikan kesempatan bagi individu untuk mengambil peran dan tanggung jawab yang baru melalui dukungan sosial. Individu mendapatkan umpan balik dari teman sebayanya berupa saran maupun nasihat yang berperan dalam penerimaan dan pemahaman diri individu terhadap kekuatan dan kelemahan diri, sehingga individu akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat untuk menghadapi dan menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Hilman (2002) menjelaskan bahwa dukungan dari teman sebaya membuat individu merasa memiliki teman senasib, teman untuk berbagi minat yang sama, dapat melaksanakan kegiatan kreatif sifatnya, saling menguatkan bahwa mereka dapat berubah ke arah yang lebih baik dan memungkinkan individu memperoleh rasa
nyaman, aman serta rasa memiliki identitas diri. Kelompok sebaya berperan sebagai
penyedia
tempat
bagi
para
anggotanya
untuk
secara
terbuka
mengungkapkan perasaan, permasalahan pribadi, dan menanyakan sesuatu yang belum di mengerti dengan leluasa karena situasi tersebut belum tentu diperoleh dari anggota keluarganya (Novitasari, 2013). Individu yang memiliki pertemanan yang dekat, mendukung, dan stabil biasanya memiliki pandangan yang tinggi terhadap diri sendiri, berprestasi di sekolah, mudah bergaul serta tidak mempunyai sikap permusuhan, gelisah, atau tertekan. Proses tersebut akan memicu penyesuaian diri yang baik pada seseorang baik dalam lingkungan sekolah maupun lingkungan sosial lainnya (Papalia, Old, & Feldman, 2008). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa dukungan sosial teman sebaya berperan penting bagi kehidupan individu terutama untuk mencapai penyesuaian diri yang baik. Hasil penelitian Dennis, Phinney, & Chauteco (2005) menyatakan bahwa dukungan dari teman sebaya adalah prediktor kuat bagi mahasiswa dalam melakukan penyesuaian sosial daripada dukungan dari keluarga. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk menganalisis permasalahan tersebut secara lebih mendalam dalam sebuah penelitian yang berjudul “Peran Efikasi Diri dan Dukungan Sosial Teman Sebaya terhadap Penyesuaian Diri Mahasiswa Tahun Pertama Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana”. B. Rumusan Masalah
Apakah efikasi diri dan dukungan sosial teman sebaya berperan terhadap penyesuaian diri mahasiswa tahun pertama Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana?
C. Keaslian Penelitian
Hal-hal yang tertulis dalam penelitian ini merupakan hasil pemikiran penulis, bukan merupakan peniruan terhadap penelitian lain ataupun penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian yang asli dan bukan penelitian tiruan. Penelitian yang berjudul “Peran Efikasi Diri dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap Penyesuaian Diri Mahasiswa Tahun Pertama Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana” menurut sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan sebelumnya. Memang terdapat variabel yang sama pada penelitian-penelitian sebelumnya namun penelitian-penelitian tersebut bukan merupakan penelitian yang sama dengan penelitian ini. Beberapa penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Penelitian Wijaya (2007) dengan judul Hubungan antara Keyakinan Diri
Akademik dengan Penyesuaian Diri Siswa Tahun Pertama Sekolah Asrama SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasi dengan menggunakan metode analisis kuantitatif. Peneliti menggunakan satu variabel tergantung dan satu variabel bebas. Variabel tergantung yang dimaksud adalah Keyakinan Diri Akademik, sedangkan variabel bebasnya adalah Penyesuaian Diri. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan, dengan sampel penelitian ini adalah 93 orang siswa SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan yang diambil secara random. Teknik pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling. Metode pengambilan data yang digunakan adalah berbentuk skala, wawancara, dan dokumentasi. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian diri dan skala keyakinan diri akademik. Wawancara yang dilakukan peneliti adalah
untuk studi pendahuluan terhadap 2 orang siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan. Sedangkan dokumentasi yang dimaksud adalah informasi yang terkait dengan SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan. Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linear dengan satu prediktor untuk mengetahui hubungan antara variabel prediktor keyakinan diri akademik dengan variabel kriterium penyesuaian diri. Perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah terletak dari beberapa aspek. Variabel tergantung yang peneliti gunakan adalah penyesuaian diri dan variabel bebasnya adalah efikasi diri dan dukungan sosial teman sebaya. Populasi dalam penelitian ini menggunakan mahasiswa semester II Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode skala. Skala yang digunakan adalah skala efikasi diri, skala dukungan sosial teman sebaya dan skala penyesuaian diri. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda. 2.
Penelitian Warsito (2009) dengan judul Hubungan antara Self-efficacy
dengan Penyesuaian Akademik dan Prestasi Akademik (Studi Pada Mahasiswa FIP Universitas Negeri Surabaya). Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasi dengan menggunakan metode analisis kuantitatif. Peneliti menggunakan satu variabel tergantung dan dua variabel bebas. Variabel tergantung yang dimaksud adalah Penyesuaian Akademik dan Prestasi Akademik, sedangkan variabel bebasnya adalah Self-efficacy. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa FIP Universitas Negeri Surabaya tahun ajaran 2000-2003, dengan sampel penelitian ini adalah 130 orang mahasiswa FIP Universitas Negeri Surabaya tahun ajaran 2000-2003 yang diambil secara random. Teknik pengambilan sampel
penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah berbentuk skala dan wawancara. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self-efficacy, penyesuaian akademik dan prestasi akademik. Wawancara yang dilakukan peneliti adalah untuk studi pendahuluan terhadap 60 orang mahasiswa FIP Universitas Negeri Surabaya ahun ajaran 20002003. Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi ganda. Perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah terletak dari beberapa aspek. Peneliti menggunakan satu variabel tergantung dan dua variabel bebas. Variabel tergantung yang peneliti gunakan adalah penyesuaian diri dan variabel bebasnya adalah efikasi diri dan dukungan sosial teman sebaya. Populasi dalam penelitian ini menggunakan mahasiswa semester II Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, sedangkan sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode skala. Skala yang digunakan adalah skala penyesuaian diri dan skala efikasi diri. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda. 3.
Penelitian Putri, Wiyanti, & Priyatama (2012) dengan judul Hubungan
Antara Self-efficacy dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasi dengan menggunakan metode analisis kuantitatif. Peneliti menggunakan satu variabel tergantung dan satu variabel bebas. Variabel tergantung yang dimaksud adalah Proskrastinasi Akademik, sedangkan variabel bebasnya adalah Self-efficacy. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret, dengan sampel penelitian ini
adalah mahasiswa angkatan 2008, 2009, dan 2010 yang diambil secara random. Teknik pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik purposive random sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah berbentuk skala. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala prokrastinasi akademik dan skala self-efficacy. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi product moment. Perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah terletak dari beberapa aspek. Variabel tergantung yang peneliti gunakan adalah penyesuaian diri dan variabel bebasnya adalah efikasi diri dan dukungan sosial teman sebaya. Populasi dalam penelitian ini menggunakan mahasiswa semester II Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode skala. Skala yang digunakan adalah skala penyesuaian diri dan skala efikasi diri. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda. 4.
Penelitian Novitasari (2013) dengan judul Kontribusi Dukungan Sosial
Teman Sebaya Terhadap Adekuasi Penyesuaian Diri di Sekolah pada Siswa Kelas VIII SMPN 3 Kawedanan Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasi dengan menggunakan metode analisis kuantitatif. Peneliti menggunakan satu variabel tergantung dan satu variabel bebas. Variabel tergantung yang dimaksud adalah Adekuasi Penyesuaian Diri, sedangkan variabel bebasnya adalah Dukungan Sosial Teman Sebaya. Populasi dalam penelitian ini adalah Siswa Kelas VIII SMPN 3 Kawedanan Tahun Pelajaran 2013/2014, dengan sampel penelitian adalah siswa kelas VIII yang berjumlah 105 orang yang diambil dengan teknik purposive random sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan
adalah angket adekuasi penyesuaian diri dan dukungan sosial teman sebaya. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier sederhana. Perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah terletak dari beberapa aspek. Variabel tergantung yang peneliti gunakan adalah penyesuaian diri dan variabel bebasnya adalah efikasi diri dan dukungan sosial teman sebaya. Populasi dalam penelitian ini menggunakan mahasiswa semester II Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode skala. Skala yang digunakan adalah skala penyesuaian diri dan skala efikasi diri. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda. 5.
Penelitian Satika (2013) dengan judul Hubungan antara Dukungan Sosial
Teman Sebaya dan Efikasi Diri Terhadap Stres dalam Menyusun Skripsi pada Mahasiswa Universitas Negeri Malang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif korelasional dengan menggunakan metode analisis kuantitatif. Peneliti menggunakan satu variabel tergantung dan dua variabel bebas. Variabel tergantung yang dimaksud adalah Stres dalam Menyusun Skripsi, sedangkan variabel bebasnya adalah Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Efikasi Diri. Populasi dalam penelitian tersebut adalah mahasiswa Universitas Negeri Malang yang sedang menyusun skripsi dengan jumlah sampel 50 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah berbentuk skala. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala dukungan sosial teman sebaya, skala efikasi diri, dan skala stres dalam menyusun skripsi. Metode analisis data penelitian menggunakan teknik korelasi product moment dan teknik analisis regresi. Perbedaan antara penelitian tersebut dengan
penelitian yang peneliti lakukan adalah terletak dari beberapa aspek. Peneliti menggunakan satu variabel tergantung dan dua variabel bebas. Variabel tergantung yang peneliti gunakan adalah penyesuaian diri dan variabel bebasnya adalah efikasi diri dan dukungan sosial teman sebaya. Populasi dalam penelitian ini menggunakan mahasiswa semester II Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode skala. Skala yang digunakan adalah skala penyesuaian diri, skala efikasi diri, dan skala dukungan sosial teman sebaya. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda. D. Tujuan Penelitian
Mengetahui peran efikasi diri dan dukungan sosial teman sebaya terhadap penyesuaian diri mahasiswa tahun pertama Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. E. Manfaat Penelitian
Manfaat Teoretis Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi
terhadap
pengembangan kajian ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan, Psikologi Pendidikan, Psikologi Klinis dan Psikologi Sosial serta dapat berkontribusi terhadap teori yang berkaitan dengan efikasi diri, dukungan sosial teman sebaya dan penyesuaian diri.
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi khususnya bagi mahasiswa, dan pihak-pihak terkait seperti orangtua dan perguruan tinggi, dalam memahami masa transisi sekolah yang terkait dengan efikasi diri dan dukungan sosial yang dapat menunjang penyesuaian diri mahasiswa. Secara khusus dapat diuraikan manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagi Mahasiswa Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman pada mahasiswa terkait peran efikasi diri dan dukungan sosial teman sebaya dalam melakukan proses penyesuaian diri di kampus. Bagi Orangtua Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada orangtua akan dinamika mahasiswa tahun pertama di kampus serta memberikan informasi mengenai peran efikasi diri dalam proses penyesuaian diri mahasiswa di kampus. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada pihak perguruan tinggi terkait dinamika psikologis mahasiswa tahun pertama serta memberikan informasi mengenai peran efikasi diri dan dukungan sosial teman sebaya dalam proses penyesuaian diri mahasiswa di kampus.
Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penyusunan penelitian serupa atau lebih mendalam mengenai peran efikasi diri dan dukungan sosial teman sebaya terhadap penyesuaian diri.