BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian A. Latar Belakang Masalah Dalam menulis karya sastra, setiap pengarang memiliki gaya penuturan berdasarkan latar belakang pendidikan dan kehidupan masing-masing. Hal ini selaras dengan pendapat Semi (2004: 13) yang menjelaskan bahwa gaya (style) bahasa dalam karya sastra berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari, dengan bahasa pidato politik, atau bahasa buku teks. Hal itu menunjukkan bahwa bahasa dalam sastra memiliki kekhususan sehingga menarik untuk dijadikan sebagai suatu obyek kajian dalam sebuah penelitian. Kekhususan mengenai penggunaan bahasa dalam sastra tersebut diperkuat oleh pendapat Cummings dan Simmons (2000: 7) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan khusus antara teks sastra dan teks nonsastra. Karya sastra memiliki pola-pola dan sifat-sifat khusus, serta keberadaannya bergantung kepada pemolaan dan penggunaan bahasa yang digunakan sebagai bahan dasar. Karya sastra berkaitan erat dengan bahasa yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari, baik konteks sosial, agama, pendidikan, budaya, hukum, dan politik. Menurut Nurgiyantoro (2007: 272) bahasa dalam karya sastra dapat disamakan dengan cat warna. Peran bahasa menjadi sangat penting bagi pengarang untuk mengungkapkan pikiran dan ide-ide kreatifnya. Bahasa
memiliki
fungsi
utama
sebagai
alat
komunikasi
dan
menyampaikan gagasan dalam berbagai bentuk karya sastra. Hal ini selaras dengan pendapat Ratna (2014: 36) yang menjelaskan bahwa tanpa bahasa dan pengarang tidak akan ada sastra sebab medium karya sastra adalah bahasa, subjek kreatornya adalah pengarang. Bahasa dimanfaatkan pengarang dengan daya imajinasi dalam proses kreatifnya sebagai sarana untuk penciptaan karya sastra. Kemampuan penggunaan bahasa dalam proses kreatif tersebut membedakan karya 1
2
sastra dengan karya-karya yang lain. Karya sastra memerlukan perenungan, pengendapan ide, dan langkah tertentu oleh masing-masing pengarang yang menghasilkan gaya penuturan yang berlainan. Penggunaan bahasa dalam karya sastra menunjukkan salah satu fungsi bahasa yakni fungsi imajinatif (Halliday dalam Sumarlam, 2003: 3). Dalam fungsi imajinatif (the imaginative function) ini, bahasa berfungsi sebagai pencipta sistem, gagasan, atau kisah yang imajinatif. Fungsi tersebut digunakan untuk mengisahkan cerita, dongeng, menuliskan cerpen, novel, dan sebagainya. Melalui bahasa dapat diciptakan mimpi-mimpi yang mustahil, maupun dituangkannya berbagai ekspresi perasaan. Bahasa memberikan kemudahan dan kebebasan untuk berimajinasi. Subroto (2009: 71) menyatakan bahwa pemakaian bahasa dalam karya sastra termasuk dalam kawasan fungsi estetik. Fungsi estetik dalam hal ini merupakan penyatuan antara faktor bentuk (formal aspect) dan faktor isi (semantic aspect). Di dalam karya sastra, tidak dapat dipisahkan secara tegas antara faktor bentuk dan faktor isinya. Apabila aspek bentuk berubah, secara otomatis aspek isi akan mengikutinya. Fungsi estetik kebahasaan tersebut kemudian memunculkan keindahan dalam karya sastra. Keindahan karya sastra salah satunya ditentukan oleh kemampuan kebahasaan pengarang. Hal tersebut telah dikemukakan oleh Semi (2004: 13) bahwa pengarang seolah-olah menjadi diktator bahasa dengan melentur-lenturkan dan mematah-matahkan kalimat namun menimbulkan suatu kesan keindahan. Keindahan suatu karya sastra amat tergantung kepada kemampuan pengarang menggunakan bahasa. Dalam menggunakan bahasa pada saat proses penciptaan karya sastra, pengarang memperoleh apa yang disebut dengan licentia poetica. Shaw (1999: 291) menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan licentia poetica adalah kebebasan seorang pengarang untuk menyimpang dari kenyataan, dari bentuk atau aturan konvensional, untuk menghasilkan efek yang dikehendaki. Sementara itu, Sudjiman (2002: 18) menyatakan bahwa licentia poetica adalah kewenangan yang diberikan kepada pengarang untuk memilih cara penyampaian gagasannya dalam
3
usaha menghasilkan efek yang diinginkan. Dengan adanya licentia poetica tersebut, muncul berbagai gaya kepenulisan yang berbeda antara pengarang satu dengan pengarang yang lain. Terkait dengan gaya kepenulisan, Aminuddin (1995: 7) menyampaikan bahwa dalam retorika klasik dikenal istilah stilus virum arguid atau ‘gaya mencerminkan orangnya’, juga dimaknai dengan ‘sekumpulan ciri pribadi’. Hal itu menunjukkan bahwa dalam karya sastra dapat dikenali ciri pribadi pengarang melalui teks hasil penciptaannya. Misalnya gaya kepengarangan Ayu Utami dalam novel Saman dapat dibedakan dari gaya kepengarangan Asma Nadia dalam novel Assalamualaikum Beijing, atau gaya kepengarangan Leila S.Chudori dalam kumpulan cerpen Nadira dapat dibedakan dengan gaya kepengarangan Triyanto Tiwikromo
dalam
kumpulan
cerpen
Surga
Sungsang.
Kekhasan
gaya
kepengarangan yang memiliki ciri khusus secara konsisten, dapat membuat pembaca mengetahui siapa pengarang karya tersebut meski tanpa diberi identitas. Kata menjadi modal awal bagai para penulis untuk merangkainya menjadi frasa, kalausa, kalimat, dan wacana. Para penulis merangkai kata-kata sederhana dengan menyiratkan berbagai makna untuk para pembacanya. Hal ini selaras dengan pendapat Dewi dalam Arcana (2015: 195) yang menyampaikan bahwa di tangan para penulis, kata bukan barisan abjad yang bertujuan untuk komunikasi belaka.
Kata
berlaku
sebagai
perangkat
untuk
membingkai
kejadian,
menghidupkan gagasan, dan mengabadikan peristiwa. Hal tersebut dimanfaatkan oleh pengarang untuk menciptakan gaya kepengarangan yang khas. Keraf (2007: 6) menyatakan bahwa penggunaan gaya yang khas dalam sebuah teks sastra akan membuat pengarang berkarya dengan ciri yang berbeda. Penggunaan gaya yang berbeda dapat dilihat dari setiap aspek kebahasaan: diksi, penggunaan bahasa kias, penggunaan bahasa figuratif, struktur kalimat, maupun berbagai bentuk wacana yang lain. Selain itu, citraan dalam karya sastra tersebut merupakan bagian dari kekhasan yang ditampilkan oleh para pengarang. Penggunaan bahasa para pengarang tersebut dapat dikaji melalui pendekatan stilistika.
4
Penelitian mengenai penggunaan bahasa dalam karya sastra melalui stilistika di antaranya dilakukan oleh Hartono (2003), berjudul ”Stilistika Genetik: Studi Kasus Penggunaan Gaya Bahasa dalam cerpen Godlob Karya Danarto”. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan penggunaan piranti stilistika berupa bahasa kiasan yang terdiri dari metafora, simile, personifikasi, sinekdoke, dan metonimia, serta citraan yang terdiri dari citraan penglihatan, pendengaran, gerak, perabaan, penciuman, dan pengecapan. Khusnin (2012) melakukan penelitian dengan topik analisis stilistika pada novel Ayat-ayat Cinta (AAC) karya Habiburahman El Shirazy dan implementasinya terhadap pengajaran sastra di sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam novel terdapat gaya bahasa yang dominan yaitu hiperbola. Dalam penelitian internasional, Sohail Qamar Khan (2015) melakukan penelitian dengan tajuk Stylistic Analysis of Anna Swell’s “Black Beauty”: A Poetic Prose. Khan menemukan bahwa dalam novel tersebut digunakan gaya bahasa anthropomorphism yang memperindah narasi penceritaan. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai kajian stilistika tersebut terutama terfokus pada penggunaan gaya bahasa dalam karya sastra, dan belum mengarah pada relevansinya dengan pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Kejuruan.
Satoto (2012: 6) menjelaskan bahwa stilistika merupakan bidang linguistik terapan yang menjembatani pengkajian bahasa dan sastra dengan mengkaji hubungan fundamental antara bidang studi bahasa dan sastra. Dalam hal ini, stilistika berada dalam konsep kajian sastra yang mengkaji mengenai kekhasan atau karakteristik diksi, gaya bahasa, gaya wacana, citraan seorang pengarang dalam mengungkapkan makna-makna dalam karya sastra, baik novel maupun cerpen. Dengan demikian, kajian stilistika dapat membantu para pembaca untuk memahami makna yang tersirat dalam karya sastra para pengarang melalui deskripsi diksi, gaya bahasa, gaya wacana, dan citraan yang dipaparkan dalam karya sastra tersebut. Salah satu produk sastra yang berupa prosa adalah cerita pendek (cerpen). Saddhono dalam Sumarlam (2003: 84) menyampaikan bahwa cerpen merupakan suatu karya sastra yang mulai berkembang dalam dunia sastra Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya media cetak yang memuat cerpen, banyaknya buku kumpulan cerpen, serta munculnya situs-situs di internet yang memuat
5
cerpen. Hal ini menjadi bukti bahwa media cetak berperan serta dalam memberikan ruang untuk para pengarang menuangkan ide dan gagasannya. Salah satu media cetak yang memuat cerpen adalah surat kabar. Cerpen yang dimuat di surat kabar dibatasi oleh kolom yang tersedia. Hal tersebut membuat para pengarang harus benar-benar memperhitungkan panjang tulisan dengan tidak mengabaikan kualitas isi cerita. Selain itu, cerpen yang dimuat telah diseleksi terlebih dahulu oleh editor atau redaktur surat kabar terkait. Seleksi maupun penyuntingan naskah dilaksanakan dalam hal isi maupun kebahasaan. Salah satu media cetak yang secara konsisten memuat cerpen adalah surat kabar Kompas. Setiap edisi Minggu, Kompas menyajikan cerpen yang sebagian besar merupakan sastrawan yang telah menghasilkan karya sastra yang berkualitas. Nama-nama pengarang seperti Gus TF Sakai, Sapardi Djoko Damono, Seno Gumira Ajidarma, Budi Darma, Djenar Mahesa Ayu, dan sederet nama lainnya merupakan para pengisi kolom cerpen Minggu surat kabar berskala nasional tersebut. Harian Kompas secara rutin membukukan cerpen-cerpen terbaik yang pernah dimuat sepanjang kurun waktu satu tahun. Pada tahun 2015 Kompas kembali meluncurkan buku antologi cerpen pilihannya yang berjudul Di Tubuh Tarra dalam Rahim Pohon. Judul tersebut diambil dari sebuah cerpen yang dianggap terbaik dari cerpen pilihan yang dimuat. Buku ini memuat 24 cerpen yang dipilih dari cerpen yang pernah dimuat dalam edisi Minggu surat kabar Kompas sepanjang tahun 2014. Cerpen menjadi salah satu media citraan dan maksud pengarang untuk mengungkapkan hati dan perasaanya. Hal ini selaras dengan pendapat Putu Fajar Arcana (2015: 1) selaku editor Kompas Minggu yang menyampaikan bahwa cerpen-cerpen dalam buku tersebut mewakili tiga generasi cerpenis Indonesia. Tulisan pengarang-pengarang seperti Budi Darma, Putu Wijaya, Spardi Djoko Damono, Afrizal Malna, diikuti oleh pengarang-pengarang terkini seperti Guntur Alam, Anggun Prameswari, dan Faisal Oddang. Cerpen yang dimuat dalam buku tersebut dapat digunakan untuk merunut pertumbuhan cerpen-cerpen Indonesia
6
dalam empat dekade terakhir. Jejak-jejak sosial dan kultural bisa dilacak dalam karya-karya dalam kumpulan cerpen tersebut. Keberadaan cerpen dalam surat kabar dapat menjadi salah satu alternatif dalam pembelajaran sastra di sekolah, khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Guru dapat memanfaatkan sumber belajar sastra melalui surat kabar untuk memberikan variasi belajar bagi siswanya. Selain mudah ditemukan, surat kabar juga memiliki harga relatif murah. Surat kabar yang digunakan dalam pembelajaranpun tidak harus edisi terbaru. Dengan demikian, pembelajaran sastra dapat dilaksanakan dengan lebih mudah sebab alternatif media cukup banyak tersedia. Pembelajaran sastra sudah waktunya mendapat perhatian lebih dari guru bahasa Indonesia sebab banyak nilai-nilai yang dapat dipetik dari sastra. Sastra memiliki nilai keindahan dan kebermanfaatan bagi para pembacanya. Hal ini senada dengan pendapat Horace dalam Ismawati (2013: 3) yang mengatakan bahwa sastra itu dulce et utile, artinya indah dan bermakna. Sastra sebagai sesuatu yang dipelajari atau sebagai pengalaman kemanusiaan dapat berfungsi sebagai bahan renungan dan refleksi kehidupan. Nilai-nilai kehidupan tersebut merupakan bagian dari sastra yang digunakan dalam pengajaran sastra di kelas. Ismawati (2013: 3) mengungkapkan bahwa pengajaran sastra berfungsi sebagai wahana untuk menemukan nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra yang sedang dipelajari. Dengan demikian, sastra dapat menjadi salah satu alternatif untuk membentuk budi pekerti para siswa melalui nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra tersebut. Kedudukan pembelajaran sastra, khususnya cerpen, dalam kurikulum 2013 telah dijelaskan melalui Permendikbud No. 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK/ MAK halaman 158 mengenai Kompetensi Dasar (KD)
memahami cerita pendek. Kompetensi Dasar yang dimuat di
antaranya adalah memahami struktur teks cerita pendek, menginterpretasi makna teks cerita pendek, membandingkan teks cerita pendek, menyunting teks cerita pendek, mengidentifikasi teks cerita pendek, sampai dengan mengabstraksi teks cerita pendek. Materi pembelajaran yang termuat di dalamnya, di antaranya mengenai gaya bahasa dalam cerita pendek.
7
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai stilistika dalam antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014. Pertama, buku ini baru saja terbit pada pertengahan tahun 2015 dan sepanjang pengetahuan peneliti belum ada yang mengkaji buku ini dengan pendekatan stilistika. Kedua, dalam antologi cerpen ini ditengarai banyak terdapat diksi, gaya bahasa, gaya wacana, dan citraan sehingga cocok dikaji menggunakan pendekatan stilistika. Ketiga, penulis menganalisis kumpulan cerpen Kompas 2014 dengan menggunakan pendekatan stilistika karena stilistika merupakan salah satu cara pengarang menggunakan bahasa untuk memberikan efek tertentu dalam karyanya. Penggunaan pendekatan stilistika dalam penelitian ini difokuskan pada penggunaan diksi, gaya bahasa, gaya wacana, dan citraan guna mendapatkan bukti-bukti yang jelas mengenai aspek-aspek stilistika yang terdapat dalam kumpulan cerpen tersebut, serta memberikan pengertian yang lebih jelas mengenai pentingnya stilistika dalam dunia sastra. Keempat, peneliti merasa tertarik meneliti buku kumpulan cerpen tersebut karena memiliki relevansi kuat terkait dengan materi pembelajaran sastra terutama pada Kompetensi Dasar kelas XI SMK mengenai pembelajaran tentang gaya bahasa dalam teks cerpen. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai materi pembelajaran cerpen berbasis penelitian dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMK. Merujuk keempat alasan tersebut, penelitian ini akan difokuskan untuk menemukan diksi, gaya bahasa, gaya wacana, citraan, dan relevansinya dengan pembelajaran sastra di SMK. Secara keseluruhan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif materi ajar untuk pembelajaran bahasa Indonesia di SMK yang memaparkan penggunaan diksi, gaya bahasa, gaya wacana, dan citraan dalam antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat diperinci sebagai berikut. 1. Bagaimanakah pilihan kata (diksi) yang terdapat dalam antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014?
8
2. Bagaimanakah gaya bahasa yang terdapat dalam antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014? 3. Bagaimanakah gaya wacana yang terdapat dalam antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014? 4. Bagaimanakah citraan yang terdapat dalam antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014? 5. Bagaimanakah relevansi antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014 dengan pembelajaran sastra di SMK? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang akan dicapai antara lain sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan dan menjelaskan pilihan kata (diksi) yang terdapat dalam antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014. 2. Mendeskripsikan dan menjelaskan gaya bahasa yang terdapat dalam antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014. 3. Mendeskripsikan dan menjelaskan gaya wacana yang terdapat dalam antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014. 4. Mendeskripsikan dan menjelaskan citraan yang terdapat dalam antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014. 5. Mendeskripsikan dan menjelaskan relevansi antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014 dengan pembelajaran sastra di SMK. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik manfaat secara teoretis maupun praktis. 1. Manfaat teoretis a. Penelitian ini diharapkan memberi sumbangan bagi penelitian sastra khususnya dalam pengkajian cerita pendek sebagai salah satu genre sastra.
9
b. Penelitian ini diharapkan memberi sumbangan yang bermakna bagi pengembangan studi stilistika terhadap kepengarangan sastrawan Indonesia. 2. Manfaat Praktis a. Untuk siswa Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan siswa dalam menganalisis cerpen untuk dapat lebih memahami unsur-unsur dalam cerita pendek, terutama dalam hal gaya bahasa. b. Untuk guru Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif materi ajar berbasis penelitian sebagai acuan dalam pembelajaran sastra yang terkait dengan unsur-unsur yang terkandung dalam cerita pendek, khususnya mengenai gaya bahasa. c. Untuk pembaca Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca atau penikmat sastra dalam menginterpretasikan antologi Cerpen Pilihan Kompas tahun 2014.