BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pekerjaan besar dan bentuk investasi jangka panjang dimana hasilnya baru dapat dirasakan beberapa puluh tahun kemudian. Pendiddikan bukan sekedar proses alih budaya (transfer of Culture) dan alih pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi sekaligus sebagai proses alih ketrampilan hidup (transfer of life skills) dan alih nilai (transfer of valoes). Pendidikan berfungsi untuk membimbing manusia (siswa) benarbenar menjadi lebih manusiawi dan fungsional sesuai dengan kodratnya serta bertujuan agar pada diri siswa terjadi perubahan tingkah laku (behavior change) yang komprehensif meliputi pola fikir (cognitive,head), pula sikap (affective, heart) dan pola tindak/ spikomotorik (skill, hand)1 Menurut Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) pada pasal 3 secara jelas disebutkan: 2“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Pasal di atas menunjukkan bahwa pendidikan agama memiliki posisi dan peran yang sangat strategis dalam kerangka pembangunan kepribadian dan moralitas bangsa.Pendidikan agama menjadi salah satu unsur penting dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional tersebut. Pada sisi lain, pendidikan agama tidak hanya diajarkan oleh guru yang secara akademik memiliki kompetensi dan professional dibidangnya, tetapi juga harus seagama dengan siswanya.Hal ini dikarenakan sifat dan karakteristik pendidikan agama yang berbeda dengan jenis pendidikan yang lainya. 1 2
Slameto, Belajar dan Fakror-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Reneka Cipta, 2003, h.2-3 Undang-undang Repubilk Indinesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
1
2
Allah SWT berfirman
Artinya : Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.( Al Mujadalah 11 )
Pelaksanaan pendidikan sebagai alat pembudayaan sangat bergantung kepada pemegang alat tersebut yakni guru. Guru memegang posisi kunci dalam menentukan keberhasilan proses belajar, sehingga mereka dituntut persyaratan tertentu, baik teoritis maupun praktis3 kaitanya dengan hal-hal yang bersifat praktis, guru dituntut untuk menguasai berbagai strategi dalam proses belajar mengajar Kurikulum pendidikan di Indonesia selalu mengalami penyempurnaan dan penyesuaian.Penyempurnaan kurikulum tersebut merupakan, upaya peningkatan mutu pendidikan.Indikator keberhasilan pembaharuan kurikulum ditunjukkan dengan adanya perubahan pola kegiatan pembelajaran. Seperti halnya, perubahan dari kurikulum berbasis isi (conten-based curriculum) menjadi kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum) mengakibatkan perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yaitu apa 3
Arifin, M, Ilmu Pendididkan Islam. Satuan Tinjauan Teoristis, Jakarta: Reneka Cipta, 2006, h.6
3
yang harus diajarkan (isi) menjadi apa yang harus dikuasai siswa (Kompetensi). Perubahan kurikulum tersebut juga mengakibatkan pergeseran paradigma dari pendekatan pendidikan yang berorientasi masukan (inputoriented education) ke pendekatan yang beroreintasi hasil atau standar (outcomes-base education) perubahan ini berimplikasi pada cara guru mendesain proses pembelajaran. Hasil dari penyempurnaan dan penyesuaian kurikulum itu, sekarang diberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Dengan adanya perkembangan dan perubahan kurikulum dimaksud, guru terdorong untuk selalu mengadakan inovasi dalam menyusun strategi pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan serta penuh makna (meaningful learning). Strategi pembelajaran yang kreatif sangat dilakukan sebab bagaimanapun bagus dan idealnya kurikulum yang disusun, sangat bergantung pada bagaimana kemampuan pendidik (guru) untuk mengemplementasikan dan mengembangkannya secara aplikabel dalam pembelajaran, apapun nama dan jenis kurikulum yang digunakan. Pada dasarnya pendidikan bertujuan pada pencapaian perkembangan dan perubahan individual serta sosial secara utuh yang berlangsung dalam kehidupa4.Pendidikan memerlukan perumusan tujuan pendidikan, identifikasi dan pengenalan potensi siswa, pemilihan siswa, strategi pembelajaran yang tepat dan evaluasi yang valid untuk mengukur sejauh mana tujuan pendidikan tersebut telah tercapai.Aktifitas-aktifitas tersebut harus dilakukan oleh guru untuk menghasilkan kualitas pendidikan yang baik sebagaimana yang diharapkan. Kualitas pendidikan salah satunya ditentukan oleh guru dalam proses pembelajaran. Beberapa ahli menyatakan, bahwa betapapun bagusnya suatu kurikulum, hasilnya sangat tergantung pada apa yang dilakukan oleh guru di dalam kelas (actual). Kualitas pembelajaran juga dipengaruhi oleh sikap guru yang kreatif untuk memilih dan melaksanakan berbagai pendidikan dan model pembelajaran, karena profesi guru menuntut sikap kreatif dan 4
Mudyaharjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, h. 79
4
kemauan mengadakan improvisasi5oleh karena itu guru
harus selalu
menumbuhkan dan mengembangkan sikap kretif dalam menumbuhkan pembelajaran, misalnya dalam memilih dan menerapkan berbagai strategi, pendekatan, metode maupun media pembelajaran yang relevan dengan kondisi siswa dan tujuan pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran Fiqih. Mata pelajaran ini bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan ilmu syar’i peserta didikyang diwujudkan ibadah dan muamalah keseharian.Hal ini dapat dilakukan pemupukan pengetahuan, penghayatan serta pengalaman peserta didik tentang fiqih. Kompetensi yang diharapkan adalah menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkatkan kualitas dan ketaqwaan kepada Allah SWT, serta beribadah dan muamalah dengan baik
dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, serta untuk melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Selama ini kondisi proses belajar mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo Semarang masih ada yang memakai cara-cara tradisional, yaitu guru menyampaikan pelajaran, siswa mendengarkan atau mencatat dengan sistim evaluasi yang mengutamakan pengukuran kemampuan menjawab pertanyaan hafalan atau kemampuan verbal lainya. 6 Berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas VI Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo Semarang, dapat dikemukakan bahwa selama berlangsungnya proses pembelajaran, tampak respon murid kurang antusias mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru selama mengikuti pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari aktifitas siswa sejumlah 21 orang, hanya 3 yang baru berani bertanya dan 2 siswa yang menjawab pertanyaan dari guru dalam proses belajar mengajar. Begitu pula tidak ada satupun siswa yang berani mengemukakan pendapat atau membuat kesimpulan dari akhir proses belajar mengajar. Selain itu ditemukan sebagian siswa yang melamun, berbicara sendiri dengan teman-temannya dan kurang memperhatikanya. Jadi ada kesan motivasi belajar dan konsentrasi belajar 5 6
Syauodih, Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: P2LPTK, 1983, h. 115 Hasil observasi di Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo pada tanggal 12April 2015 jam 07.00 pada mata pelajaran Fiqih
5
pada siswa relativ rendah.Selain itu, berdasarkan pengamatan terhadap nilai ulangan mid semester gasal tahun 2015/2016.Terdapat 19 siswa yang nilai tidak mencapai batas minimal standar ketuntasan minimal (KKM) yaitu: 7,5 Meskipun demikian masih banyak siswa juga yang aktif dalam hal membaca.7 Berdasarkan hasil pengamatan di kelas VI dapat diidentifikasikan faktor-faktor penyebab permasalahan tersebut yakni kurang tepatnya strategi pembelajaran yang dipilih dan ditetapkan oleh guru. Guru belum menerapkan metode dan strategi pembelajaran yang variatif sehingga dapat merangsang dan memotivasi siswa untuk antusias dalam belajar. Strategi konvensional dengan metode ceramah selalu menjadi andalan guru Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo pada materi apapun, sehingga sangat membosankan bagi siswa.Hal ini berakibat pada nilai siswa rendah dan siswa sulit mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, siswa belum mampu mengekpresikan mata pelajaran Fiqih ke dalam tiga ranah, yaitu koknitif, afektif, dan psikomoterik siswa. Salah satu upaya untuk mewujudkan suasana belajar yang afektif dan kreatif adalah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered approaches).Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa ini melahirkan pembelajaran Cooperative learning. Cooperativ Learning merupakan salah satu dari pembelajaran aktif yang meliputi berbagai cara untuk membuat siswa aktif sejak awal melalui aktivitas-aktivitas yang membangun kerja kelompok dan dalam waktu yang singkat membuat mereka berfikir tentang materi pelajaran8 Pembelajaran ini dirancang untuk memaksimalkan keberhasilan belajar secara Cooperative dan meminimalkan kegagalan. Ketika siswa mulai mempelajari ketrampilanketrampilan
Cooperative, kelompok itu haruslah kelompok kecil. Sejalan
dengan perkembangan ketrampilan sosial, siswa diharapkan mulai mampu kerja sama dalam kelompok. Penting juga untuk melihat lamanya waktu 7
Hasil observasi bersama guru fiqih ustadzah Sulastrina, S.Pd.SD di Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo pada tanggal 19April 2015 ,jam 07.00 WIB 8 Silberman,Melvin.Active Learning:101 Startegi Pembelajaran Aktif, Bandung:Nusa Media,2001, h.xiv
6
kelompok itu akan bekerja sama. Pertemuan kelompok yang teratur dalam jangka waktu tertentu akan dapat meningkatkan kesuksesan dibanding dengan kelompok yang bekerja sama kadang-kadang saja. Teknis pelaksanaan strategi ini diatur oleh guru ketika berada di dalam kelas Guru Fiqih harus menyusun secara eksplisit lima komponen esensial yang terdapat dalam mata pelajaran. Komponen yang pertama dan yang paling penting adalah perasaan kebersamaan interdependensi positif (positive interdependensi). Interdepensi positif akan dapat tersetruktur dengan baik apabila setiap anggota kelompok memandang bahwa mereka terhubung antara satu dengan yang lain. Siswa harus menyadari bahwa usaha dari setiap anggota akan bermanfaat bukan hanya indifidu yang bersangkutan, tetapi juga bagi semua anggata kelompok.9 Komponen kelompok yang ke dua dari pembelajaran Cooperative learning adalah interaksi yang mendorong (promotive interaction) dan lebih baik lagi bila berupa interaksi tatap muka. Begitu guru berhasil membangun interdependensi
positif,
maka
mereka
perlu
melanjutkan
dengan
memaksimalkan kesempatan bagi siswa untuk saling mendorong satu dengan yang lainya untuk mencapai sukses dengan saling membantu, menyemangati dan menghargai usaha satu sama lainya untuk belajar. Komponen esensial yang ke tiga dari pembelajaran Cooperative learning adalah tanggung jawab individual (individual accountability).Tujuan dari kelompok pembelajaran Cooperative learning dalah agar masing-masing anggota kelompok menjadi seorang individu yang lebih kuat. Siswa belajar bersama-sama supaya selanjutnya mereka dapat menunjukkan performa yang lebih baik sebagai individu. Tanggung jawab individu akan lahir ketika kinerja dari masing-masing anggota kelompok dinilai dan hasil penelitian tersebut kemudian dikembalikan kepada kelompok dan individu kelompok yang bersangkutan.10
9
W. Johnson, David dkk, Collaborative Learning, Staregi Pembelajaran Untuk Sukses Bersama, Bandung:Nusa Media,2001, h. 8 10 Ibid.
7
Komponen esensial pembelajaran
Cooperative learning yang ke
empat adalah skill interpersonal dan kelompok kecil, ketrampilan antar pribadi dan kelompok kecil (interterpersonal and small group skill). Dalam pembelajaran Cooperative learning, siswa dituntut untuk mempelajari pelajaran (tugas) akademik dan juga ketrampilan interpersonal dan kelompok kecil yang dibutuhkan agar dapat berfungsi sebagai bagian dari tim.
Kelompok esensial yang ke lima dari pembelajaran Cooperative learning adalah pemprosesan kelompok (Group Processinng). Pemprosesan kelompok terjadi ketika anggota kelompok berdiskusi mengenai seberapa baik mereka telah mencapai tujuan masing-masing dan seberapa baik mereka telah memelihara hubungan kerja yang efektif di MI Mangunharjo. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, peneliti tertarik dan bermaksud melakukan penelitian tentang “Metode Cooperative learning dalam pembelajaran Fiqih materi mandi wajib semester I kelas VI di Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo Kota Semarang”. Urgensi penelitian ini adalah dapat menemukan metode pembelajaran Fiqih yang efektif sehingga motivasi dan aktivitas belajar siswa Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo dapat meningkat yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. B. Alasan Pemilihan Judul Setelah memperhatikan latar belakang yang penulis uraikan di atas, ada beberapa alasan yang menjadi dasar bagi penulis memilih judul “ UPAYA
MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN
FIQIH
KELAS VI MATERI MANDI WAJIB MELALUI PEMBELAJARAN COOPERATIVE
LEARNING
MANGUNHARJO
KELURAHAN
PADA
SISWA
KELAS
MANGUNHARJO
VI
MI
KECAMATAN
TEMBALANG SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 ” Alasanalasan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pembelajaran kurang menyenangkan sehingga siswa cepat bosan;
8
2. Guru masih menggunakan sistem mengajar konvensional (ceramah) yang menyebabkan siswa kurang aktif dalam mengikuti pelajaran. 3. Siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran fiqih 4. Hasil belajar siswa masih dibawah KKM Madrasah.
C. Telaah Pustaka Berkaitan dengan penulisan skripsi ini, peneliti berupaya untuk melakakan kajian terhadap hasil penelitian yang telah ada agar terhindar dari pengulangan kajian. Peneliti telah melakukan pemetaan kajian sebelumnya dan ditemukan hasil-hasil penelitian antara lain: 1. Chudhori Supaat meneliti tentang Pendidikan Akhlak dan implementasinya pada Madrasah Aliyah Negeri 01 Semarang, yang diajukan sebagai skripsi S1 IAIN Wali Songo
Semarang, yang berjudul : Upaya peningkatan
Pendidikan ILmu Akhlak dan implementasinya pada Madrasah Aliyah Negeri 01 Semarang melalui metode Cooperarative Learning. Skripsi ini mengkaji tentang Pendidikan Akhlak merupakan pendidikan normative, yakni suatu pendidikan yang menanamkan kode etik dan akhlak
pada
siswa dalam suatu aktivitas di Madrasah. Oleh karena itu guru sebagai penanggung jawab harus mampu berinteraksi secara positif dengan siswa sehingga tujuan pendidikan terwujud. Dalam skripsi ini ditemukan bahwa guru mempunyai peran penting dalam pembinaan hukum.11 2. Izzah Fatir Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Tahun 2007 yang berjudul "Upaya Guru PAI Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar SKI melalui metode Cooperative Learning Siswa Kelas VII SMP Ky Ageng Giri, Giri Kusuma Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Dalam penelitian ini dijelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar. Motivasi belajar merupakan segi kejiwaan yang mengalami
11
Chudhori Supaat, Pendidikan Ilmu Akhlak dan implementasinya pada Madrasah Aliyah Negeri 01 Semarang, yang diajukan sebagai skripsi S1 IAIN Wali Songo (Skripsi), Semarang, 2001
9
perkembangan
artinya
terpengaruh
perkembangan psikologis siswa.
oleh
kondisi
fisiologis
dan
12
3. Sukarni Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Tahun 2006 meneliti tentang Ilmu kebudayaan Islam yang berjudul "Penerapan metode Cooperative Learning Pada Ilmu Sejarah Kebudayaan Islam Siswa kelas VI MIN Sroyo Kecamatan Jaten Kabupaten Karang Anyar Tahun 2006/2007". Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa jumlah siswa yang mempunyai motivasi untuk belajar lebih banyak dibanding dengan yang kurang motivasinya.Motivasi tersebut baik berasal dari dirinya sendiri (motivasi Intrinsik) maupun dari luar (motivasi ekstrinsik)13. Berdasarkan tingkat uraian skripsi di atas, peneliti ini diharapkan dapat melengkapi penelitian sebelumnya. Perbedaan peneliti ini dengan peneliti sebelumnya antara lain : a. Chudhori Supaat: Pendidkan menanamkan kode etik. Sedang penulis mengekpresikan mata pelajaran Fiqih ke dalam tiga ranah b. Izzah Fatir: menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar. Sedang penulis Guru harus menyusun secara eksplisit lima komponen esensial yang terdapat dalam mata pelajaran pembelajaran. c. Sukarni : metode pembelajaran yang pas dapat menambah motivasi siswa. Sedang penulis menunjang pembelajaran dengan komponen. Persamaanya dengan peneliti adalah : 1. Skripsi Chudhori Supaat dan peneliti : siswa interaktif 2. Skripsi Izzah Fatir dan peneliti: mempengaruhi motivasi belajar siswa 3. Skripsi Sukarni: meningkatkan minat peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan pada prasiklus siswa yang mencapai kriteria mampu 4 orang atau 19% dari total jumlah 21 anak. Pada tindakan siklus I siswa yang mencapai kriteria mampu 7 anak atau 33 % . 12
Izzah Fatir M, Upaya Guru PAI Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas VII SMP Ky Ageng Giri, Giri Kusuma Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak (Skripsi), Demak:Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Tahun 2007 13 Sukarni , "Hubungan Motivasi Belajar Ilmu Syar’i Dengan Prestasi Belajar ilmu syar’i Siswa kelas VI MIN Sroyo Kecamatan Jaten (Skripsi), Kabupaten Karang Anyar : Fakultas Tarbiyah IAIN, Tahun 2006/2007
10
Pada tindakan siklus II siswa yang mencapai kriteria mampu 14 anak atau 67 % . Pada tindakan siklus III siswa yang mencapai kriteria mampu 19 anak atau 90 % . pada tahap ini kemampuan anak telah mencapai keberhasilan yaitu 90% dari total jumlah 21 anak dan sudah mencapai kriteria mampu. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti merumuskan permasalahan: bagaimana penerapan metode Coperative Learning dalam pembelajaran Fiqih kelas VI di Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo Kota Semarang. secara rinci permasalahan tersebut terbagi dalam 3 rumusan yaitu: 1. Bagaimana cooperative
pembelajaran
fiqih
sebelum
menggunakan
metode
learning pada siswa kelas VI Materi Mandi Wajib di
Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo Kota Semarang Tahun 2015/2016? 2. Bagaimana penerapan metode Cooperative Learning pada mata pelajaran fiqih kelas VI Materi Mandi Wajib di Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo Kota Semarang Tahun 2015/2016 ? 3. Apakah dengan metode Cooperative Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Fiqih kelas VI Materi Mandi Wajib di Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo Kota Semarang Tahun 2015/2016? E. Rencana Pemecahan Masalah Pemecahan Masalah merupakan uraian alternatif tindakan yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah. Pendekatan dan konsep yang digunakan untuk menjawab masalah yang diteliti disesuaikan dengan kaidah penelitian tindakan kelas PTK. Cara pemecahan masalah ditentukan atas dasar akar penyebab permasalahan dalam bentuk tindakan yang jelas dan terarah. Alternatif pemecahan hendaknya mempunyai landasan konseptual yang mantap yang bertolak dari hasil analisis masalah, harus terbayangkan manfaat hasil pemecahan masalah dalam pembenahan dan/atau peningkatan implementasi program pembelajaran. Peneliti juga harus mencermati artikulasi kemanfaatan PTK berbeda dari kemanfaatan penelitian formal.
11
Berdasarkan teori belajar dan media pembelajaran, permasalahan yang terjadi kelas VI MI Mangunharjo Tahun Pelajaran 2015/2016 perlu diselesaikan melalui tindakan guru berupa penggunaan metode Cooperative learning dalam pembelajaran mandi wajib. Penggunaan metode Cooperative learning ini memungkinkan dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa lebih jauh terhadap materi pelajaran. Di samping itu, metode Cooperative learning juga digunakan dalam rangka pembelajaran kelompok atau kerja kelompok yang didalamnya melibatkan beberapa orang siswa untuk menyelesaikan pekerjaan, tugas atau permasalahan. Lebih lanjut, penggunaan metode Cooperative learning ini diharapkan mampu meningkatkan pemahaman serta prestasi siswa pada mata pelajaran Fiqih materi mandi wajib. F.
Penegasan Istilah Penegasan istilah ini dimaksudkan agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap judul skripsi dan memberikan gambaran yang lebih jelas kepada para pembaca. Istilah yang perlu dijelaskan dalam judul skripsi adalah: 1. Penerapan Penerapan
dapat
diartikan
penggunaan
atau
pemakaian
metode.Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia 14. 2. Cooperative learning Cooperativ Learning merupakan salah satu dari pembelajaran aktif yang meliputi berbagai cara untuk membuat siswa aktif sejak awal melalui aktivitas-aktivitas yang membangun kerja kelompok dan dalam waktu yang singkat membuat mereka berfikir tentang materi pelajaran. 3. Pembelajaran Pembelajaran menurut Abdul Aziz dan Abdul Aziz Majid dalam kitabnya “At-Tarbiyah Wa Thuruqu Al-Tadris” adalah:
14
WJS. Purewodarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia.Balai Pustaka , Jakarta: 1998, h 1043
12
ت ِ َولَ ْي َس,صلُها َ التل ِم ْي ُذ ِ ْْرفَ ِة الَّ ِتى يُقَ ِّد ُمها َ ْال ُمدَرِّ سُ فَيَح ِ أَ َّما التَ ْع ِل ْي ُم فَ َمحْ ُد ْو ٌد ِب ْال َمع ْ ْرفَةُ داَئِما ً قُ َّوةً َوإِنَّما َ ِه َي قُ َّوةُ إِذاَ ْست َْخد َم ت فِ ْعالً واَ ْستَفا َ َد ِم ْنهَا ْالفَرْ ُد فِ ْي ِ ْال َمع 15 .َحياَتِ ِه َو ُسلُ ْو ِك ِه “Adapun pembelajaran itu terbatas pada pengetahuan dari seorang guru
kepada murid. Pengetahuan itu yang tidak hanya terfokus pada pengetahuan normatif saja namun pengetahuan yang memberi dampak pada sikap dan dapat membekali kehidupan dan akhlaknya” Dalam bukunya Educational Psychology dinyatakan bahwa Learningis an Active
process that needs to be stimulated and guide
toward desirable out comes.16 (Pembelajaran adalah proses akhir yang membutuhkan rangsangan dan tuntunan untuk menghasilkan out come yang diharapkan). Pada dasarnya pembelajaran merupakan interaksi antara guru dan peserta didik, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. 4. fiqih Ilmu fiqih merupakan ilmu yang berhubungan dengan muamalah dalam kehidupan sehari- hari atau perilaku pada lainnya dan cara beribadah makhluk pada Al Kholik sesuai ketentuan syariat islam atau ajaran islam yang benar.17 5. MI Mangunharjo Tembalang Semarang MI Mangunharjo adalah lembaga pendidikan yang berciri khas agama
Islam
yang
melaksanakan
proses
pembelajaran
dengan
menggunakan perpaduan Kurikulum, yaitu; kurikulum yang ditetapkan oleh Kementerian Agama dan Kurikulum Dinas Pendidikan Nasional G. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian skripsi ini adalah : 15
Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid, At-Tarbiyah wa Turuku At-Tadris, (Mesir: Darul Ma’arif, 1968), Juz I, h. 61. 16 Lester D. Crow and Alice Crow, Educational Psychology, (New York: American Book Company, 1979), h. 225 17 . Nana Djumhana, Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, ( Jakarta : Depag RI, 2009 ) , h.2.
13
a. Mendiskripsikan pembelajaran fiqih sebelum
penggunaan metode
Cooperative Learning pada mata pelajaran fiqih kelas VI Materi Mandi Wajib di Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo Kota Semarang Tahun 2015/2016. b. Mendiskripsikan tentang penerapan metode Cooperative Learning pada mata pelajaran fiqih kelas VI Materi Mandi Wajib di Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo Kota Semarang Tahun 2015/2016. c. Untuk mengetahui apakah metode Cooperative
Learning dapat
Meningkatkan motovasi belajar siswa dalam pembelajaran kelas VI Materi Mandi Wajib di Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo Kota Semarang Tahun 2015/2016 . 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Secara teoritis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dalam menambah pengetahuan dalam bidang pendidikan khususnya peningkatan hasil belajar siswa melalui Penerapan Cooperative Learning pada mata pelajaran fiqih kelas VI Materi Mandi Wajib di Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo Kota Semarang Tahun 2015/2016. b. Manfaat Secara Praktis a. Bagi siswa, diharapkan dapat memberikan motivasi dan informasi tentang belajar secara langsung serta dapat memecahkan permasalahan sehingga dapat menerapkan apa yang telah mereka pelajari dalam kehidupan sehari – hari. b. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wawasan atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam proses kegiatan belajar mengajar. c. Bagi Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo Tembalang, hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang berarti dalam rangka meningkatkan kualitas proses belajar mengajar sehingga dapat menjadikan Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo sebagai lembaga pendidikan yang lebih dinamis dan kreatif sesuai tuntutan perkembangan zaman.
14
d. Bagi peneliti, mendapatkan pengalaman secara langsung tentang penerapan Cooperative Learningdan memberikan bekal agar guru siap melaksanakan tugas sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman. H. Hipotesis Tindakan Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.Dari arti kata hipotesis memang berasal dari 2 penggalan kata, “hypo” yang artinya “dibawah” dan “thesa” yang artinya “kebenaran”. Jadi hipotesis yang kemudian cara penulisannya disesuaikan dengan ejaan Bahasa Indonesia menjadi hipotesa, dan berkembang menjadi hipotesis.18 Menurut Sutrisno hadi Hipotesis adalah Suatu dugaan yang mungkin benar dan mungkin salah, dan akan ditolak apabila salah atau palsu dan akan diterima apabila fakta – faktanya membenarkan.19 Mengingat hipotesis merupakan Suatu dugaan yang mungkin benar dan mungkin salah, maka harus dilakukan pengkajian pada bagian analisis untuk membuktikan apakah hipotesis yang diajukan itu dapat diterima atau tidak. Untuk itu hipotesis yang peneliti ajukan adalah bahwa penerapan Cooperative Learning dapat Meningkatkan motovasi belajar siswa dalam pembelajaran fiqih kelas VI Materi Mandi Wajib di Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo Kota Semarang Tahun 2015/2016. I.
Metode Penelitian
1.
Subjek dan Objek Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas (PTK) a. Subjek penelitian
18
. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, ( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006 ) , h. 71 19 . Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid 1, ( Yogyakarta : Andi, 2000 ), h. 63.
15
Dalam penelitian ini metode penentuan subyek penelitiannya adalah dengan menggunakan sample purposive yaitu jumlah sample yang diambil berdasarkan kebutuhan peneliti dalam penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini sample penelitiannya berjumlah 21 siswa yang terdiri dari 10 laki–laki dan 11 perempuan siswa kelas VI MI Mangunharjo Tembalang Semarang Tahun Pelajaran 2015/2016. b. Objek penelitian Yang menjadi objek dalam penelitian, yaitu: Penerapan Cooperative Learningdalam Pembelajaran fiqih kelas VI Materi Mandi Wajib di Madrasah Ibtidaiyah Mangunharjo Kota Semarang Tahun 2015/2016.. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di MI. Mangunharjo Tembalang yang beralamat
di
Jl.
Kompol
R.Soekanto
No.
19
Kel.
Mangunharjo
Kec.Tembalang Kota Semarang. 3. Desain Penelitian Dalam penelitian ini desain yang penulis gunakan adalah desain penelitian model spiral dari Kemmis dan Taggart, yang dalam pelaksanaanya dilakukan dengan tiga kali siklus, dimana setiap siklus terdiri dari empat komponen atau tahapan yaitu : (1) Perencanaan; Pengamatan; (4) Refleksi Adapun desainnya adalah sebagai berikut :
(2) Pelaksanaan; (3)
16
Gambar. 3.1 Diagram Siklus Penelitian Tindakan Model Kemmis.20 Keterangan: A: Act (Tindakan) O: Observasi R: Reflektif Adapun deskripsi dari setiap tahap skema alur penelitian tindakan kelas tersebut adalah sebagai berikut: a. Siklus I 1) Tahap Perencanaan Tindakan Pada tahap ini, peneliti menyusun dan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tindakan. Persiapan tersebut berupa penentuan tujuan atau indikator yang hendak dicapai, penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan penerapan metode eksperimen, menyiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan eksperimen, serta membuat lembar kerja kelompok, lembar observasi, lembar wawancara, dan membuat lembar tes. 2) Tahap Tindakan, Observasi, dan Tes Pada tahap ini, peneliti yang sekaligus bertindak sebagai pengajar melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Di samping itu pula, guru kelas atau teman sejawat selaku observer melakukan pengamatan terhadap aktivitas pengajar dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Jadi, keduanya berlangsung dalam waktu yang sama.21 Pengamatan ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang pelaksanaan pembelajaran. Melalui observasi ini akan diperoleh data-data maupun informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan terlaksana dan tidaknya indikator-indikator yang telah ditetapkan dan di akhir setiap tindakan,
20 21
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010, h. 215. Suharsimi Arikunto, dkk. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006, h. 19.
17
peneliti memberikan tes yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang telah dipelajari. 3) Tahap Refleksi Tahap refleksi adalah tahapan peninjauan kembali terhadap pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan. Pada tahap ini, peneliti dan observer menganalisis data yang telah diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan evaluasi. Kemudian melakukan diskusi untuk membahas kekurangan– kekurangan dalam proses tindakan yang telah dilakukan. Selanjutnya
mengadakan
perbaikan–perbaikan
dengan
tujuan
agar
pelaksanaan tindakan berikutnya memberikan hasil yang lebih baik dan maksimal. b. Siklus II Pada prinsipnya semua kegiatan siklus II sama dengan kegiatan pada siklus I, Siklus II merupakan perbaikan dari siklus I. Dalam siklus II langkah-langkah sama pada siklus I, salah satunya meninjau kembali rencana pembelajaran dengan melakukan revisi sesuai hasil evaluasi siklus I, serta mencari alternatif pemecahan masalah yang telah dihadapi pada siklus I. c. Siklus III Pada prinsipnya semua kegiatan siklus III sama dengan kegiatan pada siklus I dan II, Siklus III merupakan perbaikan dari siklus II. Dalam siklus III langkah-langkah sama pada siklus II, salah satunya meninjau kembali rencana pembelajaran dengan melakukan revisi sesuai hasil evaluasi siklus II, serta mencari alternatif pemecahan masalah yang telah dihadapi pada siklus II. Apabila dalam siklus III ini pelaksanaan pembelajaran Fiqih dengan menggunakan metode Cooperative Learning yang diharapkan belum meningkatkan hasil belajar peserta didik maka dapat ditindak lanjuti pada siklus berikutnya jika masih dibutuhkan. 2.
Faktor yang Diteliti
18
Agar permasalahan yang muncul dapat diselesaikan, ada 3 faktor yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu : a.
Faktor Siswa Meneliti peningkatan siswa dalam pemahaman dan hasil belajar pada materi Mandi wajib setelah diterapkan strategi pembelajaran dari proses pembelajaran yang berlangsung.
b.
Faktor Perangkat Pembelajaran Meneliti apakah metode Cooperative Learning ini efektif dan berhasil meningkatkan penguasaan materi Mandi wajib.
c.
Faktor guru Meneliti keefektifan metode yang diambil dan seberapa efektif kinerja guru dalam pembelajaran melalui metode Cooperative Learning.
3.
Rencana Tindakan Penelitian ini dilaksanakan dengan perencanaan yang sesuai dengan prosedur yang melalui proses siklus yang dimulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan tindakan, tahap observasi/evaluasi dan terakhir tahap refleksi. Penelitian ini direncanakan sebanyak 3 siklus. Tiap siklus dilaksanakan selama 2x pertemuan secara bertahap. Tiap 1x pertemuan terdiri dari 2x35 menit jadi tiap siklus dilaksanakan selama 2 (2x35 menit). Apabila terjadi kegagalan atau banyaknya hambatan yang masih dialami siswa, maka akan disempurnakan melalui siklus kedua dan hambatan yang ada di siklus kedua akan diselesaikan di siklus ketiga. Di siklus ketiga ini akan lebih sempurna lagi. Jadi kesulitan akan terselesaikan dalam tiga siklus. Rincian tiap tahap penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Tahap Prapenelitian
19
Dalam kegiatan ini, dilakukan observasi terhadap proses pembelajaran Mandi wajib kelas VI MI Mangunharjo Tembalang Kota Semarang, untuk mengetahui permasalahan yang terjadi bagi siswa kelas VI. Dari observasi yang ada, dapat ditarik kesimpulan bahwa lemahnya kemampuan siswa dalam pemahaman materi Mandi wajib adalah karena tidak tepatnya strategi dan media pembelajaran yang disajikan oleh guru. b.
Tahap Perencanaan Tindakan Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan metode Cooperative Learning. 1) Menyiapkan
media
pembelajaran
untuk
2x
pertemuan
pembelajaran Fiqih yang berkaitan dengan materi Mandi wajib. 2) Menyusun format penilaian yaitu kinerja dan produk Menyusun
lembar
pengamatan
guru
tentang
pelaksanaan
pembelajaran mandi wajib melalui metode Cooperative Learning. c.
Tahap Pelaksanaan Tindakan 1) Guru melakukan apersepsi sebagai upaya membangkitkan pengetahuan awal siswa yang berkaitan dengan mandi wajib dan kegiatan apresiasi yang pernah dilakukan dan yang pernah dipelajari. 2) Siswa dibagi menjadi kelompok kecil yaitu masing-masing 4-5 siswa. 3) Siswa mendiskusikan hasil dan kemudian dipresentasikan. 4) Siswa harus mampu menjelaskan Mandi wajib.
d.
Observasi. Kegiatan observasi ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan pelaksanaan tindakan. Kegiatan ini dilakukan oleh guru sebagai peneliti. Pada tahap ini guru mengenali dan mendokumentasikan seluruh proses dan hasil perubahan yang terjadi dalam proses pembelajaran. Ada tiga hal yang diamati yaitu ketepatan strategi
20
yang disusun, ketepatan format asesmen yang disusun, keaktifan siswa, dan ketepatan penerapan asesmen oleh guru. 4.
Metode Pengumpulan Data a. Sumber Data Data yang digunakan sebagai sumber penelitian adalah: 1) Data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan. Data tersebut meliputi data-data tentang sekolah, pendidik, peserta didik kelas V, proses pembelajaran, serta hasil tes yang dicapai oleh peserta didik kelas V setelah mengikuti pembelajaran dengan metode eksperimen. 2) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari referensi buku yang relevan dengan penelitian yang diangkat. b. Metode Pengumpulan Data 1) Metode Observasi Pengamatan atau observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian di mana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian.22 Pengambilan data berupa informasi mengenai situasi belajar mengajar yang menyangkut aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Observasi
dilakukan dengan
menggunakan pedoman yang di dalamnya sudah tertera indikator – indikator yang akan diamati. 2) Metode Tes Metode tes ini digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang mencangkup pengetahuan dan keterampilam sebagai hasil kegiatan belajar mengajar.23 Teknik pengambilan data ini yang mencakup hasil tes mengenai penguasaan pemahaman konsep siswa terhadap materi sifat-sifat cahaya yang dilakukan dengan
22
23
Wijaya Kusuma dan Dedi Dwitagama, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: PT. Indeks, 2010, h. 66. Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif:Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005, h. 256.
21
cara pemberian soal-soal. Tes ini dilakukan pada akhir setiap tindakan. Hasil dari tes ini berupa skor yang diperoleh siswa. Metode tes ini digunakan untuk mengambil data nilai tes pada subjek penelitian. Data ini digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian. 3) Metode Dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya “barangbarang tertulis”. Metode dokumentasi yakni mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku transkip, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya.24 Dokumentasi ini digunakan untuk menghimpun data yang berkaitan dengan data-data sekolah, nama pendidik, peserta didik, serta arsip-arsip yang berhubungan dengan penelitian. 5.
Metode Analisis Data Untuk mengetahui keefektifan suatu metode dalam pembelajaran, perlu dilakukan analisis data. Pada penelitian tindakan kelas ini, digunakan analisis deskripsi kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat mengambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa juga untuk mengetahui respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama
proses pembelajaran
berlangsung.25 Menurut Milles dan Huberman seperti dikutip Aji Sofanudin (metode penelitian ilmu Tarbiyah) mengatakan tehnik analisis data yang
digunakan
dalam
penelitian
kualitatif meliputi:
reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (conclution).26
24
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, h. 90. 25 Zainal Aqib, dkk. Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: CV. Yrama Widya, 2011, h . 39. 26 Aji Sofanudin, Metode Penelitian Ilmu Tarbiyah, Semarang: Lakmus Indonesia, 2009, h. 34.
22
Data yang diperoleh dari hasil observasi, tes, dan dokumentasi akan dianalisis bersama dengan observer dan teman sejawat. Data tersebut akan disaring atau diseleksi terlebih dahulu. Data yang dianggap
penting dan keabsahannya tinggi akan disajikan. Sedangkan
data yang tidak penting akan disimpan dan dijadikan arsip dengan pertimbangan mungkin suatu saat akan dibutuhkan. Data yang sudah diseleksi kemudian disajikan dan selanjutnya peneliti, observer, dan teman sejawat mendiskusikan data tersebut untuk menarik suatu kesimpulan. Dalam penelitian ini yang diutamakan adalah perbaikan proses pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman (proses terbentuknya konsep) dan hasil belajar peserta didik, maka analisis data yang digunakan dengan dua cara yaitu sebagai berikut: a) Analisis deskriptif kualitatif Analisis deskriptif kualitatif, artinya seluruh data yang terkumpul diolah secara non statistik untuk menggambarkan situasi hasil penelitian. Analisis ini digunakan untuk mengetahui bagaimana aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran. b) Analisis kuantitatif Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengolah data dari hasil tes peserta didik setiap siklusnya. Analisis data kuantitatif ini melalui beberapa tahap, yaitu: 1) Membandingkan mean (nilai rata-rata) Mean adalah nilai rata-rata.27 Mengenai penelitian yang diangkat mean di sini berarti teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut. Hal ini dapat dirumuskan seperti rumus sebagai berikut:
27
Zainal Aqib, dkk. Op. cit, h. 40.
23
Me = Dimana: Me = Mean (rata-rata) ∑ X = Jumlah semua nilai siswa N = Jumlah siswa 2) Menilai lembar observasi Untuk mengetahui pemahaman peserta didik terhadap materi
Fiqih
mengenai
konsep
Mandi
wajib
peneliti
menggunakan lembar observasi yang dilengkapi dengan kriteria penilaian mengenai aspek percobaan, Kriteria yang digunakan untuk mengukur indikator proses, yaitu aktivitas belajar guru dan siswa dalam proses pembelajaran berdasarkan indikator-indikator yang tertera pada pedoman observasi. Jadi, indikator proses pada penelitian tindakan kelas ini adalah “Semua indikator aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran yang tertera pada pedoman observasi harus mencapai kualifikasi cukup (C), baik (B), atau sangat baik (SB). Akan tetapi, jika belum sesuai, maka diberikan kualifikasi kurang (K), atau sangat kurang (SK) ”.28 3) Persentase ketuntasan belajar klasikal Data kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes diolah dengan menggunakan deskripsi persentase. Untuk hasil tes, persentase ini digunakan untuk mengetahui persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal. Ketuntasan belajar klasikal dihitung dengan menggunakan rumus: Ketuntasan belajar klasikal 28
Syaiful Bahri Djamarah, Op. cit, h. 261.
24
= Jumlah Peserta didik yang tuntas x 100% Jumlah seluruh peserta didik 6.
Indikator Keberhasilan Ada dua indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini, yaitu: a)
Indikator proses Kriteria yang digunakan untuk mengukur indikator proses, yaitu kegiatan belajar siswa dan guru dalam proses pembelajaran berdasarkan 10 indikator yang tertera pada pedoman observasi. Jadi, indikator proses pada penelitian tindakan kelas ini adalah “Semua indikator aktivitas belajar siswa
dalam proses pembelajaran
yang tertera pada pedoman observasi harus mencapai kualifikasi cukup (C), baik (B), atau sangat baik (SB)”.29 b)
Indikator Hasil Indikator keberhasilan belajar dari penelitian ini adalah 1) Secara Individual Secara individual, keberhasilan belajar dengan menggunakan metode eksperimen ini adalah dengan mengacu pada Kriteria Ketuntasan Minimal mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang sudah ditetapkan di kelas V MI Mangunharjo, yakni apabila siswa mendapatkan nilai 75 ke atas maka siswa secara individual dinyatakan berhasil. 2) Secara Klasikal Secara klasikal, keberhasilan belajar dengan menggunakan metode eksperimen ini adalah dengan mengacu pada rumus ketuntasan secara klasikal di atas, yakni apabila ketuntasan klasikal yang dicapai kelas V adalah 80% ke atas maka pembelajaran secara klasikal dinyatakan berhasil.
29
Ibid, h. 261
25
Sistematika Penyusunan Skripsi Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini, maka di bawah ini penulis menguraikan tentang sistematika penulisan skripsi yang terbagi menjadi tiga bagian sebagai berikut: 1. Bagian Awal Bagian awal merupakan pertanggung jawaban peneliti secara akademis yang berisi: halaman judul, halama nota pembimbing, abstrak halaman keabsahan penelitian, halaman motto, persembahan, kata pengantar, pedoman traslit arab, daftar isi dan daftar lampiran 2. Bagian Inti Bab Satu, diuraikan masalah yang menyangkut pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Alasan Pemilihan Judul, Telaah Pustaka, Rumusan Masalah, Rencana Pemecahan Masalah, Penegasan Istilah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Hipotesis Tindakan, Metode Penelitian dan Sistematika Penyusunan Skripsi. Bab Dua, berisi landasan teori dari judul yang diangkat yaitu: Hakikat Pembelajaran Fiqih, Metode Cooperative Learning, Pemahaman Konsep, Hasil Belajar, Mandi wajib, dan Penggunaan Metode Cooperative Learning dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Fiqih Kleas VI Materi Mandi wajib pada siswa MI Mangunharjo. Bab Tiga, berisi data penelitian yang berisi kondisi umum MI Mangunharjo Tembalang Semarang yang terdiri atas: sejarah singkat, letak geografis, visi, misi dan tujuan, struktur organisasi, keadaan guru, karyawan, siswa dan sarana prasarana serta laporan kegiatan persiklus. Bab Empat, berisi Analisis Hasil Penelitian meliputi Analisis Kegiatan Persiklus dan Pembahasan. Bab Lima, merupakan bab terakhir yang terdiri atas kesimpulan, saransaran dan kata penutup. 3. Bagian akhir. Bagian akhir dari skripsi ini berisi daftar pustaka, riwayat hidup, dan lampiran-lampiran.
26