BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia sedang gencar-gencarnya dibenahi. Salah satunya yaitu pembaharuan sistem kurikulum guna meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kurikulum 2013 sebagai kurikulum terbaru mempunyai prinsip penanaman pendidikan karakter pada setiap mata pelajaran. Hal ini menjadikan penilaian mata pelajaran tidak hanya mengacu pada aspek pengetahuan dan keterampilan siswa, akan tetapi juga mementingkan aspek pembentukan karakter siswa. Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran yang wajib diajarkan pada semua jenjang pendidikan juga menanamkan pendidikan karakter, baik pada bidang bahasa maupun sastra yang tidak terlepas dari tujuan utamanya sebagai sarana komunikasi dengan baik dan benar secara lisan maupun tulisan. Hal tersebut sesuai dengan Permendiknas No. 22 Th. 2006 mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (a) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis; (b) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara; (c) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; (d) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial; (e) menikmati dan memanfaatkan karya sastra
untuk
memperluas
wawasan,
memperhalus
budi
pekerti,
serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; (f) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Berdasarkan Kurikulum 2013, pendidikan karakter pada pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan berbasis teks. Adapun teks yang dipelajari dalam kurikulum 2013 dapat diperinci ke dalam berbagai jenis teks, seperti deskripsi, penceritaan (recount), prosedur, laporan, eksplanasi, eksposisi, diskusi, surat, 1
2
iklan, catatan harian, negosiasi, pantun, dongeng, anekdot, dan fiksi sejarah. Semua jenis teks itu dapat dikelompokkan ke dalam teks cerita, teks faktual, dan teks tanggapan. Salah satu jenis teks yang wajib dipelajari khususnya pada kelas X adalah teks anekdot. Teks anekdot adalah teks lucu yang dibuat berdasarkan kehidupan bermasyarakat yang di dalamnya mengandung pesan. Hal ini sejalan dengan pendapat Kosasih (2013: 7) bahwa anekdot tidak semata-mata menyajikan hal-hal yang lucu-lucu, guyonan, ataupun humor. Akan tetapi, terdapat pula tujuan lain dibalik cerita lucu itu, yakni berupa pesan yang diharapkan bisa memberikan pelajaran kepada khalayak. Pesan yang disampaikan tersebut merupakan bentuk penanaman pendidikan karakter. Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari, manusia menerapkan teks anekdot untuk mengkritisi pejabat maupun politikus yang bertindak sesuka hati tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat melalui tulisannya yang menyindir dan lucu. Penanaman pendidikan karakter khususnya pada pembelajaran teks anekdot dapat diajarkan lewat kompetensi mengonversi teks anekdot menjadi puisi. Hal ini sejalan dengan pendapat Kosasih (2013: 38) bahwa teks anekdot dapat dikonversikan baik ke dalam puisi, prosa ataupun drama. Mengingat dalam Kurikulum 2013 pembelajaran dilakukan berbasis teks sehingga kompetensi keterampilan berbahasa Indonesia diajarkan lebih luas meliputi keterampilan menginterpretasi
makna,
memproduksi,
menyunting,
mengabstraksi,
dan
mengonversi suatu teks ke dalam bentuk yang lain sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan. Mengonversi adalah mengubah suatu bentuk, rupa, dan sebagainya ke dalam bentuk atau rupa yang lain (Depdiknas, 2008: 74). Mengonversi teks anekdot menjadi puisi dapat diartikan mengubah teks anekdot menjadi puisi. Puisi hasil konversi tersebut harus sesuai dengan tema teks anekdot yang telah ditentukan dengan mencermati pemilihan diksi serta memiliki kemampuan untuk menuangkan ide atau gagasan sehingga menarik untuk dibaca. Dengan demikian, tujuan dari penulisan anekdot dapat tersampaikan dengan bahasa yang lewat puisi.
indah
3
Puisi sebagai bentuk dari konversi teks anekdot bermanfaat dalam menumbuhkan kemampuan mengapresiasi hasil karya kesastraan. Apresiasi dimaksudkan sebagai bentuk menikmati dan memaknai sastra dalam penciptaan sikap kreatif, imajinatif, dan kritis. Harapannya dengan mempelajari sastra dapat memunculkan sikap menghargai, menghormati, memiliki sikap intelektual, sosial, dan emosional terhadap kenyataan yang terjadi yang dibangun melalui sastra. Sastra sebagai cerminan keadaan sosial budaya bangsa haruslah diwariskan kepada generasi mudanya. Menurut Herfanda (2008: 131), sastra memiliki potensi yang besar untuk membawa masyarakat ke arah perubahan, termasuk perubahan karakter. Sebagai ekspresi seni bahasa yang bersifat reflektif sekaligus interaktif, sastra dapat menjadi spirit bagi munculnya gerakan perubahan masyarakat, bahkan kebangkitan suatu bangsa ke arah yang lebih baik. Hal itu dapat diwujudkan sebagai penguatan rasa cinta tanah air, sumber inspirasi dan motivasi kekuatan moral bagi perubahan sosial-budaya. Dengan demikian, sastra tidak hanya sekadar menjadi sesuatu yang mampu memberikan keindahan dan hiburan, tetapi juga mampu melahirkan generasi-generasi muda yang mampu bersaing pada era globalisasi dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai bangsa Indonesia. Pendapat senada juga didukung Ismail dan Suryaman (2006), sastra harus diperkenalkan kepada anak sejak usia dini. Dengan mempelajari sastra sejak dini, siswa diharapkan mampu mengambil nilai pendidikan karakter yang ada dalam karya sastra. Misalnya dalam karya sastra puisi, siswa akan mampu mengambil nilai-nilai religius, bertanggung jawab, disiplin, sopan santun, kasih sayang, dan lain-lain. Dengan demikian, mempelajari bahasa dan sastra sekaligus dalam mata pelajaran bahasa Indonesia yang diwujudkan dalam keterampilan mengonversi teks anekdot menjadi puisi dapat berperan penting dalam keseimbangan kemampuan berkomunikasi juga mengapresiasi. Akan tetapi, selama ini pembelajaran bahasa dan sastra dinilai kurang memenuhi standar kualitas proses maupun hasil yang memuaskan. Hal itu dapat dibuktikan dengan rendahnya nilai keterampilan mengonversi teks anekdot menjadi puisi pada siswa kelas X TKJ A SMK Negeri 9 Surakarta. Nilai rata-rata
4
keterampilan mengonversi teks anekdot menjadi puisi yang diperoleh pada kelas X TKJ A hanya 68. Padahal nilai kriteria ketuntusan minimal (KKM) mata pelajaran bahasa Indonesia di SMK Negeri 9 Surakarta adalah 75. Oleh karena itu, keterampilan mengonversi teks anekdot menjadi puisi pada kelas X TKJ A SMK Negeri 9 Surakarta masih tergolong rendah. Ada berbagai faktor penyebab rendahnya pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi puisi yang kurang begitu diperhatikan oleh guru atau penyelenggara pendidikan. Salah satunya model mengajar guru yang masih konvensional. Guru belum menerapkan pendekatan saintifik sesuai kurikulum 2013 dalam kegiatan pembelajaran. Akibatnya, motivasi belajar siswa masih rendah. Selain itu, faktor sarana dan prasarana sekolah yang kurang turut menghambat keberhasilan kegiatan pembelajaran. Adapun faktor penyebab dari siswa, di antaranya; kurangnya motivasi dan minat belajar, rendahnya daya imajinasi, rendahnya penguasaan diksi, majas, dan rendahnya pengungkapan ide sangat memengaruhi keterampilan mengonversi teks anekdot menjadi puisi. Dari permasalahan yang telah diuraikan di atas, perlu adanya solusi guna mengatasi rendahnya motivasi dan keterampilan mengonversi teks anekdot menjadi puisi pada siswa kelas X TKJ A SMK Negeri 9 Surakarta. Salah satu solusi yang dapat digunakan ialah dengan mengubah model pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Dari berbagai macam model pembelajaran yang ada, penerapan model pembelajaran sinektik dianggap dapat meningkatkan motivasi dan keterampilan mengonversi teks anekdot menjadi puisi pada siswa kelas X TKJ A SMK Negeri 9 Surakarta. Model pembelajaran sinektik yang dirancang oleh Gordon dalam merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan kreativitas siswa dengan mendeskripsikan situasi yang berkaitan dengan visualisasi, perasaan, serta penganalogian. Pada akhir tahap model pembelajaran sinektik, siswa diharapkan mampu menciptakan hal baru yang berbeda dan lebih kreatif. Model sinektik ini sangat baik diterapkan pada pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi puisi, karena puisi adalah karya sastra yang membutuhkan kemampuan proses kretaivitas dalam mengolah kata sehingga mempunyai pilihan
5
kata yang indah dan sarat makna. Model sinektik dapat memberikan keleluasaan bagi siswa untuk berpikir secara kreatif dari tingkat sekolah dasar sampai ke tingkat tinggi. Penggunaan model sinektik dilakukan dengan media pembelajaran audio visual. Pemilihan media audio visual sebagai media pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan keterampilan mengonversi teks anekdot menjadi puisi. Berdasarkan permasalahan yang telah dikaji maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yaitu penerapan model pembelajaran sinektik dengan media audio visual untuk meningkatkan motivasi dan keterampilan mengonversi teks anekdot menjadi puisi pada siswa kelas X TKJ A SMK Negeri 9 Surakarta tahun ajaran 205/2016.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Apakah penerapan model pembelajaran sinektik dengan media audio visual dapat meningkatkan motivasi pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi puisi pada siswa kelas X TKJ A SMK Negeri 9 Surakarta tahun ajaran 2015/2016?
2.
Apakah penerapan model pembelajaran sinektik dengan media audio visual dapat meningkatkan keterampilan mengonversi teks anekdot menjadi puisi pada siswa kelas X TKJ A SMK Negeri 9 Surakarta tahun ajaran 205/2016?
6
C. Tujuan Penelitian Mengacu pada perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu 1.
Meningkatkan motivasi pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi puisi pada siswa kelas X TKJ A SMK Negeri 9 Surakarta tahun ajaran 2015/2016.
2.
Meningkatkan keterampilan mengonversi teks anekdot menjadi puisi pada siswa kelas X TKJ A SMK Negeri 9 Surakarta tahun ajaran 205/2016.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1.
Manfaat Teoretis Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia, terutama pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi puisi di sekolah menengah kejuruan. Selain itu, manfaat dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan lebih mendalam tentang teori dan langkah-langkah penerapan model pembelajaran sinektik dalam pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi puisi.
2.
Manfaat Praktis a.
Manfaat bagi Siswa 1)
Memotivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi puisi.
2)
Menciptakan pembelajaran yang mengarah pada proses dan hasil belajar dengan kualitas yang baik.
3)
Meningkatkan keterampilan mengonversi teks anekdot menjadi puisi.
b. Manfaat bagi Guru 1)
Memberikan solusi pada permasalahan pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi puisi.
7
2)
Sebagai salah satu solusi dalam memilih model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi puisi.
c.
Manfaat bagi Sekolah 1) Mendorong guru lain untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan inovatif. 2) Sebagai gambaran penerapan kegiatan pembelajaran tentang problematika pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi puisi. 3) Meningkatkan kerja sama dalam pengemabangan dan peningkatan mutu pendidikan. 4) Memberikan umpan balik yang ditindaklanjuti oleh sekolah dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan.
d. Manfaat bagi Peneliti Lain 1)
Menambah pengetahuan tentang permasalahan dan solusi dalam pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi puisi.
2)
Sebagai landasan untuk melakukan kajian-kajian lebih lanjut dalam menyusun suatu rancangan pembelajaran mengonversi teks anekdot menjadi puisi dengan menggunakan model pembelajaran sinektik dengan media audio visual yang disesuaikan dengan kondisi sekolah.