BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Akal atau rasio dan indera merupakan dua alat pengetahuan, pemujaan pada yang pertama melahirkan rasionalisme dan pada yang kedua melahirkan empirisme, materialisme dan positivisme. Jika pada yang pertama bersifat abstrak dan paradigmanya logis, maka pada yang kedua obyeknya bersifat empiris dan paradigmanya sains. Kedua obyek ini menolak mistis yang supra logis dan non empiris. Dua alat pengetahuan tersebut dengan tegas memberikan paham yang besar dan membidangi lahirnya sains dan teknologi, tetapi tidak bisa berbuat banyak pada obyek yang irasional dan metafisis serta metaindrawi. Dengan demikian, maka alam gaib, dunia jin, komunikasi manusia hidup dengan manusia shaleh yang sudah meninggal dunia, mencari berkah (tabarruk) dan persoalanpersoalan eskatologis tertentu memerlukan alat pengetahuan yang lain. Paradigma mistis ini hanya bisa diketahui dengan hati, yang dalam istilah kaum teolog disebut dengan iman. Islam (baca: pandangan dunia tauhid) tidak menolak akal dan indra sebagai alat pengetahuan. Islam menolak jika keduanya dipandang bersifat absolut, sebab ia tidak menolak adanya obyek yang supra logis (irasional) dan non empiris. Mereka yang akrab dengan al-Qur'an tidak terlalu sulit untuk berkesimpulan demikian. Karenanya wajar jika dunia Islampun melahirkan filsafat spekulatif rasional yang disebut Filsafat Paripatetik. Ibnu Sina, Al-Kindi dan Al-Farabi bisa dikelompokkan ke dalam filosof aliran ini. Menurut mereka kebenaran akhir atau hakekat sesuatu bisa dicapai dengan akal, meskipun tanpa bantuan wahyu dan penyingkapan
1
2
mistik. Ini tidak berarti bahwa mereka menolak kebenaran wahyu dan penyingkapan mistis itu.1 Manusia adalah sosok homodivinatis,2 yaitu makhluk yang mempunyai kemampuan untuk mengenal Tuhan. Dengan kemampuan tersebut manusia dapat menjalankan hidup beragama dan kalau kita telusuri lebih lajut, itu semua adalah instink alami manusia. Dengan kata lain manusia selalu bertuhan atau percaya pada sesuatu yang berada di luar dirinya dan lebih dari dirinya. Dalam bahasa G. Jung adalah Naturaliter Religiosa, yaitu perasaan keagamaan yang murni prosesnya sama, yaitu manusia mempunyai perasaan ketuhanan, kemudian ada kemauan untuk merealisasikannya, maka muncullah tata kehidupan beragama. Unsur perasaan selalu berperan penting, apalagi dalam kajiankajian keagamaan. Rasanya mengkaji agama tanpa unsur perasaan atau memisahkan agama dan perasaan sangat sulit. Meskipun demikian penyelidikan agama sudah dimulai sejak lama sekali bahkan sejak zaman Yunani kuno, kajiannyapun multidisipliner dari berbagai aspek.3 Hal ini jelas membuktikan meskipun disana sini terdapat perdebatan-perdebatan alat (disekitar peran akal dan perasaan) namun penyelidikan agama tetap jalan. Memang penelitian agama tidak bisa mengandalkan unsur perasaan saja, banyak hal yang terkait didalamnya, namun yang terpenting ciri penelitian ilmiah adalah adanya fakta yang bisa diverifikasi, artinya mau tidak mau penelitian agama harus menggunakan fungsi akal (rasionalisasi). Untuk hanya berpegang pada perasaan saja rasanya sulit, karena biasanya perasaan atau emosi seseorang sangat subyektif dan fluktuatif (tidak tentu).
1
William C. Cittick, Hubungan Mistik dan Filsafat dalam Sejarah Islam Awal; Korespondensi al-Thusi dan al-Qunawi dalam Jurnal al-Hikmah No. 5 Edisi Maret-Juni 1992, hlm. 57-59 2 H.M. Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, hlm. 236-237 3 M. Sastra Prateja, Manusia Multi Dimensional, Gramedia, Jakarta, 1983, hlm. 34
3
Berawal dari persoalan-persoalan emosional tersebut, penulis hendak mengangkat pengalaman mistik dilihat dari sisi rasionalitas, mungkinkah pengalaman mistik tersebut mempunyai muatan pengetahuan? untuk itu penulis mengangkat judul ini agar diketahui yang sebenarnya. Melihat betapa penting makna dan hakekat mistik ini dalam kehidupan, tidak heran jika para pemikir, ahli mistik sampai ahli filsafat dan teolog sepanjang perjalanan sejarahnya berusaha untuk mengkaji dan membahas mistik itu baik dalam bentuk puisi, syair hingga dalam bentuk lukisan-lukisan ilmiah yang bersifat psikologis, sosiologis maupun fenomenologis. Diantara pemikir itu ialah Kahlil Gibran dan Mohammad Iqbal. Dalam pengembaraan spiritual Kahlil Gibran terdapat nilai-nilai religiusitas atau mistik dalam syair, prosa-prosa baik cerpen, novelet maupun drama. Ini tentu bukan kebetulan tetapi itu adalah sebagai simbolisme. Selanjutnya konkretisitas dan keseragaman merupakan “prinsip asosiasi” bahwa dunia lahir adalah merupakan cerminan batin, sehingga menghasilkan pemahaman tentang dimensi realitas yang metafisik.4 Kahlil Gibran dengan kemampuan pengaruh sekaligus tanggung jawabnya sebagai penyair, dalam menyampaikan pesan kepada segenap manusia senantiasa tidak lepas dengan apa yang diyakininya sebagai kebenaran. Dalam karya fiksinya yang bercorak mistis tentang Tuhan, pada dialognya diceritakan demikian : “Think now my friend and my loved, of a heart that contains all your heart, a love that encompasses all your spirit, a vioce enfulding all your voices, and a silence deeper than all your silences, and timeless”.5 4 5
hlm. 761
Kahlil Gibran, Trilogi Hikmah Abadi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm. Viii Martin L. Wolf, The Treasured Writing of Kahlil Gibran, Castle, New York, 1985,
4
“Pikirkanlah sekarang sahabatku dan cintaku, sebuah hati yang memuat semua hati kalian, sebuah cinta yang merengkuh semua jiwa kalian sebuah suara yang membungkus semua suara kalian, dan sebuah kesunyian yang lebih dalam daripada semua kesunyian kalian, dan abadi”. Dalam hal ini Gibran tidak mempermasalahkan agama apa dan Tuhan yang manakah itu. Mencermati pikiran-pikirannya, Gibran memang tidak begitu mempermasalahkan, perbedaan tersebut hanyalan perbedaan jalan saja, tetapi tujuannya tetap sama.6 Tentang hal ini, Gibran menulis sebuah percakapan antara dua orang tentang seorang pendeta yang hidup mengasingkan diri demi mencari Tuhan. Salah seorang dari mereka berkata : “Ia tidak akan dapat menemukan Tuhan sampai ia meninggalkan pertapaan dan kesendiriannya, dan kembali ke dunia bersama kita, seduka selera, mencari bersama para pencari dalam pesta perkawinan dan menangis bersama orang-orang yang meratapi peti jenazah”.7 Pembahasan yang rumit, mendalam dan membingungkan tentang Tuhan dan cinta kepada-Nya, bagi Gibran kurang begitu perlu, karena Tuhan tidak menciptakan manusia untuk itu, manusia diturunkan ke bumi adalah sebagai duta-duta cinta dan kasih sayang dalam kehidupannya. Karena itu ia tidak hanya bernaung dibawah spiritualitas sufi selain sebagai sarana untuk menggugat sisi positif inddividual bekunya, dan untuk mendorong manusia beradab menuju ketinggian dan keberhasilan. Maka kita katakan saja Gibran melahirkan falsafah iman yang aktif, membangun hubungan spiritual yang baru antara manusia dan alam.8 Pemikiran mistik Kahlil Gibran bisa dikatakan sebuah filsafat yang menggantikan biara-biara tinggi yang kering dengan peradaban “Spiritual 6
Micail Nu’aimi, Al-Majmu’ah al-Kamilah li Muallafat Jubran Kahlil Jubran, Dar al-Fikr, Beirut, 1979, hlm. 580 7 Kahlil Gibran, Sang Musafir, terj. Sugiarto Sribawa, Pustaka Jawa, Jakarta, 1996, hlm. 89 8 Ghussan Khalid, Jubran Al Failasuf, Mu’assasah Naufal, Beirut, 1983, hlm. 255
5
intuitif” mistik yang aktif dan dinamis, memperbolehkan orang untuk memperjuangkan hidup sosialnya, saling bantu membantu sesama untuk merealisasikan kesempurnaan dirinya untuk sampai kepada dimensi ketuhanan yang ada dalam dirinya. Demikian juga Mohammad Iqbal, meskipun ia dikenal sebagai seorang filosof dan penyair, tetapi ia juga memberikan perhatian yang besar pada persoalan-persoalan mistik. Ia terjun ke dunia mistik karena keadaan lingkungannya yang sangat menyalahgunakan posisi mistik. Mistik disalahartikan sebagai aliran yang hanya memikirkan kepentingan akhirat semata tanpa adanya dimensi lain selain hal tersebut. Melihat hal tersebut Mohammad Iqbal sangat ingin mengembalikan posisi mistik ke posisi yang sebenarnya. Di samping itu Mohammad Iqbal juga mempunyai keinginan untuk menstrukturkan
konsep
mistik,
sehingga
orang-orang
awam
bisa
memahami apa sebenarnya mistik itu. Selama ini menurutnya belum ada satu pelaku mistik yang mencoba menstrukturkan pengalaman mistiknya. Kalaupun ada, orang tersebut hanya mengungkapkan lewat perasaan saja tanpa didukung dengan pengetahuan ilmiah sehingga orang masih bertanya-tanya, benarkah itu yang dinamakan mistik ? Untuk itulah Mohammad Iqbal mencoba untuk menstrukturkan konsep mistik. Wajar jika (nanti) Mohammad Iqbal menyatakan bahwa mistik mempunyai muatan kognitif.9
Tipe pengalaman mistik Iqbal terkesan dinamis dan optimisme, penjelasannya pun mampu meyakinkan orang sehingga mampu menaikkan grafik tingkat religiusitas tanpa mengganggu aktifitas sehari-hari (kegiatan
9
Mohammad Iqbal, Membangun Kembali Pikiran dalam Islam, terjemahan Ali Audah, Tirta Mas, Jakarta, 1982, hlm. 24
6
duniawi), artinya pengalaman mistik Iqbal bersifat realistis dan membumi dan bisa dirasakan lebih dalam maknanya. Keseluruhan pengalaman spiritual yang kaya ini masih belum memuaskan dahaga jiwanya, seperti yang ia katakan sendiri : “Jiwa tidak pernah lega kecuali oleh penglihatannya”.10 Adapun alasan penulis menitikberatkan pada konsep mistik, karena menurut penulis bahwa konsep mistik ini sangat khas dalam kajian-kajian agama, bahkan ada yang mengatakan bahwa mistik adalah variabel utama dalam suatu agama. Selain itu penulis juga tertarik pada akibat yang ditimbulkan dari pengalaman mistik tersebut. Banyak fakta menyebutkan bahwa mistik sangat mempengaruhi jiwa seseorang yang menjalaninya, sehingga pengalaman mistik ini mampu merubah dan mempengaruhi pola pikir manusia. B. Rumusan Masalah Dengan bersandar dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka masalah pokok yang dapat dirumuskan adalah : 1. Bagaimana pengalaman mistik menurut Kahlil Gibran dan Mohammad Iqbal ? 2. Bagaimana perbedaan dan persamaan antara pengalaman mistik Kahlil Gibran dengan Mohammad Iqbal ? C. Tujuan Penulisan Skripsi Ada dua tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian dalam pembahasan ini, yaitu : 1. Untuk mengetahui pengalaman mistik Kahlil Gibran dan Mohammad Iqbal . 2. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan antara pengalaman mistik Kahlil Gibran dengan Mohammad Iqbal.
7
D. Metode Penulisan Skripsi Menilik obyek bahasan dalam skripsi ini, penelitian ini dapat digolongkan ke dalam “Penelitian Historis Faktual” mengenai tokoh. Dalam prakteknya, metode penelitian ini memiliki dua langkah tahapan. Yang pertama adalah pengumpulan data dan yang kedua adalah pengolahan data. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara library research (penelitian pustaka), yaitu dengan cara mengumpulkan data dari bukubuku,
artikel-artikel,
ensiklopedi-ensiklopedi,
kamus-kamus
dan
sebagainya yang dipandang ada relevansinya dengan tema penulisan. Dalam metode pengumpulan data ini pustaka yang dipakai adalah pustaka primer. Pustaka primer diambil dari karya-karya tokoh yang diteliti dalam hal ini diambil dari karya-karya Kahlil Gibran dan Mohammad Iqbal sendiri yang ada kaitannya dengan tema yang diangkat dalam skripsi ini, misalnya: 1. The Prophet (Sang Nabi); di mana Gibran mengkhotbahkan dimensi manusia,
yaitu dengan hubungan-hubungan sosial autentik dalam
situasi-situasi antar subyektifitas atau dimensi mitdasein (hubungan manusia secara metafisis dengan manusia lain). 2. The Broken Wings (Sayap-sayap Patah); pembahasan cinta Tuhan dengan irama romantik dan spiritual. 3. The Garden of the Prophet (Taman Sang Nabi); sorotan Gibran terhadap tema-tema aqidah mistik, seperti masalah ketuhanan, hidup askestis dan juga hubungan antara manusia dengan Tuhan. 4. Membangun kembali pikiran agama dalam Islam; dimana Iqbal sangat konsekuen dengan keyakinan keagamaannya, meskipun banyak sekali pengaruh-pengaruh buruk dari luar.
10
Muhammad Iqbal, Ziarah Abadi, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta, 2000, hlm. 7
8
5. Javid nama; yang mengungkapkan perjalanan spiritual Iqbal yang sangat panjang. Dimana karya-karya ini sering disebut sebagai comedia divina-nya bangsa timur. Sedangkan pustaka sekunder (pustaka pendukung) juga sangat diperlukan karena pustaka sekunder ini adalah sebagai pendukung faliditas tulisan. Dalam hal ini misalnya penulis mengambil contoh dari karya Ghussan
Khalid,
dengan
Jubran
al-Failasuf,
Danusiri,
dengan
Epistimologi dalam tasawuf Iqbal, dan beberapa tulisan lain yang merupakan hasil kajian lain yang pernah dilakukan terhadap Kahlil Gibran dan Mohammad Iqbal. Sementara itu untuk pengolahan datanya dipakai beberapa metode : 1. Kesinambungan
Histori,
yaitu
melihat
benang
merah
dalam
perkembangan pikiran tokoh tersebut, baik yang berhubungan dengan lingkungan historis dan pengaruh-pengaruh yang ada di dalamnya, walaupun
dalam
perjalanan
hidupnya
sendiri,
karena
menurut
perkembangannya manusia adalah makhluk historis, yang akhirnya dalam perkembangannya itu harus dapat dipahami melalui suatu proses kesinambungan,11
sehingga
tradisi
kultur
yang
berbeda
tentu
melahirkan pandangan yang berbeda pula. Metode ini dipahami untuk jembatan ide agar tidak kehilangan mata rantai penelitian.12 Penulis berharap akan terjadi penggabungan visi. Pada prakteknya penulis mempelajari lingkup sejarah tokoh agar maksudnya tercapai. 2. Metode Analisis; dimaksudkan untuk melakukan pemeriksaan secara konseptual atas makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang diperinci dan pertanyaan-pertanyaan yang kita buat.13 Analisis juga
11
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997,
12
Ibid., hlm. 86 Ibid., hlm. 63
hlm. 45 13
9
berarti memisahkan, membedakan, untuk selanjutnya melihat adanya keteraturan dan keterikatan.14 3. Komparasi
Asimetris;
yaitu
perbandingan
dengan
memaparkan
pandangan pertama secara lengkap kemudian disusul mendeskripsikan pandangan kedua dengan langsung dibuat perbandingan dengan pertama,15 dengan tujuan untuk dapat menemukan persamaanpersamaan
dan
perbedaan-perbedaan
konsep
dari
kedua
tokoh
16
tersebut. Penulis memilih metode ini untuk dasar efektifitas, efisiensi, sehingga pada prakteknya nanti penulis mengkomparasikan konsep keduanya dengan terlebih dahulu mendiskripsikan konsep tokoh pertama baru kemudian disusul konsep kedua.
E. Tinjauan Pustaka Untuk membahas dan mengkaji persoalan mistik, telah banyak dilakukan penelitian oleh banyak kalangan. Secara singkat, mistik adalah suatu tipe dalam agama yang melakukan adanya hubungan langsung dengan Tuhan.17 Dalam
perjalanan
itu,
seorang
mistikus
akan
memperoleh
pengetahuan rohani tentang derajat yang dilewatinya. Karena itu mistik sebenarnya adalah sebuah mazdhab epistemologis. Mistik mengajarkan metode sistematis untuk memperoleh pengetahuan seperti itu yang lazim disebut ma’rifat.18
14
Lauis O. Kattsaff, Pengantar Filsafat, Alih Bahasa Soejono Sumargono, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1992, hlm. 18 15 Ibid., hlm. 86 16 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm. 247 17 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1978, hlm. 56 18 Jalaluddin Rahmat, Tasawuf dalam Pandangan Imam Khomeini; dalam jurnal alHikmah, no 11 Edisi Oktober- Desember 1993, hlm 79
10
Di antara karya-karya Gibran yang dipakai sebagai rujukan pokok dalam penulisan skripsi ini adalah sang Nabi (the prophet) yang merupakan master piece dan telah menjadi best sellernya selama puluhan tahun. Buku ini berisi pandangan-pandangan Gibran yang tertuang lewat tokoh sang Nabi yang bernama al-Mustafa, yang memuat banyak masalah utama dalam kehidupan seperti tentang pekerjaan, pendidikan, anak-anak, cinta, dunia mistik dan lain sebagainya. Kemudian dari Iqbal, salah satunya adalah Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam. Dalam buku ini, pembahasan tentang dunia mistik, terlihat kedekatan Iqbal dan mistik dalam uraian sebagian pemikiran dan kecenderungannya pada term-term dunia sufi tentang kemenyatuah Tuhan dengan makhluk-Nya. Di samping pustaka primer tersebut juga masih banyak pustaka sekunder yang dapat dijadikan sebagai referensi pendukung penulisan skripsi ini, seperti misalnya: Ghusal Khalid; yang meneliti pikiran-pikiran filosof Kahlil Gibran dalam bukunya “Jubran al-Failosof” yang berisi tentang dorongan hati yang disebabkan karena kecintaan gibran pada iklim mistik dunia timur sehingga menginspirasikan pada renungan-renungan mistik yang bercorak humanisme. Kemudian Michail Nuaimi, yang meneliti kehidupan dunia mistik Kahlil Gibran dalam bukunya “AlMajmu’ah al-Kamilah li Muallafat Khahlil Jubran”; dimana gibran mencoba mengetengahkan persoalan jiwa manusia yang gersang terhadap tradisi dan tatanan agama yang diletakkan para pendeta pada pembahasan cinta Tuhan dengan irama romantik dan spiritual. Kemudian Javid Iqbal, Ihsan Ali Fauzi, Nurul Agustina dalam Sisi Manusiawi Iqbal; yang memaparkan sosok Mohammad Iqbal baik sosok filosofnya atau penyair juga dilengkapi dengan catatan-catatan lepas Mohammad Iqbal, mulai dari biografi sampai ke pemikiran-pemikirannya, yang bercorak eksistensialis dan pragmatis. Dan Dansusiri dalam Epistemologi dalam Tasawuf Iqbal isinya memaparkan biografi dan struktur epistimologis Mohammad Iqbal
11
yang terstruktur dari indra akal dan juga intuisi, dimana ketiga faktor ini adalah merupakan faktor perolehan pengetahuan. Dari beberapa karya tersebut, kiranya ada dua karya dari Gibran dan Iqbal yang lebih komprehensip yaitu The Prophet dan Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam. Oleh karenanya penulis berusaha membandingkan kedua tokoh tersebut berkaitan dengan konsep mistik dan dengan belum adanya pembahasan yang berusaha memadukan pemikiran kedua tokoh tersebut dalam sebuah tema mistik, maka penulis mencoba memberanikan diri untuk meneliti kedua karya tersebut, dimana penelitian ini despesifikasikan pada bagaimana konsep mistik berkaitan dengan kehidupan beragama, khususnya tentang kecintaan mistikus kepada Tuhannya, sehingga penelitian ini bisa terfokus pada konsep mistik dalam tataran praktis bukan hanya teoritis
F. Sistematika Pembahasan Penulis mensistematisasikan skripsi ini ke dalam lima bab pembahasan, dimana masing-masing bab tersebut saling berkaitan satu sama lainnya. Kelima bab tersebut adalah sebagai berikut : Bab I
: Bab ini merupakan bab pendahuluan, yang meliputi beberapa sub bab, diantaranya adalah latar belakang masalah, mengambil
yang tema
akan
menguraikan
tersebut.
Setelah
mengapa kita
tahu
penulis latar
belakangnya, kemudian kita akan mengetahui masalah apa yang perlu kita rumuskan. Selanjutnya kita perlu untuk mengetahui jawaban dari rumusan masalah tersebut dalam sub bab tujuan penulisan, kemudian metode-metode yang akan kita pergunakan apa saja, berikutnya tinjauan pustaka, disini penulis akan mencantumkan beberapa sumber pustaka yang penulis jadikan sebagai literatur, dan yang terakhir
12
dalam
sub
bab
ini
adalah
bagaimana
sistematika
penulisannya. Bab II
: Dengan cara mengacu pada bab pertama, dalam bab ini penulis akan menguraikan secara umum tentang mistik. Mulai dari pengertian mistik itu sendiri baik definisi secara etimologi maupun terminologi. Hal ini penulis rasa sangan penting, karena sebelum kita mengetahui konsep mistik dari tokoh tertentu (Gibran dan Iqbal) terlebih dahulu kita perlu mengetahui gambaran mistik secara umum. Dalam sub bab kedua ini penulis juga akan menguraikan macam-macam mistik secara umum, yaitu Union mistik dan personal mistik.
Bab III
: Sesuai dengan tema penulisan skripsi ini, yaitu studi komparasi konsep mistik Kahlil Gibran dan Mohammad Iqbal, maka dalam bab ini penulis akan menguraikan bagaimana corak pemikiran Gibran dan Iqbal tentang pengalaman mistik, yang tentunya terlebih dahulu penulis akan menyampaikan biografi mereka, mulai dari riwayat hidup dan juga karya-karyanya.
Bab IV
: Karena penelitian studi tokoh ini adalah studi komparasi, maka setelah kita mengetahui secara mendasar bagaimana corak pemikiran tokoh tersebut (Gibran dan Iqbal) tentang pengalaman
mistik,
dalam
bab
ini
penulis
akan
membandingkan bagaimana pandangan mereka berkaitan dengan dunia mistik, yang tentunya pandangan mereka akan terdapat unsur perbedaan juga persamaannya. Bab V
: Sebagai bab terakhir dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menarik kesimpulan dari pembahasan
bab-bab
sebelumnya, mulai dari pengertian mistik secara umum itu bagaimana, kemudian kalau menurut Gibran dan Iqbal juga bagaimana, termasuk perbedaan dan persamaannya. Disini
13
penulis juaga akan menyampaikan saran-saran, dan yang terakhir adalah penutup.
14
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Adil, M. Nasihin, Trilogi Hikmah Abadi, Terjemahan an-Nabi wa alHadiqatun an-Nabi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999. Al-Gozali, Al-Munqid min al-Dhalal, Terjemahan Sunarta, Bintang Pelajar, Jakarta, 1986. Baker, Anton, A. Kharis Z., Metode Penelitian Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 1990. Cittick, Willian C., Hubungan Mistik dan Filsafat dalam Sejarah Islam Awal; Korespondensi al-Thusi dan al-Qunawi dalam Jurnal al-Hikmah No. 5 Edisi Maret-Juni 1992. Iqbal, Mohammad, Membangun Kembali Pikiran dalam Islam, Terjemahan Ali Audah, Tirta Mas, Jakarta, 1982. Kattsaff, Lauis O., Pengantar Filsafat, Alih Bahasa Soejono Sumargono, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1992. Nasution, Harun, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1978. Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Bulan Bintang, Jakarta, 1974. Schimmel, Annemarie, Mystical Dimention of Islam, Terjemahan Supardi Djoko Darwono Achadi Ikrom, dkk., Dimensi Mistik dalam Islam, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1986. Simuh, Jalan Kebatinan; dalam Jurnal Al-Jami’ah No. 7, 1974. Smart, Ninian, Histori of Misticism, the Ensiclopedia of Philosophy, New York, 1972.