1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam (SDA) merupakan unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan. SDA merupakan salah satu aset yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sebagai modal dasar pembangunan pemanfaatan SDA harus dilakukan sebaik-baiknya dengan cara tidak merusak dan digunakan secara efisien agar modal dasar tersebut makin besar manfaatnya untuk pembangunan di masa mendatang. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung didalamnya. Sumber air adalah tempat wadah air alami atau buatan yang terdapat pada, diatas, ataupun dibawah permukaan tanah (Pasal 1 UndangUndang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air). Air merupakan salah satu prioritas utama dari kebutuhan manusia, karena air merupakan kebutuhan yang sangat vital dan penting bagi kehidupan manusia. Air untuk kehidupan manusia sebagai makhluk hayati yaitu untuk keperluan produksi bahan makanan dalam usahanya di bidang perindustrian, pertanian, dan perikanan. Air dibutuhkan untuk keperluan budayanya, termasuk kebutuhan rumah tangga (domestik). Potensi sumber daya airtanah di Indonesia belum sepenuhnya dikelola dengan benar. Dari 214 cekungan airtanah yang tersebar di seluruh Indonesia, baru 45 cekungan airtanah di beberapa kota besar yang telah diidentifikasikan dengan kandungan sebesar 1084 x 10' m3/tahun. Wilayah eks-Karesidenan Surakarta yang termasuk dalam cekungan Upper Solo Basin belum sepenuhnya dikaji potensi airtanahnya. (Budi Legowo dan Darsono 2004 : 1 ). Pengelolaan sumber daya air yang dilakukan masih secara terpecah-pecah (fragmental), sehingga menyebabkan degradasi sumberdaya air, baik jumlah maupun kualitasnya.
1
2
DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial ekonomi perkotaan dan pedesaan sebagai pemasok air daerah di sekitarnya, salah satunya adalah sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Pentingnya DAS dinyatakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang menetapkan DAS Bengawan Solo sebagai salah satu prioritas utama dalam penataan ruang sehubungan dengan fungsi hidrologi untuk mendukung pengembangan wilayah. DAS Bengawan Solo merupakan suatu ekosistem besar yang dalam perkembangannya saat ini mengalami banyak kerusakan dan mengarah pada kondisi degradasi lingkungan. Adanya konversi lahan hutan di daerah hulu ke penggunaan lahan pertanian, perkebunan, dan permukiman yang menyebabkan terjadinya peningkatan laju erosi dan peningkatan laju sedimentasi. Terjadinya fluktuasi debit sungai antara musim penghujan dan musim kemarau. Pada musim hujan ada beberapa daerah mengalami kelebihan air sehingga menimbulkan genangan bahkan banjir, yang pada akhirnya air terbuang sia-sia ke laut, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kekurangan air. Kerusakan DAS utamanya disebabkan oleh pemanfaatan sumberdaya alam yang melebihi daya dukungnya. Hal ini sebagai konsekuensi dari tekanan jumlah penduduk dan kebijakan pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak berprinsip pada pembangunan yang berkelanjutan (sustainability development)(Mawardi, 2010). Pembangunan yang berkelanjutan akan tercapai apabila kebutuhan manusia dan kapasitas sumberdaya alam terbaharui yang akan memenuhi kebutuhan manusia tersebut dapat seimbang seiring dengan perjalanan waktu. DAS Bengawan Solo merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dan tidak mengenal batas wilayah administrasi. Potensi dan persoalan yang ada ini tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja tetapi perlu disikapi bersama-sama secara bijak. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) sangat penting, yaitu dapat dilakukan
melalui
pengaturan
siklus
hidrologi,
dengan
mengupayakan
peningkatan infiltrasi air hujan, cadangan airtanah, pencegahan erosi dan sedimentasi serta penanggulangan pencemaran air. Upaya tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan tingkat kerusakan dan kekritisan Daerah Aliran
3
Sungai. DAS sebagai salah satu pemasok kebutuhan air untuk kegiatan manusia, terutama kebutuhan airtanah, maka harus dilakukan penataan secara baik. Pengelolaan airtanah yang sudah tertata secara baik, pengambilan airtanahnya akan selalu disesuaikan dengan tingkat kebutuhan. Pada tingkat pengelolaan seperti ini maka informasi mengenai potensi sumberdaya airtanah menjadi sangat penting. Kota Surakarta secara morfologi merupakan daerah Cekungan Airtanah yang wilayah sekitarnya merupakan kawasan perbukitan/pegunungan. Kota Surakarta sebagian besar wilayahnya datar, namun memiliki ketinggian yang berbeda. Sebelah utara daerahnya lebih tinggi dibandingkan dengan daerah selatan. Kondisi geografis inilah sebagai salah satu penyebab prosentase jumlah sumber air bervariasi. Sehingga tidak jarang pula tempat yang tidak memiliki sumber air bersih. Walaupun demikian, tempat yang memiliki sumber air dengan debit yang cukup tinggi juga mendapat masalah, misalnya kualitas sumber air yang kurang memenuhi syarat sebagai air minum kurang memenuhi syarat untuk dijadikan sumber air bersih. Sumber airtanah di Kota Surakarta berasal dari airtanah dangkal, airtanah dalam, dan air PDAM. Di Kota Surakarta pemanfaatan airtanah diantaranya adalah untuk kebutuhan hotel, industri/pabrik, rumah sakit, mall/restoran dan rumah tangga (Yoga Wibowo, 2012: 142). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Surakarta Dalam Angka 2011/2012 luas penggunaan lahan permukiman, jasa/services, dan perdagangan di Kota Surakarta selalu mengalami peningkatan dari tahun 2007-2011. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan wilayah Kota Surakarta meningkat, sehingga akan menyebabkan kebutuhan air terus meningkat pula seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, sedangkan cadangan air yang ada saat ini sangat terbatas dan semakin berkurangnya daerah resapan air. Adanya pembangunan dan perkembangan
suatu
daerah/wilayah
tidak
saja
berpengaruh
terhadap
perkembangan fisik dan aktifitas kegiatan daerah tersebut, tetapi juga menuntut perkembangan kebutuhan hidup penduduknya, salah satunya kebutuhan air untuk keperluan rumahtangga / domestik.
4
Berdasarkan penelitian Yoga Wibowo Tahun 2011 penggunaan airtanah dalam diklasifikasikan dengan jenis penggunaan yaitu Hotel dan Penginapan, Industri, Klinik dan Rumah Sakit, Wisma dan Gedung Pertemuan, dan Niaga. Penggunaan airtanah dalam jenis penggunaan untuk Hotel dan Penginapan yaitu volume pemakaian per-Tahun sebesar 62.1041 m3 dengan volume rata-rata per Bulan 51.753,42 m3. Jenis penggunaan untuk industri volume pemakaian perTahun sebesar 7.675.702 m3 dengan volume rata-rata per Bulan 639.641,83 m3. Jenis penggunaan Klinik dan Rumah Sakit volume pemakaian per-Tahun sebesar 423.543 m3 dengan volume rata-rata per Bulan 35.295,25 m3. Jenis penggunaan untuk Wisma dan Gedung Pertemuan volume pemakaian per-Tahun sebesar 57.408 m3 dengan volume rata-rata per Bulan 4.784 m3. Jenis penggunaan untuk Niaga volume pemakaian per-Tahun sebesar 845.700 m3 dengan rata-rata per Bulan 70.475 m3. Tabel 1 berikut ini menyajikan data volume penggunaan airtanah dalam di Kota Surakarta Tahun 2011. Tabel. 1.1 Jenis Penggunaan dan Volume Penggunaan Airtanah Dalam di Kota Surakarta Tahun 2011 Jenis Penggunaan
Volume Pemakaian per - Volume Pemakaian rataTahun (satuan m3) rata per Bulan (Satuan m3) 62.1041 51.753,42 7.675.702 639.641,83 423.543 35.295,25
Hotel dan Penginapan Industri Klinik dan Rumah Sakit Wisma dan Gedung 57.408 Pertemuan Niaga 845.700 (Sumber : Yoga Wibowo : 2011, 142) Berdasarkan
tabel
1.1
4.784 70.475 dapat
disimpulkan
bahwa
penggunaan/pengambilan airtanah dalam terbesar adalah jenis penggunaan untuk industri dengan volume pemakaian per-Tahun sebesar 7.675.702 m3 dan volume pemakaian rata-rata per Bulan sebesar 639.641,83 m3. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan industri di Kota Surakarta berkembang pesat. Saat ini Kota Surakarta dipandang oleh publik sebagai daerah yang mengalami perkembangan wilayah yang cukup baik, baik dalam bidang ekonomi maupun kepariwisataan. Hal ini tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi
5
wisatawan domestik maupun mancanegara untuk datang ke Kota Surakarta. Daya tarik tersebut tidak hanya bagi wisatawan, tetapi juga investor yang ingin mendirikan pusat kegiatan ekonomi, seperti pembangunan hotel, industri, jasa,dan sebagainya. Hal ini tentu membutuhkan sarana dan prasarana yang salah satu kebutuhan pokoknya adalah air. Menurut Laurent Ahiablame, Bernard Engel and Taisha Venort (2012) menyatakan bahwa: One of the major challenges driving water stress in developing nations is rapid urbanization. Approximately half of the world’s 7 billion people live in urban areas. Predictions of the world’s future urban population classified Asian and African countries as high urban concentration areas. The increasing number of people living in urban areas is associated with increasing water demand and difficulties for many people to access adequate supply of clean water and sanitation. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa salah satu tantangan utama pengelolaan air di negara berkembang adalah urbanisasi yang cepat . Sekitar setengah dari 7 miliar penduduk dunia tinggal di daerah perkotaan . Prediksi penduduk perkotaan masa depan dunia diklasifikasikan negara-negara Asia dan Afrika sebagai daerah konsentrasi perkotaan yang tinggi . Meningkatnya jumlah orang yang tinggal di daerah perkotaan dikaitkan dengan meningkatnya permintaan air dan kesulitan bagi banyak orang untuk mengakses pasokan air bersih yang memadai dan sanitasi. Berdasarkan penelitian setya nugraha (2013) bahwa keberadaan air telah menjadi potensi konflik antar wilayah (negara, propinsi dan kota/kabupaten), antar warga dan stakeholder pengguna air terutama yang berada di wilayah perkotaan yang padat penduduknya. Permasalahan pertama, yang sering muncul berkaitan dengan pemanfaatan air tanah (ground water). Tampungan air tanah (aquifer) tidak dapat dilihat dari permukaan dan batasnya tidak sama dengan batas administrasi. Daerah dengan bebasnya melakukan eksploitasi air tanah di suatu kota/kabupaten sehingga dapat mengurangi jumlah air tanah yang ada di kota/kabupaten tetangga. Ancaman yang lebih serius di wilayah perkotaan, pengeboran air tanah dapat menyebabkan keringnya air sumur penduduk. Disisi lain kawasan terbuka hijau di setiap daerah masih sangat jauh dari ideal ( 30%), yang dapat menjadikan kawasan resapan (recharge area). Kedua, permasalahan
6
yang berkaitan dengan kualitas air tanah dan air permukaan. Sebagian penduduk perkotaan harus mengkonsumsi air tanah yang tidak layak karena adanya keterbatasan sumberdaya air akibat pencemaran rumah tangga atau industri. Ketiga, permasalahan yang berkaitan dengan kelembagaan dan regulasi yang mengatur tentang sumberdaya air masih terkesan tumpang tindih, dan “berjalan” sendiri-sendiri antar departemen/dinas/lembaga yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan sumberdaya air. Masyarakat yang semula menggunakan air melalui sumur penduduk untuk digunakan sebagai keperluan sehari-hari seperti mencuci, mandi, dan konsumsi air minum, sekarang beralih menggunakan air PDAM yang dipasok dari wilayah sekitar Kota Surakarta. PDAM hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia, salah satunya adalah cabang Surakarta yaitu PDAM Tirta Dharma Kota Surakarta yang wilayah pelayanannya meliputi lima wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Laweyan, Kecamatan Serengan, Kecamatan Jebres, dan Kecamatan Pasar Kliwon. Berdasarkan data PDAM Tirta Dharma Kota Surakarta tahun 2006 sampai 2010 jumlah pelanggan mengalami peningkatan, seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut: Tabel 1.2 Data Jumlah Pelanggan PDAM Tirta Dharma Kota Surakarta Tahun 2006 – 2010 No Pelanggan 2006 2007 2008 2009 2010 1. Rumah Tangga 46.371 46.334 47.129 47.790 48.029 Perumnas 2.006 510 499 496 490 Rumah Tangga 1 35.755 35.626 35.307 35.058 34.700 Rumah Tangga 2 3.513 4.361 5.041 5.707 6.377 Rumah tangga 3 5.097 5.837 6.282 6.529 6.462 Rumah tangga 4 2. Niaga 2 301 308 313 309 311 3. Niaga 1 4.990 5.489 5.355 5.113 5.012 4. Sosial Khusus 493 507 516 476 536 5. Sosial Umum 475 471 473 530 483 6. Sekolahan 331 338 344 348 351 7. Pemerintahan 241 245 257 262 262 Jumlah 53.202 53.692 54.387 54.828 54.984 (Sumber: PDAM Tirta Dharma Kota Surakarta, 2010)
7
Hingga tahun 2010, pelanggan PDAM Tirta Dharma berjumlah 54.984. Saluran Rumah itu tersebar di 5 kecamatan yang ada di Kota Surakarta. Ada tiga jenis sumber air baku yang digunakan oleh PDAM Tirta Dharma Kota Surakarta yaitu mata air Cokrotulung dengan kapasitas 387 liter/detik, sumur dalam sebanyak 26 buah dengan kapasitas total 350,10 liter/detik, dan instalasi pengolahan air dengan kapasitas 100 liter/detik yang airnya berasal dari Sungai Bengawan Solo. Masalah penyediaan air bersih saat ini menjadi perhatian khusus negaranegara maju maupun negara yang sedang berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, tidak lepas dari permasalahan penyediaan air bersih bagi masyarakatnya. Salah satu masalah pokok yang dihadapi adalah kurang tersedianya sumber air bersih, belum meratanya pelayanan penyediaan air bersih terutama di pedesaan dan sumber air bersih yang ada belum dimanfaatkan secara maksimal. Di kota-kota besar sumber air bersih yang dimanfaatkan oleh PDAM telah tercemari oleh limbah industri dan limbah domestik, sehingga beban pengelolaan air bersih semakin meningkat. Dalam rangka memenuhi kebutuhan air yang semakin meningkat, di mana debit sumber air yang mengalami penurunan tiap tahunnya maka PDAM Kota Surakarta perlu mengkaji kembali kebutuhan air untuk wilayah Kota Surakarta. Dewasa ini keberadaan air tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia untuk keperluan sehari-hari. Semakin tinggi taraf hidup seseorang maka semakin tinggi pula kebutuhan airnya. Hal ini mengingat bahwa bertambahnya jumlah penduduk mempengaruhi kebutuhan air, sementara ketersediaan air akan berkurang apabila tidak dilakukan pengelolaan sumber daya air secara terpadu. Untuk itu perlu adanya kajian mengenai besarnya kebutuhan air saat ini dan kebutuhan air di masa mendatang dalam hal ini kebutuhan air domestik. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengetahui berapa besar kebutuhan air domestik di Kota Surakarta pada Tahun 2013 dan Tahun 2033, oleh sebab itu penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Kebutuhan Air Domestik Di Kota Surakarta Tahun 2013 Dan Tahun 2033 (Implementasi
8
Materi Pembelajaran Geografi pada Kelas XI Standar Kompetensi Memahami Sumberdaya Alam)”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
tersebut
maka
dapat
dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : 1. Berapa kebutuhan air domestik eksisting di Kota Surakarta Tahun 2013? 2. Berapa kebutuhan air domestik terencana di Kota Surakarta Tahun 2033 ?
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui kebutuhan air domestik eksisting di Kota Surakarta Tahun 2013 2. Mengetahui kebutuhan air domestik terencana di Kota Surakarta Tahun 2033
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu geografi pada umumnya dan pembelajaran geografi di sekolahsekolah b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan literatur kepustakaan mengenai fenomena geografi c. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan bahan – bahan serta sumber-sumber yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang akan diteliti b. Informasi yang jelas mengenai sebaran maupun jumlah kebutuhan air domestik di Kota Surakarta dapat dijadikan pedoman dalam penyusunan rencana tata ruang di Kota Surakarta
9
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan materi untuk sekolah-sekolah yang berkaitan dengan ilmu geografi yang akan disampaikan melalui kegiatan belajar mengajar di Sekolah.