BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Ide awal dari penelitian ini adalah seputar bagaimana sebuah negara mengalami pertumbuhan dan perubahan sejak mereka bergabung dalam organisasi Dana Moneter Internasional ( IMF) yang seperti diketahui bahwa organisasi ini merupakan organisasi keuangan terbesar di dunia yang memberikan pengaruh secara ekonomi maupun politik terhadap negara yang menjadi anggotanya. Indonesia sebagai sebuah negara yang sejak awal kemerdekaannya merupakan sebuah negara yang memulai segala aktivitas ekonomi dan politik dimulai dari sebuah pembangunan di bidang politik pada zaman Sukarno dan berubah kemudian menjadi sebuah pembangunan ekonomi setelah naiknya presiden Suharto. Setelah kejatuhan presiden Sukarno pada tahun 1966, Suharto mulai mengubah kiblat politik Indonesia yang selama masa presiden Sukarno disinyalir bahwa Indonesia lebih terpengaruh kepada politik negara – negara Uni Soviet, Cina, dsb. Terlihat melalui beberapa kerjasama di bidang politik ataupun militer yang dibangun presiden Sukarno pada pemerintahan komunis tersebut pada saat itu meskipun Sukarno juga menjadi cikal bakal Gerakan Non Blok yang beranggotakan negara – negara Asia Afrika yang belum merdeka. Akan tetapi, Presiden Suharto memiliki anggapan ataupun tehnik membangun pemerintahan yang cenderung berbeda dengan presiden Sukarno. Suharto menilai bahwa perkembangan politik akan mengikut kemana arah pertumbuhan ekonomi itu menuju, apakah bertumbuh, stagnan, atau justru malah tidak bertumbuh. Suharto memperkenalkan arah baru dengan membalikkan urutan prioritas Sukarno, yang menempatkan politik di depan ekonomi. 1 Dengan 1 Michael Leifer diterjemahkan oleh Ramlan Surbakti, Politik Luar Negeri Indonesia, Jakarta, P.T. Gramedia, Anggota Ikapi, 1986, hal. 163.
demikian Suharto menjadikan dasar ekonomi sebagai alat untuk mencapai tujuan politiknya dan bersiap untuk membuka diri kepada negara – negara ataupun bantuan dari organisasi asing untuk mencapai tujuan politiknya yang dinyatakan sebagai kepentingan nasional tersebut. Sebagai suatu organisasi yang beranggotakan negara yang berdaulat penuh ( sovereign country ), IMF tidak bisa begitu saja masuk ke suatu negara untuk membantu mereka tanpa ada permintaaan pemerintah yang bersangkutan.
2
Presiden Suharto yang memang pada saat itu sangat menginginkan agar pengelolaan sumber daya alam Indonesia dibantu oleh perusahaan – perusahaan asing lalu menunjuk Hamengkubuwono IX untuk menghadiri Konferensi Tokyo yang juga dihadiri oleh beberapa Negara Barat seperti Jerman, Inggris, Belanda, Australia dan Jepang serta IMF. Dalam konferensi inilah kemudian untuk pertama kali Indonesia bergabung kembali dengan organisasi IMF pada tahun 1967. 3 Yang menarik dalam kajian penelitian ini adalah bukan hanya sekedar perubahan yang terjadi di bidang ekonomi jika sebuah negara masuk menjadi anggota dari organisasi IMF tersebut melainkan juga beberapa persyaratan yang berkaitan dengan tata pelaksanaan sebuah kebijakan dalam sebuah negara yang harus dipatuhi oleh para negara anggota dari organisasi ini. Pengalaman seperti yang dirasakan oleh Meksiko merupakan contoh bahwa ketika sebuah negara menjadi anggota IMF maka secara langsung negara tersebut harus mengikuti persyaratan yang diberlakukan oleh organisasi tersebut. IMF yang memperoleh kritik sewaktu penanganan krisis Meksiko merasa panas- dingin melihat proses memburuknya perekonomian negara tersebut, yang dikhawatirkan akan membawa dampak lanjutan ( contagion ) ke negara – negara lain. 4 IMF dengan kata lain mampu mempengaruhi kebijakan baik secara ekonomi maupun secara politik
2 Cyrillus Harinowo, IMF Penanganan Krisis & Indonesia Pasca – IMF, Jakarta, P.T. Gramedia Pustaka Utama, 2004, hal. 30. 3 Ech - Wan, “Sejarah BUMN, IMF-World dan Privatisasi di Indonesia (2), ”, Nusantara News, diakses dari http://nusantaranews.wordpress.com/2009/06/29/sejarah-bumn-imf-wb-danprivatisasi-di-indonesia-2/, pada tanggal 17 Juli 2012 pukul 12.51. 4 . Harinowo, Op. Cit., hal. 30.
terhadap negara anggotanya terutama negara – negara yang meminjam ( seterusnya disebut sebagai negara kreditur ) Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan sering mengalami neraca ekonomi yang defisit merupakan negara yang selama ini dikenal sebagai negara dengan jumlah pinjaman luar negeri yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat melalui semakin meningkatnya jumlah pinjaman terhadap luar negeri guna menutupi defisit neraca anggaran pemerintah Indonesia. Kegiatan utang luar negeri ini semakin sering dilakukan mengingat terus bertambahnya jumlah utang luar negeri Indonesia dari masa pemerintahan yang satu ke masa pemerintahan lainnya baik pinjaman jangka pendek maupun pinjaman jangka panjang yang proses pengembaliannya akan memakan waktu yang sangat lama. Pemerintah Indonesia sepertinya mengalami efek kecanduan dalam melakukan pinjaman luar negeri yang digunakan untuk menutupi fiskal APBN dan tanpa disadari bahwa pembayaran kewajiban tersebut sebenarnya akan lebih memberatkan pemerintah. Di samping pembayaran pinjaman, pemerintah juga harus membayar bunga pinjaman yang kadang bisa melebihi besarnya pokok pinjaman. Pada sekitar periode awal tahun 70 – 90an isu – isu ekonomi politik yang didengungkan adalah tentang masalah liberalisasi ekonomi, terutama dalam sektor keuangan maupun deregulasi sektor industri dan sektor perdagangan. Ciri – ciri dari pola pembangunan seperti itu antara lain adalah : pembangunan dari atas ( development from above ) investasi swasta maupun publik dilakukan dengan bantuan luar negeri dan mengundang modal asing, administrasi dilakukan secara teknokratis, mengejar pertumbuhan ekonomi, membuka diri kepada pengaruh dunia luar atau mengintegrasikan diri dengan sistem ekonomi dunia, (terutama dunia kapitalis ) dan sistem politiknya dibentuk dalam rangka mendukung rezim pembangunan yang dipimpin oleh pemerintah tanpa sistem oposisi. 5 Dengan kata lain
5
pola
pembangunan
Indonesia
memang
ditekankan
kepada
M. Dawam Rahardjo, Esei – Esesi Ekonomi Politik, Jakarta, Penerbit LP3ES, 1982, hal. 162.
model
pertumbuhan ekonomi dimana peranan pemerintah menjadi sangat dominan terutama yang berkaitan untuk meningkatkan pertumbuhan. Jika dilihat melalui pendekatan ekonomi, indikator pertumbuhan ekonomi sebuah negara dapat dilihat dari jumlah pendapatan nasional (GNP) perkapita. Apabila indikator pertumbuhan sebuah negara menunjukkan angka positif maka jumlah pendapatan per kapita negara tersebut juga akan lebih tinggi. Dalam hal ini berarti tingkat pertumbuhan pendapatan nasional harus lebih tinggi dibanding tingkat pertumbuhan penduduk. Dan sebaliknya, jika indikator pertumbuhan ekonomi sebuah negara negatif maka pendapatan nasional (GNP) perkapita juga akan menurun. Ini berarti tingkat pertumbuhan pendapatan nasional lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan penduduk. Dalam keadaan indikator pertumbuhan ekonomi yang negatif, maka sebuah negara diharapkan mampu menyeimbangkan angka pertumbuhan sehingga kegiatan ekonomi negara tersebut juga dapat dilakukan. Kegiatan menutupi defisit pemertintah ini dapat dilakukan melalui penerbitan obligasi dalam negeri, menaikkan pajak, ataupun melakukan utang luar negeri. Negara – negara yang mempunyai masalah dengan neraca pembangunannya cenderung lebih sering melakukan utang luar negeri. Hal ini dikarenakan terdapatnya lembaga – lembaga peminjaman ataupun negara – negara yang bersedia memberikan bantuan baik yang bersifat pinjaman ataupun bantuan sukarela. Salah satu badan atau lembaga dunia yang
memang mengurusi soal pinjaman luar negeri adalah IMF dan
beberapa organisasi keuangan dunia lainnya. Dalam hal ini melakukan pinjaman luar negeri bukanlah merupakan hal yang dilarang ataupun dihindari lagi. Sebuah negara yang memang memiliki permasalahan dalam hal pembangunan ekonomi dan tidak mampu secara mandiri menyelesaikan masalah tersebut berhak untuk meminta bantuan terhadap luar negeri. Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah prasyarat ataupun syarat – syarat yang harus sebelumnya dianalisis terlebih dahulu jika kita membuka kerjasama dengan lembaga bantuan tersebut. Seperti kasus yang terjadi ketika kita Indonesia langsung meminta bantuan kepada IMF adalah negara harus merevisi
beberapa undang – undang yang telah dibuat oleh presiden Sukarno terutama mengenai hubungan kerjasama dengan IMF. Setelah sebelumnya Indonesia menarik diri dari IMF dan IBRD ini melalui UU 1/1966 maka hal tersebut langsung dengan segera direvisi ketika Suharto
menjadi
mandataris
utama
pemerintahan
pada
tahun
1966.
Muncullah Tap MPRS RI Nomor XII/MPRS/1966 tentang Penegasan Kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia yang membuka hubungan yang luas dengan Amerika cs. 6 Hal ini mengindikasikan bahwa ada motifasi selain motifasi ekonomi dalam sebuah bantuan luar negeri. Menurut Basri dan Subri ( 2003 ), ada dua hal yang memotivasi mengalirnya bantuan luar negeri ke negara – negara berkembang, yaitu motivasi politik dan motivasi ekonomi. 7 Dapat dilihat melalui pembuatan paket kebijakan luar negeri Indonesia setelah Suharto mengumumkan Supersemar pada Juli 1966, keluarlah Tap MPRS RI Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan yang memungkinkan lembaga dan korporasi asing mendapat akses yang tertentu dengan kuantitas yang besar. Bantuan luar negeri diberikan dalam rangka mempercepat proses pembangunan. Kemudian nantinya akan menghasilkan tambahan tabungan dalam negeri sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi. 8 Dalam hal ini seharusnya Indonesia yang pada masa pemerintahan Suharto mengalami sebuah transisi baik di bidang ekonomi maupun politik melakukan pembenahan di bidang pembangunan ekonomi. Suharto sendiri pada akhirnya meyakini bahwa hibah yang pada saat awal penjalanan pemerintahannya mampu ‘menyelamatkan’ Indonesia dan mampu membangkitkan gairah perekonomian di Indonesia. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan sering mengalami neraca ekonomi yang defisit merupakan negara yang selama ini dikenal sebagai negara dengan jumlah 6
Ech – Wan, Loc. Cit., Sejarah BUMN, IMF-World dan Privatisasi di Indonesia (2) Deliarnov, Ekonomi Politik, Jakarta, Penerbit Erlangga, 2006, hal. 183. 8 Zulkarnain Djamin, Pinjaman Luar Negeri Serta Prosedur Administratif Dalam Pembiayaan Proyek Pembangunan di Indonesia, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia, 1993, hal. 10. 7
pinjaman luar negeri yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat melalui semakin meningkatnya jumlah pinjaman terhadap luar negeri guna menutupi defisit neraca anggaran pemerintah Indonesia. Selain itu pula, ada yang menganggap bahwa Presiden Suharto merupakan presiden yang dianggap Amerika Serikat mampu mengubah arah politik Indonesia. Jika kembali pada keadaan Indonesia sekitar tahun 60 – an kita dapat melihat gejolak yang terjadi pada saat itu. Dimana presiden Sukarno pada akhirnya ‘dipaksa’ untuk turun karena dianggap lebih senang melakukan kerjasama dengan negara – negara komunis. Dijelaskan dalam beberapa penelitian mengenai transisi dari Masa Orde Lama ke Orde Baru bahwa terjadi konspirasi atas ditetapkannya Jenderal Suharto untuk menggantikan presiden Sukarno. IMF yang merupakan organisasi dibawah PBB dan Amerika Serikat menjadi negara pendonornya diharapkan mampu membantu negara Indonesia dbawah kepemimpinan rezim Suharto. Hal ini menyangkut sebagai masalah politik dan moral yang harus dilaksanakan presiden Suharto dalam pendapat beberapa kalangan. Di beberapa negara, bantuan dipandang oleh negara pemberi bantuan maupun negara penerima sebagai pemberian dukungan politis kepada suatu rezim untuk menekan pihak oposisi dan agar dapat tetap berkuasa. 9 Presiden Suharto pada akhirnya membuka ruang bagi Amerika Serikat melalui beberapa organisasi Internasional yang pada saat itu IMF menjadi salah satu pilihan untuk membantu perekonomian Indonesia, masuk dan melakukan intervensi terhadap pembangunan negara Indonesia.
Presiden Suharto tidak
mampu melepaskan diri dari keharusan untuk tidak mengikuti kontrak – kontrak baik di bidang ekonomi maupun politik dengan organisasi keuangan tersebut. IMF dengan senang hati membuka dan memberikan negara Indonesia bantuan dengan tentu saja ada beberapa ketentuan yang harus dilaksanakan Indonesia. Penelitian ini kemudian melihat bahwa tentu saja kerjasama Indonesia dengan IMF
9
Ibid., hal. 13.
merupakan tidak murni hanya sebuah kerjasama di bidang ekonomi melainkan ada motivasi politik yang disertakan dalam kerjasama tersebut. Ketergantungan Indonesia dengan IMF ataupun lembaga peminjaman lainnya telah berhasil menempatkan Indonesia pada jeratan atau perangkap perkonomian internasional. Mengingat bahwa sejauh ini keadaan perekonomian negara Indonesia yang sangat dipengaruhi oleh gejala – gejala ekonomi yang terjadi di dunia internasional. Pada awal kerjasama Indonesia dengan IMF misalnya Indonesia cukup terbantu dengan pinjaman finansial yang diberikan oleh IMF disaat Indonesia akan mengalami kebangkrutan ekonomi pemerintah Orde Baru pada saat itu. Demikian juga, pengembangan statistik dan analisis fiskal, serta persiapan bagi pengambilan kebijakan di sisi fiskal merupakan the hallmark dari lembaga tersebut. 10 Bantuan dari IMF dirasa mampu membangkitkan Indonesia dari keterpurukan ekonomi yang pada saat itu melanda Indonesia akibat dari gejolak politik yang terjadi pada masa transisi tersebut. Presiden Suharto memang seperti harus membuka diri bagi bantuan asing seluas – luasnya untuk menjaga stabilitas dari pemerintahannya dan mau tidak mau harus mematuhi segala bentuk perjanjian yang telah disepakati dengan organisasi tersebut. Kaitan antara IMF dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah merupakan suatu pendapat yang perlu diteliti lebih lanjut mengenai keterkaitan antar keduanya. Banyak kalangan menilai bahwa kehadiran IMF di tengah – tengah permasalah ekonomi yang melanda suatu negara pada akhirnya akan membuat rasa ketergantungan tersebut terhadap IMF tanpa hasil yang akan secara langsung dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Bantuan dari IMF hanya bersifat sementara inti dari permasalahan ekonomi yang mungkin saja belum dimengerti pemerintah menjadi pintu masuk bagi IMF dan berhasil menguasai
10
Harinowo, Op. Cit., hal. 32.
perekonomian di Indonesia. Dana IMF hanya mempunyai arti meredakan situasi dalam jangka pendek. 11 Selanjutnya kerjasama yang dilakukan dengan IMF tidak akan menyebabkan industri dan perekonomian Indonesia semakin stabil. Ketika barang – barang hasil pabrik Indonesia harus berkompetisi dengan barang – barang hasil pabrikan luar negeri dengan barang yang sama maka sudah barang tentu hasil pabrikan Indonesia memiliki kualitas yang tidak sama dengan barang luar negeri. Atau jika kualitas barang Indonesia lebih baik maka kuantitas yang dihasilkan oleh barang Indonesia tidak sebanyak barang yang dihasilkan perusahaan luar negeri. Pemerintah mengabaikan masyarakat Indonesia ketika bekerjasama dengan IMF dan berusaha untuk memberika ruang bagi asing untuk masuk ke Indonesia. Sumber daya manusia menjadi permasalahan utama yang menyebabkan Indonesia seperti tidak siap untuk menghadapi masuknya pengaruh – pengaruh yang diberikan oleh perekonomian Barat ke Indonesia. Inilah alasan yang menyebabkan banyak ekonom dengan nada kesal dan marah mengatakan bahwa IMF akan mendikte Indonesia, bahwa ikut campur IMF adalah penjajahan, dan sebagainya. 12 Penilaian dari beberapa kalangan ini menyebutkan ketika pemerintah bekerjasama dengan IMF maka hal utama yang harus dipenuhi oleh pemerintah adalah syarat LoI. Pemerintah harus dengan segala membuat kebijakan yang di dalamnya terdapat unsur – unsur yang telah dimodifikasi sesuai dengan permintaan IMF dalam syaratnya. Hal inilah yang menjadi alasan mendasar dari penelitian di bawah ini. Pengaruh serta syarat yang dibuat oleh IMF apakah langsung menyangkut kepada perekonomian secara makro dan mikro serta kebijakan – kebijakan yang dibuat oleh pemerintah langsung berkaitan dengan syarat tersebut. IMF dan pemerintah
11
Kwik Kian Gie, 1998, Gonjang – Ganjing Ekonomi Indonesia : Badai Belum Akan Segera Berlalu, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama & STIE IBBI, hal. 60. 12
Ibid., hal. 61.
Indonesia melakukan kerjasama yang tentunya akan saling menguntungkan kedua belah pihak. Akan tetapi, terpengaruh dan menjadi pihak yang terkesan sedikit ‘tunduk’ merupakan sebuah kemungkinan yang dilihat benarkah kerjasama ini telah dilaksanakan sesuai prosedural dan tujuannya.
B. Perumusan Masalah Arikunto menyatakan bahwa dalam suatu penelitian, agar dapat dilaksanakan dengan sebaik – baiknya peneliti haruslah merumuskan masalah dengan jelas. 13 Melalui latar belakang yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka dengan demikian permasalahan yang selanjutnya akan dibahas dalam pemaparan skripsi ini yaitu : Bagaimana pengaruh IMF dalam kebijakan ekonomi politik Indonesia pada era Orde Baru dalam Kepmenperindag Nomor 402 Tahun 1997 tentang ketentuan perizinan usaha perwakilan perusahaan dagang asing? C. Pembatasan Masalah Hal yang akan dibahas di dalam penelitian ini adalah pengaruh IMF dalam kebijakan ekonomi politik Indonesia pada era Orde Baru dengan fokus kajian pengaruh IMF pada kebijakan tentang ketentuan perizinan usaha perwakilan perusahaan dagang asing di Indonesia yang terdapat dalam Kepmenperindag Nomor 402 Tahun 1997. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah pernyataan mengenai apa yang hendak kita tuju dan capai dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk memberikan penjelasan sejauh mana IMF dapat mempengaruhi sistem kebijakan ekonomi politik di Indonesia pada masa Orde Baru.
13 Suharsimi, Arikunto, 2000, Prosedur Penelitian ; Suatu Pendekatan Praktek Edisi Ke – 3, Jakarta, Rieneke Cipta, hal. 19.
2. Untuk memahami pengaruh IMF dalam kebijakan ekonomi politik Indonesia dalam Kepmenperindag Nomor 402 tahun 1997 tentang ketentuan perizinan usaha perwakilan perusahaan dagang asing di Indonesia. E. Manfaat Penelitian Dalam sebuah penelitian selain terdapat tujuan penelitian, juga terdapat beberapa manfaat yang selanjutnya berguna daya terhadap orang banyak. Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara praktis, adalah sebagai masukan bagi penulis dalam usaha untuk mengetahui hasil – hasil kegiatan politik khususnya bidang pembuatan kebijakan ekonomi politik. dan juga memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi program sarjana strata satu (S1) Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 2. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk mencari khasanah ilmiah dalam kaitan politik dan ekonomi serta melihat relevansi teori – teori yang telah dipelajari dengan kenyataan yang terjadi secara langsung. 3. Manfaat akademis, meliputi : •
Untuk memperluas pemahaman pengetahuan penulis mengenai pengaruh IMF dalam kebijakan ekonomi politik di Indonesia terutama ketika presiden Suharto menjabat sebagai presiden. Selain itu, penelitian ini bagi penulis dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis dan sebagai media bagi penulis untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah.
•
Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan teori – teori ekonomi maupun teori politik yang tentu saja berkaitan dengan
masalah yang diteliti oleh penulis yakni teori tentang kebijakan ekonomi dan politik pasca IMF kembali lagi masuk ke Indonesia. Melalui pemamparan dari teori ini diharapkan mampu memberikan masukan pemikiran – pemikiran baru bagi para civitas akademika yang nantinya juga akan melakukan penelitian perihal pengaruh IMF dalam kebijakan politik dan ekonomi Indonesia. F. Kerangka Teori F.1.
Teori Organisasi Internasional Organisasi internasional merupakan sebuah wadah yang mampu
menyatukan kepentingan – kepentingan nasional oleh sebuah negara dan dicoba untuk dijewantahkan ke dalam sebuah wadah hubungan bersama antar negara – negara tersebut. Jika ditinjau dari sejarah pertama kali, gagasan pemikiran organisasi internasional telah ada sejak zaman Yunani Kuno, dimana pada saat itu tengah berkembang sistem negara – kota di Yunani Kuno. Hal ini bisa dibuktikan dari tulisan Thuycides yang menulis tentang Perang Peloponesia (431-404 SM) antara Sparta dan Athena. Dalam beberapa tulisannya mengenai perang tersebut, digambarkan hal-hal seperti perundingan, perjanjian, aliansi, dan pola kerja sama, serta adanya ketergantungan untuk bertahan dari masing – masing bangsa untuk mempertahankan kepentingan bangsanya. Yang menjadi penting dari makna tulisan tersebut adalah cikal bakal dari hubungan diplomatik yang secara tidak langsung diperkenalkan dalam penyelesaian perang tersebut. Dapat dikatakan hal tersebut sebagai bentuk sederhana dari kerja sama internasional yang selalu dibutuhkan dalam organisasi internasional. Organisasi internasional dalam kapasitasnya sebagai salah satu aktor dalam pergaulan internasional memegang peranan penting dalam dinamika
kehidupan antar negara-negara di dunia. 14 Organisasi internasional menjadi wadah bagi negara-negara di dunia untuk menyalurkan aspirasi institusionalnya maupun wadah untuk membangun relasi yang lebih luas dengan negara-negara lain. Organisasi
internasional
dalam
dinamikanya
harus
dibarengi
dengan
diberlakukannya peraturan-peraturan hukum yang lebih kita kenal sebagai hukum internasional agar tidak bergesekan dengan kepentingan negara atau komunitas lain dalam hubungan internasional tersebut. Organisasi Internasional adalah pola kajian kerjasama yang melintasi batas – batas negara dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan – tujauan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antar sesama kelompok non pemerintah pada negara yang berbeda. 15 Tujuan – tujuan yang dimaksudkan dalam hal ini berupa kepentingan nasional yang harus dibawa institusi negara ke dalam hubungannya dengan organisasi internasional tersebut. Menurut Rudy, organisasi internasional memiliki peran yaitu wadah atau forum untuk menggalang kerjasama serta untuk mengurangi intensitas konflik antar sesama anggota. 16 Wadah ini kemudian memiliki peran sebagai sarana perundingan untuk menghasilkan keputusan bersama yang saling menguntungkan dan ada kalanya bertindak sebagai lembaga yang mandiri untuk melaksanakan kegiatan yang diperlukan antara lain kegiatan yang berkaitan dengan masalah sosial, bantuan untuk pelestarian lingkungan hidup, ataupun kegiatan – kegiatan yang bekaitan dengan masalah yang dihadapi negara – negara yang tergabung dalam organisasi tersebut.
14
Natsir Asnawi , “Hukum Organisasi Internasional”, diakses dari http://natsirasnawi.blogspot.com/2007/11/hukum-organisasi-internasional.html, pada tanggal 19 Juli 2012 pukul 17.05. 15 T. May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, Bandung, Refika Aditama, 2005, hal 3. 16 Ibid., hal. 27.
Semakin berkembangnya tingkat interaksi di antara negara-negara serta individu, telah menghasilkan implikasi-implikasi yang sangat besar kaitannya dengan hubungan intenasional. Le Roy Bennet memprediksi penyebabnya dalam tulisannya yaitu, “Since the states of the modern world must, in so many areas, cooperate, adjust, accommodate, and compromise to promote their common welfare, to solve problems not limited to national boundaries, and to lessen conflict, it is entirely logical for them to create elaborate agencies of international organization for these ends.” 17 Yang dimaksudkan Bennet adalah ketika modernitas dari negara – negara merupakan sebuah keharusan, di banyak wilayah, kerja sama, penyesuaian, pengakomodasian, dan kompromi untuk memajukan kesejahteraan umum mereka dan untuk memecahkan masalah tidak terbatas pada batas-batas nasional. Serta pengurangan konflik sangatlah logis bagi negara – negara tersebut untuk menciptakan lembaga rumit organisasi internasional untuk tujuan ini Dari pernyataan Bennet di atas, dapat dibuat beberapa karakteristik dari organisasi internasional, yaitu : 1. Organisasi
ini
bersifat
permanen
dan
dijalankan
fungsinya
secara
berkelanjutan. 2. Keanggotaan dari organisasi ini bersifat sukarela sesuai dengan kebutuhan masing – masing negara dan anggotanya bersedia untuk memenuhi persyaratan. 3. Organisasi internasional memiliki instrumen – instrumen dasar dan pasti memiliki struktur, tujuan, dan metode dalam pengoperasiannya. 4. Organisasi internasional digunakan sebagai alat perundingan yang dapat menyelesaikan permasalahan hubungan antar anggotanya. 5. Organisasi internasional memiliki sekretariat tetap tempat dimana struktur organisasi tersebut bekerja. 17
Bennet,A.LeRoy. 1984. International Organizations. New Jersey: Prentice-Hall,Inc. hal.4
Dengan kata lain, organisasi internasional dapat dilihat sebagai alat, yaitu alat untuk memperjuangkan kepentingan nasional negara anggotanya, dan sebagai proses, yaitu proses menuju integrasi di mana terbentuk unit politik baru yang merupakan fungsi dari unit-unit politik yang sebelumnya terpisah. Organisasi internasiona dalam penelitian ini yaitu organisasi IMF ( International Monetary Fund ) yang disebut juga sebagai Dana Moneter Internasional, memiliki arti penting karena negara-negara anggotanya pasti membutuhkan bantuan dari organisasi tersebut. Suatu negara memasuki suatu organisasi internasional karena alasanalasan tertentu, di antaranya alasan ekonomi, politik, dan keamanan. Keanggotaan suatu negara dalam organisasi internasional dapat menguntungkan negara tersebut secara ekonomis, misalnya pada keanggotaan IMF ini yang memungkinkan para anggotanya mendapatkan akses pada bantuan utang luar negeri secara berkelanjutan. Munculnya organisasi ini pada sekitar tahun 1944 juga dapat kita lihat sebagai sebuah bentuk permasalahan bersama antar negara terutama ketika pada tahun 1929 terjadi depresi perekonomian global yang menyebabkan hancurnya perekonomian dunia pada saat itu. Hal ini kemudian membuat banyak negara untuk
membangun
kembali
perekonomiannya
dan
memperkuat
sistem
perekonomian negaranya masing – masing. F.2.
Kebijakan Ekonomi Politik di Indonesia Dalam hal ini, ekonomi politik merupakan sebuah perpaduan ilmu yang
mempelajari bagaimana ekonomi dan politik dapat saling mempengaruhi ataupun sebaliknya. Pada dasarnya pelaksanaan dari sistem ekonomi oleh pemerintah tidak akan terlepas dari sikap politik pemerintahan tersebut. Konsep ekonomi pada dasarnya berkaitan dengan konsep – konsep politik misalnya bagaimana faktor dari industri, ataupun bagaimana sistem ekonomi dilaksanakan oleh pemerintahan. Jika dikaitkan antara konsep ekonomi dan politik maka dapat dikatakan bahwa ekonomi politik adalah kajian tentang relasi sosial, khususnya relasi kekuasaan,
yang bersama – sama membentuk produksi, distribusi dan konsumsi sumber daya – sumber daya, termasuk sumber daya komunikasi. 18 Politik dalam kajian terhadap penelitian ini menetukan alur bergerak dari kegiatan ekonomi dan mengarahkannya untuk mengikuti kepentingan – kepentingan kelompok mayoritas, pengunaan kekuasaan dalam bentuk yang sangat dominan pada suatu sistem ekonomi. Proses kontrol secara luas terkait dengan politik karena melibatkan relasi – relasi organisasi sosial dalam sebuah hubungan kelompok. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekonomi dan politik akan mempengaruhi satu dengan yang lain. Sumbangan dari masing –masing ilmu berupa gagasan, aliran pemikiran, dan juga teknik analisisnya. Ilmu ini maka akan berkaitan dengan perubahan – perubahan sosial yang dipengaruhi oleh kedua aspek ilmu tersebut. Ekonomi politik biasanya dapat diartikan sebagai analisis menyeluruh terhadap proses – proses politik yang berkaitan dengan bidang ekonomi ataupun proses pengambilan kebijakan yang terkait dengan masalah ekonomi. Batasan lainya mengatakan bahwa ekonomi politik merupakan kajian sistematis terhadap hubungan antara proses ekonomi serta proses politik dalam pembuatan suatu undang – undang. Banyak lagi makna yang bisa diajukan terhadap antusiasme para ahli untuk mengembangkan instrumen analisis ekonomi politik terhadap suatu fenomena masyarakat, yang sebenarnya berada disuatu wilayah tetapi terpisahkan oleh kotak – kotak disiplin ilmu ekonomi dan ilmu politik. 19 Ketika kita akan membahas masalah ekonomi maka biasanya hal tersebut akan terkait dengan kebijakan – kebijakan yang terkait dengan masalah politik. Kebijakan yang dibuat oleh lembaga – lembaga politik dalam pemerintahan pasti ada yang langsung bersinggungan dengan permasalahan ekonomi. Kajian dalam ekonomi politik yang menyeluruh lebih menggunakan analisis terhadap sistem 18
Vincent Mosco, “ Apa Itu Ekonomi – Politik Komunikasi? Definisi dan Karakteristik “, diakses dari http://eprints.undip.ac.id/9795/1/APA_ITU_EKONOMIPOLITIK_KOMUNIKASI_[Compatibility_Mode].pdf , pada tanggal 19 Juli 2012 pukul 20.26. 19 Prof. Didik J. Rachbani, 2002, Ekonomi Politik : Paradigma dan Teori Pilihan Publik, Jogjakarta, Penerbit Ghalia Indonesia, hal. 14.
kekuasaan di dalam suatu negara, yang mungkin atau potensial memberikannya ruang kebebasan atau tidak terhadap bekerjanya mekanisme pasar. Hal ini menjadikan pemerintah sebagai pihak yang menentukan jalannya perekonomian baik dalam pelaksanaan ataupun kebijakannya. Negara memiliki kewenangan dan akses penuh untuk melakukan analisis terhadap jalannya mekanisme pasar serta memformulasikan sebuah kebijakan sesuai dengan analisis yang mereka lakukan. Selain itu, tindakan – tindakan dalam pengambilan keputusan harus sesuai dengan pertimbangan proses politik yang dilakukan oleh negara. Penjelasan diatas misalnya dapat kita lihat pada Teori Keynesian tentang konsep pasar. Pada penganut mahzab Keynesian beranggapan bahwa jika regulasi pasar tidak diciptakan oleh negara pasti akan menyebabkan terjadinya eksploitasi terhadap sumber daya produktif masyarakat tertentu. Berpijak pada hal inilah maka keynesian berpandangan bahwa dalam derajat tertentu menhendaki adanya peran negara dalam aktifitas ekonomi.
20
Tampak pada penjelasan teori di atas
telah menelaah kontrol pemerintah sebagai variabel politik dalam membuat kebijakan – kebijakan pasar sebagai sebuah perangkat ekonomi. Dibawah pemerintahan Orde Baru terdapat ketimpangan terhadap terlaksananya ekonomi politik. Institusi ini bersifat primitif karena aturan main untuk mendukung sistem sangat elitis dan tergantung pada perilaku elite yang berkuasa. 21 Masyarakat tidak mendapatkan akses untuk mengetahui informasi mengenai kegiatan – kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh pemerintah. Perilaku ini
secara bertahap
menjadi
sebuah
lembaga,
yang beperan
menyelesaikan masalah, tetapi bias dan mengabaikan kepentingan – kepentingan kelompok kecil. Proses pengambilan keputusan masalah-masalah publik yang besar tidak terbuka termasuk di dalmnya pada pengambilan keputusan ekonomi makro, investasi dan lainnya. Masyarakat diberikan pemaparan yang sederhana
20
Ahmad Erani Yustika,2009, Ekonomi Politik, Kajian Teoritis dan Kajian Empiris, Jogjakarta, Pustaka Pelajar, hal. 31. 21 Prof. Didik J. Rachbini, Op. Cit., hal. 151.
tentang hasil dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tanpa penjelasan yang dapat diterima oleh mereka. Pada pembahasan teori kali ini maka teori ekonomi politik difokuskan kepada kebijakan dan utang luar negeri. Fenomena ini menjadikan studi ekonomi dan studi politik bersifat kausal ( sebab – akibat ) Dikatakan demikian karena dalam pembahasan utang luar negeri tentu saja negara memiliki peranan yang cukup besar. Otoritas negara sebagai lembaga yang terlegitimasi untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi dalam negeri menjadi salah satu objek penelitian dalam teori ini. Kebijakan ekonomi didasarkan pada upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan negara berusaha untuk mencari alternatif bantuan dalam membangun perekonomian negara. Kwik Kian Gie juga menjelaskan bahwa ekonomi politik merupakan sebuah formula yang dapat dipergunakan dalam kaitan terhadap pembuatan kebijakan terhadap utang luar negeri. Kwik menjadikan negara sebagai fokus utama dalam pelaksanaan kontrol atas utang luar negeri sebuah negara. Dia juga meembahas secara tuntas kaitan politik dengan ekonomi yang berkaitan dengan kebijakan fiskal dan utang luar negeri Indonesia yang mengakibatkan krisis moneter dan berpengaruh terhadap kondisi sosial Indonesia pada saat itu. Kwik menjelaskan secara jelas bagaimana perubahan – perubahan yang terjadi di tengah – tengah masyarakat pada saat itu terutama ketika pemerintah mulai membuka diri terhadap bantuan luar negeri. Kutipan pada pengantar bukunya yaitu “ The best government is the least government “
22
menjelaskan kepada kita bagaimana peranan pemerintah harus
diminimalisir dalam sebuah hubungan internasional jika hal tersebut tidak mampu menjadikan permasalahan ataupun kepentingan masyarakat terlaksana. Dalam bukunya juga Kwik menilai bahwa pemerintah menjadi sosok yang sangat baik terhadap pengaturan mekanisme
pasar tanpa memperhatikan kebutuhan
22 Kwik Kian Gie, Kebijakan Ekonomi Politik dan Hilangnya Nalar, Jakarta, PT.Kompas Mediatama Nusantara, 2009, hal. ix.
masyarakat Indonesia secara luas. Hal ini terletak pada penjelasannya mengenai BBM serta subsidinya. Kebijakan – kebijakan politik yang dibuat pemerintah lahir dari pergolakan ekonomi yang terjadi di dunia. Dalam hal ini teori ekonomi politik menggambarkan dua bidang hubungan yang saling berkaitan atau bahkan dikaitkan antara suatu keadaan, kejadian, peristiwa, gejala, ataupun fenomena dalam dunia ekonomi maupun politik. Peran pemerintah dalam membuat sebuah kebijakan yang berkaitan dengan masalah utang luar negeri merupakan salah satu bidang yang menjadi pembahasan teori ekonomi politik. Pemerintah melihat bagaimana pasar bekerja dalam bidang ekonomi. Pasar kemudian dipakai secara berlanjut oleh pemerintah secara berkelompok dan saling berkaitan sebagai instrumen politik yang paling tepat dalam rangka pembuatan kebijakan tersebut. Dan pemerintah dalam pelaksanaan kebijakannya menjadikan kontrol atas pasar menjadi dasar bagi para pelaku politik untuk member kesinambungan antara pelaku pasar baik sebagai produsen, distributor, ataupun konsumen sehingga kesempatan bagi masyarakat untuk tidak mendapatkan keuntungan yang merata dalam kegiatan ekonominya. Biasanya analisis ekonomi tidak pernah keluar dari lingkup mekanisme pasar dan analisis politik sulit menjangkau fenomena-fenomena ekonomi masyarakat. 23 Dalam penelitian yang terkait dengan maslah ekonomi politik ini ditunjukan secara langsung bagimana pasar berhubungan dengan negara, produsen, distributor ataupun konsumen melakukan interaksi langsung dengan pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Yang menjadi kriteria dari pengertian tentang ekonomi politik dapat diidentifikasikan dari beberapa pokok perhatian yakni : 1. Ekonomi Politik dapat dipahami sebagai suatu bidang pengetahuan dan / atau ilmu pengetahuan yang berhubungan antara disiplin ilmu ekonomi dan politik atau hanya merupakan perluasan konsep / teori daripada masing – masing disiplin ilmu tersebut atau pula hanya sebagai perspektif belaka. 23
Prof. Didik J. Rachbini, Op. Cit., hal. 41.
2. Ekonomi politik dapat dipahami sebagai suatu metode dan pendekatan atau suatu cara dan jalan bagi suatu ilmu pengetahuan sebagai alat analisis penelitian atau penyelidikan masalah – masalah sosial, ekonomi, politik, budaya serta lingkungan hidup manusia. 3. Ekonomi politik dapat dipahami sebagai kajian dari berbagai peristiwa, fakta, fenomena, dan gejala yang ditimbulkan oleh efek kebijaksanaan ( public strategy ) pemerintah dalam berbagai aspek yang langsung berkaitan dengan proses hubungan dimensial antara negara, rakyat, dan lingkungan hidupnya. 24 Selain mengenai utang luar negeri dalam pembahasan teori ekonomi ini erat kaitannya dengan pembangunan ekonomi melalui kondisi politik. Pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keadaan ekonomi menyebabkan perubahan – perubahan politik yang terjadi dalam sebuah negara. Indikator – indikator yang mencerminkan pembangunan ekonomi dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan : sifat universalitas dari indikator yang biasa dipakai di pelbagai negara ; tersedianya data ekonomi tentang indikator tersebut dalam kedua periode yang dipilih ; dan akhirnya relevansi indikator tersebut pada sistem ekonomi di Indonesia. 25 Indikator ini kemudian dipergunakan oleh menilai apakah sebuah negara mampu bertumbuh secara ekonomi atau tidak yang mengakibatkan negara tersebut digolongkan ke dalam sebuah indikator politik tertentu. Pembangunan ekonomi dan perubahan politik merupakan hal yang kerap kali dijelaskan dalam teori ekonomi politik. F.3.
Teori Kebijakan
F3.1. Konsep Dan Pengertian Kebijakan Pada penelitian ini yang mengambil rentan waktu pada masa Orde Baru bisa dilihat bahwa peran pemerintah dalam keadaan tersebut sangatlah dominan terutama yang berkaitan dengan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan sering mengalami neraca 24 25
Yanuar Ikbar, Ekonomi Politik Internasional 2, Bandung, Refika Aditama, 2007, hal. 7. Albert Wijaya, Budaya Politik dan Pembangunan Ekonomi, Jakarta, LP3ES, 1982, hal. 160.
ekonomi yang defisit merupakan negara yang selama ini dikenal sebagai negara dengan jumlah pinjaman luar negeri yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat melalui semakin meningkatnya jumlah pinjaman terhadap luar negeri guna menutupi defisit neraca anggaran pemerintah Indonesia. Kebijakan – kebijakan yang dilakukan pemerintah dominan sekali terlihat melalui peran Indonesia dalam menghadapi masalah – masalah pembangunan pada saat itu. Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-oriented) dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented) dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu. 26 Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan yang tidak saja diartikan sebagai ‘government’ (menyangkut aparatur negara) tetapi juga ‘governance’ yang menyangkut pengelolaan sumber daya publik. Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Aturan ataupun kebijakan ketika sudah menjadi sebuah hukum yang harus ditaati maka peran kontrol dari lembaga pemerintahan juga mutlak harus dijalankan. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati. Dari penjelasan di atas maka dapat disebutkan bahwa keputusan pemerintah merupakan kebijakan publik. Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai apa yang dilakukan pemerintah, bagaimana mengerjakannya, mengapa
26
Edi Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, Bandung, Alfabeta, 2008, hal. 7.
perlu dikerjakan dan perbedaan apa yang dibuat. Dye seperti yang dikutip Winarno, berpandangan lebih luas dalam merumuskan pengertian kebijakan yaitu, sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever governments choose to do or not to do) 27 Pemerintah memiliki alasan mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan. Kemudian disinilah pemerintah harus memperhatikan aspek – aspek yang dimiliki masyarakat dan negaranya dalam menetapkan suatu kebijakan. Karakteristik
masalah publik yang harus diatasi selain bersifat
interdependensi dan juga bersifat dinamis, sehingga pemecahan masalahnya memerlukan pendekatan holistik (holistic approach) yaitu pendekatan yang memandang masalah sebagai kegiatan dari keseluruhan yang tidak dapat dipisahkan atau diukur secara terpisah dari yang faktor lainnya. James E. Anderson secara lebih jelas menyatakan bahwa yang dimaksud kebijakan adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabatpejabat pemerintah. Pengertian ini, menurutnya, berimplikasi: (1)bahwa kebijakan selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan, (2)bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah, (3)bahwa kebijakan merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, (4)bahwa kebijakan bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu, (5)bahwa kebijakan, dalam arti positif, didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa (otoritatif) 28
27 28
3.
Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta, Media Presindo, 2002, hal. 25. James E. Anderson, Public Policy Making, (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1984), cet. ke-3, hal.
F.3.2. Analisis Kebijakan Penjelasan mengenai definisi kebijakan di atas merupakan sebuah uraian dari bagaimana proses – proses munculnya sebuah kebijakan. Selain itu, pada penjelasan konsep kebijakan sebelumnya kita dapat mengetahui siapa atau lembaga – lembaga mana yang bekerja untuk menciptakan sebuah kerangka kebijakan untuk selanjutnya dirangkai sedemikian rupa dan menghasilkan sebuah kebijakan. Dalam pengertian yang lebih rinci kemudian, analisis kebijakan dijelaskan sebagai sebuah proses dalam menguraikan sebuah kebijakan. Kegiatan menguraikan ini dapat dikatakan untuk mencari inti ataupun detail dari sebuah kebijakan sehingga kita dapat menguraikan keterangan bagaimana sebuah kebijakan tersebut dibuat. Melakukan analisis terhadap sebuah kebijakan merupakan salah satu cara agar kita mengerti langkah ataupun dasar – dasar dari sebuah kebijakan tersebut dirancang. Dalam penelitian ini misalnya, analisis terhadap Kepmenperindag nomor 402 tahun 1997 dilakukan untuk menggali kembali alasan atau penyebab yang mempengaruhi kebijakan tersebut diambil. Selain itu melalui penjelasan analisis jugalah kita dapat mengidentifikasi sebuah kebijakan. Identifikasi tersebut kemudian membantu kita dalam hal pengelompokan kebijakan tersebut. Apakah termasuk ke dalam kebijakan ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya. Analisis kebijakan memberikan sebuah penjelasan ataupun pengertian yang mendalam terhadap sebuah kebijakan. Carl W. Patton dan David S. Savicky, menjelaskan bahwa analisis kebijakan adalah tindakan yang diperlukan untuk dibuatnya sebuah kebijakan, baik kebijakan yang baru sama sekali, atau kebijakan yang baru sebagai konsekuensi dari kebijakan yang ada. 29 Informasi kebijakan yang kita peroleh melalui langkah menganalisis paling tidak membantu kita menilai kebijakan
29 Riant Nugroho, Kebijakan Publik Formulasi , Implementasi, dan Evaluasi, Jakarta : Elex Media Komputindo, 2003, hal. 88.
tersebut secara mendalam sehingga kita dapat membuat revisi – revisi yang diperlukan jika kita ingin merubah kebijakan tersebut. Analisis kebijakan dapat diharapkan untuk menghasilkan informasi dan argumen – argumen yang masuk akal mengenai tiga macam pertanyaan yaitu 30 : 1. Nilai yang pencapaiannya merupakan tolak ukur utama yang melihat apakah masalah telah teratasi. 2. Fakta yang keberadaanya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai – nilai, dan 3. Tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai – nilai. Penjelasan yang tertuang dalam analisis kebijakan diharapkan mampu memberikan keterangan ataupun informasi yang menyeluruh sehingga dengan mudah mengidentifikasi kebijakan tersebut. Pencapaian, fakta, ataupun tindakan penerapan memberikan gambaran apakah suatu kebijakan tersebut cocok ataupun telah berhasil dilaksanakan. Sebagai sebuah objek yang dianalisis, isi dan proses kebijakan menjadi sebuah studi yang sepertinya tidak dapat dipisahkan. Analisis studi kebijakan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu 31 : 1. Analisis untuk kebijakan (analysis for policy), yaitu analisis isi kebijakan dalam rangka perumusan kebijakan (policy formulation). 2. Analisis dari kebijakan (analysis of policy), yaitu analisis isi kebijakan dalam tahap pelaksanaan kebijakan (policy implementation) dalam rangka evaluasi kebijakan (policy evaluation). Dalam menganalisis kebijakan seharusnya kita dapat menilai dimulai dari substansi yang dibahas dalam kebijakan tersebut untuk kemudian dianalisis lagi
30
William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua, Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2000, hal. 97. 31 Erman Aminullah, Analisis Kebijakan (Pendekatan, Metode, Dan Teknik Analisis), Warta Pengelolaan LITBANG Pengembangan IPTEK, Vol.8, No.20, 1997, hal. 6.
apakah pelaksanaan dari kebijakan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan isi kebijakannya. Selain itu, pengamat juga mampu menjelaskan isu – isu yang menyertai munculnya sebuah kebijakan melalui analisis yang mendalam tersebut. F3.3. Proses Pembuatan Kebijakan Proses pembuatan kebijakan dapat dimulai dengan menganalisis sebuah masalah yang harus diselesaikan melalui pembuatan kebijakan. Mengamati sebuah masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam kebijakan menjadikan sebuah kebijakan menjadi tepat sasaran ataupun tidak menyimpang dari pemecahan permasalahan yang diinginkan pada awalnya. Kegiatan dalam proses pembuatan kebijakan biasanya berkaitan dengan bagian
politik
dikarenakan
lembaga
– lembaga
politik
sangat
sering
bersinggungan dengan proses ini. Ruang lingkup dari proses pembuatan kebijakan tidak serta merta hanya menjadi bagian politik karena kebijakan biasanya disesuaikan dengan kebutuhan yang ingin dicapai melalui kebijakan. Akan tetapi, biasanya proses pembuatan kebijakan tidak akan beranjak jauh dari kegiatan politik. Proses pembuatan kebijakan ditunjukkan melalui serangkaian tahap yang saling bergantung satu dengan yang lain yang diatur menurut sesuai dengan urutan waktu : penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Proses – proses inilah kemudian menjadi rangkaian kritis yang mengantarkan pembuatan kebijakan menjadi bisa diterima dan dilaksanakan oleh semua kalangan dalam jangka waktu yang sesuai dengan kondisi serta dalam lingkungan yang berbeda. Akan tetapi dalam cakupan masalah yang sama. Penggunaan sumber daya yang mengerti akan sebuah masalah yang ingin diselesaikan melalui kebijakan
seharusnya mampu mengefektifkan proses
pembuatan kebijakan juga. Pembuatan kebijakan merupakan proses sosial yang dinamis dengan proses intelektual yang lekat didalamnya. 32
32
Winarno, Op.Cit, hal. 68.
F.3.4. Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Pembuatan Kebijakan Sebuah kebijakan tentu saja merupakan sebuah hal yang dapat menjawab masalah yang dihasilkan oleh sebuah keadaan. Perumusan masalah sebelum tahapan pembuatan kebijakan tentu saja akan melahirkan sebuah kebijakan yang kondisional ataupun sesuai dengan masalah yang ingin diselesaikan. Dalam perumusan kebijakan paling tidak terdapat enam faktor yang dianggap strategis yang biasanya mempengaruhi. Dianggap strategis karena faktor – faktor inilah yang sangat dasar dominan yang sering digunakan dalam pembuatan kebijakan. Faktor – faktor tersebut adalah : a. Faktor politik, faktor ini perlu dipertimbangkan dalam perumusan suatu kebijakan, karena dalam perumusan suatu kebijakan diperlukan dukungan dari berbagai aktor kebijakan (policy actors), baik aktor – aktor dari pemerintah maupun dari kalangan bukan pemerintah (LSM, asosiasi profesi, media massa, dan lain – lain) b. Faktor ekonomi / finansial, faktor inipun perlu dipertimbangkan terutama apabila kebijakan tersebut akan mengunakan atau menyerap dana yang cukup besar atau akan berpengaruh pada situasi ekonomi dalam suatu daerah. c. Faktor administratif / organisatoris, faktor ini perlu dipertimbangkan terutama dalam pelaksanaan kebijakan apakah benar – benar akan didukung oleh kemampuan administratif yang memadai, atau apakah sudah ada organisasi yang akan melaksanakan kebijakan itu. d. Faktor teknologi, dalam perumusan kebijakan perlu mempertimbangkan teknologi yaitu apakah teknologi yang ada dapat mendukung apabila kebijakan tersebut diimplementasikan. e. Faktor sosial, budaya, dan agama. Faktor ini berkaitan dengan kondisi di sekitar pelaksanaan penerapan kebijakan agar tidak menimbulkan benturan sosial, budaya ataupun agama. f. Faktor pertahanan dan keamanan. Faktor ini berpengaruh dalam perumusan kebijakan, misalnya apakah kebijakan yang akan dikeluarkan tidak menggangu stabilitas keamanan suatu daerah. 33
33
diakses dari http://stialan.ac.id/artikel%20hamka.pdf, hal. 5, pada tanggal 19 September 2012 pukul 20.26.
G. Metode Penelitian Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menganalisis kebijakan dalam sebuah negara merupakan sebuah penelitian yang difokuskan pada penelitian kualitatif. Menurut Cassel dan Simon, metode kualitatif merupakan metode penelitian ilmu sosial yang berusaha melakukan deskripsi dan interpretasi yang akurat akan makna dari gejala yang terjadi dalam konteks sosial. Dalam hal ini, kita melihat pengaruh – pengaruh apa saja yang ditimbulkan oleh suatu hal terhadap hal lainnya sehingga pendekatan penelitian ini fokus kepada bagaimana data – data yang dikumpulkan selama meneliti. Penelitian tentang analisa pengaruh, seperti yang dijelaskan oleh Mars dan Stoker, dapat dikategorikan kedalam jenis penelitian kualitatif yaitu sesuatu penelitian yang menggunakan berbagai teknik seperti observasi dan kegiatan lainnya untuk berusaha memahami pengalaman yang terjadi pada seputar hal yang sedang diamati. Metode dalam penelitian ini lebih mengedepankan proses bagaimana peneliti mampu membuktikan dari apakah memang ada pengaruh dari variabel yang satu terhadap variabe lainnya. Para peneliti yang bekerja dalam paradigma ini disibukkan dengan usaha menciptakan kondisi dimana data objektif bisa dikumpulkan. 34 G.1.
Jenis Penelitian Penelitian kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang prosedur penemuan
yang dilakukan tidak menggunakan prosedur statistik atau kuantifikasi. Pada umumnya, penelitian kualitatif ini tidak mempergunakan angka atau nomor dalam mengolah data yang diperlukan. Data kualitatif terdiri dari dari kutipan-kutipan orang dan deskripsi keadaan, kejadian, interaksi, dan kegiatan. Dengan menggunakan jenis data kualitatif, memungkinkan peneliti mendekati dan sehingga mampu mengembangkan komponen-komponen keterangan yang
34
David Marsh. Teori dan Metode Dalam Ilmu Politik, Jakarta, Nusa Media, 2010, hal. 241.
analitis, konseptual dan kategoris dari data itu sendiri. 35 Selain itu dalam penelitian deskriptif ini juga digunakan sebagai suatu cara pemecahan masalah yang diteliti dengan menggunakan analisa mendalam terhadap objek yang diteliti. G.2.
Teknik Pengumpulan Data Pada
umumnya
penelitian
yang
menggunakan
metode
kualitatif
menggunakan sebuah teori untuk menganalisis suatu keadaan dan menekankan pada pengumpulan dan analisis teks tertulis. Data tersebut disusun melalui hasil observasi terhadap keadaan yang akan diteliti. Jadi apa yang dikembangkan adalah teori yang disusun dari riset, bukan dari pengujian hipotesis. Dan didasarkan pada konsep induksi analitis, meski harus berhati – hati dalam membuat asumsi bahwa bukti dari pola secara otomatis akan membuat kita menyusun teori. 36 Oleh karena konsep penelitian di atas, maka teknik yang digunakan peneliti dalam memperoleh data dan fakta dalam usaha untuk membahas masalah dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik analisis pustaka ( library research ) yang sumbernya didapat dari dokumen yang dimiliki oleh pemerintah,undang – undang buku / literatur, jurnal ilmiah, artikel dan juga dokumentasi yang resmi dari IMF yang diakses dari internet. G.3.
Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik deskriptif analitif. Dengan bersumber pada sejarah yang berorientasi kepada problema yang akan berusaha menganalisa kejadian – kejadian yang sebenarnya menurut topik-topik atau masalah-masalah yang telah dipilh dalam penelitian ini. Menurut Faisal analisis data dalam penelitian kualitatif bergerak secara induktif yaitu data / fakta dikategorikan menuju ke tingkat abstraksi yang lebih tinggi, melakukan sintesis, dan mengembangkan teori bila diperlukan. Setelah data dikumpulkan, dilakukan analisis penguraian dan
35
Bruce A. Chodwick, Social Science Research Methods,terj. Sulistia (dkk), Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial,Semarang: IKIP Semarang Press, 1991, hal. 234-243 36 Lisa Harisson, Metodologi Penelitian Politik, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2007, hal. 90.
penarikan kesimpulan tentang makna perilaku subjek penelitian dalam latar serta fokus penelitian. 37 Hal ini dilakukan agar peneliti memiliki gambaran yang jelas mengenai penelitian ini. H. Sistematika Penulisan Penelitian ini direncanakan terdiri dari beberapa bab, kemudian tiap bab terdiri dari beberapa subbab, yaitu : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dan pengantar dari keseluruhan penelitian. Bab ini akan dijelaskan dan diuraikan tentang latar belakang penulisan, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, landasan teoritis, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II
IMF DAN INDONESIA Bab ini akan menggambarkan kondisi IMF sebagai sebuah organisasi internasional. Dijelaskan mengenai sejarah lahirnya IMF, perkembangan IMF,serta hubungan IMF dengan negara Indonesia.
BAB III
PENGARUH IMF DALAM KEBIJAKAN EKONOMI POLITIK INDONESIA PADA ERA ORDE BARU (1965 – 1998) YAITU PADA KEPMENPERINDAG NOMOR 402 TAHUN 1997 Bab ini akan menguraikan tentang apa yang menjadi isi dari Kepmenperindag Nomor 402 tahun 1997 dan bagaimana kebijakan tersebut dibuat yang mana
IMF menjadi pengaruh dalam
pengesahan undang – undang tentang ketentuan perizinan usaha perwakilan perusahaan perdagangan asing tersebut.
37
Drs. Salim dan Drs. Syahrum, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Ciptapustaka Media, 2007, hal. 145.
BAB IV
PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan yang merupakan garis besar dari hasil penelitian dan saran – saran yang merupakan rekomendasi atau solusi atas persoalan – persoalan yang ditemukan dalam penelitian.