1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini telah diketahui banyak metode dan alat kontrasepsi meliputi suntik, pil, IUD, implan, kontap dan kondom. Metode KB suntik merupakan salah satu metode keluarga berencana nasional yang penggunaannya semakin bertambah. Hal ini dikarenakan penggunaan aman, sederhana dan efektif (Manuaba, 1998). Begitu juga dengan kontrasepsi pil, keuntungan utama dalam penggunaan adalah keefektifannya sangat tinggi bila digunakan dengan tepat dan benar. Selain itu juga memenuhi unsur sederhana dalam penggunaan tanpa memerlukan bantuan tenaga medis (Siswosudarmo, dkk, 2001). Keluarga berencana (KB) adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mengatur jumlah dan jarak anak yang diinginkan. Terkait dengan hal ini telah dibuat beberapa cara untuk mencegah atau menunda kehamilan. Salah satu caranya yaitu dengan penggunaan kontrasepsi (Sulistyawati, 2011). Pemilihan kontrasepsi yang digunakan oleh wanita perlu dipertimbangkan karena berpengaruh terhadap fungsi reproduksi. Efek samping merupakan salah satu alasan penghentian atau perubahan penggunaan kontrasepsi. Hingga saat ini penggunaan kontrasepsi masih belum bebas dari kegagalan, efek samping dan komplikasi yang ditimbulkan (Hartanto, 2004). Timbulnya berbagai jenis efek samping merupakan alasan kebanyakan wanita untuk menghentikan penggunaan kontrasepsi hormonal, selain itu juga timbul rasa takut sulit mempunyai anak lagi (Baziad, 2008) Keefektifan kontrasepsi suntik sangat tinggi, tetapi memiliki efek samping yang sering dikeluhkan oleh akseptor KB misal timbul jerawat, gangguan perdarahan dan lain-lain (Siswosudarmo, dkk, 2001). Sedangkan penggunaan pil kontrasepsi berakibat pada peningkatan ringan tekanan darah sistolik dan diastolik wanita pada 2 tahun pertama penggunaan (Baziad, 2008). Kebanyakan alat kontrasepsi mengandung kombinasi estrogen dan progesteron dalam proporsi yang bervariasi, sehingga memungkinkan terjadinya pertentangan antara renin1
2
angiotensin dalam menjaga keseimbangan regulasi cairan tubuh. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah sampai menghambat garam dan air (Patel, 1995). Dengan demikian, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui
pengaruh
penggunaan
kontrasepsi
hormonal
yang
meliputi
kontrasepsi suntik dan pil terhadap tekanan darah pada wanita akseptor KB di Puskesmas Kabupaten Ngawi.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas dirumuskan suatu masalah sebagai berikut “Adakah resiko peningkatan tekanan darah pada wanita akseptor KB suntik dan pil di Puskesmas Kabupaten Ngawi?”
C. Tujuan Penelitian Mengetahui faktor resiko terjadinya peningkatan tekanan darah dalam penggunaan kontrasepsi suntik dan pil terhadap wanita akseptor KB suntik dan pil di Puskesmas Kabupaten Ngawi?
D. Tinjauan Pustaka 1. Keluarga Berencana a. Definisi Beberapa definisi tentang KB : 1) Menurut Undang-Undang No. 10/1992 KB adalah upaya peningkatan kepedulian masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera. 2) Keluarga berencana (family planning/planed patenthood) merupakan suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi. 3) Menurut WHO (Expert committe, 1970), tindakan yang membantu individu/pasutri untuk mendapatkan tujuan tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur
3
interval diantara kehamilan dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Sulistyawati, 2011). b. Tujuan Keluarga Berencana : Tujuan umum keluarga berencana adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga, dengan cara pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga yang bahagia sejahtera. Tujuan lain meliputi pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan keluarga dan kesejahteraan keluarga (Sulistyawati, 2011). 2. Kontrasepsi Hormonal a. Definisi Kontrasepsi adalah upaya pencegahan terjadinya pembuahan sebagai akibat pertemuan sel telur dengan sel sperma (Sastrawinata, 1980). Kontrasepsi hormonal berisi hormon estrogen dan progesteron. Estrogen sintetik adalah etinil estradiol, mestranol dan progesteron sintetik adalah progestin, norethindron, etinodiol, norgestrel. Kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen dan progesteron menjaga kadar kedua hormon tersebut tetap tinggi dalam tubuh. Sehingga tubuh mengira telah terjadi kehamilan, telur tidak dilepaskan dan kehamilan dapat dihindari (Guyton, 2008). b. Jenis dan Cara Kerja Ada beberapa jenis kontrasepsi hormonal antara lain adalah pil KB, suntik KB dan susuk KB. Kebanyakan kontrasepsi yang digunakan adalah kombinasi estrogen sintetik (etinil estradiol) dengan progesteron sintetik (noretindron). Progestin saja bisa digunakan sebagai kontrasepsi, tetapi lebih efektif jika dikombinasi dengan estrogen (Ganong, 2003). Cara kerja kontrasepsi pil : 1) Menahan ovulasi 2) Mencegah implantasi 3) Lendir serviks mengental sehingga sulit dilalui sperma 4) Pergerakan tuba terganggu sehingga transportasi telur dengan sendirinya akan terganggu.
4
Cara kerja kontrasepsi suntik : 1) Mencegah ovulasi 2) Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma 3) Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi 4) Menghambat transportasi gamet oleh tuba (Sulistyawati, 2011) Prinsip kerja kontrasepsi pada dasarnya adalah meniadakan pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut, baik bekerja sendiri atau bersamaan. Caranya dengan menekan keluarnya sel telur, menahan masuknya sperma atau menghalangi nidasi (Siswosudarmo, dkk, 2001). 3. Tekanan Darah Kontraksi jantung mengakibatkan tekanan terhadap darah yang kemudian disebut tekanan darah. Tekanan darah diartikan sebagai kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh yang dinyatakan dalam mmHg (Syamsudin, 2011). Standar tekanan darah normal yang digunakan pada orang dewasa adalah 120/80 mmHg. Nilai 120 menunjukkan tekanan pembuluh arteri saat jantung berkontraksi atau disebut sistolik, sedangkan nilai 80 menunjukkan tekanan darah relaksasi yang disebut diastolik (Suryaningsih, 2009). Mekanisme homeostatis tubuh berperan penting dalam menjaga tekanan darah agar tetap normal. Tekanan darah dipengaruhi oleh impuls yang dikirim dari pusat saraf kemudian dilanjutkan ke serabut motorik sistem saraf simpatis dan parasimpatis, ketika tekanan pada reseptor mengalami peningkatan maka diimbangi dengan perubahan denyut jantung, stroke volume dan resistensi perifer (Syamsudin, 2011). 4. Hubungan Kontrasepsi dengan Tekanan Darah Kenaikan tekanan darah dapat terjadi akibat stres, kurang istirahat, aktivitas kerja, kondisi pernafasan atau makanan. Tetapi bisa juga disebabkan oleh penyakit atau kerusakan organ yang berhubungan dengan cairan tubuh, misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian kontrasepsi, dan tergantung keseimbangan hormon yang merupakan pengatur tekanan darah. Keadaan tekanan darah paling
5
rendah terjadi ketika tidur, dan tertinggi ketika beraktivitas berat atau mengalami stres (Suryaningsih, 2009). Pada pemakaian hormon estrogen dan progesteron sintesis, misalnya etinilestradiol untuk menghambat fertilitas akan menimbulkan efek bagi tubuh. Berbagai hormon ovarium terhadap fungsi gonadotropik dan hipofisis yang menonjol antara lain dari estrogen adalah inhibisi sekresi follicle-stimulating hormone (FSH) dan dari progesteron inhibisi sekresi luteinizing hormone (LH). Sehingga
bila
sekresi
FSH
dan
LH
dihambat
maka
akan
terjadi
ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh yang memicu terjadinya gangguan pada pembuluh darah yang dimanifestasikan dengan kenaikan tekanan darah. Terjadinya efek tersebut dikarenakan estrogen dan progesteron memiliki kemampuan untuk mempermudah retensi ion natrium dan sekresi air akibat kenaikan aktivitas renin plasma dan pembentukan angiotensin yang menyertai (Hartanto, 2004). Kontrasepsi yang hanya mengandung komponen progestin seperti minipil dan depo progestin tidak meningkatkan tekanan darah. Tetapi jika sudah menderita hipertensi sebelumnya, minipil maupun depo progestin dapat menimbulkan peningkatan tekanan darah. Hipertensi (>140/90) mmHg dijumpai pada 2-4% wanita pemakai pil KB, terutama yang mengandung etilestradiol. Hal ini erat hubungannya dengan usia wanita dan lama pemakaian. Kejadian hipertensi mengalami peningkatan 2-3 kali lipat setelah 4 tahun penggunaan pil kontrasepsi yang mengandung estrogen. Bila tekanan darah >200/120 mmHg, maka semua jenis kontrasepsi hormonal merupakan kontra indikasi (Baziad, 2008). E. Landasan Teori Menurut Sujono, dkk (2013) kontrasepsi hormonal KB suntik dan pil merupakan fakor resiko terjadinya peningkatan tekanan darah pada akseptor KB sebesar 2,93 dan 3,61 kali dibanding kontrasepsi nonhormonal. pada subjek yang menggunakan kontrasepsi suntik mengalami peningkatan tekanan darah sebesar 14,1 mmHg sementara pada kontrasepsi pil sebesar 14,0 mmHg. Hal ini
6
menunjukkan bahwa KB hormonal yang mengandung kombinasi estrogen dan progesteron menyebabkan peningkatan tekanan darah. Dari hasil penelitian Sugiharto (2007) menunjukkan bahwa wanita akseptor KB pil selama 12 tahun berturut-turut beresiko terkena hipertensi sebesar 5,38 kali dibandingkan wanita yang tidak menggunakan KB pil. Sedangkan menurut Aurora, dkk (2010) pada akseptor KB suntik mengalami peningkatan tekanan darah sebanyak 27,3% pada usia 17-35 tahun dan 66,7% pada usia >35 tahun. Pada penelitian lain, hasil statistik menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara penggunaan alat kontrasepsi terhadap kejadian hipertensi diperoleh nilai OR sebesar 2,62 yang artinya bahwa wanita pekerja peran ganda yang memakai alat kontrasepsi hormonal 2,62 kali beresiko menderita hipertensi dibandingkan dengan yang memakai kontrasepsi non hormonal (Faisal, 2012).
F. Hipotesis Ada resiko terjadinya peningkatan tekanan darah pada wanita akseptor KB suntik dan pil.