BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan cat rambut dianggap sebagai solusi untuk menutupi uban maupun merubah penampilan untuk mengikuti mode. Menurut penelitian Usage and Attitude Urban Indonesia oleh Research International (2008), umumnya perempuan dan laki-laki mengaku bahwa pewarna rambut merupakan solusi terbaik untuk menutupi uban (Fazriyati, 2011). Penner dan Nesterenko (2000) melaporkan bahwa cat rambut permanen yang umum dijual bebas mengandung campuran 1,2-(pyrocatechol), 1,3(resorcinol),1,4-(hydroxyquinone) dihydroxybenzenes, hydroxyaminobenzenes (aminophenols), dan diaminobenzenes (phenylenediamines). Beberapa bahanbahan kimia tersebut memiliki aktivitas mutagenik dan bersifat karsinogenik. Cho dkk. (2003) mengatakan bahwa
-phenylenediamine merupakan amina
aromatik utama yang terdapat didalam pewarna rambut.
-phenylenediamine
merupakan salah satu turunan benzena yang mengikat dua gugus amina pada atam C nomor 1 dan 4. Senyawa ini dapat menyebabkan toksisitas, apabila terpapar melalui kulit, inhalasi, dan pencernaan (Sciencelab, 2013). Menurut Pardede dkk. (2008), konsentrasi -phenylenediamine dalam cat rambut umumnya sebesar 6%. Paparan
-phenylenediamine dengan
konsentrasi rendah pada kulit dapat menimbulkan reaksi hipersensitifitas tipe lambat yang bermanifestasi sebagai dermatitis kontak alergi. Dilaporkan oleh 1
2
Punjanon dan Arpornsuwan (2009),
-phenylenediamine merupakan salah
satu zat yang paling berbahaya dalam cat rambut karena dapat menyebabkan terjadinya mutasi genetik. Menurut International Agency for Research in Cancer (1998), paparan dasar pewarna berupa benzidin (phenylenediamine) mungkin berhubungan dengan terjadinya kanker pada manusia di beberapa kasus. Menurut Rauscher dkk. (2004), penggunaan cat rambut permanen jangka panjang dapat meningkatkan risiko terjadinya leukemia dan kanker hematopoetik lain. Kerusakan genetik merupakan penyebab dasar terjadinya kelainan dan penyakit degeneratif. Kerusakan genetik bisa terjadi akibat terpapar substansi genotoksik, prosedur medis (kemoterapi dan radiasi), kekurangan asam folat, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, stres, dan keturunan (Rickes dkk., 2010). Biomarker terjadinya kerusakan genetik tersebut adalah terbentuknya mikronukleus, nucleus buds, binukleus, dan nukleus terfragmentasi, tetapi hanya mikronukelus yang lebih mudah digunakan untuk mengetahui efek sitotoksik dan sitostatik. Mikronukleus merupakan inti sel yang memiliki ukuran lebih kecil apabila terdapat lebih dari satu inti didalam sel. Mikronukleus terbentuk dari kesalahan saat pembelahan nukleus. Pada tahap anafase, potongan kromosom atau satu kromosom tertinggal sehingga terbentuk mikronukleus (Holland dkk., 2008). Zat toksik yang terkandung dalam cat rambut dapat terhirup oleh hidung saat pemakaian cat rambut. Rongga mulut dan rongga hidung saling berhubungan. Hal ini menyebabkan zat toksik yang terhirup oleh hidung dapat
3
diabsorbsi juga oleh membran rongga mulut (NRC, 2003). Menurut Beebe dan Myers (2010), bahan kimia yang terpapar saat penggunaan cat rambut dapat terserap di rongga mulut melalui jalur inhalasi sebab terdapat faring. Secara anatomis, faring menghubungkan rongga mulut dengan rongga hidung. Sel epitel oral merupakan tempat terjadinya kerusakan genetik tahap awal akibat induksi bahan karsinogenik yang masuk ke dalam tubuh melalui jalur inhalasi dan pencernaan. Sel mukosa bukal adalah penghalang pertama yang mampu memetabolisme zat karsinogenik menjadi produk reaktif (Holland dkk., 2008). Mukosa oral disusun oleh epitel pipih berlapis (epithelium squamosum stratificatum) yang dibawahnya terdapat jaringan ikat berupa lamina propia dan submukosa (Jones dan Klein, 2013). Epitel oral tersusun oleh stratum basal, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum korneum, dan memiliki kemampuan memperbarui selnya. Pada lapisan basal terdapat sel punca yang akan mengalami mitosis kemudian berdiferensiasi dan bermigrasi ke permukaan menggantikan sel terdahulu. Sel punca pada lapisan basal dapat mengekspresikan kerusakan genetik seperti mikronukleus (Tolbert dkk., 1992). Sel yang mengandung mikronukleus akan mengalami diferensiasi dan keratinisasi menuju lapisan superficial bersama sel yang normal kemudian sel tersebut akan mengalami eksfoliasi ke kavitas rongga mulut. Oleh sebab itu, sel hasil eksfoliasi mukosa bukal digunakan untuk mendeteksi efek genotoksik dan mempelajari lesi kanker dan prekanker yang disebabkan oleh agen penyebab kerusakan genetik (Holland dkk., 2008).
4
Analisis frekuensi mikronukleus sel epitel mukosa bukal rongga mulut merupakan metode deteksi kerusakan genetik yang paling tidak invasif pada manusia. Sel yang telah diambil dengan metode usapan menggunakan cytobrush kemudian diberi pewarnaan dilanjutkan dengan pengamatan menggunakan mikroskop untuk menghitung frekuensi mikronukleus pada sel epitel (Holland dkk., 2008). B. Perumusan Masalah Bagaimana efek paparan cat rambut terhadap frekuensi mikronukleus sel epitel mukosa bukal pengguna cat rambut di Yogyakarta? C. Keaslian Penelitian Cho dkk. (2003) meneliti frekuensi mikronukleus sel limfosit perifer pada 20 pengguna cat rambut dan ditemukan bahwa paparan akut pewarna rambut yang mengandung
-phenylenediamine menyebabkan kerusakan DNA sel
limfosit perifer. Espinoza dkk. (2008) menyatakan bahwa terdapat peningkatan frekuensi mikronukleus sel urothelial pada pengguna cat rambut meskipun tidak signifikan. Penelitian frekuensi mikronukleus sel epitel mukosa bukal rongga mulut pada pengguna cat rambut di Yogyakarta akibat paparan bahan cat rambut sejauh penulis ketahui belum pernah diteliti. D. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui efek paparan cat rambut terhadap frekuensi mikronukleus sel epitel mukosa bukal pengguna cat rambut di Yogyakarta.
5
E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi ilmiah deteksi kerusakan DNA pada tubuh manusia akibat paparan cat rambut melalui perubahan struktur sel epitel mukosa bukal rongga mulut. 2. Memberikan masukan kepada peneliti maupun klinisi lain untuk mendeteksi secara dini kelainan di rongga mulut dengan mengetahui frekuensi mikronukleus sel epitel mukosa bukal rongga mulut.