BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Unit Gawat Darurat menurut Australlian College For Emergency Medicine (ACEM) adalah unit klinis inti dalam rumah sakit yang menangani keadaan pasien di instalasi gawat darurat, pelayanan di IGD akan mempengaruhi kepuasan pasien secara signifikan dan mempengaruhi citra rumah sakit. Fungsi instalasi gawat darurat adalah untuk menerima pasien, triase, menstabilkan dan menyediakan manajemen darurat untuk pasien dengan keadaan kritis, mendesak (ACEM, 2014). Instalasi gawat darurat merupakan salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan pertama pada keadaan gawat darurat karena sakit atau cedera yang dapat mengancam keselamatan nyawa dan mencegah cedera lebih lanjut, pelayanan di instalasi gawat darurat harus memberikan pelayanan 24 jam perhari (UU No 36, 2009). Keadaaan gawat gawat darurat adalah sebuah kondisi klinik yang memerlukan pelayanan medik. Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan untuk menyelamatkan nyawa pasien serta mencegah kecacatan lebih lanjut dan dilarang menolak pasien atau menerima uang muka (UU No 44, 2009). Pemberian pelayanan yang tepat dan cepat merupakan standar pelayanan yang dapat digunakan sebagai acuan pelayanan gawat darurat oleh tenaga medis dan pihak rumah sakit, untuk mendukung terwujudnya pelayanan yang 1
2
berkualitas, efektif, dan efisien. (Kepmenkes,856/SK/IX/2009). Pelayanan yang dilakukan IGD antara lain melakukan triase, melakukan pengkajian primer dan sekunder secara terfokus, sistematis, akurat. Pengkajian primer untuk melihat keadaan keadaan Airway, breathing, circulation, dissability, exposure. Pengkajian sekunder merupakan pengkajian head to toe yang dilakukan secara komperehensif sesuai keluhan utama pasien. Serta adanya pemeriksaan penunjang medik dan dokumentasi pasien. Apabila pelayanan mengalami keterlambatan maka akan berefek pada kondisi pasien (Standar pelayanan IGD, 2011). Efek lamanya pelayanan di instalasi gawat darurat akan memperparah kondisi pasien, memperburuk kondisi primer pasien sehingga terjadinya peningkatan mortalitas dan kecacatan lebih lanjut. Semakin parahnya kondisi pasien karena keterlambatan pelayanan akan meningkatnya biaya (cost) yang akan di tanggung oleh pasien dan dipertimbangkan secara total oleh rumah sakit (Nahab, 2012). Selain pelayanan medis di instalasi gawat darurat, IGD juga melakukan pemeriksaan penunjang antara lain pemeriksaan radiologi emergensi. Pemeriksaan radiologi emergensi meliputi X-Ray mobile , USG mobile, apron timbal, CT-Scan, dan MRI. Tata ruang radiologi menurut kepmenkes, 2009 dapat digabung bersama IGD atau terpisah (standar pelayanan IGD, 2011). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan nomor 410/Menkes/SK/III/2010 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di sarana pelayanan kesehatan. Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang medis yang
3
dapat mendeteksi berbagai jenis penyakit dan sebagai alat penentu tindakan medis selanjutnya yang akan dilakukan oleh petugas kesehatan (Kepmenkes, 2010). Kualitas pemeriksaan radiologi dapat menjadi pemicu lamanya pemeriksaan, diantaranya : Reliability (kehandalan), yaitu memberikan pelayanan yang terbaik dan mengikuti Standar Pelayanan Minimal (SPM) ± 2 jam, di mulai dari pendaftaran-pemeriksaan-hasil. Tangibles (bukti langsung) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, petugas dan sarana komunikasi. Responsiveness (daya tanggap) yaitu petugas dapat memberikan pelayanan kepada pasien dengan cepat dan tanggap. Assurance (jaminan) mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya (Suharyanto, 2012). Pasien yang memerlukan pemeriksaan radiologi, namun mengalami keterlambatan dalam pemeriksaannya akan menimbulkan rasa pusing, kelemahan secara menyeluruh pada tubuh, kejang, hipersensifitas, encepalon, perdarahan kepala, keadaan medis pasien yang akut (Nahab, 2012). Berdasarkan wawancara studi pendahuluan total kunjungan pasien di IGD RSUP Dr. Sardjito, 2013 sebanyak 34.284 pasien. Pasien instalasi gawat darurat dibedakan berdasarkan tingkat kegawatan, Bulan Januari hingga Desember dengan kategori pertama adalah gawat darurat sebanyak 8.595 pasien (25,07%), kategori 2 adalah gawat tidak darurat sebanyak 20.380 pasien (59,44%), kategori 3 tidak gawat darurat sebanyak 5.242 pasien (15,29%), kategori 4 Death of Arrival (DOA) 57 pasien (0.20%). Sedangkan, pasien yang dilakukan pemeriksaan radiologi yang berasal dari instalasi gawat darurat sebanyak 7.733 (22,55%) (buku laporan tahunan, 2013).
4
Laporan total lama waktu pemeriksaan IGD rumah sakit di United State (US) daerah pedesaan dan perkotaan dengan responden sebanyak 3,2 juta dengan waktu standar yang ditetapkan adalah 123 menit, saat dilakukan penelitian didapatkan hasil pemeriksaan lebih dari 124 menit hingga 247 menit, sehingga pemeriksaan tersebut mengalami keterlambatan antara 29 – 56 menit. Pada tahun 2012 ditemukan kasus sebanyak 54% pasien masuk IGD dengan kategori nonurgent dan pemeriksaannya melebihi 124 menit. Keterlambatan ini yang menjadi masalah bagi tenaga kesehatan dan pemerintah (Analytics, invantage. 2013). Lama waktu pemeriksaan radiologi yang dilakukan saat emergensi akan mempengaruhi lama waktu pelayanan di isntalasi gawat darurat. Faktanya terdapat 356 pasien yang melakukan pemeriksaan MRI dan CT scan pada penderita stroke ditetapkan onset selama 3 jam (180 menit), saat dilakukan pemeriksaan onset MRI rata-rata waktu yang dibutuhkan selama 367 menit dan onset CT scan selama 390 menit. menurut data tersebut, terdapat keterlambatan pemeriksaan berkisar antara 187 menit hingga 210 menit (Chalela, 2007). Keterlambatan pemeriksaan radiologi memiliki dampak berbahaya bagi pasien, seperti yang terjadi di Inggris, USA dan Kanada. kematian akibat trauma mayor pada usia dibawah 45 tahun yang berakibat pada semua kelompok usia, namun mayoritas terjadi pada usia muda. Trauma mayor lebih banyak terjadi di USA sekitar 20% dari, sednagkan trauma mayor di UK jarang terjadi sekitar 0.2%. Kasus trauma mayor yang terjadi tersebut adalah kasus terbanyak per bulannya, hal ini terjadi karena petugas kesehatan, sarana prasarana dan pengalaman manajemen yang kurang memadai. Lamanya penanganan trauma
5
mayor di Kanada akan meningkatkan mortalitas sebanyak 78% yang akan terjadi pada sore, malam dan weekend, (MTC). Pemeriksaan radiologi pada pasien dengan keadaan tidak stabil akan meningkatkan mortalitas 47% setiap 1 jam keterlambatan pemeriksaan, oleh karena itu Royal College of Radiology (RCR) memerlukan lama waktu pemeriksaan radiologi selama 30-60 menit, selanjutnya menghubungi pusat trauma mayor. Berdasarkan uraian diatas didapatkan bahwa lama waktu pemeriksaan radiologi dapat mempengaruhi lama waktu pelayanan pasien di IGD, akibat lamanya pemeriksaan radiologi akan berpengaruh pada kondisi klinis pasien, kepuasan dan meningkatnya biaya pelayanan di IGD. Hasil studi pendahuluan di IGD RSUP Dr. Sardjito terdapat 22,55% pasien dari IGD dilakukan pemeriksaan radiologi, namun belum pernah dilakukan pengukuran mengenai lama waktu pemeriksaan radiologi, sehingga peneliti tertarik meneliti mengenai hubungan lama waktu pemeriksaan radiologi dengan lama waktu pelayanan pasien di IGD RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan lama waktu pemeriksaan radiologi dengan lama waktu pelayanan pasien di Instalasi Gawat darurat Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta?
6
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Mengetahui hubungan antara lama waktu pemeriksaan radiologi dengan
lama waktu pelayanan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2. a.
Tujuan khusus Mengetahui lama waktu pelayanan Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta.
b.
Mengetahui lama waktu pemeriksaan radiologi di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta.
c. Mengetahui seberapa erat hubungan antara pemeriksaan radiologi dengan lama waktu pelayanan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr. Sardjito. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan menjadi evidance based bidang kesehatan khususnya ilmu keperawatan mengenai lama waktu pemeriksaan radiologi serta lama waktu pelayanan pasien di IGD. 2. Manfaat Praktik Sebagai masukan tentang lama waktu pemeriksaan radiologi dan lama waktu pelayanan pasien di IGD, serta dapat menjadi bahan evaluasi pelayanan pasien di IGD dan dapat menjadi acuan layanan terbaik kepada pasien di IGD RSUP Dr. Sardjito maupun masyarakat.
7
E. Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelitian yang sudah dilakukan mengenai waktu pelayanan dan waiting time di IGD antara lain : 1.
Fitra Neza pada tahun 2008 dalam thesisnya dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi waiting time triase pasien Emergency Instalasi Gawat Darurat RSUD Sungai daerah kabupaten Dharmasraya”. Peneliti membahas tentang hubungan kepuasan sumber daya manusia berkaitan, pengembangan dan fasilitas kerja, prosedur kerja dan karakteristik dengan waiting time triase. Waiting time triase rata-rata 12,09 menit, paling cepat 7,5 menit dan paling lama 22,50 menit. Hasil penelitian tersebut adalah prosedur kerja, fasilitas dan peralatan rendah mempunyai waktu tunggu yang paling lama dan waiting time di IGD RSUD tersebut belum sesuai dengan standar yang ditetapkan yaitu 10 menit. Persamaan yang dilakukan pada penelitian adalah menggunakan cross sectional. Perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh fitra neza adalah waiting time triase dan banyaknya faktor yang mempengaruhi, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan adalah lama waktu pemeriksaan di instalasi gawat darurat dan waktu pemeriksaan di radiologi.
2.
Agus Wijanarka dan Irwan Dwiphrahasto pada tahun 2005 dalam Jurnal yang bejudul “Implemetasi Clinical Governance: Pengembangan Indikator Klinik Cedera Kepala di Instalasi Gawat Darurat”.Menjelaskan bahwa penelitian dilakukan di RS Panti Nugroho Pakem Yogyakarta dengan insiden cidera kepala urutan 5 dari seluruh IGD dan kasus cedera kepala menjadi urutan 2
9
dari 10. Pada penelitian tersebut penelitian menggunakan study observasional dengan cara wawancara mendalam, konsultasi ahli, serial diskusi dan staff meeting IGD. Waiting time menjadi indikator pada penelitian tersebut, variabel tergantung pada morbiditas, mortalitas dan angka rujukan. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah rata-rata waktu tunggu pasien cidera kepala berat 0,66 menit (standar <5 menit), cedera kepala sedang 3,2 menit (standar <10 menit) dan cedera kepala ringan 3,1 menit (standar < 15 menit). Persamaan dalam penelitian ini adalah menggunakan study observasional dan perbedaan terletak pada variabel yang mempengaruhi kecepatan pelayanan di IGD, dalam penelitian yang akan dilakukan faktor yang mempengaruhi adalah lama waktu pemeriksaan radiologi.