1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1. Masalah Penelitian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kepulauan terbesar di dunia, wilayahnya membentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Pulau Miangas hingga Pulau Rote. Memiliki pulau sebanyak 17.504 buah yang terbentang antara kawasan Indomalaya dan Australasia (Naryanto, 2009:1). Masyarakat dan kebudayaan Indonesia merupakan mozaik dengan keragaman sangat kaya. Keragaman ini meliputi suku, ras, agama, bahasa, budaya, adat dan sebagainya. Keragaman ini merupakan sesuatu yang sudah given bagi bangsa Indonesia. Keragaman Indonesia dapat dipandang sebagai kekayaan budaya yang luar biasa yang dapat dianggap sebagai karunia Sang Pencipta. Sebaliknya, keragaman juga mengandung kerawanan konflik bila anggota masyarakatnya salah dalam mengelola dan merawat keragaman itu (Satria dalam Oentoro, 2010:108-109). Di Indonesia keragaman rentan terhadap perselisihan internal. Dalam masyarakat multikultur, gesekan kepentingan individu dan egoisme golongan dapat mengancam integrasi bangsa. Hal ini dapat dilihat dalam konflik-konflik
2
SARA yang mewarnai perjalanan negara bangsa Indonesia. Di tengah arus globalisasi yang serba terbuka bangsa Indonesia harus lebih berhati-hati menjaga kemajemukan. Terlepas adanya konflik atau tidak, bangsa Indonesia butuh strategi pelapis untuk mengantisipasi disintegrasi. Dalam konteks ini bangsa Indonesia membutuhkan konsepsi filosofis tentang hakikat jati diri yang sesuai dengan realitas kemajemukan. Tuntutan konsepsi filosofis tentang jati diri manusia yang sesuai dengan realitas kemajemukan Indonesia semakin mendesak karena dua alasan mendasar: Alasan pertama bersifat konseptual, karena kesadaran tentang jati diri bangsa plural dan multikultural tidak dapat diraih secara instan, akan tetapi harus ditanamkan melalui kesadaran tiap-tiap individu terlebih dahulu. Alasan kedua bersifat fenomenal, karena konsepsi filosofis tentang jati diri manusia yang sesuai dengan realitas kemajemukan akan berguna dalam meredam gejolak konflik internal di tengah-tengah masyarakat. Menarik kiranya menelaah konsep jati diri manusia menurut Arthur Schopenhauer, karena filsafat nihilistiknya ingin menekan potensi tindak kejahatan dalam diri manusia yang selalu mengedepankan egoisme dan kepentingan individunya. Pemilihan tokoh Schopenhauer sebagai landasan filosofis tentang jati diri manusia didasarkan pada tiga pertimbangan: Pertimbangan pertama, latar belakang filsafat Schopenhauer lahir dari perenungan terhadap dampak negatif perang di zamannya dan juga dari
3
pengalaman pribadinya. Schopenhauer memiliki pandangan hidup negatif bahwa seluruh isi dunia hanya penderitaan yang harus dilawan. Pertimbangan kedua, filsafat Schopenhauer mampu meneorikan sumber penderitaan hidup berasal dari dalam diri manusia, dari Kehendak yang selalu mendorong memenuhi kepentingan egoisme sehingga menyebabkan kerugian terhadap orang lain. Pertimbangan ketiga, filsafat Schopenhauer memiliki solusi dalam meredam potensi buruk egoisme dengan jalur estetik dan asketik. Solusi ini mengajak manusia tidak saling menyakiti sebaliknya saling menghormati sehingga tidak menambah beban penderitaan hidupnya dan hidup orang lain. Dalam konteks kehidupan berbangsa di Indonesia, konsep jati diri manusia Schopenhauer diharapkan memberi andil positif dalam menjaga kehidupan berbangsa yang syarat dengan kemajemukan. Keragaman bangsa sebagaimana disinyalir rawan memantik perselisihan internal dapat sedini mungkin dihindarkan atau diminimalisir. Dengan demikian kehidupan bangsa Indonesia diandaikan akan terjalin harmoni dan di antara masyarakatnya tidak saling menganggu. Konsepsi jati diri manusia Schopenhauer sekurang-kurangnya mampu mengajarkan bangsa Indonesia agar dapat menempatkan diri secara benar di tengah perbedaan dan keragaman yang ada serta mampu menyikapinya secara arif dan bijaksana.
2. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang hendak dijawab :
4
1. Apa hakikat konsep jati diri manusia menurut Schopenhauer? 2. Bagaimana relevansi konsep jati diri manusia Schopenhauer bagi kehidupan
berbangsa di Indonesia,
terutama
dalam
menjaga
kemajemukan?
3. Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelitian yang mendekati tema penelitian penulis, antara lain : 1. Agustji (UGM, 1986), judul skripsi Schopenhauer Dunia sebagai Ide dan Kehendak, berisi deskripsi umum tentang filsafat Schopenhauer. Meski sama dalam pemilihan objek material Schopenhauer, skripsi Agustji berbeda dengan penelitian penulis, perbedaan ini terletak dari penggunaan objek formal penelitian dan relevansi pemikiran yang ingin dicapai. 2. Muhammad Fahmi Muqoddas (UGM, 1996), judul tesis Konsep Jati Diri Manusia dalam Filsafat Iqbal. Objek formal tesis ini konsep jati diri manusia sedang objek materialnya pemikiran Iqbal. Penelitian Muqoddas membahas jati diri manusia Iqbal dikaitkan dengan ide membangun masyarakat Indonesia. Sementara penekanan penulis adalah konsep jati diri manusia Schopenhauer dikaitkan ide menjaga kemajemukan kehidupan berbangsa di Indonesia. 3. Hardono Hadi (1996), judul Jati Diri Manusia Berdasar Filsafat Organisme Whitehead, merupakan kelanjutan dari disertasi berjudul A
5
Whitehedian Reflection on The Human Person. Hadi dalam buku ini menteorikan konsep jati diri manusia dalam bingkai pemikiran filsafat organisme Whitehead. Sementara penulis dalam penelitian tesis ini ingin merumuskan konsep jati diri manusia dalam bingkai pemikiran Schopenhauer. 4. Yonathan Suprihartono (UGM, 2003), judul skripsi Voluntarisme Arthur Schopenhauer, menjelaskan dasar ontologi, epistemologi dan aksiologi filsafat Kehendak Schopenhauer. Penelitian Suprihartono dengan demikian berbeda dengan penelitian penulis karena penulis spesifik menekankan kajian filsafat manusia dalam pandangan pemikiran Schopenhauer. 5. Victor Delvy Tutupary (UGM, 2007), judul skripsi Pesimisme Arthur Schopenhauer dalam Novel “Keluarga Pascual Duarté” Karya Camilo José Cela, skripsi Tutupary ingin menjelaskan dimensi pemikiran pesimistik Schopenhauer dalam novel Keluarga Pascual Duarté. Sementara penulis dalam penelitian ini tidak membahas filsafat pesimisme Schopenhauer melainkan mengkaji konsep jati diri manusianya. Berdasar penelusuran penulis di lingkup Universitas Gadjah Mada belum ada penelitian Konsep Jati Diri Manusia Arthur Schopenhauer: Relevansinya Dengan Kehidupan Berbangsa di Indonesia karena itu penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.
6
4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini : 1.
Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pemahaman tentang jati diri manusia di Indonesia.
2.
Bagi pembangunan masyarakat dan bangsa Indonesia, sumbangsih penelitian ini bermanfaat bagi kehidupan berbangsa di Indonesia, terutama dalam menjaga keragaman dan mencegah disintegrasi NKRI
3.
Bagi
penelitan
memperkaya
filsafat
pandangan
manusia filsafat
selanjutnya, manusia
penelitian
terutama
ini
perspektif
pemikiran filsuf irrasional-pesimistis Schopenhauer.
B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini : 1. Mendeskripsikan
konsep
jati
diri
manusia
dalam
filsafat
Schopenhauer. 2. Menganalisis relevansi konsep jati diri manusia menurut Schopenhauer dalam konteks kehidupan berbangsa di Indonesia.
7
C. Tinjauan Pustaka Tesis utama pada sistem filsafat Schopenhauer adalah The World as Will and Representation, atau Dunia sebagai Kehendak dan Representasi. Tesis tersebut merupakan kelanjutan dan pengembangan buku yang ditulis sebelumnya, On the Fourfold Root of the Principle of Sufficient Reason (Higgins, 2004:333). Dunia sebagai representasi atau gambaran bagi Schopenhauer itu valid. Bagi Schopenhauer, semua isi dunia termasuk manusia adalah representasi atau gambaran sejauh itu menjadi objek “kesadaran” (Higgins, 2004:335). Lalu Schopenhauer mengatakan dasar dunia representasi adalah Kehendak, the inner reality is Will. Saed Mohammad Tawfeq (1983:35) dalam Metafisika al-Fann Inda Schopenhauer menyebut, Schopenhauer terpengaruh teori pengetahuan Immanuel Kant, bahkan sebagai suksesor Kant. Tapi Schopenhauer berbeda dengan Kant tentang thing-in-itself atau noumena yang kata Kant tidak dapat diketahui tapi menurutnya noumena itu Kehendak. Diane Collisin (2001:146) dalam Lima Puluh Filosof Dunia yang Menggerakkan menyebut, Schopenhauer “filsuf dengan obsesi kehendak”. Dunia phenomena keseluruhan bagi Schopenhauer merupakan sebuah manifestasi Kehendak. Kehendak adalah dorongan buta yang merupakan hakikat paling tinggi yang mendasari segala eksistensi di dunia. Henry Thomas (1954:216) dalam Living Adventures in Philosophy mengatakan, Kehendak yang didefinisikan Schopenhauer di sini bukan seperti
8
kehendak didahului motivasi, memiliki dasar pengetahuan kemudian dibuktikan dengan perbuatan. Kehendak transendental Schopenhauer menyiratkan dorongan, usaha keras, buta, tidak berakal, tidak berkesadaran, sesuatu pada intinya mengarah untuk hidup, Will to live. Kehendak ini menobjektivikasi diri dalam berbagai tingkatan. Tingkatan terendah adalah benda mati. Tingkatan menengah adalah taraf vegetatif seperti tumbuh-tumbuhan dan taraf sensitif seperti hewan. Dan yang terakhir tingkatan paling adalah manusia. Setiap tingkatan Kehendak dihubungkan level penderitaan berbeda-beda (Tawfeq, 1983:61-64). Tubuh
bagi
Schopenhauer
adalah
Kehendak;
tubuh
merupakan
objektivikasi Kehendak. Tubuh dan Kehendak itu satu dilihat dari dua sudut pandang: pertama, dilihat dari dalam (tubuh adalah Kehendak); kedua, dilihat dari luar (Kehendak adalah tubuh). Segala aktivitas dan prilaku tubuh merupakan hasil dari objektivikasi dari batin, Kehendak, yang tidak diikat dengan hukum kausalitas (Tawfeq, 1983:85). Kehidupan manusia merupakan deretan keinginan yang bersumber dari Kehendaknya. Belum satu keinginan dicapai atau terpenuhi, manusia memiliki keinginan lain. Kehendak untuk hidup tidak pernah dapat dibatasi. Ketika sudah terpenuhi manusia merasakan bosan dan jenuh (Russell, 2007:984). Kebahagiaan itu selalu negatif sedang penderitaan itu positif. Itu alasan di balik filsafat Kehendak Schopenhauer yang pesimistis (Tawfeq, 1983:65).
9
Frederick Copleston (1994:274) dalam A History of Philosophy Volume VII menjelaskan, orang masih diperbudak Kehendaknya tidak akan dapat menemukan kedamaian. Di dunia ini manusia hanya dapat mencari kebahagian tapi sejatinya tidak dapat memperolehnya secara hakiki, sebab kebahagiaan bak pemberhentian atau terminal nafsu sementara. Akar penderitaan manusia bagi Schopenhauer adalah ketika diperbudak Kehendaknya. Cara untuk membebaskan diri dari penderitaan Kehendak dapat ditempuh dua jalan: jalan keluar temporal yaitu estetika kontemplatif dan; jalan keluar abadi yaitu asketik (Copleston, vol. VII, 1994:277). Terkait filsafat Kehendak Schopenhauer menurut Abdurrahman Badawi (1942:273)
dalam
Khalâshah
al-Fikr
al-Urûby
Arthur
Schopenhauer
menjelaskan, bahwa Kehendak metafisis Schopenhauer memberikan sebuah titik terang bagi persoalan yang menjadi inti keresahan para filsuf asketis dan pesimistis seperti, sebut saja di antaranya, Oemar Khayyam, Abu A’la AlMa’arry, melalui bait-bait syairnya yang mencibir aspek duniawi atau keduniawian. Mitchell (1886:187) dalam tulisannya berjudul The Philosophy of Pessimism dalam jurnal The Journal of Speculative Philosophy memberi penegasan, Schopenhauer adalah pengusung filsafat pesimisme. Menurut Mitchell, pemikir pesimistis sudah ada sejak dahulu kala, bahkan setiap masa pemikir pesimistis selalu ada. Namun baru Schopenhauer lah yang merumuskan pesimisme dikaitkan landasan metafisis. Di tangan Schopenhauer pesimisme menjadi doktrin sebuah pemikiran filsafat.
10
Fuad Kamil (1991:6) dalam al-Fard fî Falsafati Schopenhauer menilai, secara garis besar filsafat Schopenhauer menjadikan manusia sebagai awal mula pemikirannya (Kehendak buta manusia); dan ujung filsafat Schopenhauer juga diakhiri dengan melawan atau menekan manusia itu sendiri (menekan Kehendak buta manusia). Kendati filsafat Schopenhauer terpengaruh gerakan romantisme, namun dalam beberapa hal layak Schopenhauer dibedakan dengan kaum romantis di zamannya. Secara umum kecenderungan kaum romantis terfokus pemikiran khayal membingungkan seperti Fichte, Schelling dan Hegel, namun posisi Schopenhauer justru terbalik. Titik tekan filsafat Schopenhauer memiliki landasan jelas, teliti dan tidak mengawang-ngawang (Tawfeq, 1983:40). Schopenhauer adalah filsuf pertama yang mengenalkan kebijaksanaan filsafat Timur India di Eropa. Schopenhauer membuka mata terhadap bagian dalam gelap dari manusia, yang ada di bawah permukaan kesadaran. Harun Hadiwijono (1980:109) memberikan penegasan, di dunia filsafat Barat Schopenhauer telah untuk pertama kali membuka jalan bagi suatu filsafat dan suatu psikologi dari hal tidak sadar.
D. Landasan Teori Penelitian ini adalah penelitian tentang konsep jati diri manusia dalam filsafat Arthur Schopenhauer. Objek formalnya adalah filsafat manusia, sedangkan objek materialnya adalah karya-karya Schopenhauer.
11
Landasan teori dalam penelitian ini adalah konsep jati diri manusia. Konsepsi jati diri dapat membantu manusia mengerti tentang makna keberadaannya. Hardono Hadi (1996:17) dalam pendahuluan buku Jati Diri Manusia Berdasar Filsafat Organisme Whitehead mengatakan, manusia perlu rumusan jati diri yang jelas agar dapat mengerti harkat dan martabatnya, kodrat dan dayanya di dalam struktur kenyataan di mana manusia itu berada. P.A. van der Weij (1988:6-7) dalam Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia, menegaskan, bahwa manusia adalah suatu makhluk bertanya. Sejak dilahirkan di dunia manusia berbakat filosofis sebagaimana tampak dengan jelas pada anakanak. Bahkan manusia mempertanyakan dirinya sendiri, keberadaannya dan dunia seluruhnya. Filsafat berperan penting memberi nilai bagi hidup manusia. P. T. Raju (1960:15-16) dalam The Concept of Man: A Study in Comparative Philosophy mengatakan, kerja filsafat tidak boleh menjadi kebenaran untuk dirinya sendiri, akan tetapi harus menjadi kebenaran untuk segala aktivitas kehidupan manusia. Tugas filsafat adalah menginspirasi jalan hidup manusia, to suggest and inspire the way of life. Ernst’ Cassirer (1978:3-4) dalam An Essay on Man: An Introduction to a Philosophy of Human Culture mengatakan, jalan untuk mengetahui realitas dan alam sekitar adalah dengan refleksi diri. Maksud refleksi diri Cassirer adalah, manusia melakukan perenungan filsafati tentang hakikat dirinya secara mendalam, sebagaimana dikatakan Heraclitus: I have sought for myself.
12
Manusia dapat diselidiki dalam kajian kefilsafatan. Menurut Theo Huijbers (1986:10) dalam Manusia Merenungkan Makna Hidupnya, berpikir secara filsafat tentang manusia ialah mencari makna hidup yang benar, dengan sekaligus menilai secara kritis pandangan-pandangan yang telah dipegang lebih dulu tentang hidup manusia itu. Pemahaman jati diri dapat menentukan hidup manusia. Menurut Huijbers, kesadaran manusia tentang jati dirinya merupakan titik tolak pengertian manusia tentang wujudnya. Berbeda dengan binatang hidupnya berjalan menurut prosesproses vital psikis belaka; pada manusia proses-proses itu dicampuri dengan kesadaran pribadi (1986:11). Kata jati diri dalam penelitian ini mengikuti konsepsi Hardono Hadi yaitu jati diri mencakup tiga aspek: kepribadian, individu/keunikan, dan identitas diri (Hadi, 1996:18). Ketiganya merupakan satu kesatuan tidak boleh dipisahkan. Sedangkan unsur-unsur di dalam pembahasan tentang jati diri manusia, antara lain: Pertama, aspek unitas-kompleksitas manusia sebagai makhluk hidup terdiri dari berbagai taraf. Kedua, aspek historisitas mencakup persamaan dan perubahan di dalam proses. Ketiga, aspek sosialitas manusia mempunyai martabat pribadi dengan kebebasannya sehingga tidak boleh dikorbankan demi kepentingan yang lain (Hadi, 1996:38-39).
13
E. Metode Penelitian Penelitian ini masuk kategori penelitian kepustakaan (library research), bercorak kualitatif deskriptif analisis kritis. Seluruh data disajikan bersumber dari data-data kepustakaan berupa buku, artikel, jurnal, ensiklopedi, dan lain-lain. Data-data tersebut sepenuhnya berkaitan dengan tema yang diangkat dalam penelitian ini. 1. Sumber Pustaka a. Materi primer, karya-karya utama Schopenhauer yang sudah dikumpulkan dalam dua jilid : 1) Schopenhauer, Arthur, 1969, The World as Will and Representation Volume I, transleted from the German by E. F. J. Payne., Dover Publication, Inc., New York. 2) Schopenhauer, Arthur, 1969, The World as Will and Representation Volume II, transleted from the German by E. F. J. Payne., Dover Publication, Inc., New York. b. Materi sekunder, pelbagai tulisan penunjang dalam pembahasan peneliti, antara lain : 1) Badawi, Abdurrahman, 1942, Khalasah al-Fikr al-Uruby Arthur Schopenhauer, Daarul Qalam, Beirut. 2) Copleston, Frederick, 1994, A History of Philosophy Volume VII, Image Book Doubleday, New York. 3) Hadiwijono, Harun, 1980, Seri Sejarah Filsafat Barat 2,
14
Kanisius, Yogyakarta. 4) Higgins and Kathleen, 2004, “Arthur Schopenhauer” in: C. Solomon, Kathleen M. Higgins (editor.), Routledge Hostory of Philosophy Volume VI: The Age of German Idealism, Routledge, London, hal. 330-335. 5) Kamil, Fuad, 1991, al-Fard fi Falsafati Schopenhauer, Hay’ah Misriyyah Ammah lil Kitab, Kairo. 6) Russell, Bertrand, 2007, Sejarah Filsafat Barat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 7) Tawfeq, Saed Mohammad, 1983, Metafisika al-Fann Inda Schopenhauer, Daarul Tanwir Lithibaah wa Nashr, Beirut. 8) Thomas, Henry, 1954, Living Adventures in Philosophy, Hanover House, New York. 9) Weij, P.A.V.D, 1988, Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia, diindonesiakan oleh K. Bertens, PT. Gramedia, Jakarta.
2. Langkah-langkah Penelitian Penelitian ini diadakan dalam tiga tahap jalan penelitian literer: a. Tahap pertama meliputi : 1) Pengumpulan data baik data primer maupun data sekunder sesuai lingkup penelitian.
15
2) Pembuatan
kategori
dengan
menyatukan
dan
mengumpulkan dalam satu kesatuan tersistimisasi. b. Tahap kedua meliputi : 1) Klasifikasi data selanjutnya dilakukan pendeskripsian dan penginterpretasian. 2) Analisis data sesuai dengan pemahaman peneliti tentang gejala hal yang berhubungan dengan objek penelitian. c. Tahap ketiga meliputi : 1) Penyusunan draft hasil penelitian. 2) Penyusunan laporan hasil penelitian secara sistematis dan mengikuti format atau urutan baku dalam penelitian. 3) Analisa hasil penelitian.
3. Analisis Hasil Penelitian Untuk mendukung analisis filosofis, penelitian ini menggunakan penelitian filsafat : a. Metode hermeneutika. Metode ini digunakan untuk memahami dan menganalisis data yang telah terkumpul, khususnya berkaitan dengan jati diri manusia dalam pemikiran Schopenhauer. Hermeneutika
diterapkan
untuk
menangkap
makna
yang
16
substansial disertai interpretasi, sehingga makna tersebut dapat diterapkan pada masa sekarang (Kaelan, 2005:173). b. Metode heuristika. Metode ini digunakan untuk mengembangkan gagasan konsep jati diri manusia dengan persoalan kehidupan berbangsa di Indonesia. Heuristika diterapkan pada tahap setelah pengumpulan data, sebab hal ini berkaitan dengan makna pemikiran secara keseluruhan. Untuk menemukan jalan baru dalam penelitian, data yang terkumpul kemudian dianalisis secara komprehensif,
dijelaskan
bagaimana
unsur
ontologisnya,
epistemologisnya, aksiologisnya serta unsur-unsur metodenya (Kaelan, 2005:176).
F. Sistematika Penulisan Rencana penulis akan menjabarkan penelitian ini dalam tujuh bab sebagaimana berikut : Bab I merupakan bab pendahuluan. Terdiri atas latar belakang masalah yang meliputi masalah penelitian, rumusan masalah, keaslian penelitian, dan manfaat penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan Bab II, berisi diskursus filsafat manusia, pembahasannya diawali dengan pengantar umum kajian filsafat terhadap manusia, pengertian filsafat manusia,
17
metode filsafat manusia, ciri-ciri filsafat manusia, dan aliran-aliran filsafat manusia. Bab III, berisi biografi dan latar belakang pemikiran Arthur Schopenhauer, diawali dengan pengantar, riwayat hidup dan karya-karya Schopenhauer, tokoh dan aliran yang mempengaruhi Schopenhauer seperti Immanuel Kant, Plato, Upanishad dan Buddhisme dan gerakan Romantisme, kemudian membahas pengaruh pemikiran Schopenhauer. Bab IV, berisi konsep “Kehendak” manusia menurut Schopenhauer, diawali dengan pengantar, dua dimensi manusia, karakteristik Kehendak, objektivikasi Kehendak, organ reproduksi sebagai inti Kehendak, Kehendak dan pesimisme, tidak ada free will dalam diri manusia, dan dua jalan keluar dari penderitaan Kehendak. Bab V, berisi inti tesis jati diri manusia Schopenhauer, diawali pengantar, kepribadian manusia: kesatuan Kehendak dan tubuh, historitas manusia: terbebas dari perbudakan Kehendak, sosialitas manusia: Kehendak membentuk Sejarah, dan ditutup dengan kesimpulan jati diri manusia Schopenhauer. Bab VI, berisi relevansi konsep jati diri manusia Schopenhauer dengan kehidupan berbangsa di Indonesia, diawali pengantar gambaran Indonesia, realitas bangsa Indonesia, multikulturalitas dan pluralitas di Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa, dan berbangsa tanpa egoisme dan ambisi individualisme. Bab VII, berisi penutup, mencangkup kesimpulan dan saran.