BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Loratadin merupakan obat anti histamin non-sedatif yang biasa digunakan untuk pengobatan alergi rhinitis dan seringkali ditujukan untuk anak-anak. Loratadin dibuat dalam bentuk sediaan tablet karena memberikan keuntungan yang berhubungan dengan stabilitas, kenyamanan dan kemudahan dalam pemakaiannya. Banyak pasien seperti anak-anak dan lansia yang kesulitan dalam menelan obat, sehingga perlu diformulasikan menjadi tablet kunyah loratadin untuk menutupi kekurangan tersebut. Tablet kunyah memberikan keuntungan dalam mendapatkan kepastian bahwa obat akan lepas dari sediaan karena tablet dikunyah terlebih dahulu oleh pasien. Tablet kunyah juga dibuat untuk mempercepat waktu disintegrasi obat sehingga aksi yang ditimbulkan pun menjadi lebih cepat dalam pengobatan alergi. Tablet yang dikunyah akan mengakibatkan perubahan pada luas permukaan partikel dan perubahan tersebut akan menyebabkan terjadinya interaksi terhadap sel perasa pada lidah, sehingga tablet kunyah diharapkan mempunyai rasa yang enak setelah hancur. Salah satu faktor yang menentukan rasa tablet kunyah adalah bahan pengisi. Di samping itu, tablet kunyah loratadin merupakan tablet dosis kecil sehingga sebagian komposisi formula tablet kunyah tersebut adalah bahan pengisi.
1
2
Manitol dapat digunakan sebagai bahan pengisi karena dapat membantu mengurangi rasa pahit yang ada pada obat loratadin. Manitol juga memiliki sifat yang non-higroskopis, tahan terhadap panas dan mampu memberikan efek dingin di dalam mulut sehingga mampu meningkatkan aplikasi tablet kunyah. Biaya dan alat juga perlu diperhitungkan dalam desain produk. Manitol memiliki harga yang relatif mahal, sehingga perlu dikombinasikan dengan bahan pengisi lain. Bahan yang dikombinasikan dengan manitol dalam penelitian kali ini adalah α- laktosa monohidrat. Laktosa memiliki tingkat rasa manis yang lebih rendah daripada manitol, namun laktosa memiliki harga yang relatif lebih ekonomis sehingga laktosa diharapkan mampu menutupi kekurangan manitol. Laktosa memiliki kelebihan diantara lain menunjukkan stabilitas yang cukup baik bila
dikombinasikan
dengan
obat,
mudah
dilakukan
pengeringan
dan
menunjukkan kecepatan pelepasan obat yang baik (Banker dan Anderson, 1986). Tiap formula memiliki sifat fisik yang berbeda terhadap tablet kunyah sehingga perlu dilakukan optimasi terhadap formula untuk mendapatkan formula optimum. Pada penelitian ini optimasi formula tablet kunyah loratadin dengan campuran bahan pengisi manitol dan laktosa dilakukan menggunakan metode Simplex Lattice Design. Kelebihan metode Simplex Lattice Design adalah model optimasi yang relatif sederhana. Formula optimum ditentukan berdasarkan perhitungan nilai respon total dan kemudian dilakukan pembuatan tablet dengan formula optimum. Tablet formula optimum tersebut nantinya akan dievaluasi untuk melihat hubungan antara teori dan percobaan.
3
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh kombinasi laktosa-manitol terhadap sifat fisik tablet kunyah loratadin yang dihasilkan? 2. Pada proporsi berapakah laktosa-manitol menghasilkan formula yang optimum dalam formulasi tablet kunyah loratadin dengan menggunakan metode Simplex Lattice Design?
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh kombinasi laktosa-manitol sebagai bahan pengisi terhadap sifat fisik tablet kunyah loratadin. 2. Memperoleh formula optimum tablet kunyah loratadin dengan menggunakan metode Simplex Lattice Design.
D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai formulasi tablet kunyah loratadin yang optimum apabila dibuat dengan metode granulasi basah. 2. Dapat membantu meningkatkan acceptability bagi pasien yang sukar menelan obat.
4
E. Tinjauan Pustaka
1. Tablet Kunyah Tablet kunyah adalah tablet yang dimaksudkan untuk hancur perlahan-lahan dalam mulut dengan kecepatan yang wajar, dengan ataupun tanpa mengunyah sesungguhnya. Karakteristik tablet kunyah memiliki bentuk yang halus setelah hancur, mempunyai rasa yang enak dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak. Manitol merupakan alkohol heksa hidrat yang berbentuk kristal putih memiliki sifat-sifat yang diinginkan sebagai pembawa pada tablet kunyah dan digunakan secara luas sebagai bahan pembantu dalam pembuatan tablet kunyah (Ansel, 1985). Tablet kunyah umumnya digunakan dalam formulasi tablet untuk anak, terutama formulasi multivitamin, antasida, dan antibiotika tertentu. Tablet kunyah dibuat dengan cara dikempa, umumnya menggunakan manitol, sorbitol, atau sukrosa sebagai bahan pengikat dan pengisi, mengandung bahan pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan penampilan dan rasa. Untuk mengempa tablet, dikenal beberapa metode, antara lain granulasi basah, granulasi kering dan kempa langsung. Granulasi basah umumnya digunakan untuk bahan-bahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang kurang baik. Keuntungan tablet kunyah jika dibandingkan dengan bentuk sediaan padat oral lainnya meliputi ketersediaan hayati yang lebih baik, melewati proses disintegrasi, memberikan kenyamanan bagi pasien dengan meniadakan kebutuhan
5
air minum untuk menelan, dapat digunakan sebagai bentuk sediaan cair jika diperlukan permulaan kerja obat (onset) yang cepat, dan meningkatkan penerimaan pasien terutama anak-anak karena cita rasa yang menyenangkan serta memiliki keunikan produk dari sudut pandang pemasaran (Siregar dan Wikarsa, 2010). Pertimbangan akseptabilitas yang paling penting untuk tablet kunyah ialah rasa sediaan tersebut karena anak-anak cenderung peka dalam memilih rasa. Sifatsifat organoleptik seperti cita rasa, aroma, raba mulut dan pascaefek merupakan perhatian utama pada tablet kunyah. Produk juga harus memiliki karakteristik aliran, kompresibilitas, dan stabilitas yang dapat diterima. Pada umumnya, jika jumlah zat aktif per tablet yang diperlukan lebih kecil dan rasa zat aktif tidak terlalu pahit, tugas formulator untuk mencapai formulasi yang dapat diterima menjadi lebih mudah karena tersedia sejumlah besar formulasi pilihan. Sebaliknya, zat aktif dengan rasa yang sangat pahit dan/atau dosis tinggi sulit untuk diformulasi menjadi tablet kunyah (Siregar dan Wikarsa, 2010).
2. Granulasi Basah Granulasi basah adalah proses dimana suatau cairan ditambahkan pada serbuk di dalam sebuah bejana yang dilengkapi pengaduk yang akan menghasilkan aglomerat atau granul. Dalam granulasi basah, daya ikat bahan pengikat umumnya cukup untuk mengikat dalam penambahan yang sedikit (Bandelin, 1980). Metode granulasi basah merupakan metode yang paling sering digunakan dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah–langkah yang diperlukan dalam
6
pembuatan tablet dengan metode granulasi basah dibagi menjadi penimbangan dan pencampuran bahan-bahan, pembuatan granulasi basah, pengayakan adonan menjadi granul, pengeringan, pengayakan kering, pencampuran bahan pelicin dan pembuatan tablet menjadi kompresi (Ansel, 1985). Granul dibentuk dengan jalan mengikat serbuk dengan suatu perekat sebagai pengganti pengompakan. Teknik ini membutuhkan larutan, suspensi, atau bubur yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk, namun demikian, bahan pengikat itu dapat dimasukkan kering ke dalam campuran serbuk dan cairan dapat ditambahkan sendiri. Penambahan bahan pengikat pada proses granulasi basah dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dapat ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesi bagi tablet yang dicetak langsung (Banker dan Anderson, 1986). Cara penambahan dalam bentuk kering kurang efektif karena ada kemungkinan bahan pengikat yang tidak terkena pelarut sehingga cara pertama lebih disenangi karena seluruh bahan pengikat telah terlarut sehingga penghomogenannya menjadi lebih mudah. Bahan pengikat pada proses granulasi basah akan membentuk jembatan cair antar partikel. Jembatan cair terbentuk melalui daya adhesi antar pengikat dan partikel sehingga partikel/serbuk berikatan membentuk granul. Terbentuknya granul dapat memperbaiki kemampuan alir campuran selama proses pembuatan tablet kunyah. Selain untuk meningkatkan sifat alir granul, proses granulasi dalam manufaktur tablet juga bertujuan untuk:
7
1. Meningkatkan karakteristik pengempaan dan kekuatan kohesif tablet 2. Mencegah terjadinya pemisahan karena begitu campuran homogen tercapai partikel yang sudah lengket tidak akan memisah lagi 3. Mengurangi pembentukan debu (Agoes, 2012).
3. Bahan Tambahan Pada dasarnya tablet kunyah dibuat dengan cara yang sama pada pembuatan tablet pada umumnya, seperti halnya tablet kempa maka dalam pembuatan tablet kunyah juga diperlukan bahan tambahan, antara lain: a. Bahan Pengisi Bahan pengisi diperlukan bila dosis obat tidak cukup untuk membuat bulk. Pengisi dapat juga ditambah karena alasan kedua yaitu memperbaiki daya kohesi dan sifat alir bahan aktif yang sulit dikempa. Bahan pengisi harus memenuhi beberapa kriteria diantaranya harus non-toksik dan dapat memenuhi peraturanperaturan negara di mana produk akan dipasarkan, harganya harus cukup murah, tidak boleh saling berkontraindikasi dalam tiap bagian dari populasi, secara fisiologis harus inert, harus stabil secara fisik dan kimia baik dalam kombinasi dengan berbagai obat atau komponen tablet lain, harus bebas dari segala jenis mikroba, harus color compatible, serta tidak boleh mengganggu bioavailabilitas obat (Banker dan Anderson, 1986).
8
b. Bahan Pengikat Bahan pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan selama granulasi basah untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesi bagi tablet yang dicetak langsung. Gelatin suatu protein alam kadang-kadang digunakan bersama-sama dengan akasia. Gelatin lebih konsisten daripada kedua gum alam, lebih mudah dipersiapkan dalam bentuk larutan, dan tablet yang terbentuk kerasnya sama dengan bila memakai akasia atau tragakan (Banker dan Anderson, 1986). c. Bahan Pelicin Bahan pelicin terdiri dari glidan dan lubrikan, dimana keduanya memiliki fungsi tumpang tindih. Glidan biasa ditambahkan pada formulasi tablet untuk meningkatkan sifat alir granul dengan cara mengurangi gesekan di antara partikelpartikel. Sedangkan lubrikan berfungsi untuk mencegah adhesi granul pada permukaan punch atau dinding die, mengurangi gesekan antar partikel, serta mengurangi gesekan antara dinding tablet dengan dinding die pada saat tablet ditekan ke luar (Mahato, 2007)
4.
Pemeriksaan Sifat Fisik Granul Hal-hal yang menyebabkan tablet menjadi bentuk sediaan yang popular
adalah kekompakan, stabilitas kimia dan terutama ditentukan oleh kualitas granulasinya. Pada dasarnya tiap bahan yang akan dibuat tablet harus memiliki 2 karakteristik yaitu kemampuan mengalir dan dapat dicetak. Karena itu bahan tablet harus dalam bentuk fisik yang membuatnya dapat mengalir sempurna dan seragam.
9
Bentuk fisik yang ideal maksudnya adalah bulatan, karena dengan bentuk ini kontak antara permukaan bahan serta kontak dengan dinding mesin paling minim. Karena itu granulasi adalah proses yang bertujuan untuk meningkatkan aliran serbuk dengan jalan membentuknya menjadi bulatan-bulatan atau agregat-agregat dalam bentuk beraturan yang disebut granul. Banyak
sekali
variabel-variabel
formulasi
dan
proses
yang
dapat
mempengaruhi langkah-langkah pada pembuatan granul, semua variabel-variabel tersebut dapat mempengaruhi karakter granul yang dihasilkan. Karena itu perlu dilakukan pemeriksaan terhadap karakter granul. Pemeriksaan yang umumnya dilakukan meliputi: a. Kecepatan Alir Sifat alir material yang akan dikempa sangat penting karena berhubungan dengan keseragaman pengisian ruang cetakan (die) yang akan mempengaruhi keseragaman bobot tablet dan akhirnya akan mempengaruhi keseragaman zat aktif. Sifat alir dipengaruhi oleh gaya yang bekerja antara partikel-partikel padat, antara lain gaya gesekan/friksi. Gaya tegangan permukaan, gaya mekanik yang disebabkan oleh saling menguncinya partikel yang bentuknya tidak teratur, gaya elektrostatik dan gaya kohesi atau Van Der Waals (Indriani, 2009). Kecepatan alir granul berpengaruh pada keseragaman pengisian ruang kompresi dan keseragaman bobot tablet (Sheth dkk., 1980). Ada 2 parameter untuk melakukan pengukuran kecepatan alir, yaitu waktu yang diperlukan oleh suatu
10
bobot tertentu granul untuk melewati corong dan jumlah granul yang mengalir dalam suatu waktu tertentu (Voigt, 1984).
5.
Pemeriksaan Sifat Fisik Tablet Kontrol kualitas terhadap tablet yang dihasilkan mutlak harus dilakukan, hal
ini terkait dengan kualitas yang diharapkan. Kontrol-kontrol itu antara lain: a. Uji Keseragaman Bobot Bobot tablet adalah jumlah seluruh komponen yang terkandung dalam tablet. Besarnya ditentukan berdasarkan banyaknya tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata yang masih diperbolehkan, menurut sifat yang telah ditentukan. Masingmasing formula ditimbang 20 tablet dan dihitung bobot rata-ratanya, kemudian ditimbang satu per satu. Tablet dengan bobot rata-rata lebih dari 300 mg tidak boleh ada dua tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari 5% dan tidak boleh ada satupun tablet yang bobotnya menyimpang dari 10% (Anonim, 1979). b. Uji Kekerasan Kekerasan merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan tablet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Uji kekerasan tablet dilakukan dengan meletakkan tablet pada hardness tester dengan posisi vertikal. Sekrup di putar pada ujung yang lain sehingga tablet tertekan yang dinyatakan sebagai keadaan awal dengan skala pada skala nol (0). Pemutaran dihentikan sampai tablet pecah dan diperhatikan skalanya. Percobaan dilakukan untuk masing-masing
11
6 tablet dan dihitung putarannya (Voigt, 1984). Kekerasan tablet kunyah kira-kira 3 kg (Parrott, 1970). Kekerasan tablet yang dibuat dengan metode granulasi basah dipengaruhi oleh ikatan yang terjadi antar partikel setelah tablet mengalami pengempaan (Rawlins, 1977). c. Uji Kerapuhan Kerapuhan tablet merupakan tolak ukur ketahanan tablet terhadap abrasi permukaan selama penanganan dan pengemasan. Biasanya dikehendaki nilai friabilitas sebesar 1% atau kurang untuk tablet konvensional, sedangkan untuk tablet kunyah nilai friabilitas sampai 4% dapat diterima. Uji friabilitas dilakukan menggunakan friabilator Roche atau modifikasinya (Siregar dan Wikarsa, 2010). Rumus untuk menghitung persentase kerapuhan dapat dilihat pada persamaan (1). Kerapuhan =
x 100%....................................................(1)
Keterangan : M1= bobot tablet rata-rata awal M2= bobot tablet setelah dibebas debukan d. Uji Tanggap Rasa Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah dan memberikan residu yang enak dalam rongga mulut serta tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak, sehingga rasa merupakan faktor yang penting. Uji tanggap rasa dilakukan untuk menguji cita rasa tablet kunyah. Hal ini penting dilakukan karena berhubungan
12
langsung dengan acceptability terhadap konsumen. Respon rasa dikelompokkan dari tingkat rasa sangat manis, manis dan kurang manis. e. Uji Keseragaman Kandungan Untuk menjamin konsistensi satuan sediaan, masing-masing satuan dalam bets harus mempunyai kandungan zat aktif dalam rentang sempit yang mendekati kadar yang tertera pada etiket dan untuk menentukan apakah kandungan masingmasing terletak dalam batasan yang ditentukan. Keseragaman kandungan dihitung dari nilai penerimaan, dengan persyaratan nilai penerimaan maksimum yang diperbolehkan tidak lebih dari 15% (Anonim, 2014). 6.
Simplex Lattice Design (SLD) Optimasi adalah suatu metode atau desain eksperimental untuk memudahkan
dalam penyusunan dan interpretasi data secara matematis. Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mendapatkan optimasi formula. Salah satunya adalah metode Simplex Lattice Design. Metode ini cocok untuk prosedur optimasi formula dimana jumlah total dari bahan yang berbeda adalah konstan. Pelaksanaan metode Simplex Lattice Design yaitu dengan mempersiapkan formulasi yang bervariasi terdiri dari kombinasi bahan tambahan (Bolton dan Bon, 2004). Contoh persamaan yang digunakan untuk 2 komponen dapat dilihat pada persamaan (2). Y = a ( A ) + b ( B ) + ab ( A )( B ) …………………………………….… (2) Keterangan: Y = Respon ( hasil percobaan ) A, B = kadar komponen dimana ( A ) + ( B ) = 1
13
a, b, ab = koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan Untuk penerapan 2 komponen atau faktor perlu dilakukan 3 percobaan yaitu percobaan yang menggunakan 100% A, 100% B dan campuran 50% A dan 50% B. Hasil persamaan dari percobaan merupakan suatu persamaan empiris yang sekiranya dapat menggambarkan pola respon dalam suatu ruang simplex (Bolton dan Bon, 2004).
7.
Monografi Bahan
a. Loratadin Loratadin memiliki rumus molekul C22H23ClN2O2 dengan berat molekul (BM) 382,88 g/mol dan digunakan sebagai obat anti-rhinitis alergi dengan mekanisme antagonis reseptor histamin H1. Loratadin berbentuk serbuk berwarna putih tulang dan tidak larut dalam air, tetapi mudah larut dalam alkohol, aseton dan kloroform. Loratadin merupakan antihistamin trisiklik dan merupakan derivat azatadin, tetapi pHnya lebih kecil dan lebih polar dibanding senyawa induknya sehingga distribusi dalam SSP kecil. Efek samping loratadin tidak memperlihatkan efek sedatif yang secara klinis bermakna pada pemberian dosis 10 mg. Efek samping yang sering dilaporkan rasa kecapaian, sakit kepala, mulut kering, jantung berdebar, gangguan pencernaan seperti mual dan muntah. Studi penelitian klinis terkontrol efek samping loratadin sebanding dengan plasebo, dimana loratadin tidak memperlihatkan sifat sedatif atau antikolinergik yang secara klinis bermakna (Tjay dan Rahardja, 2007). Struktur kimia loratadin dapat dilihat pada Gambar 1.
14
H3C O
O
N
N
Cl
Gambar 1. Struktur Kimia Loratadin (Sweetman, 2009)
b. Manitol Manitol memiliki nama kimia D-manitol, merupakan alkohol hexahydric yang terikat pada mannose dan merupakan isomer dari sorbitol dengan rumus struktur C6H14O6 dan bobot molekul sebesar 182,17 g/mol. Manitol memiliki pemerian berupa kristal putih, tidak berbau, free flowing, terasa manis seperti glukosa, setengah manis dari sukrosa dan menimbulkan efek dingin di dalam mulut. Dalam bidang farmasi manitol biasa digunakan bahan pengisi, plasticizer, pemanis dan agen tonisitas. Manitol biasanya memerlukan glidan dan lubrikan dalam jumlah yang lebih besar (sekitar 3-6 kali lebih besar) daripada bahan pengisi yang lain agar tablet dikempa lebih mudah, hal ini disebabkan sifat alirnya yang kurang baik. Manitol juga dapat menghasilkan tablet dengan rentang kekerasan yang lebar (Baley dkk., 1980). Manitol dalam bentuk serbuk halus biasa digunakan dalam pembuatan tablet dengan metode granulasi basah untuk memperbaiki sifat alir dan
15
kompresibilitasnya (Peters, 1980). Jika digunakan sebagai bahan pengisi tablet, konsentrasi yang biasa digunakan adalah 10-90% b/b (Armstrong, 2009). Manitol memiliki rasa semanis gula dengan rasa dingin dan di mulut terasa dinginnya sebagai hasil dari panas yang ditimbulkan oleh larutannya dan juga kelarutan yang sedang di dalam air. Manitol merupakan bahan yang tidak higroskopis juga membuatnya sebagai bahan pembawa yang ideal tahan kelembaban (Ansel, 1985). Manitol dipilih sebagai bahan pengisi terutama jika rasa tablet merupakan faktor yang krusial seperti pada sediaan tablet kunyah (Bandelin, 1980). Struktur kimia manitol dapat dilihat pada Gambar 2.
OH
OH OH
HO OH
OH
Gambar 2. Struktur Kimia Manitol (Armstrong, 2009)
c. α - Laktosa Monohidrat Laktosa berupa serbuk atau massa hablur, keras, putih atau putih krem, tidak berbau, rasa sedikit manis stabil di udara, tetapi mudah menyerap bau. Laktosa mudah (dan pelan-pelan) larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform serta dalam eter. Formulasi tablet dengan laktosa umumnya menunjukkan kecepatan pelepasan
16
obat yang baik, mudah dikeringkan dan tidak memberikan variasi kekerasan tablet dalam pengempaan. Laktosa sering digunakan sebagai eksipien utama dalam formulasi tablet dengan bahan obat yang kelarutannya rendah, karena laktosa bersifat mudah larut (Edge dkk., 2009). Konsentrasi laktosa sebagai pengisi adalah 65-85 %. Struktur kimia laktosa dapat dilihat pada Gambar 3.
OH OH
HO
OH
OH O
O O
OH OH
HO
Gambar 3. Struktur Kimia Laktosa (Edge dkk., 2009)
d. Gelatin Gelatin merupakan suatu zat yang dihasilkan dari hidrolisis sebagian kolagen yang diperoleh dari kulit, jaringan ikat putih dan tulang binatang. Dalam perdagangan didapat gelatin dalam bentuk serbuk halus, serbuk kasar, serpihanserpihan atau lembaran-lembaran. Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, akan tetapi akan mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila disimpan dalam larutan berair (Podczeck, 2009).
17
Konsentrasi gelatin yang digunakan sebagai bahan pengikat dalam pembuatan tablet adalah 5-10% (Parikh, 1997). e. Talk Talk adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang mengandung sedikit aluminium silikat. Pemberian serbuk sangat halus, putih atau putih kelabu. Berkilat, mudah melekat pada kulit dan bebas dari butiran. Tidak larut dalam hampir semua pelarut. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Talk berfungsi sebagai anticaking agent, glidan, pengisi dan lubrikan (Kibbe, 2009). Talk yang digunakan untuk glidan biasanya dengan konsentrasi 1-5%. f. Mg stearat Magnesium stearat mengandung tidak kurang dari 6,5% dan tidak lebih dari 8,5% MgO dihitung terhadap zat yang dikeringkan. Pemerian mg stearat berupa serbuk halus, putih dan mudah melekat di kulit. Magnesium stearat berfungsi sebagai lubrikan. Magnesium stearat umumnya digunakan pada konsentrasi 0,25%-5,0% b/b, tetapi apabila dikombinasikan maka kombinasinya tidak boleh lebih dari 5% karena sifatnya yang hidrofob (Allen dan Luner, 2009). g. Aspartam Aspartam adalah dipeptida metil ester yang terdiri dari 2 asam amino, yaitu fenilalanin dan asam aspartat. Aspartam biasa digunakan sebagai pemanis dalam produk. Aspartam berupa bubuk, berwarna putih krem, hampir tidak berbau dan memiliki rasa sangat manis. Aspartam stabil pada kondisi kering, sedangkan pada lingkungan lembab, aspartam dapat terdegradasi menjadi L-aspartil-L-fenilamin
18
dan
3-benzil-6-karboksimetil-2,5-diketopiperazin
yang
memiliki
tingkat
kemanisan lebih rendah. Stabilitas aspartam pada larutan dapat ditingkatkan dengan adanya siklodekstrin dan dengan penambahan polietilen glikol 400 (Cram, 2009). h. Perasa Vanila Vanila
memiliki
nama
kimia
4-Hydroxy-3-methoxybenzaldehyde
dan
memiliki warna putih kekuningan serta bau dan rasa yang khas. Vanila juga merupakan flavouring agent yang biasa ditambahkan pada makanan atau sediaan obat seperti tablet atau sirup untuk menutupi rasa yang kurang menyenangkan seperti pada tablet kafein. Vanila juga diketahui memiliki sifat antifungal dan sebagai photostabilizer pada larutan injeksi furosemida 1% b/v dan haloperidol 0,5% b/v. Vanila maksimal diberikan dengan jumlah 10 mg/kg BB. (Weller, 2009). Vanila digemari oleh anak-anak sampai remaja dan biasa digunakan untuk formulasi sediaan yang ditujukan memiliki rasa manis (Daruwala, 1980).
F. Landasan Teori Loratadin merupakan obat yang kerap digunakan untuk pengobatan rhinitis alergi. Keuntungan tablet kunyah jika dibandingkan dengan bentuk sediaan padat oral lainnya meliputi ketersediaan hayati yang lebih baik, melewati proses disintegrasi dan dapat memberikan kenyamanan bagi pasien dengan meniadakan kebutuhan air minum untuk menelan, serta meningkatkan penerimaan pasien
19
(terutama anak-anak) karena cita rasa yang menyenangkan (Siregar dan Wikarsa, 2010). Pada penelitian ini, digunakan kombinasi bahan pengisi manitol dan laktosa. Manitol dapat memberikan rasa manis dan sensasi dingin di mulut sehingga dapat memperbaiki rasa sediaan. Manitol juga bersifat tidak higroskopis sehingga mudah dikeringkan dan dalam keadaan meleleh mampu melarutkan atau mendispersikan sejumlah bahan aktif dan bahan pembantu lainnya (Armstong, 2009). Pada penelitian ini digunakan juga bahan pengisi laktosa. Laktosa merupakan pengisi yang paling luas digunakan dalam formulasi sediaan tablet. Bentuk hidrat biasanya digunakan dalam sistem granulasi basah dan granulasi kering. Laktosa merupakan eksipien yang baik digunakan dalam tablet yang mengandung zat aktif berkonsentrasi kecil karena mudah melakukan pencampuran yang homogen. Umumnya formulasi memakai laktosa menunjukan laju pelepasan obat yang baik, granulnya cepat kering dan waktu hancurnya tidak terlalu peka terhadap perubahan pada kekerasan tablet (Edge dkk., 2009). Salah satu metode yang dapat digunakan untuk membuat tablet kunyah adalah metode granulasi basah. Dalam proses granulasi basah, zat berkhasiat, pengisi dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 50°C. Proses pengeringan diperlukan oleh seluruh cara granulasi basah untuk menghilangkan pelarut yang dipakai pada
20
pembentukan gumpalan dan untuk mengurangi kelembaban sampai pada tingkat yang optimum. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin tablet (Banker dan Anderson, 1986). Kombinasi manitol dan laktosa sebagai pengisi juga akan membantu menghasilkan parameter tanggap rasa (raba mulut maupun pascaefek) yang baik, yang merupakan salah satu pertimbangan penting dalam formulasi tablet kunyah. Untuk mengetahui kombinasi yang memberikan sifat fisik formula optimum dilakukan pendekatan Simplex Lattice Design. Selanjutnya akan diperoleh formula yang optimum sehingga diperoleh tablet kunyah loratadin dengan kualitas yang diharapkan.
G. Hipotesis 1.
Kombinasi bahan pengisi manitol dan laktosa dapat memberikan pengaruh terhadap sifat fisik tablet kunyah loratadin.
2.
Kombinasi manitol dan laktosa pada proporsi tertentu dapat menghasilkan formula optimum tablet kunyah loratadin dengan menggunakan Simplex Lattice Design.