BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Obat racikan merupakan salah satu komponen pelayanan kefarmasian yang diperlukan untuk memberikan atau menyediakan obat sesuai kondisi tertentu yang dialami pasien. Di Indonesia, peresepan obat racikan oleh dokter sangat sering dilakukan dengan alasan antara lain, dapat menyesuaikan dosis dengan berat badan anak, biaya yang relatif lebih murah, tidak menimbulkan kekhawatiran pasien bila komponen obat terlalu banyak, dan kebiasaan (Setiabudy, 2011). Ada beberapa masalah yang dapat ditimbulkan karena peresepan obat racikan untuk anak antara lain adanya over dose atau under dose, penggunaan formula yang tidak sesuai diberikan untuk anak, memilih senyawa yang tidak tepat, serta ada obatobat tertentu yang dapat mengalami penurunan stabilitas (Wiedyaningsih, 2013). Selain itu masalah-masalah lain yang ditimbulkan dari peresepan racikan adalah adanya faktor kesalahan tenaga peracik, peningkatan toksisitas, waktu penyediaan yang lebih lama, efektifitas berkurang karena sebagian obat menempel pada mortir, blender, atau pembungkus obat, kurang higienis, serta dapat menimbulkan pencemaran kronis di bagian farmasi (Setiabudy, 2011).
Obat racikan untuk pediatri merupakan suatu kondisi khusus yang penanganannya harus sangat mempertimbangkan faktor keamanan dan kesesuaian pilihan obat, karena sistem imun pada pediatri yang belum sempurna sehingga berisiko terjadi efek samping yang tidak diinginkan. Namun dalam kenyataannya, masih terjadi peresepan yang tidak rasional. Faktor keamanan dan kesesuaian pilihan obat tidak menjadi hal yang selalu diperhatikan, pemberian obat hanya didasarkan pada jumlah keluhan pasien, semakin banyak keluhan semakin banyak obat yang diterima tanpa melihat manfaat serta risikonya (Suryawati, 2009). Di Indonesia, kegiatan penyiapan obat racikan yang mengandung tiga sampai empat obat yang dijadikan satu adalah hal biasa dalam pengobatan pada pediatri sehingga harus menelan obat yang pahit dalam dosis yang tidak sama tergantung tenaga peracik membagi obat. Secara farmakologi pediatri merupakan kelompok yang mempunyai kebutuhan sendiri dalam pengobatan dan bukan miniatur orang dewasa sehingga perlu tersedia formulasi obat yang tepat (Gitajali, 2011). Sejauh ini pengobatan untuk pediatri lebih didasarkan pada pengobatan untuk dewasa, karena keterbatasan informasi tentang obat dan terapetika pediatri. Peresepan yang rasional untuk pediatri perlu dilakukan agar memberikan efek terapetik yang maksimal.
Masalah-masalah
peresepen
pada
pediatri
dapat
menimbulkan
ketidakrasionalan peresepan, antara lain kesalahan pemilihan jenis obat dan perhitungan dosis, serta kesalahan menentukan frekuensi dan durasi pemakaian obat (Farmasi Klinik UGM, 2008). Oleh karena itu penggunaan obat racikan sebagai
2
sarana untuk mempermudah peracikan dapat menjadi potensi besar ke arah peresepan yang tidak rasional. Peresepan yang tidak rasional dapat mengakibatkan antara lain, berkurangnya kualitas pengobatan dari yang diharapkan, kenaikan mortalitas dan morbiditas pasien, mengurangi bioavailibilitas obat, serta meningkatkan Adverse Drug Reaction (ADR) dan resistensi obat (WHO, 1994). Rumah Sakit
merupakan tempat
pelayanan kesehatan yang dalam
kesehariannya melakukan kontak langsung dengan pasien. Oleh sebab itu suatu rumah sakit harus dapat memenuhi segala sesuatu yang diperlukan pasien, khususnya menyediakan segala keperluan yang dibutuhkan untuk peracikan obat untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Rumah Sakit yang dijadikan tempat penelitian ini adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Iskak Tulungagung. Alasan pemilihan Rumah Sakit tersebut karena merupakan Rumah Sakit pusat di Kabupaten Tulungagung dan belum pernah dilakukan penelitian tentang pola peresepan, struktur pelayanan dan prosedur pembuatan obat racik untuk pasien pediatri sebelumnya. Berdasarkan hal-hal tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana pola peresepan, struktur pelayanan, dan prosedur pembuatan obat racikan pada pediatri. Sehingga diharapkan dapat memperoleh hasil yang bisa dijadikan masukan dan bahan evaluasi untuk meningkatkan kualitas praktek pengobatan yang rasional di masyarakat, khususnya di RSUD Dr. Iskak Tulungagung.
3
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat diambil rumusan masalah yaitu: 1. Bagaimana pola peresepan racikan untuk pediatri di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Iskak Tulungagung? 2.
Bagaimana struktur pelayanan resep racikan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Iskak Tulungagung ditinjau dari personel peracik obat, fasilitas, kebersihan, peralatan, dokumentasi dan sumber informasi yang tersedia di RSUD Dr. Iskak Tulungagung? C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui pola peresepan racikan untuk pediatri di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Iskak Tulungagung.
2.
Mengetahui gambaran struktur pelayanan resep racikan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Iskak Tulungagung ditinjau dari personel peracik obat, fasilitas, kebersihan, peralatan, dokumentasi dan sumber informasi yang tersedia di RSUD Dr. Iskak Tulungagung.
4
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Memberikan data pola peresepan racikan untuk pediatri dan struktur pelayanan resep racikan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Iskak Tulungagung. 2. Membantu peneliti untuk lebih memahami bagaimana pola peresepan racikan yang rasional, prosedur penyiapan obat racikan, dan struktur pelayanan resep racikan. 3. Menjadi bahan evaluasi dan referensi untuk mendapatkan pola peresepan racikan, prosedur pembuatan obat racikan, serta struktur pelayanan resep racikan yang lebih baik.
E. TINJAUAN PUSTAKA
1. Peresepan a.
Definisi resep Menurut
keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat kepada pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Prinsip peresepan obat yang rasional adalah adanya elemenelemen esensial untuk pengobatan yang efektif, aman, dan ekonomis (Joenoes, 2001).
5
b. Penulisan Resep Dalam resep harus memuat: nama dokter, nomor Surat Izin Praktek dokter alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan dokter, nama pasien alamat, umur, berat badan, nama obat, dosis, jumlah yang diminta, dan aturan pakai (Anonim, 2004). Dalam resep harus memuat : 1. Nama, alamat dan nomor ijin praktik dokter, dokter gigi dan dokter hewan. 2. Tanggal penulisan resep (inscriptio). 3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio). 4. Aturan pakai obat (signature). 5. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan perundangundangan yang berlaku (subscriptio). 6. Jenis hewan, nama dan alamat pemilik untuk resep dokter hewan. 7. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal (Anonim, 2004). c. Pelayanan Resep Obat Cara apoteker memproses suatu resep merupakan hal penting dalam rangka pemenuhan tanggung jawab profesional mereka. Apoteker harus melakukan skrining resep yang meliputi:
6
1). Persyaratan administratif yaitu: nama, nomor Surat Izin Praktek dan alamat dokter, tanggal penulisan resep, paraf dokter penulis resep, nama, alamat umur, jenis kelamin, berat badan pasien, nama obat, dosis, dan jumlah yang diminta, dan cara pemakaian yang jelas. 2).
Kesesuaian
farmasetis
yaitu:
bentuk
sediaan,
dosis,
stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. 3). Pertimbangan klinis: efek samping, alergi, interaksi dan kesesuaian dosis (Anonim, 2004). 2. Obat Racikan Obat racikan (compounding medicine) adalah obat yang dibentuk dengan mencampur bahan-bahan aktif serta mengubah suatu bentuk sediaan menjadi bentuk sediaan lain. Di Indonesia sendiri bentuk racikan terutama dalam bentuk padat (pulveres) dan cair (beberapa obat yang dicampur dalam sirup). Peracikan merupakan serangkaian kegiatan penyiapan, penimbangan, pencampuran, pengemasan serta pemberian etiket. Dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku untuk menciptakan suatu obat racik yang sesuai dengan kondisi khusus individu pasien dalam menanggapi pesanan dari dokter praktek yang sudah berlisensi. Peracikan bukan merupakan pencampuran produk komersial berdasarkan instruksi industri farmasi yang membuatnya (Mullarkey, 2009). Beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan peresepan obat racikan diantaranya karakteristik pasien, dokter, ketersediaan volume obat, 7
dan sebagainya. Penting untuk mengetahui apakah alasan dokter memberikan keputusan untuk meresepkan obat racikan sebagai kontrol pelayanan kesehatan (Wiedyaningsih, 2013). Peracikan sudah menjadi bagian dari pelayanan kesehatan sejak apoteker secara tradisional meracik obat untuk menyesuaikan dengan kondisi pasien. Food Drug Administration (FDA) menyatakan bahwa peracikan resep adalah etis dan legal sepanjang diresepkan oleh dokter yang berlisensi untuk pasien tertentu atau dalam jumlah yang tertentu dan diracik oleh apoteker yang berlisensi (Pegues, 2006). Peracikan merupakan bagian penting dari praktek farmasi, sehingga diperlukan suatu pedoman untuk mengahasilkan sediaan yang aman dan tepat. Pedoman ini digunakan oleh apoteker atau tenaga kefarmasian untuk persiapan dan pembuatan sediaan obat racikan. Apoteker atau tenaga kefarmasian diharapkan dapat memenuhi peraturan sebagai berikut (Anonim, 2006a) : a.
Mempunyai pengetahuan dan ahli dalam bidang peracikan obat.
b.
Mempunyai izin untuk melakukan peracikan obat.
c.
Memelihara peralatan yang digunakan dalam peracikan obat.
d.
Menggunakan prosedur dalam peracikan obat.
e.
Tepat dan benar dalam penulisan etiket.
8
f.
Menggunakan pengemas yang tepat untuk sediaan obat racikan.
g.
Penyimpanan sediaan obat racikan ditempat yang aman dan kebersihan.
h.
Melakukan dokumentasi untuk menjamin sediaan obat racikan. Perlu suatu lembaga yang membuat standar untuk memastikan kualitas
suatu produk racikan untuk menjamin peracikan yang baik (Allen, 2003). Kerjasama yang baik antara apotek yang meracik obat, serta dokter penulis resep dengan apoteker merupakan bagian untuk meningkatkan kualitas racikan (Wiedyaningsih, 2013). 3. Macam-macam Bentuk Sediaan Obat dan Rute Pemberian a. Bentuk Sediaan Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, macam - macam sediaan umum adalah sebagai berikut (Anonim, 1995) : 1) Aerosol adalah sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat aktif terapeutik yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sediaan ini digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit dan juga untuk pemakaian lokal pada hidung ( aerosol nasal ), mulut ( aerosol lingual ) atau paru - paru ( aerosol inhalasi) (Anonim, 1995). Istilah aerosol tersebut digunakan untuk sediaan semprot pada suatu sistem dengan tekanan tinggi. Ukuran partikel harus dikontrol ketat, dengan ukuran partikel harus lebih kecil dari 10 µm (Anonim, 1995).
9
2) Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Digunakan untuk pemakaian oral. Cangkang yang digunakan untuk kapsul pada umumnya terbuat dari bahan gelatin, tetapi ada bahan-bahan lain yang bisa digunakan seperti pati atau bahan lain yang sesuai. Terdapat ukuran-ukuran cangkang kapsul dengan urutan ukuran nomor (5) sebagai ukuran paling kecil, sampai nomor (000) yang merupakan ukuran terbesar (Anonim, 1995). 3) Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa menurut cara pembuatannya. Pembuatan tablet cetak dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan kekuatan yang rendah ke dalam suatu tempat cetakan. Sedangkan tablet kempa dibuat dengan cara memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (Anonim, 1995). 4) Krim adalah sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini digunakan untuk sediaan setengah padat yang mengandung suatu bahan atau lebih yang larut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Anonim, 1995). 5) Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil (Anonim, 1995). 6) Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang 10
sesuai, kemudian sebagian besar pelarut diuapkan. Massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat baku yang ditetapkan. Ekstak cair merupakan sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol sebagai pelarut atau pengawetnya (Anonim, 1995). 7) Gel (Jeli) adalah sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar , terpenetrasi oleh suatu cairan (Anonim, 1995). 8) Imunoserum adalah sediaan yang mengandung immunoglobulin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian (Anonim, 1995). 9) Implan atau pelet, adalah sediaan dengan massa padat steril berukuran kecil, berisi obat dengan kemurnian tinggi (dengan atau tanpa eksipien), dibuat dengan cara pengempaan atau pencetakan. Implan atau pelet dimaksudkan untuk ditanam di dalam tubuh (biasanya secara sub kutan) dengan tujuan untuk memperoleh pelepasan obat secara berkesinambungan dalam jangka waktu lama (Anonim, 1995). 10) Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900 selama 15 menit (Anonim, 1995). 11) Inhalasi, adalah sediaan obat atau larutan atau suspensi terdiri atas satu atau lebih bahan obat yang diberikan melalui saluran napas hidung atau mulut untuk memperoleh efek lokal atau sistemik (Anonim, 1995). 12) Injeksi adalah sediaan steril untuk kegunaaan parenteral, yaitu di bawah atau menembus kulit atau selaput lendir (Anonim, 1995). 11
13) Irigasi larutan steril yang digunakan untuk mencuci atau membersihkan luka terbuka atau rongga - rongga tubuh, penggunaan adalah secara topikal (Anonim, 1995). 14) Lozenges atau tablet hisap adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis, yang dapat membuat tablet melarut atau hancur perlahan dalam mulut (Anonim, 1995). 15) Sediaan obat mata : a) Salep mata, adalah salep steril yang digunakan pada mata. b)
Larutan obat mata, adalah larutan steril, bebas partikel asing,
merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata (Anonim, 1995). 16) Pasta adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal (Anonim, 1995). 17) Plester adalah bahan yang digunakan untuk pemakaian luar terbuat dari bahan yang dapat melekat pada kulit dan menempel pada pembalut (Anonim, 1995). 18) Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, berupa serbuk yang dibagi – bagi (pulveres) atau serbuk yang tak terbagi (pulvis) (Anonim, 1995).
12
19) Supositoria, adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rectal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh (Anonim, 1995). 20) Solutio atau larutan, adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut. Terbagi atas (Anonim, 1995): a) Larutan oral, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk pemberian oral. Termasuk ke dalam larutan oral ini adalah : i. Syrup, Larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain kadar tinggi ii. Elixir, adalah larutan oral yang mengandung etanol sebagai pelarut. b) Larutan topikal, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk penggunaan topical paad kulit atau mukosa. c) Larutan otik, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk penggunaan dalam telinga d) Larutan optalmik, adalah sediaan cair yang digunakan pada mata. e) Spirit adalah larutan mengandung etanol atau hidro alkohol dari zat yang mudah menguap, umumnya merupakan larutan tunggal atau campuran bahan. f) Tingtur adalah larutan mengandung etanol atau hidro alkohol di buat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia (Anonim, 1995).
13
b.
Rute Pemberian Obat Rute pemberian obat turut menentukan cepat lambatnya dan lengkap
tidaknya absorbsi obat oleh tubuh. Pemberian bentuk sediaan obat terdiri dari 2 macam yaitu untuk pemakain luar dan untuk pemakaian dalam tergantung dari efek yang diinginkan. Penggunaan dalam (efek sistemis) dengan cara oral yaitu penggunaan obat melalui mulut, tenggorokan, dan masuk ke perut. Sedangkan untuk tujuan lokal biasanya digunakan secara topikal yaitu melalui pemakain luar (Siswandono, 1995). 1) Efek Sistemis a) Oral diberikan melalui mulut, tenggorokan, masuk ke perut b) Oromukosal diberikan melalui mukosa di rongga mulut. ada dua macam cara yaitu :
c)
i.
Sublingual
: Obat ditaruh di bawah lidah.
ii.
Bucal
: Obat diletakkan diantara pipi dan gusi
Injeksi, adalah pemberian obat secara parenteral menembus kulit atau selaput lendir.
d)
Implantasi, Obat dalam bentuk pellet steril dimasukkan di bawah kulit dengan alat khusus (trocar), digunakan untuk efek yang lama.
e)
Rektal pemberian obat melalui rectal atau dubur. Cara ini memiliki efek sistemik lebih cepat dan lebih besar dibandingkan peroral dan baik sekali digunakan untuk obat yang mudah dirusak asam lambung.
14
f) Transdermal cara pemakaian melalui permukaan kulit berupa plester, obat menyerap
secara perlahan dan kontinue masuk ke dalam
system peredaran darah, langsung ke jantung (Siswandono, 1995). 2) Efek Lokal (pemakaian setempat) a) Kulit (percutan), obat diberikan dengan jalan mengoleskan pada permukaan kulit, bentuk obat salep, cream dan lotio. b) Inhalasi, Obat disemprotkan untuk disedot melalui hidung atau mulut dan penyerapan dapat terjadi pada selaput mulut, ternggorokkan dan pernafasan. c) Mukosa Mata dan telinga, Obat ini diberikan melalui selaput / mukosa mata atau telinga, bentuknya obat tetes atau salep, obat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan efek. d) Intra vaginal, obat diberikan melalui selaput lendir mukosa vagina, biasanya berupa obat antifungi dan pencegah kehamilan. e) Intra nasal, Obat ini diberikan melalui selaput lendir hidung untuk menciutkan selaput mukosa hidung yang membengkak, contohnya Otrivin (Siswandono, 1995).
15
4. Pediatri Pediatri berasal dari kata Paedes=anak dan Iztrica=pengobatan. Pediatri adalah suatu ilmu pengobatan pengobatan anak, tidak hanya mengobati anak tetapi juga mencakup hal-hal yang lebih luas (Aslam, 2003).Merawat pasien anak memerlukan pengetahuan dan ketrampilan khusus. Anak belum mempunyai kematangan psikologis untuk respon terhadap penyakit maupun perawatannya. Tubuhnya yang masih dalam tahap tumbuh mempunyai ukuran yang lebih kecil daripada dewasa dapat mengakibatkan kesalahan dalam pengobatan dan mempertinggi risiko terjadinya komplikasi (Anonim, 2008).Penyakit banyak menyebabkan kematian pada anak-anak di bawah umur 5 tahun terutama pada negara dengan perkapita yang rendah dan terbatas karena sulitnya mendapat akses fasilitas kesehatan (Hoppu dkk., 2009). The Pediatric Association membagi waktu perkembangan biologis masa anak-anak untuk menentukan dosis obat. Pembagian tersebut adalah:
a.
a) Neonatus
: awal kelahiran sampai usia 1 bulan
b) Bayi
: 1 bulan sampai 2 tahun
c) Anak
: 2 sampai 12 tahun
d) Remaja
: 12 sampai 18 tahun (Aslam dkk., 2003)
Terapi Pada Pediatri Pada usia pediatri, kondisi fisiologis masih belum sempurna. Faktor fisiologis pada anak dapat merubah farmakokinetik obat-obat, sehingga harus
16
membutuhkan pertimbangan terapi yang benar (Novyanti, 2006). Pertimbanganpertimbangan yang perlu diperhatikan anatara lain adalah faktor-faktor farmakokinetik obat yaitu absorsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi. 1) Absorbsi ialah proses penyerapan obat dari tempat pemberian ke sirkulasi sistemik, yang tergantung pada cara pemberian dan sifat fisiko kimia obat (Gunawan, 2007). 2) Distribusi adalah proses dimana obat disebarkan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi sistemik yang dipengaruhi antara lain oleh massa jaringan, kandungan lemak, aliran darah, permeabilitas membrane dan ikatan protein (Gunawan, 2007). 3) Metabolisme adalah suatu reaksi kimia yang terlibat dalam pengaturan kehidupan sel dan organisme. Metabolisme dikatalisis oleh suatu enzim. Pada proses ini, hati merupakan organ terpenting. Perbandingan relative volume hati terhadap berat badan menurun seiring dengan bertambahnya usia (Gunawan, 2007). 4) Eliminasi Filtrasi glomerular dan sekresi tubular berkurang pada saat kelahiran, perubahan laju filtrasi glomerulur yang paling signifikan adalah selama seminggu pertama kelahiran. Fungi ginjal akan meningkat bertahap selama 1-2 tahun pertama kehidupan (Gunawan, 2007).
17
Dalam perhitungan dosis untuk pediatri dikenal beberapa rumus sebagai berikut (Katzung, 2004) : a. Berdasarkan Berat Badan Dosis anak =
x berat badan pasien
b. Berdasarkan luas permukaan tubuh/ body surface area Dosis anak =
x dosis dewasa
c. Berdasarkan Berat Badan (Clark) Dosis anak =
x dosis dewasa
Atau Dosis anak =
x dosis dewasa
d. Rumus Young Dosis anak =
x dosis dewasa
e. Rumus Cowling Dosis anak =
x dosis dewasa
f. Rumus Bastedo Dosis anak =
x dosis dewasa
g. Rumus Dilling Dosis anak =
x dosis dewasa
18
h. Rumus Fried untuk bayi Dosis anak =
x dosis dewasa
Perhitungan dosis yang sering digunakan adalah perhitungan dosis berdasarkan berat badan. Keberhasilan terapi dengan obat sangat bergantung pada rancangan aturan dosis. Aturan dosis yang tepat dirancang untuk mencapai konsentrasi optimum obat pada reseptor, sehingga mencapai terapetik yang optimal (Shargel dkk., 2005). Penilaian dari segi terapetik dan toksisitas harus selalu dipertimbangkan dalam pengobatan untuk pediatri. Konsentrasi obat dalam darah harus tepat sesuai dengan kondisi fisiologis spesifik pediatri, tidak melebihi dosis terapetik karena dapat menyebabkan toksisitas yang membahayakan pasien (Joenoes, 2001). 5. Pelayanan Farmasi Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan farmasi berorientasi kepada pelayanan pasien, dan penyediaan obat-obat yang bermutu dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Pelayanan kefarmasian dalam hal memberikan perlindungan terhadap pasien berfungsi antara lain (Anonim, 2004) : a. Menyediakan informasi tentang obat-obatan kepada tenaga kesehatan lainnya
19
b. Mendapatkan rekam medis untuk digunakan pemilihan obat yang tepat. c. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan d. Melakukan konseling berkaitan dengan pengobatan kepada pasien maupun keluarga pasien e. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan f. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, skrining resep merupakan suatu kegiatan pokok pelayanan kefarmasian yang didalamnya memuat seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat jalan ataupun rawat inap. a. Persyaratan administrasi meliputi nama pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, berat badan pasien, nama dokter, nomor ijin dokter, paraf dokter, tanggal resep, dan unit asal resep. b. Persyaratan farmasi meliputi: bentuk sediaan, kekuatan sediaan, dosis obat, jumlah obat, stabilitas, ketersediaan, aturan penggunaan, cara penggunaan, tenik penggunaan.
20
c. Persyaratan klinis, meliputi : ketepatan indikasi, waktu penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi, interaksi, efek samping obat, kontra indikasi, efek aditif (Anonim, 2004). Instalasi Farmasi merupakan suatu unit / bagian di rumah sakit yang dipimpin oleh seorang apoteker dan dan dibantu beberapa apoteker yang memenuhi
syarat
perundang-undangan
yang
berlaku,
sebagai
tempat
penyelenggaraan semua kegiatan pelayanan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Instalasi Farmasi bertugas melakukan pengelolaan obat dan pelayanan langsung kepada pasien, sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit, baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. (Siregar, 2004) Menurut SK Menkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004 fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah sebagai tempat pengelolaan perbekalan farmasi serta memberikan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan 6. Rumah Sakit a. Definisi Rumah Sakit Menurut undang undang Nomer 44 tahun 2009 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang
21
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat derajat kesehatan yang setinggi tingginya. Rumah sakit menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (Anonim, 2009a). b. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit 1) penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit 2) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis 3) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan 4) penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Anonim, 2009a).
22
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat terbagi dua, yaitu: a) Rumah Sakit Umum Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. b) Rumah Sakit Khusus Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit. Klasifikasi Rumah Sakit Umum berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan terbagi menjadi: a) Rumah Sakit Kelas A Rumah Sakit Kelas A adalah rumah sakit yang harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medis Spesialistik Dasar, 5 (lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medis Spesialis Lain, dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis.
23
b) Rumah Sakit Kelas B Rumah Sakit Kelas B adalah rumah sakit yang harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medis Spesialis dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Sub Spesialis Dasar. c) Rumah Sakit Kelas C Rumah Sakit Kelas C adalah rumah sakit yang harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. d) Rumah Sakit Kelas D Rumah Sakit Kelas D adalah rumah sakit yang harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medic paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar (Anonim, 2010c). Rumah Sakit dapat dipandang sebagai suatu struktur organisasi yang menggabungkan bersama-sama semua profesi kesehatan, fasilitas diagnostik, alat dan perbekalan serta fasilitas fisik ke dalam suatu system terkoordinasi untuk penghantaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Rumah Sakit dianggap sebagai suatu lembaga yang giat memperluas layanannya kepada penderita dimanapun lokasinya (Siregar, 2004).
24
F. KETERANGAN EMPIRIS Penelitian ini bersifat deskriptif yang memaparkan objek atau keadaan yang terjadi di lapangan. Pada penelitian ini diharapkan dapat memperoleh datadata pola peresepan periode tahun 2012 meliputi jumlah R/ racikan dan non racikan, jumlah pasien yang menerima resep racikan, bentuk sediaan racikan yang paling sering diresepkan dan bagaimana prosedur pembuatannya. Penelitian ini juga dilakukan untuk memperoleh gambaran struktur pelayanan resep racikan yang ditinjau dari personel peracik obat, fasilitas, kebersihan, peralatan, dokumentasi dan sumber informasi yang tersedia di RSUD Dr. Iskak Tulungagung.
25