BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hepatitis sistemik
yang
karena
infeksi
menyerang
virus
hepar.
merupakan
Penyebab
penyakit
paling
banyak
dari hepatitis akut yang berhubungan dengan virus pada anak-anak dan dewasa adalah salah satu dari agen berikut; virus hepatitis A (hepatitis infeksius), virus hepatitis B (hepatitis serum), virus hepatitis C (penyebab paling sering
hepatitis
pada
pasca
transfusi),
atau
virus
hepatitis E (transmisi secara enterik). Virus hepatitis menyebabkan gejala seperti
inflamasi
klinis mual
seperti dan
akut
pada
demam,
muntah,
dan
hepar,
simtom
menghasilkan
gastrointestinal
jaundice
(Brooks
et
al.
2010). Infeksi hepatitis B tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi yang bervariasi di setiap negara, diperkirakan sebanyak 400 juta orang terinfeksi virus hepatitis B. Di Amerika,
diperkirakan
hepatitis
B
dan
1,25
300.000
juta
kasus
orang
baru
terinfeksi
terjadi
setiap
tahunnya. Sekitar 300 pasien meninggal karena hepatitis fulminant akut, dan 5% hingga 10% pasien yang terinfeksi
2
berkembang menjadi pembawa (karier) hepatitis B kronis. Sebanyak
4.000
orang
meninggal
setiap
tahun
akibat
hepatitis B-related cirrhosis, dan 1.000 orang meninggal karena Hepatocellular Carcinoma (HCC). Indonesia termasuk ke
dalam
negara
dengan
prevalensi
tinggi
infeksi
hepatitis B (>8% dari jumlah penduduk) (Ray & Ryan 2010). Virus hepatitis B merupakan virus blood-borne yang ditransmisikan melalui kulit dan paparan mukosa. Antigen HBsAg
dapat
terdeteksi
di
saliva,
produk
nasofaring,
semen, cairan menstruasi, secret vagina, dan tentu nya darah (Brooks et al. 2010). Kelompok
yang
berisiko
tinggi
terhadap
penularan
virus hepatitis B di antaranya penyalahguna obat-obatan parenteral, petugas kesehatan, pasien transfusi berulang, pasien transplantasi organ, pasien dan staf hemodialisis, orang yang sering berganti-ganti pasangan, dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan hepatitis B. Seseorang bisa terinfeksi
virus
hepatitis
B
melalui
jarum
suntik,
syringe, atau pisau bedah yang tidak disterilkan dengan benar, bahkan pada saat pembuatan tato atau pemasangan anting (Brooks et al. 2010).
3
Petugas spesialis
kesehatan
bedah
(dokter
mulut,
ahli
bedah
dan
patologi,
dokter dokter
gigi umum,
perawat, teknisi laboratorium, dan petugas bank darah) memiliki
insidensi
prevalensi
untuk
terinfeksi
terdeteksi
virus
HBsAg
atau
hepatitis anti-HBs
dan lebih
tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak berhubungan langsung dengan pasien atau produk darah (Brooks et al. 2010). Vaksin virus hepatitis B telah ditemukan sejak tahun 1982. Pemberian profilaksis sebelum paparan, yang dikenal dengan vaksin hepatitis B, sekarang direkomendasikan oleh World
Health
Control
and
Organization Prevention,
(WHO), dan
Centers
Advisory
for
Disease
Committee
on
Immunization Practices untuk orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok berisiko (Ray & Ryan 2010). Vaksinasi hepatitis B direkomendasikan bagi seluruh petugas kesehatan yang memiliki peluang untuk terpapar darah atau cairan tubuh manusia. Para petugas kesehatan kebanyakan tidak mendapatkan pengujian terhadap anti-HBs pasca vaksinasi (Chaves et al. 2012). Ada
empat
faktor
utama
yang
menyebabkan
ketidakpekaan terhadap vaksin, yaitu usia, Indeks Massa
4
Tubuh
(IMT)
atau
obesitas,
laki-laki,
dan
merokok
(Bekker, Gray & Young 2013).
B. Perumusah Masalah Berdasarkan
pemaparan
latar
belakang
di
atas,
infeksi virus hepatitis B terjadi pada 400 juta populasi dunia
dan
Indonesia
memiliki
prevalensi
hepatitis
B,
kelompok virus
yaitu
orang
hepatitis
termasuk tinggi
>8%
yang B,
ke
terhadap
jumlah
beresiko salah
dalam
infeksi
penduduk. tinggi
satunya
negara
Ada
untuk
adalah
yang virus
beberapa
terinfeksi
para
petugas
kesehatan di rumah sakit. Meskipun
telah
dilaksanakan
program
vaksinasi
khususnya bagi para petugas kesehatan, akan tetapi kerap tidak dilakukan pengujian terhadap titer anti-HBs pasca vaksinasi. Oleh karena itu, evaluasi terhadap keefektifan vaksinasi
hepatitis
B
pada
petugas
kesehatan
yang
sebelumnya telah mendapatkan vaksin hepatitis B penting untuk
dilakukan.
vaksinasi
hepatitis
Penelitian B
pada
mengenai
petugas
RSUP
keefektifan Dr.
Sardjito
dengan melihat titer anti-HBs serta hubungannya dengan
5
jenis
kelamin,
usia,
dan
IMT,
belum
pernah
dilakukan
sebelumnya.
C. Pertanyaan Penelitian 1. Berapa proporsi petugas kesehatan RSUP Dr. Sardjito yang
memiliki
titer
anti-HBs
≥10
IU/L
setelah
mendapatkan vaksinasi hepatitis B? 2. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan titer anti-HBs petugas kesehatan RSUP Dr. Sardjito? 3. Apakah ada hubungan antara usia dengan titer anti-HBs petugas kesehatan RSUP Dr. Sardjito? 4. Apakah ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan
titer
anti-HBs
petugas
kesehatan
RSUP
Dr.
Sardjito?
D. Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Mengevaluasi
dan
mengetahui
hasil
dari
program
vaksinasi hepatitis B terhadap petugas kesehatan RSUP Dr. Sardjito pada tahun 2013 dan mendapatkan gambaran tentang manajemen
yang
selanjutnya
hasil evaluasi tersebut.
akan
dilakukan
berdasarkan
6
Tujuan khusus: 1. Mengetahui
proporsi
petugas
kesehatan
RSUP
Dr.
Sardjito yang memiliki titer anti-HBs ≥10 IU/L setelah mendapatkan vaksinasi hepatitis B. 2. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan titer anti-HBs petugas kesehatan RSUP Dr. Sardjito. 3. Mengetahui hubungan antara usia terhadap titer antiHBs petugas kesehatan RSUP Dr. Sardjito 4. Mengetahui hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap
titer
anti-HBs
petugas
kesehatan
RSUP
Dr.
Sardjito.
E. Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian
sebelumnya
yang
berkaitan
dengan penelitian ini antara lain: 1. Immune Response to Hepatitis B Vaccine in Group of Health Care Workers in Sri Lanka. (Abeykoon, Chathuranga & Noordeen 2013) Kesimpulan: terdapat 80,1% dari 342 petugas kesehatan yang
memiliki
perempuan
titer
memiliki
dibandingkan
dengan
anti-HBs
respon
imun
laki-laki
≥10 yang (p<
IU/L.
Subjek
lebih
tinggi
0,05).
Letak
7
perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel yang diteliti
yaitu
penelitian
jenis
Abeykoon,
kelamin,
usia,
Chathuranga
&
dan
IMT.
Noordeen
Pada
(2013),
variabel yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, dan durasi pemberian vaksin. 2. Immune Response to Hepatitis B Vaccine in Health-Care Workers. (Alavian et al. 2011) Kesimpulan: terdapat 68,2% dari 129 petugas kesehatan di
rumah
anti-HBs
sakit ≥10
Frizugar,
IU/L.
Tidak
Iran ada
yang
memiliki
hubungan
antara
titer jenis
kelamin dan usia dengan titer anti-HBs, tetapi petugas kesehatan
yang
mendapatkan
serial
vaksin
lengkap
memiliki titer anti-HBs yang tinggi (p< 0,05). Letak perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel yang diteliti
yaitu
penelitian
jenis
Alavian
kelamin,
et
al.
usia,
(2011),
dan
IMT.
Pada
variabel
yang
diteliti adalah usia, jenis kelamin, dan kelengkapan serial vaksinasi. 3. Immune
Response
and
Immunologic
Memory
in
Personnel Vaccinated with Hepatitis B Vaccine. (Baltadzhiev et al. 2011)
Medical
8
Kesimpulan: terdapat 92,8% dari 165 petugas kesehatan di rumah sakit St. George, Plovdiv yang memiliki titer anti-HBs kelamin,
≥10
IU/L.
usia,
Tidak
ada
kegemukan,
hubungan
merokok,
antara dan
jenis
penyakit
penyerta. Letak perbedaan dengan penelitian ini adalah hanya meneliti variabel jenis kelamin, usia, dan IMT.
F. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan informasi dan evaluasi untuk RSUP Dr. Sardjito
mengenai
hasil
dari
pemberian
vaksin
hepatitis B kepada petugas kesehatan. 2. Sebagai informasi bagi para petugas kesehatan RSUP Dr. Sardjito yang memiliki titer anti-HBs di bawah 10 IU/L sehingga bisa mendapatkan tindak lanjut segera. 3. Sebagai wahana bagi peneliti untuk mengamalkan ilmu, menambah
pengalaman,
wawasan,
dan
pengetahuan
khususnya mengenai efektivitas vaksinasi Hepatitis B yang
dilakukan
Sardjito.
pada
petugas
kesehatan
RSUP
Dr.