BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Oral Health (WHO) pada tahun 2003 menyatakan Global Goals for Oral Health 2020 yaitu meminimalkan dampak dari penyakit mulut dan kraniofasial dengan menekankan pada upaya promotif dan mengurangi dampak penyakit sistemik yang bermanifestasi di rongga mulut dengan diagnosa dini, pencegahan dan manajemen yang efektif untuk penyakit sistemik. Pembangunan kesehatan diselenggarakan berdasarkan perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan perhatian khusus pada kelompok rentan, antara lain ibu, bayi, anak, lanjut usia (lansia), dan keluarga miskin (Kemenkes, 2012). Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 250 juta jiwa (Republika, 2013). Penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 24 juta jiwa, merupakan nomor empat terbesar di dunia yang belum terlalu mendapat perhatian (Haryono, 2012). WHO (1999, sit., Ma’rifatul, 2011) menggolongkan lansia berdasarkan usia kronologis yaitu : pra lansia (middle age) berusia 45 – 59 tahun, lansia (elderly) berusia 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) berusia 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) berusia di atas 90 tahun. Constantinides (1994, sit., Darmojo dan Martono, 2011) menyatakan proses penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan
kemampuan
jaringan 1
untuk
memperbaiki
diri,
mempertahankan struktur, mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses penuaan menimbulkan berbagai masalah, baik secara fisik biologis, mental, spiritual dan psikososial, hal ini akan menimbulkan masalah kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup lansia antara lain terjadinya perubahan status kesehatan lansia (Maryam, dkk., 2008). Perubahan yang terjadi pada jaringan rongga mulut ialah rahang, jaringan penyangga gigi, mukosa mulut, lidah, kelenjar saliva, dan bahkan jaringan gigi. Pada bibir, mukosa mulut dan lidah terjadi atropi. Mukosa nampak tipis dan mengkilat dan hilangnya lapisan yang menutupi sel berkeratin, menyebabkan rentan terhadap iritasi mekanik, kimia dan bakteri (Darmojo dan Martono, 2011). Skevington dkk., (2004) menyatakan kualitas hidup pada lansia dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status kesehatan mulut. Studi di negara maju menunjukkan bahwa gangguan mulut merupakan kelainan bersifat kronik yang sering dijumpai pada lansia seperti karies, kehilangan gigi dan penyakit periodontal. Gejala dari penyakit mulut dapat berupa rasa sakit, infeksi dan terganggunya fungsi mengunyah, yang dapat menurunkan kualitas hidup lansia. Penyakit periodontal merupakan penyakit pada jaringan pendukung gigi meliputi jaringan gingiva, tulang alveolar, sementum dan ligamen periodontal. Penyakit periodontal secara sederhana dibagi atas gingivitis dan periodontitis. Pada gingivitis, perubahan peradangan dan imunologi hanya terjadi pada jaringan gingiva, sedangkan pada periodontitis perubahan ini meluas sampai ke jaringan yang lebih dalam pada periodontium. Penyakit periodontal dapat menjadi 2
penyebab umum dari tanggalnya gigi pada populasi dewasa (Smith dan Seymour, 2006). Penyebab utama penyakit periodontal adalah mikroorganisme yang berkolonisasi di permukaan gigi (plak bakteri dan produk-produk yang dihasilkannya). Selain penyebab utama, terdapat faktor-faktor risiko terjadinya perubahan pada jaringan periodontal antara lain : faktor lokal, faktor sistemik, genetik, riwayat penyakit periodontal yang lalu, penuaan, lingkungan, dan perilaku, yang termasuk faktor lingkungan misalnya status sosial ekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, sedangkan yang termasuk perilaku antara lain penggunaan tembakau, oral hygiene buruk, dan perawatan gigi tidak teratur (Vernino, 2005; Rees, 2005; Axelsson, 2002). Hasil studi epidemiologi menunjukkan bahwa oral hygiene buruk, pendidikan rendah, kebiasaan merokok, tidak memeriksakan gigi mempunyai pengaruh terhadap peningkatan penyakit periodontal pada lansia (Petersen dan Yamamoto, 2005). Penelitian Axelsson dkk., (2004) pada kelompok usia 51 – 65 tahun, menunjukkan sebesar 75% keadaan jaringan periodontalnya sehat, karena melakukan perawatan pencegahan selama 30 tahun. Hambatan utama lansia dalam perilaku terhadap kesehatan gigi berasal dari diri lansia yang mempunyai persepsi bahwa hilangnya gigi merupakan hal yang alami (Lestari, dkk., 2005). Spackman dan Bauer (2006) menyatakan bahwa lansia yang mempertahankan perawatan diri secara optimal tidak mudah terkena periodontitis. Penelitian Sriyono (1995) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku lansia dengan status kesehatan gigi dan mulut (banyaknya gigi yang hilang, kebersihan mulut serta keparahan gingivitis). 3
Penelitian Damanik dan Silalahi (2011) menyatakan tingkat pendidikan tidak mempengaruhi status kesehatan periodontal. Penyakit karies dan jaringan periodontal merupakan penyakit yang mempunyai prevalensi tinggi di masyarakat (Kemenkes, 2012). Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007, menunjukkan prevalensi penyakit gigi dan mulut di Indonesia adalah 23,9%. Prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut pada kelompok umur 45 – 54 tahun sebesar 31,1%. Masyarakat Indonesia umumnya menggosok gigi setiap hari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebesar 90,7%, sedangkan masyarakat yang menggosok gigi setiap hari sesudah makan pagi hanya 12,6% dan sebelum tidur malam hanya 28,7%. Data ini menunjukkan bahwa perilaku pelihara diri masyarakat Indonesia dalam menjaga kesehatan mulut masih rendah (Depkes, R.I., 2008). Kota Tasikmalaya terdiri dari 10 kecamatan yaitu : Kecamatan Indihiang, Cipedes, Mangkubumi, Kawalu, Cibeureum, Tawang, Cihideung, Tamansari, Purbaratu, dan Bungursari memiliki luas wilayah 183,85 km2 dengan jumlah penduduk 646.216 jiwa, jumlah lansia 55.440 jiwa dan pra lansia 103.673 jiwa (Pemkot Tasikmalaya, 2012). Fasilitas dan sarana pelayanan kesehatan di Kota Tasikmalaya terdiri dari 20 puskesmas, 1 Rumah Sakit Umum Daerah dan 12 Rumah Sakit Swasta (Dinkes Kota Tasikmalaya, 2011). Secara geografis Kota Tasikmalaya berada pada ketinggian 325 – 375 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar (75%) penggunaan lahan didominasi oleh kegiatan sektor pertanian (Pemkot Tasikmalaya, 2012). Masyarakatnya sebagian besar bersuku sunda, dengan budayanya yaitu kegemaran makan jenis lalap-lalapan karena kehidupannya yang menyatu dengan alam. Lalap-lalapan 4
merupakan makanan berserat selain baik untuk kesehatan tubuh juga baik untuk kesehatan gigi dan mulut. Makanan berserat secara fisiologis akan meningkatkan intensitas pengunyahan dan meningkatkan produksi saliva yang dapat membantu membilas gigi dari partikel-partikel yang melekat pada gigi dan melarutkan komponen gula dari sisa makanan, oleh karenanya dianggap memegang peranan penting dalam menjaga kebersihan mulut. Masyarakat Kota Tasikmalaya pada kenyataannya masih banyak yang mengalami penyakit periodontal, khususnya masyarakat di Kecamatan Indihiang. Jumlah penduduk dan data penyakit jaringan periodontal pada pasien yang berkunjung ke Puskesmas di Kota Tasikmalaya tahun 2011 dan 2012 disajikan pada tabel 1 berikut ini : Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Penyakit Periodontal pada Pasien yang Berkunjung ke Puskesmas di Kota Tasikmalaya Tahun 2011&2012 NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kecamatan
Cibeureum Purbaratu Tamansari Kawalu Mangkubumi Indihiang Bungursari Cipedes Cihideung Tawang
Jumlah Penduduk Tahun 2011 61.241 38.130 63.073 84.930 85.193 47.625 45.554 74.952 71.526 63.132
Penyakit Periodontal JumReLah rata 37 0,001 213 0,005 190 0,003 229 0,002 213 0,002 287 0,006 129 0,002 438 0,005 276 0,003 635 0,010
Jumlah Penduduk Tahun 2012 62.041 38.648 64.449 86.581 86.713 48.468 46.568 76.219 72.664 63.385
Penyakit Periodontal JumRelah rata 498 0,009 209 0,006 742 0,012 857 0,010 343 0,004 715 0,015 477 0,010 1074 0,014 1080 0,014 1455 0,022
Sumber Dinkes Kota Tasikmalaya (2012) dan (2013) : Laporan Program Kesehatan Gigi & Mulut Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Tahun 2011 & 2012 Berdasarkan laporan pada tabel 1, pada tahun 2011 di Kecamatan Indihiang rerata 6 pasien dari 1000 penduduk mengalami penyakit periodontal, sedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 15 orang, data ini menunjukkan angka tertinggi ke 2. 5
Kecamatan Indihiang memiliki penduduk 48.468 jiwa, terdiri dari 6 kelurahan, yaitu : Kelurahan Indihiang, Sirnagalih, Sukamaju Kaler, Sukamaju Kidul, Panyingkiran, dan Parakannyasag serta memiliki 9 Posbinaan Terpadu (Posbindu) dengan jumlah sasaran lansia 3.582 jiwa dan pra lansia 6.814 jiwa. Posbindu merupakan pusat kegiatan masyarakat dalam upaya kesehatan pada pra lansia dan lansia yang bertujuan memberi dorongan dalam bidang kesehatan secara optimal (Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2011). Hasil tanya jawab penulis pada bulan Desember 2011 dengan petugas kesehatan gigi Puskesmas Indihiang, pembinaan dan pelayanan kesehatan gigi di Posbindu Kecamatan Indihiang belum pernah dilakukan. Penulis dengan dibantu petugas kesehatan gigi pada tanggal 7 April 2012 telah melakukan pemeriksaan awal terhadap pra lansia berjumlah 30 orang, bertempat di Posbindu Sukamaju Kidul dan Sukamaju Kaler, dengan hasil yang diperoleh sebagai berikut : rerata status kebersihan gigi dan mulut adalah 2,49 (kriteria sedang), yang mempunyai pengalaman karies
≥ 5 gigi sebanyak 80%, dan yang mengalami gingivitis
sebanyak 70%. Sebagian besar (73,33%) telah kehilangan gigi ≥ 4 gigi, 26,67% kehilangan gigi ≤ 2 gigi, dan tidak memakai gigi tiruan sebanyak 76,9%. Wawancara terhadap 15 orang pra lansia, menunjukkan pengetahuan dalam memelihara kebersihan gigi dan mulut masih kurang, perilaku menyikat gigi rerata 2 kali sehari pada waktu mandi pagi dan mandi sore, yang mempunyai keluhan pada gigi sebagian besar (66,6%) mencari pengobatan sendiri dengan membeli obat di warung.
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : apakah pendidikan, pengetahuan, persepsi, sikap, dan perilaku terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut berhubungan dengan status kesehatan periodontal
pra lansia
di Posbindu Kecamatan Indihiang Kota
Tasikmalaya? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pendidikan, pengetahuan tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut, persepsi terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut, sikap terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut, dan perilaku terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut dengan status kesehatan periodontal pra lansia di Posbindu Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dengan status kesehatan periodontal pra lansia di Posbindu Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya. b. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut dengan status kesehatan periodontal pra lansia di Posbindu Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya. c. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut dengan status kesehatan periodontal pra lansia di Posbindu Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya. 7
d. Untuk mengetahui hubungan antara sikap terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut dengan status kesehatan periodontal pra lansia di Posbindu Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya. e. Untuk mengetahui hubungan antara perilaku terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut dengan status kesehatan periodontal pra lansia di Posbindu Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya. D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Puskesmas Indihiang dan Institusi Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Tasikmalaya dalam perencanaan program pembinaan dan asuhan keperawatan gigi dan mulut lansia. 2. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan antara pendidikan, pengetahuan, persepsi, sikap, dan perilaku terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut dengan status kesehatan periodontal pra lansia. E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis, penelitian tentang hubungan antara pendidikan, pengetahuan, persepsi, sikap, dan perilaku terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut dengan status kesehatan periodontal pra lansia di Posbindu Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian tentang lansia yang pernah dilakukan antara lain :
8
1. Sriyono (2005), meneliti hubungan antara usia, sikap, dan perilaku terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan status kesehatan gigi dan mulut lansia di Yogyakarta. Variabel bebasnya usia, sikap, dan perilaku terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, variabel terikatnya status kesehatan gigi dan mulut. 2. Kisworo (2011), meneliti tentang hubungan tingkat pengetahuan dengan kondisi penyakit periodontal pada buruh di PT. Basirih di Banjarmasin. Variabel bebasnya tingkat pengetahuan, variabel terikatnya kondisi jaringan periodontal. Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian survei analitik tentang “Hubungan antara pendidikan, pengetahuan, persepsi, sikap, dan perilaku terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut dengan status kesehatan periodontal pra lansia di Posbindu Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya“. Variabel bebas pada penelitian ini adalah pendidikan, pengetahuan, persepsi, sikap, dan perilaku terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut, sedangkan variabel terikatnya adalah status kesehatan periodontal pra lansia.
9