BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi Virus Hepatitis B (VHB) merupakan masalah kesehatan
global,
Sepertiga
dari
terutama
populasi
pada
dunia
daerah
atau
berkembang.
lebih
dari
dua
miliar orang telah terinfeksi VHB, dimana 360 juta jiwa mengalami
infeksi
hati
jangka
panjang
yang
biasa
disebut sebagai carrier (WHO, 2013). Dua pertiga dari penyandang carrier VHB tinggal di Asia Tenggara (Thedja et al., 2010). Utama et al. (2009) menyatakan bahwa Indonesia
memiliki
endemisitas
VHB
yang
tergolong
sedang hingga tinggi. Perjalanan VHB bervariasi, pasien dapat merasakan gejala ataupun tidak (Gomes et al., 2011). Konsekuensi dari VHB sendiri adalah sirosis dan dapat berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler (KHS). Pasien yang terinfeksi VHB dan mengalami sirosis hati memiliki kemungkinan besar untuk berkembang menjadi KHS (Chang et al., 1997). Di Asia Tenggara VHB merupakan penyebab
utama
hepatitis
kronis,
sirosis,
dan
KHS
(Thedja et al., 2010).
1
2
VHB di tularkan melalui darah dan secara seksual. Salah satu rute penularan melalui darah dapat terjadi pada proses transfusi. Penularan VHB paska transfusi masih terjadi walau insidensinya telah berkurang secara signifikan
setelah
skrining
HbsAg
pada
donor
darah
dikenalkan (Liu et al., 2010). Walau sebagian besar sepakat penularan VHB melalui transfusi disebabkan oleh VHB
pre-seroconversion,
masih
terdapat
kemungkinan
transmisi juga dapat berasal dari virus hepatitis B tersamar (Hollinger, 2008). Infeksi
hepatitis
B
tersamar
adalah
keadaan
ditemukannya DNA VHB walau uji HbsAg telah dinyatakan negatif (Said, 2010). Allain (2004) menyatakan infeksi hepatitis
B
tersamar
dapat
ditemukan
pada
beberapa
konteks klinis termasuk: (1) telah sembuh dari infeksi sebelumnya
dan
ditandai
dengan
adanya
antibodi
hepatitis B surface (anti-HBs); (2) hepatitis B kronis dengan
mutan
gena
permukaan
yang
lolos
dan
tidak
terdeteksi oleh assay yang ada; (3) karier kronis tanpa penanda infeksi VHB kecuali DNA VHB (dengan nama lain ”seronegative”);
(4)
yang
paling
sering
pada
daerah
endemis, tahap kronik karier dengan HbsAg yang terlalu rendah untuk dideteksi sehingga dikenali dari adanya anti-HBc
sebagai
penanda
serologis
satu-satunya.
3
Dikarenakan
karakteristik
tersamar
yang
demikian,
memiliki
standar
infeksi
virus
walaupun
pemeriksaan
hepatitis
Indonesia
pada
unit
B
telah
pelayanan
transfusi darah (UPTD) yang meliputi skrining HbsAg, VHC,
HIV,
dan
Sifilis
(PMI),
VHB
masih
dapat
di
transmisikan. Bahkan transmisi VHB merupakan transmisi virus
melalui
transfusi
yang
paling
sering
terjadi
(Said, 2011). Dalam kasus infeksi hepatitis B tersamar, adanya virus pada hati yang persisten dan dalam jangka waktu panjang dapat mencetus necro-inflammation yang bila terus berlanjut dapat berkontribusi pada progresi kerusakan hati kronis menuju sirosis (Said, 2011). VHB hingga
dapat H)
dibagi
yang
menjadi
delapan
penyebarannya
genotipe
beragam
(A
tergantung
daerahnya. Genotipe A paling banyak ditemukan di Eropa Utara,
Amerika
Utara,
India,
dan
Afrika,
sedangkan
genotipe B dan C lebih banyak ditemukan di Asia dan genotipe
D
lebih
sering
pada
Eropa
Selatan,
timur
tengah, dan India. Subgenotipe B3 merupakan subgenotipe yang paling sering ditemukan di Indonesia (Utama et al., 2009). Faktor viral hepatitis B seperti HbeAg, DNA VHB, genotipe VHB, mutasi basal core promoter dan mutasi precore,
baik
sendiri
maupun
dikombinasi,
memiliki
4
peran
utama
dalam
menentukan
perkembangan
penyakit
hepatitis B (Tong et al., 2006). Hepatitis B memiliki kemungkinan dibanding
mutasi
virus
sepuluh
hepatitis
kali yang
lipat
lain.
lebih
Mutasi
besar precore
merupakan varian escape mutant dari VHB yang ditemukan. Mutasi
precore
memproduksi HbeAg
mencegah
virion
adalah
yang
antigen
sintesis menular
dari
HbeAg
walau
(Balistreri,
protein
yang
tetap 2005).
bersirkulasi
dalam darah saat virus sedang aktif bereplikasi yang menunjukkan bahwa pasien infeksius dan dapat menularkan virusnya
ke
orang
lain
(Daniel,
2005).
Maka
bila
terjadi mutasi pada precore akan terjadi keadaan dimana tidak
akan
terdapat
indikator
walau
replikasi
virus
tetap terjadi. Namun demikian belum banyak penelitian yang fokus mengenai pada
infeksi
regio
hepatitis
precore
pada
B
tersamar pendonor
dengan
mutasi
darah
maupun
penelitian mengenai subgenotipe apa yang sering ditemui terutama di Yogyakarta, Indonesia. Oleh sebab itu masih terbuka
kesempatan
untuk
melaksanakan
penelitian
mengenai infeksi hepatitis B tersamar dengan mutasi di regio
precore
pendonor darah.
dan
subgenotipe
yang
ditemukan
pada
5
I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan
uraian
yang
pada
dirumuskan
latar
dalam
belakang,
penelitian
ini
adalah: 1.
Apakah
subgenotipe
pada
pendonor
darah
dengan
infeksi hepatitis B tersamar? 2.
Berapakah prevalensi hepatitis B tersamar dengan mutasi
pada
regio
precore
pada
pendonor
darah
dengan infeksi hepatitis B tersamar? 3.
Bagaimanakah
lokasi
nukleotida
pada
mutasi
di
regio precore pada pendonor darah dengan infeksi hepatitis B tersamar?
I.3. Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui subgenotipe pada pendonor darah dengan infeksi hepatitis B tersamar.
2.
Mengetahui prevalensi hepatitis B tersamar dengan mutasi
pada
regio
precore
pada
pendonor
darah
dengan infeksi hepatitis B tersamar. 3.
Mengetahui lokasi nukleotida pada mutasi di regio precore
pada
pendonor
hepatitis B tersamar.
darah
dengan
infeksi
6
I.4. Keaslian Penelitian Berikut ini merupakan penelitian mengenai Hepatitis B di Indonesia: 1. Utama
et
al.
(2009)
bertujuan
melakukan
penelitian
mengidentifikasi
genotipe/subgenotipe
VHB
dan
yang
prevalensi
mutasi
pada
regio
basal core promoter (BCP) di Makassar. 2. Thedja
et
al.
(2010)
melakukan
penelitian
yang
bertujuan mengevaluasi prevalensi infeksi hepatitis B
tersamar
di
pendonor
darah
pada
dua
kota
di
Indonesia, dan untuk mencari variasi genetik HBsAg dan pengaruhnya pada antigenesitas. Penelitian
kali
ini
berbeda
dengan
penelitian
sebelumnya. Penelitian ini memiliki tujuan mengetahui prevalensi regio
hepatitis
precore
B
pada
tersamar
pendonor
dengan
darah
mutasi
dengan
pada
infeksi
hepatitis B tersamar, sedangkan Thedja (2010) mencari variasi
genetik
HBsAg.
mencari
prevalensi
pendonor
darah
Selain
mutasi
dengan
di
infeksi
itu
penelitian
ini
precore
pada
regio hepatitis
B
tersamar,
tidak seperti Utama et al. (2009) yang mengambil sampel dari pendonor darah dengan HBsAg positif.
7
I.5. Manfaat Penelitian 1.
Memberikan
informasi
subgenotipe
pada
pendonor
darah dengan infeksi hepatitis B tersamar. 2.
Memberikan informasi mengenai prevalensi hepatitis B tersamar dengan mutasi pada regio precore pada pendonor
darah
dengan
infeksi
hepatitis
B
tersamar. 3.
Memberikan
informasi
mengenai
lokasi
nukleotida
pada mutasi di regio precore pada pendonor darah dengan infeksi hepatitis B tersamar. 4.
Sebagai
masukan
dalam
hal
penyempurnaan
metode
skrining di UPTD. 5.
Menambah
publikasi
epidemiologi, tersamar.
khususnya
bidang mengenai
virology Hepatitis
dan B