BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan potensi sumber daya alam pertambangan melimpah. Potensi alam, seperti batu bara, minyak, tembaga hingga emas tersebar hampir diseluruh kawasan kepulauan Indonesia. Kondisi ini menjadi daya tarik investor asing untuk berlomba-lomba menanamkan modalnya di Indonesia (sumber: http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/01/22/348517/ini-alasan-investor-asingtertarik-investasi-di-indonesia). Perusahaan besar, seperti Freeport-McMoran (FCX) pun menjadi salah satu dari investor asing tersebut. Usaha investasi dilakukan oleh Freeport-McMoran (FCX) melalui pendirian perusahaan afiliasi PT Freeport Indonesia di kabupaten Mimika, provinsi Papua. Setiap tahun, PT Freeport Indonesia mampu mengkontribusikan sejumlah pemasukan kepada kas negara dalam jumlah yang tidak sedikit. Empat tahun terakhir, terhitung sejak tahun 2011, sudah 487 juta triliun, jumlah dana yang diberikan oleh PT Freeport Indonesia kepada pemerintah (sumber:http://www.metrosiantar.com/2015/06/24/195296/pt-freeport-mohonkontrak-sampai-2041/). PT Freeport, di Indonesia, sudah berdiri sejak tahun 1967 atau kurang lebih selama 48 tahun, dengan aktivitas utama dari perusahaan, yaitu mengeksplorasi tambang dan pengolahan bijih tembaga, emas dan perak di tanah Papua. Kegiatan pengoperasian, dilakukan dibeberapa area kerja selama 24 jam penuh. Area kerja ini mencakup : Portsite, Kuala Kencana, MP68, Concentrating Mill, tambang bawah tanah (Underground) dan tambang terbuka (Grasberg). Lebih dari 30.000 tenaga
1
2
kerja, baik tenaga kerja Indonesia maupun asing menjadi sumber daya utama pengoperasian di seluruh area kerja yang menopang aktivitas pertambangan (sumber: http://ptfi.co.id/id/about). Jumlah ini, pada kenyataanya dirasakan masih belum sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Perusahaan masih membutuhkan 5.000 tenaga kerja tambahan
untuk
mencapai
kondisi
pengoperasian
yang
optimal
(sumber:
http://www.solopos.com/2015/02/15/kesempatan-kerja-freeport-indonesia-butuh-5000-karyawan-baru-577333). Besarnya kebutuhan PT Freeport Indonesia terhadap sumber daya manusia menggambarkan bahwa manusia memiliki peranan penting sebagai sumber daya utama perusahaan. Nilai penting manusia sebagai sumber daya utama penggerak perusahaan mendorong PT Freeport Indonesia untuk terus berupaya memenuhi kebutuhan seluruh karyawannya. Pemenuhan kebutuhan ini direalisasikan oleh perusahaan melalui penyediaan yang beragam dalam bentuk fasilitas, seperti pusat perbelanjaan, rumah sakit, restauran, pusat kebugaran hingga alat transportasi dan tempat tinggal. Tidak hanya itu saja, perusahaan pun memberikan kesempatan kepada karyawan untuk dapat membawa keluarga mereka di lingkungan perusahaan, baik itu untuk tujuan kunjungan keluarga yang sifatnya sementara ataupun ikut tinggal menetap secara permanen. Kesempatan karyawan untuk mengembangkan karir dan kemampuan juga diberikan oleh PT Freeport Indonesia secara terbuka kepada seluruh karyawannya, sebab keberhasilan suatu perusahaan untuk menduduki posisi teratas dan mendapatkan keunggulan yang kompetitif harus didukung oleh sumber daya manusia sebagai tenaga kerja yang berkualitas, terampil, siap pakai, dan terdidik guna meningkatkan kinerja perusahaan dengan cara mengembangkan sumber daya manusia diberbagai bidang. Kesempatan tersebut diberikan dalam bentuk pelatihan on-job
3
ataupun off-job, company business (Cobus) yang dapat dilaksanakan di dalam perusahaan ataupun di luar perusahaan. Perusahaan juga memberikan kesempatan lain kepada karyawannya untuk mendapatkan gelar pendidikan tambahan, melalui program kerja sama dengan instansi pendidikan dalam dan luar negeri yang dibebas biayakan. Upaya perusahaan yang ditujukan untuk kelangsungan hidup karyawan juga dibuktikan melalui pengembangan berkelanjutan yang dilakukan perusahaan dari berbagai aspek penting berkaitan dengan kegiatan pengoperasian. Aspek penting tersebut salah satunya adalah aspek keselamatan. Sebagai perusahaan yang bergerak dibidang
ekplorasi
pertambangan,
PT
Freeport
Indonesia
dituntut
untuk
mengedepankan aspek keselamatan sebagai landasan dalam kegiatan pengoperasian di seluruh area perusahaan. Penerapan aspek ini disesuaikan dengan peraturan dan kebijakan baik dalam cakupan nasional maupun internasional. Berdasarkan cakupan nasional, peraturan yang berlaku disesuaikan dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2014, yang secara khusus mengatur penyelenggaraan penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di seluruh area. Peraturan lain yang khusus mengatur sistem manajemen pertambangan diatur berdasarkan KEPMEN ESDM 555.K-26-M.PE1995. NOSA CMB 150 New dan OHSAS 18001 Tahun 2007 merupakan peraturan internasional yang juga dijadikan sebagai acuan PT Freeport Indoneisa dalam menyusun standar seluruh kegiatan operasi yang dilakukan di lingkungan perusahaan. Perusahaan besar seperti PT Freeport, tidak selalu berada pada situasi stabil, tanpa menemui hambatan. Besarnya jumlah tenaga kerja pada situasi tertentu, dapat pula menjadi sebuah tantangan bagi PT Freeport Indonesia. Permasalahan berhubungan dengan sumber daya manusia seperti bentuk aksi demo karyawan
pernah
4 dialami
oleh
PT
Freeport
Indonesia
(sumber:
http://www.republika.co.id/berita/koran/kesra/14/10/02/nct4wd10-demo-karyawanlumpuhkan-freeport). Aksi karyawan ini memaksa PT Freeport Indonesia untuk menghentikan
seluruh
kegiatan
pengoperasian
sementara
(sumber:
http://www.solopos.com/2014/10/01/kecelakaan-freeport-800-an-karyawan-freeportblokade-jalan-ke-pertambangan-540703).
Permasalahan
tersebut
menimbulkan
kerugian cukup besar yang terjadi pada penurunan pendapatan perusahaan dibandingkan tahun sebelumnya (sumber: http://m.kontan.co.id/news/mogok-freeportberlanjut-negara-kehilangan-us-8-juta-per-hari-1). Negara Indonesia sebagai tempat dimana PT Freeport Indonesia melakukan kegiatan operasi eksloprasi pertambangan pun secara tidak langsung akan ikut mengalami kerugian dengan dihentikannya seluruh kegiatan di PT Freeport Indonesia. Pemberitaan yang menjelaskan bahwa karyawan melakukan aksi demo pada kenyataanya tidak terjadi di lingkungan perusahaan menurut beberapa subjek wawancara. Beberapa orang narasumber yang merupakan karyawan diberbagai departemen menjelaskan bahwa aksi tersebut merupakan bentuk aksi spontanitas karyawan. Aksi ini dilatarbelakangi oleh keputusan PT Freeport Indonesia untuk mengoperasikan
kembali
kegiatan
pertambangan
setelah
terjadinya
insiden
kecelakaan kerja. Beberapa dari karyawan yang melakukan aksi tersebut, menuntut penghentian operasi, sebab proses investigasi insiden belum selesai dilaksanakan. Tuntutan ini juga disampaikan karyawan sebagai bentuk aksi solidaritas terhadap karyawa lain yang menjadi korban insiden dengan menuntut diberlakukannya hari berkabung. Tidak hanya itu saja, hasil wawancara yang dilakukan kepada salah satu karyawan di area tambang bawah tanah, menjelaskan bahwa salah satu pendorong
5
tuntutan tersebut juga dilatarbelakangi oleh tuntutan pertanggungjawaban kepada pihak manajemen perusahaan terhadap sistem keselamatan di area tersebut. Insiden kecelakaan kerja, bagi perusahaan dibidang eksplorasi pertambangan seperti PT Freeport Indonesia memang cukup sering terjadi. Kondisi ini, dipicu oleh lingkungan pengoperasian yang beresiko dan dapat setiap waktu mengancam keselamatan jiwa para karyawan. Di samping itu, aktivitas karyawan yang sebagian besar berhubungan dengan penggunaan alat-alat berat, menuntut karyawan untuk memiliki keahlian dan pengalaman yang cukup dalam mengoperasikan alat-alat tersebut, sebab pada kenyataanya dengan pengalaman yang cukup dalam mengoperasikan alat-alat berat, karyawan pun masih tetap beresiko untuk mengalami insiden kecelakaan kerja. Perusahaan dengan permasalahan kecelakaan kerja baik kecelakaan akibat kondisi lingkungan sekitar maupun kelalaian karyawan, perusahaan akan tetap mengalami kerugian fisik maupun material. Kerugian yang diakibatkan oleh insiden kecelakaan kerja di perusahaan juga dapat berujung dengan ditutupnya seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pengoperasian perusahaan oleh pihak pemerintah, sebab perusahaan dinilai tidak dapat melindungi keselamatan kerja seluruh karyawannya
(sumber:
http://bisnis.liputan6.com/read/2115640/pemerintah-bisa-
tutup-seluruh-tambang-freeport). Permasalahan ini pernah dialami oleh PT Freeport Indonesia. Pada tiga tahun terakhir, terhitung sejak tahun 2013 hingga tahun 2015, sudah terjadi 8 insiden kecelakaan kerja di PT Freeport hingga menewaskan beberapa orang pekerjanya di area kerja Underground. Tahun 2013, insiden pertama kali terjadi di bulan Januari, tepatnya di area tambang bawah tanah Amole Drain Way. Empat orang pekerja yang masuk ke dalam area tersebut tanpa membawa gas detector mengalami kekurangan oksigen hingga
6
salah satu diantara karyawan tersebut tewas. Insiden di tahun ini juga terjadi pada bulan Mei, di area lain di tambang bawah tanah, yaitu area Big Gossan. Terowongan di area Big Gossan mengalami runtuh dan menyebabkan 28 orang karyawan PT Freeport Indonesia tewas dan 10 orang karyawan luka-luka. Insiden terakhir di tahun 2013, terjadi di bulan Desember dengan menewaskan satu orang karyawan ketika berada di area Loading Point 1E, West Tambang Bawah Tanah DOZ (sumber: http://www.kspi.or.id/rentetan-insiden-maut-di-tambang-freeport-dalam-2-tahunterakhir.html). Tahun berikutnya, sebuah insiden kecelakaan kerja kembali terjadi hingga menewaskan salah seorang karyawan perusahaan
saat sedang melakukan
pemasangan penyangga di Haulage Level Grasberg Block Cave Mine. Karyawan tersebut tewas akibat tertimbun reruntuhan batu setinggi 1-2 meter, akibat belum terpasangnya penyangga di area depan mereka. Insiden longsornya tambang bawah tanah pun kembali terjadi di area West Muck Bay, Grasberg dan menewaskan satu orang karyawan (sumber: http://m.liputan6.com/bisnis/read/2106824/rentetan-insidenmaut-di-tambang-freeport-dalam-2-tahun-terakhir?p=3). Pada tahun 2014, sebuah insiden kembali terjadi di area tambang bawah tanah DOZ. Insiden tersebut menyebabkan dilakukannya proses evakuasi terhadap seluruh karyawan tambang dan penghentian produksi selama 10 jam, akibat tidak berfungsinya sistem ventilasi. Sistem ventilasi dilaporkan tidak berfungsi, setelah terjadinya kontak listrik antara drilling dengan salah satu kabel bertegangan tinggi, hingga sumber listrik mati. Di Tahun 2015, insiden di area Underground pertama kali terjadi di bulan Februari. Insiden yang hampir menewaskan dua orang karyawan departemen GeoService ini, disebabkan oleh rendahnya kadar oksigen di area tambang bawah tanah DOZ J4 level 3126, akibat tidak berfungsinya ventilasi udara yang ada di dalam
7
area. Insiden yang mengancam keselamatan kerja karyawan juga terjadi pada bulan April 2015. Karyawan mengalami luka-luka akibat terkena hempasan batuan. Hempasan terjadi akibat ketidaksengajaan kontak antara karyawan dengan sisa bahan peledak yang masih berada di area tersebut. Bahan peledak tersebut dilaporkan merupakan bahan sisa penggunaan pada beberapa hari sebelumnya. Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui media masa, wawancara dan dokumen perusahaan di atas, mengenai insiden kecelakaan kerja yang terjadi di PT Freeport Indonesia, insiden kecelakaan kerja di lingkungan PT Freeport Indonesia sebagian besar dipicu oleh faktor fisik atau lingkungan, meskipun pada beberapa insiden kelalaian manusia juga menjadi faktor yang ikut berperan memicu munculnya insiden kecelakaan kerja. Kondisi demikian menggambarkan bahwa saat ini lingkungan kerja di area pertambangan PT Freeport Indonesia, khususnya area Underground, yang sudah sejak tahun 1967 dioperasikan, mulai mengalami peningkatan resiko kecelakaan kerja. Faktor resiko tersebut akan semakin meningkat, ketika karyawan di lingkungan kerja pun tidak dapat bekerja secara aman dengan mengikuti SOP dan JSA yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Rentetan peristiwa yang terjadi di PT Freeport Indonesia, secara tersirat mendeskripsikan bahwa kondisi lingkungan kerja PT Freeport Indonesia, khususnya lingkungan di area pertambangan, cukup berbahaya dan beresiko terhadap terjadinya kecelakaan kerja, seperti runtuhnya batuan yang mengancam keselamatan kerja para karyawannya. Aksi tuntutan yang dilakukan oleh karyawan PT Freeport Indonesia merupakan aksi nyata rasa tidak puas karyawan yang ditujukkan kepada pihak perusahaan, khususnya berhubungan dengan persepsi karyawan terhadap faktor keselamatan ketika berada di lingkungan kerja. Berdasarkan penjelasan di atas, permasalahan tersebut menunjukkan bahwa aksi tuntutan ketidakpuasan yang
8
dilakukan oleh karyawan PT Freeport Indonesia berhubungan dengan bagaimana karyawan mempersepsi keamanan kondisi lingkungan sekitar beserta aturan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan atau dengan istilah lain bagaimana karyawan mempersepsi iklim keselamatan di PT Freeport Indonesia. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap iklim keselamatan kerja dengan kepuasan kerja karyawan tambang PT Freeport Indonesia C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan membawa dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan terkait dengan hasil penelitian dibidang keilmuan psikologi, khususnya penelitian mengenai persepsi terhadap iklim keselamatan kerja dengan kepuasan kerja di lingkungan perusahaan. 2. Manfaat Praktis Memberikan informasi kepada PT Freeport Indonesia, mengenai pentingnya mempertahankan persepsi positif karyawan terhadap iklim keselamatan kerja di lingkungan kerja PT Freeport Indonesia, sebagai salah satu faktor yang diprediksi dapat mendorong kepuasan kerja.