BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia
merupakan
sebuah
Negara
kepulauan
yang
memiliki
keanekaragaman budaya.Keanekaragaman budaya ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung wisatawan domestik maupun internasional.ini merupakan sebuah keuntungan yang sangat besar dan menjadi sebuah ciri khas tersendiri bagi Negara Indonesia. Setiap Negara memiliki budaya tersendiri Negara satu tentu memiliki budaya yang berbeda dengan Negara lainnya, namun ada juga yang mirip alias serupa tapi tak sama dan tentunya budaya yang ada di sebuah Negara mencerminkan identitas dari Negara itu sendiri. Di dalam sebuah Negara budaya merupakan unsur terpenting yang harus dilestarikan dan dijaga karena ia merupakan sebuah warisan dari leluhur atau nenek moyang (culture harritage) yang tidak ternilai harganya. Seperti salah satu budaya terkenal di Indonesia yaitu batik.Batik merupakan warisan budaya adhiluhung di Indonesia. Sehingga sangat penting bagi kita untuk melestarikan warisan budaya tersebut dengan cara menjaganya supaya tidak di klaim oleh Negara lain, kemudian cara lainnya yaitu dengan membudidayakan batik sebagai sebuah industri semi modern. Batik di Indonesia merupakan budaya yang sudah sangat terkenal dan sangat disukai oleh kalangan masyarakat, mulai dari anak-anak, dewasa hingga orang tua.Dahulu orang beranggapan bahwa batik hanya digunakan oleh orang tua, 1
golongan ningrat atau bangsawan dalam acara-acara tertentu, seperti pernikahan, acara keluarga, upacara-upacara tertentu dalam keraton, dan acara-acara resmi lainnya.Namun seiring dengan perkembangan zaman, kini batik mulai akrab digemari sebagai model (fashion) anak-anak muda maupan dewasa dalam berpenampilan.Sehingga tidak heran jika di zaman yang serba globalisasi pada sekarang ini industry batik sudah mulai banyak ditemui dikota-kota besar di Indonesia seperti Solo atau Surakarta, Yogyakarta, Pekalongan, Cirebon. Yang tentunya
industri
batik
tersebut
sangat
berdampak
positif
bagi
perkembanganindustri dan perekonomian Negara Indonesia, selain itu juga dapat mengangkat nama Bangsa di level internasional.Hal tersebut dapat kita saksikan bersama bahwa pada tahun 2009 tepatnya di Perancis, batik Indonesia mendapat sebuah pengakuan yang sangat luar biasa dari UNESCO bahwa batik merupakan warisan budaya asli dari Indonesia. Ini artinya bahwa Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki hak cipta dalam budaya batik.Meskipun negara lain seperti Cina, Malaysia juga mampu dalam menciptakan batik modern, seperti batik Cina yang memiliki ciri khas warna merah dengan motif bunga-bunga, Malaysia dengan warna kuningnya,namun letak perbedaan bukan pada warna atuapun motif yang ada pada batik itu. Sebab warna dan motif tersebut dapat diciptakan oleh negara manapun tidak hanya Cina dan Malaysia, namun perbedaan antara batik Indonesia dengan batik yang ada di negara lain terletak pada proses pembuatannya, yang mana batik di Indonesia dibuat melalui proses yang masih tradisional dengan alat-alat tradisional seperti canting, lilin/malam dan sebagainya sehingga proses tersebut membutuhkan waktu yang
2
sangat lama. Sehingga batik inilah yang diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya karena ini hanya satu-satunya di Indonesia. Sejarah batik di Indonesia tidak terlepas dari kerajaan-kerajaan yang ada di tanah Jawa seperti kerajaan Majapahit dan Mataram.Tidak ada catatan resmi dalam sejarah mengenai kemunculan batik, namun sejarah mencatatnya bahwa batik pertama kali dibuat pada abad ke-XVII yang dituliskan pada daun lontar, kemudian mulai sangat popular pada abad ke- XVIII dan pada saat itu kesenian batik banyak dikerjakan oleh para kaum wanita untuk mengisi kekosongan waktunya. sedangkan kainnya mereka dapatkan dari hasil tenunannya sendiri.istilah kata batik ini sendiri berasal dari bahasa jawa yaitu (amba dan atik)yang artinya menulis titik-titik yang banyak diatas kain.1 Batik khususnya di pulau jawa secara garis besar dibagi kedalam dua kelompok utama, yaitu batik wilayah pesisir pantai utara jawa (Pekalongan, Cirebon, Lasem) dan batik kesultanan dari Yogyakarta dan Solo.Batik wilayah pesisir pantai utara Jawa mencerminkan lamanya budaya asing di daerah ini.Cetakan batiknya sangat dipengaruhi oleh budaya-budaya asing seperti pengaruh kaligrafi Arab dan motif bunga Eropa, bunga Sakura Jepang hingga burung merak Persia.Warnanya pun cenderung cerah beragam seperti ungu, merah jambu, jingga, dan biru.2 Seiring dengan perkembangan zaman kesenian batik sekarang ini sudah mengalami perubahan yang sangat massif. Hal ini tidak lain disebabkan adanya 1
Asti Musman dan Ambar B. Arini, dalam Bukunya yang berjudul: Batik Warisan Adiluhung Nusantara. Penerbit G-Media. Yogyakarta 2011. 2 http://www.indonesia.travel/id/destination/233/borobudur/article/13/batik-pekalongan-nuansa-batikmultibudaya. diakses pada Tanggal 4 April 2012.
3
globalisasi, perubahan tersebut ditandai dengan bergesernya kesenian batik menjadi sebuah industri batik, pariwisata dan bahkan menjadi ikon bagi suatu derah di Indonesia. Dengan banyaknya permintaan dari kalangan masyarakat domestik maupun mancanegara maka industri batik sekarang ini mulai ditekuni oleh sebagian masyarakat.Tidak hanya itu, seiring perkembangan zaman produksi batik juga mengalami inovasi dalam produksinya.banyakindustri-industri batik sekarang ini yang memproduksi tas, celana, sarung, topi, dari motif batik. Kemudian juga warna dan corak yang tentunya mengikuti trend jaman sekarang. Kalau dulu batik hanya identik dengan motif hewan dan bunga (animal and flower) kini sudah mempunyai motif yang sangat banyak lagi seperti motif kereta kuda, jalan, sungai, pohon sehingga motif-motif dan corak yang lebih banyak ini mampu menarik antusias dan animo masyarakat dalam menggunakan batik sebagai busana dan trend perpaduan antara tradisional dan modern. Sekarang ini kita dapat menjumpai industri-industri batik di berbagai kotakota besar dan terkenal yang ada di Pulau Jawa. Seperti Pekalongan, Surakarta (Jawa Tengah),Yogyakarta, dan yang terakhir adalah Lasem (Jawa Tengah). Produksi batik antara daerah satu dengan yang lain mempunyai corak ciri khas dan filosofi yang berbeda-beda sesuai dengan budaya daerah tersebut. Batik pekalongan memiliki design yang lebih penuh dan padat pada baju atau celana yang kita pakai.3batik pekalongan dihasilkan oleh tangan-tangan terampil dan variatif yang memiliki motif-motif tersendiri yang mencerminkan multibudaya antara budaya lokal dengan budaya Cina, Melayu, Belanda, Jepang hingga Arab.
3
Hal ini diungkapkan kiki salah seorang pengusaha batik di Kota Pekalongan. Dia mengatakan bahwa ciri utama batik pekalongan adalah tulisan/gambaran yang penuh yang ada di kain yang kita gunakan. Batik khas pekalongan hampir tidak ada spasi tulisan/gambar pada busana yang kita kenakan.
4
Keindahan batik Pekalongan sudah diakui di seluruh dunia dan sudah diekspor hingga ke Australia, Amerika Serikat, Timur Tengah, Jepang dan Singapura. warna dari batik pekalongan memiliki daya tarik tersendiri bagi para konsumen, dengan perpaduan dari berbagai warna menjadikan cirikhas tersendiri bagi batik Pekalongan untuk bisa menarik para konsumen. Selain warna inovasi dan kreasi dalam hal motif juga sangat mempengaruhi dalam menarik konsumen, motif batik pekalongan memiliki ciri khas yaitu antara gabungan dari budaya Jawa, Cina, Arab dan Belanda, motif burung hong, peristiwa tritura atau peristiwa politik seperti diangkatnya Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden Indonesia juga melahirkan motif baru pada batikPekalongan.4Kemudian adanya sentra batik di Pekalongan dapat mendukung animo masyarakat dalam membeli batik di Pekalongan. Kota Pekalongan memang layak dijuluki sebagai Kota batik karena disana terdapat banyak home industri batik, toko-toko grosir batik, kampung batik, dan harga batik yang variatif dari yang paling murah hingga harga yang mahal. Selain daripada itu untuk mendongkrak pasar ekspor batik Pekalongan, Wali kota Pekalongan memiliiki peran yang sangat sentral. yaitu akan terus membantu para pengusaha batik dengan menyelenggarakan kegiatan festival pekan batik internasional dan festival batik fiesta pada tiap tahunnya. Selain itu juga sebagai sarana membangun dan komitmen dukungan masyarakat, Pemerintah Kota akan terus membangkitkan industri batik sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperkokoh jatidiri bangsa. Selain dari dukungan Pemerintah Kota, dukungan kepada batik Pekalongan juga datang dari Gubernur
4
http://batikindonesia.com/batik/category/motif-batik/batik-pekalongan Data ini diakses pada tanggal 10 Mei 2012.
5
Jawa Tengah Bibit Waluyu dalam peringatan hari batik nasional yang dihadirinya di pekalongan pada tanggal 3 Oktober 2011. Dukungan tersebut berupa dukungan moral agar para pengrajin batik di kota Pekalongan patut ditingkatkan agar memiliki daya saing di tingkat nasional maupun internasional.
Sedangkan batik Yogyakarta dan batik Surakarta lebih dikenal sebagai batik istana keraton yang keduanya memiliki corak dan motif berbeda dengan batik Pekalongan. Batik Solo terbagi kedalam dua wilayah yaitu Laweyan dan Kauman, batik khas Solo memiliki corak warna coklat kemerahan, biru tua dan warna putihnya cenderung mengarah pada warna krem.5sedangkan motifnya sangat kental dengan nuansa Jawa dan Keraton, sedangkan batik Yogyakarta memiliki corak warna coklat/soga dengan putihsedangkan motifnya memiliki kesamaan dengan batik Solo.Batik Solo dan batik Jogja memiliki umur yang sangat tua dibandingkan dengan batik Pekalongan, karena batik Keraton Solo dan Yogya sudah dikenal mulai abad 17.Secara corak dan motif kedua batik ini tidak dipengaruhi oleh budaya Cina, sebagaimana batik Pekalongan dan batik Lasem, sehingga batik Solo dan batik Jogja ini sangat kental dengan nuansa keraton.Seiring perkembangan zaman kedua batik ini mengalami peningkatan dalam industrinya. Banyaknya wisatawan mancanegara yang masuk ke Kota tersebut menjadikan nilai tambah tersendiri bagi kota Solo dan Yogyakarta dalam mempromosikan
batik
sekaligus
memperkenalkan
batik
di
level
internasional.sehingga dengan demikian pemerintah akan senantiasa mendukung pengrajin batik untuk tetap meningkatkan indutrialisasinya agar dapat menarik
5
Najib Nugroho, Pemandu Museum Batik Danar Hadi Surakarta. Hasil wawancara langsung pada tanggal 17 Oktober 2012, di Museum Batik Danar Hadi Surakarta.
6
para wisatawan dalam negeri maupun luar negeri untuk berkunjung di kota tersebut, dengan ikon sebagai kota wisata dan budaya.
Batik produksi Lasem bercorak khas dengan warna merah darah ayam yang konon tidak dapat ditiru oleh pembatik dari daerah manapun. Kekhasan lain Batik tulis Lasem ini terletak pada coraknya yang merupakan gabungan pengaruh budaya Tionghoa, budaya lokal masyarakat pesisir utara Jawa Tengah serta Budaya Keraton Solo dan Yogyakarta.Motif batik Lasem juga sempat dicirikan dengan maotif hiasan burung hong/lok can, binatang klasik killin atau singa, dan bahkan cerita tiongkak Sam Pek Eng Tey pernah menjadi motif batik tulis lasem ini. Menurut sejarah industri batik nusantara kehadiran batik Lasem ini sudah ada sejak berabad silam, sempat menjadi komoditi di Asia dan sempat mengharumkan kota Rembang.namun seiring berjalannya waktu batik tulis Lasem kini mengalami pasang surut dalam industrialisasinya, sehingga industri batik Lasem yang dulunya terkenal dan mengharumkan kota Rembang kini mulai terkikis dan bahkan mulai tertinggal dengan batik Pekalongan, Surakarta, dan Yogyakarta dalam internasionalisasi. menurut Sigit Wicaksono salah seorang pengusaha batik tulis Lasem mengungkapkan bahwa matinya industri batik tulis Lasem ini disebabkan karena adanya teknologi batik sablon yang ikut andil dalam persaingan pasar yang harganya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan batik tulis Lasem, kemudian selain itu minimnya para pembatik hal ini disebabkan karena hampir seluruh pembatik yang ada di Lasem telah berusia lanjut. Regenerasi yang lamban dan generasi muda Lasem yanguntuk sekarang ini lebih tertarik pada hal lain dari pada membatik menjadi salah satu faktor penyebab
7
terhadap minimnya tenaga pembatik di kotalasem.6 Melihat kondisi industri batik Lasem yang (kembang kempis) sempat mengalami kejayaan kemudian menurun hingga dekade belakangan ini, maka Pemerintah Daerah Rembang mulai menggalakkan para pengarajin untuk tetap mempertahankan eksistensinya sebagai pengrajin batik. Pemerintah Daerah Rembang mulai meberikan dukungan kepada para pengrajin batik, supaya batik lasem bisa kembali mengalami kejayaannya sebagaimana era sebelumnya.
Namun perlu kita ketahui bersama, bahwa proses internasionalisasi batik yang ada di Indonesia ini tidak bisa berjalan secara merata. Mungkin pada saat ini batik Pekalongan, Solo dan Yogyakarta lebih dikenali dan dipilih oleh beberapa konsumen batik yang ada di Indonesia maupun mancanegara dibandingkan dengan batik Lasem. Kemudian untuk pangsa pasar, batik Pekalongan, Solo dan Yogyakarta lebih memiliki pangsa pasar yang lebih luas di bandingkan dengan batik Lasem.Kemudian jumlah pengrajin batik yang ada di Pekalongan, Solo, dan Yogyakarta lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah pengrajin batik yang ada di Lasem.Hal ini bisa kita lihat berdasarkan catatan dari Dinas Perindustrian dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Kota Pekalongan, bahwasannya nilai ekspor batik hingga Juni 2011 mencapai 846.893,30 dolar Amerika Serikat atau sebanyak 104.925 kilogram kain batik. Hanya saja, nilai ekspor batik ke sejumlah negara tersebut masih belum stabil, seperti pada Januari mencapai 178.366 dolar AS, Februari 26.880 dolar AS, Maret 189.478 dolar AS, April 217.113,30 dolar
6
Ungkap Winarti salah seorang pembatik di lasem, yang mendapatkan keahlian membatik secara turun temurun. http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=709:melestarikanbatik-lasem&catid=54:bind-berita-kementerian&Itemid=98 diakses pada tanggal 10 Mei 2012.
8
AS, Mei 209.904 dolar AS, dan Juni 25.152 dolar.7 Selain itu dukungan Pemerintah seperti keikutsertaannya dalam pameran budaya tingkat internasional di Batam, Jakartadllakan sangat mempengaruhi terhadap internasionalisasi batik pekalongan.
Sedangkan batik Solo dan Yogyakarta selalu didatangi oleh para wisatawan dari domestikmupun luar negeri, karena batik di kedua kota tersebut sudah menjadi ikon pariwisata sehingga batik di kedua kota ini juga sudah dikenal di level internasional bersama dengan batik Pekalongan. Padahal jika kita meninjau dari prosespembuatan batik yang dilakukan di Pekalongan, Solo, Yogyakarta, dan Lasem akan terlihat tahap-tahap yang sama dalam proses pembuatannya. Dengan demikian perlunya identifikasi masalah mengenai hal tersebut. batik Pekalongan, Yogyakarta, dan Surakarta sudah banyak dikenalidi level lokal maupun internasional dan memiliki banyak konsumen, sedangkan batik Lasem masih berjuang keras untuk bisa bersaing dengan kompetitornya itu untuk mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas dan menarik minat para konsumen di level lokal maupun internasional.
B. Rumusan Masalah Dengan melihat latar belakang yang sudah penulis uraikan bahwa batik Pekalongan,
Surakarta,
dan
Yogyakarta
sudah
memiliki
pangsa
pasar
internasional dan lebih disukai oleh banyak konsumen, sedangkan batik Lasem masih memerlukan perjuangan untuk bisa bersaing dengan ketiga kompetitornya untuk bisa mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas dan menarik minat para 7
http://www.batikmarkets.com/batik.php Data ini diakses pada tanggal 9 Mei 2012.
9
konsumen.Sejatinya
batik
Lasem
juga
pernah
mengalami
masa-masa
kejayaannya, namun di era sekarang ini industri batik Lasem justru tertinggal dan memiliki daya saing yang lemah dibandingkan dengan batik Pekalongan, Solo dan Yogyakarta.Maka dengan menggunakan analisis Global Value Chain (GVC) penulis akan mencoba untuk menganalisis lebih jauh mengenai permasalahan yang ada. Dalam hal ini yang menjadi rumusan masalah adalah: 1. Mengapa industri batik tulis Lasem belum mampu menembus pasar internasional? 2. Bagaimana upaya pemerintah daerah Kabupaten Rembang dan Swasta dalam meningkatkan daya saing batik Lasem?
C. Literature Review Berdasarkan pada penelitian terdahulu sepertiPosisi Indonesia dalam Perdagangan
Kakao
Internasional:
Upaya
Peningkatan
Daya
Saing
Internasional yang ditulis oleh Dewi Nathalia Ginting Munthe Mahasiswa S2 Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada 2011 dan Peran Pemerintah dalam Peningkatan Daya saing Global Industri Furniture Kayu Indonesiayang ditulis oleh Ramania Syista Mahasiswa S2 Hubungan Internasional Uiversitas Gadjah Mada Yogyakarta 2010,terlihat bahwa strategi dalam meningkatkan daya saing kakao dan furniture kayu Indonesia dilakukan oleh pihak pemerintah dan swasta. Pihak pemerintah melakukannya dengan strategi Governance yang meliputi
Regulasi
kebijakan
pemerintah
dan
pembentukan
klaster
industri.Sedangkan upaya peningkatan daya saing kakao Indonesia dan furniture
10
kayu Indonesia oleh swasta adalah dengan strategi Upgrading produk dan Branding. Penelitian yang telah dilakukannya tersebut, memberikan gambaran bahwa posisi Indonesia dalam produksi kakao nomor tiga dunia, dengan kualitas biji kakao yang sangat bagus.Tetapi dalam hal pengolahan kakao, produk jadi yang dihasilkan masih belum mendapat tempat di pasar internasional.hal ini menandakan daya saing kakao Indonesia lemah. Hal ini disebabkan karena tidak terciptanya Upgrading dan Governance yang baik dalam rantai produksi kakao Indonesia. Tidak terciptanya sinergi antara pihak pemerintah dan swasta dalam rantai produksi kakao, serta hubungan antara kelembagaan yang belum dioptimalkan, menjadi kendala dalam peningkatan daya saing kakao Indonesia. sedangkan dalam industri furniture kayu Indonesia,menggambarkan bahwa produksi kayu Indonesia berada pada nomor lima dunia, sumber daya alam yang sangat banyak, tetapi tidak dibarengi dengan kondisi SDM yang memadai dalam mengolah, serta kebijakan pemerintah yang kurang tepat menjadi penyebab lemahnya daya saing industri furniture kayu Indonesia di pasar global. Dengan bercermin pada penelitian sebelumnya, sesungguhnya batik tulis Lasem memiliki kualitas yang sangat bagus, tetapibelum mendapatkan tempat di pasar internasional dan masih kalah bersaing dengan batik Pekalongan, Solo dan Yogyakarta.sehingga dalam tesis ini penyususn akan memposisikan diri untuk melihat hal-hal apa saja yang menjadi penyebab lemahnya daya saing batik Lasem di pasar internasional.selanjutnyapeneliti mengambil judul “Analisis Global Value Chain Terhadap Internasionalisasi Batik di Indonesia. Dengan studi kasus Batik Pekalongan, Solo, Yogyakarta dan Batik Lasem.” 11
D. Kerangka Teori Menurut Porter daya saing diidentikkan dengan produktivitas, yakni peningkatan produktivitas yang disebabkan oleh peningkatan modal, tenaga kerja, kualitas bahan baku, dan peningkatan teknologi (total factor productivity) serta faktor-faktor pendukung lainnya. Porter mengatakan bahwa terdapat empat faktor utama yang menentukan keunggulan bersaing industry nasional, yaitu kondisi faktor (factor condition), kondisi permintaan (demind condition), industri terkait dan industri pendukung, struktur persaingan dan strategi industri. Disamping itu, terdapatdua faktor yang mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan (chance event) dan factor pemerintah (goverment).8 Dalam proses pembuatan batik hingga proses pemasaran akan sangat mempengaruhi pertambahan nilai terhadap produksinya tersebut. maka apabila proses produksi batik memiliki mata rantai yang semakin panjang dan semakin rumit dalam pembuatan maka akan mempengaruhi pertambahan nilai daripada produk tersebut.dengan menggunakan analisis value chain maka akan dapat mengetahui pertambahan nilai dalam batik. Yang dimulai dari kain biasa yang memiliki harga murah kemudian diberi pola dan gambar, kemudian sampai proses pewarnaan dan sampai pada proses pemasaran. Yang pada akhirnya kain tersebut memiliki harga jual yang lebih tinggi, selisih antara sebelum dibatik dan sesudah dibatik dan menjadikan harganya naik itulah nilai tambah.
8
Michael Porter, dalam kerangka teori Tesis yang berjudul Posisi Indonesia dalam Perdagangan Kakao Internasional: Upaya Peningkatan daya saing Ekspor Kakao di Indonesia. Ditulis pada tanggal 11 April 2012.
12
Proses produksi batik berawal dari kain biasa yang kalau dijual harganya cukup murah.kemudian tahap selanjutnya adalah pemberian pola atau gambar pada kain tersebut dengan pensil. Pola ini bisa bermacam-macam bentuknya sesuai dengan selera yang diinginkan oleh para pengrajin batiknya.Tahap selanjutnya adalah tahap melukis kain yang sudah diberi pola dengan lilin, pada tahap ini memang sangat membutuhkan kesabaran dan ketelitian. kemudian tahap selanjutnya adalah proses pewarnaan, pada tahap pewarnaan untuk batik biasanya dilakukan dalam 2 sampai 3 kali proses sehingga memerlukan waktu bermingguminggu bahkan berbulan-bulan, sehingga dapat menghasilkan warna dan kualitas yang bagus dan selanjutnya adalah proses pencucian dengan air panas tujuannya adalah untuk menghilangkan lilin pada kain tersebut. selanjutnya adalah pengeringan, setelah pengeringan maka jadilah kain batik.Dengan demikian kain yang sudah dibatik akan memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan kain yang sebelumnya.kemudian proses selanjutnya adalah proses pemasaran
dan
pendistribusian.
Untuk
lebih
jelasnya
penulis
akan
menggambarkan mata rantai pertambahan produksi batik dari bahan baku kain hingga Bahan bakuproses kain
pemasaran.Gambar 1.1 Skema Mata Rantai Proses Pembuatan Pemberian Pelukisan Pewarnaan Pencucian Gambar
dgn Canting
Pemasaran
Kaos, Baju, Busana dll.
Batik Bahan jadi kain batik
Pemasaran
Domestik dan Luar negeri
13
Penjemuran
Dengan melihat mata rantai dalam proses pembuatan batik hingga ke proses pemasaran diatas maka akan membantu kita dalam menganalisispertambahan nilai dalam industri batik. Pada tahap ke 7 setelah menjadi kain batik yang siap untuk dipasarkan dan kemudian di distribusikan terdapat perbedaan harga antara batik Pekalongan, Solo, Yogyakarta dan Lasem.Dari data yang kami dapat melalui situs internet bahwa harga batik tulis produksi Pekalongan harga rata-ratanya adalah Rp180.000, sedangkan untuk batik Yogyakarta Rp 120.000, untuk batik Solo Rp 120.000 sedangkan batik Lasem Rp 450.000. adanyaperbedaan harga disini disebabkan karena adanya perbedaan motif dan nilai seni dalam batik yang di produksi.semakin tinggi nilai seni, motif dan pola dalam batik maka semakin tinggi harga jual batik tersebut.batik Lasem dan batik Pekalongan memiliki kaya akan warna dan motif yang beragam sehingga proses pembuatannya pun lebih rumit daripada batik Solo dan Yogyakarta yang identik hanya dengan satu, dua warna saja. Analisis value chain tidak hanya sampai pada tahap pemasaran produk, tetapi juga akan menjelaskan mengenai siapa aktor-aktor yang berada dibalik produksi tersebut, yang mana peran para aktor-aktor tersebut telahmendorong dalam internasionalisasi batik. aktor-aktor yang terlibat dan memiliki peran sentral dalam pemasaran
produksi
batik
antara
lain
adalah
pihak
swasta
seperti
pengrajin/pengusaha batik, NGO. Pemerintah daerah seperti (Bupati, Walikota, Disperindagkop dan UMKM) dan masyarakat lokal.Sedangkan untuk pemasaran disini dapat dilakukan dengan berbagai macam caradiantaranya fashion show, promosi public dengan media teknologi dan mengadakan pameran atau show galeri.Sedangkan untuk wilayahpemasaran batik meliputiwilayah domestik dan
14
mancanegara. Untuk industri batik Pekalongan Pemerintah daerah Kota Pekalongan tiap tahunnya melakukan promosi batik dengan cara mendatangi para pengusaha batik, kemudian mengajaknya untuk ikut berpartisipasi dalam pameran. Pameran ini biasanya dilakukan di kota-kota besar di Indonesia, serta adanya dukungan moral dari Pemerintah pusat, yaitu dengan peresmian kampung pesindon batik di kota pekalongan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada tahun 2010.9 Serta kunjungan resmi pada hari batik nasional di Kota Pekalongan. Sehingga dengan adanya peran para Pemerintah daerah dan pusat akan sangat mendukung internasionalisasi batik Pekalongan sebagai batik yang mampu bersaing di level internasional.
Sedangkan untuk batik Solo dan Yogyakarta memiliki daya saing yang sangat baik di pasar domestik maupun mancanegara, hal ini di tunjukkan dengan nilai ekspor batik Solo pada bulan Agustus 2011 yang sangat luar biasa mencapai 2.287.668,04 Dolar AS dengan volume 93.559,29 kg.Padahal bulan sebelumnya hanya senilai 758.902,73 Dolar AS dengan volume 33.904,04 kg.Angka tersebut meningkat 26% jika dibandingkan dengan ekspor pada tahun 2010.10Pemerintah Solo sendiri menyatakan selain mebel, batik juga merupakan komoditas ekspor andalan bagi kotatersebut, sehingga pemerintah akan selalu mendukung pertumbuhan industri batik, serta perluasan pasar, baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
9
Dukungan pemerintah pusat terhadap batik dikota Pekalongan ditunjukkan dengan cara meresmikan kampung Pesindon di kota Pekalongan sebagai kampung batik. Namun dari sumber yang kami dapatkan pada saat peresmian kampung batik tersebut Presiden berhalangan hadir, sehingga peresmian tersebut hanya diwakili oleh Menteri. 10 http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/09/22/97070 Data ini diakses pribadi oleh Peneliti melalui internet pada Tanggal 12 Mei 2012.
15
Adapunmenurut catatan Desperindagkop Bantul Yogyakarta, nilai ekspor batik sepanjang tahun 2010 hingga Maret 2011 mencapai US$ 8,3 juta dengan volume ekspor 377 kilogram.11 Produk batik ini merupakan produk unggulan teratas dari lima produk unggulan yang ada di Kabupaten Bantul. Tingginya angka ekspor batik menurut Kepala Desperindagkop Bantul Sahadi Suparjo tidak lain disebabkan karena ekspor kain batik yang dikirim ke negara tujuan seperti Jerman dan Amerika Serikat adalah barang jadi berupa pakaian dengan motif tertentu, sehingga dengan demikian barang tersebut menjadi lebih tinggi nilai jualnya dibanding hanya kain batik biasa.
Keuntungan lainnya yang dianggap sebagai pendorong Internasionalisai batik Yogyakarta adalah banyaknya para wisatawan domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke Yogyakarta sehingga hal ini dimanfaatkan oleh para pengusaha batik Jogja untuk menarik para konsumen yang datang untuk membeli batik sebagai oleh-oleh khas daerah. karena kota Yogyakarta sudah dikenal sebabagai kota budaya, dan salah satu budaya Indonesia yang sudah dikenali masyarakat internasional adalah batik.Dengan demikian para wisatawan mancanegara telah membantu internasionalisasi batik Yogyakarta, dengan membawa batik Yogyakarta dan menggunakannya di negaranya masing-masing.
Kerangka analisis mengenai value chain berkembang pada tahun 1990 an, sebagai pendekatan untuk memehami power, benefit, dan cost
yang
didistribusikan kepada aktor-aktor dalam kegiatan produksi. Metode analisis
11
http://www.batikyogyakarta.com/nilai-ekspor-batik-tembus-us-83-juta/ Data ini diakses pribadi oleh Peneliti melalui internet pada Tanggal 12 Mei 2012.
16
global value chain akan membantu memberikan informasi tentang strategi bagaimana meningkatkan daya saing sektor industri lokal dalam pasar global melalui strategi upgrading dan governance. Peningkatan daya saing ini melibatkan sinergi antara sector swasta, pemerintah pusat dan daerah, dan masyarakat.Kata kunci
GVC
Governance
dan
Upgrading
menjadi
inti
yang
saling
berkaitan.Governance secara umum dipahami sebagai model posisi pelaku/firma dalam satu rantai nilai dan tipe governance dapat berubah tergantung pada strategi upgradingnya yang dijalankan.Fokus governance adalah relasi asimetris kekuasaan antara pelaku dalam satu rantai nilai. Secara sederhana, governance ini digambarkan melalui hubungan antara pelaku dimana salah satu pelaku merupakan penentu atau pengontrol dari rantai nilai tersebut dalam suatu proses produksi. Dalam governance terdapat dua poin utama yang membentuk yakni, pertama terdapatnya power yang saling bertentangan dalam menyikapi governance akibat dari adanya masing-masing kepentingan yang saling bertolak belakang. Kedua, terdapat rantai yang luas sehingga memperumit relasi yang tidak seimbang, karena pada dasarnya adalah perusahaan yang lebih luas akan memberikan influent lebih besar dalam pembentukan governance. Sedangkan power yang bertentangan disini adalah adanya power yang memiliki kemampuan untuk memaksa pihak lain melakukan tindakan tertentu dan power untuk mengindahkan tekanan pihak lain dan bertindak sesuai keinginan sendiri. Hal ini akan menyebabkan cross-cutting power yang memberikan efek merusak turunan rantai pertambahan nilai produksi. Ini akan semakin memburuk apabila kedua power ini
17
tidak dijembatani melalui kebijakan pemerintah. Melalui analisis governance nantinya akan berhubugan dengan teori pembuatan kebijakan publik. Kebijakan pemerintah dalam mendorong industri batik merupakan sebuah kekuatan yang sangat besar. Jika sebuah industri yang mana industri tersebut tidak diiringi dengan adanya dukungan pemerintah (pusat maupun daerah) maka industry tersebut hanya akan berjalan pada level lokal. Maka dari itu dukungan pemerintah
pusat
dan
daerah
sangat
diperlukan
untuk
mendukung
internasionalisasi batik di kota Lasem. Dengan demikian adanya dukungan dari pemerintah terhadap industry batik di Lasem akan sangat mendorong batik Lasemuntuk dapat menembus pasar global. Faktor dari pemerintah dan kebijakan yang dihasilkan akan sangat mempengaruhi sinergi aktivitas produksi batik yang ada di Indonesia. Pengambilan kebijakan pemerintah sangat dipengaruhi oleh peran kelompokkelompok kepentingan yang berada disekitar pembuat kebijakan.Thomas Oatley mengatakan bahwa pengambilan kebijakan ekonomi politik internasional dilihat melalui dua aspek, yaitu pertama aspek kepentingan (interest) yang muncul dari masyarakat.Dan yang kedua adalah aspek institusi politik, yaitu bagaimana institusi politik dalam sebuah negara menampung, memandu serta mewujudkan interest yang ada di masyarakat menjadi sebuah kebijakan. 12dengan banyaknya antusias warga Lasem yang tertarik untuk mengembangkan industri batik, dan bekerja di sektor batik maka dengan demikian akan menarik simpati pemerintah daerah untuk memberikan kebijakan-kebijakan kepada para pengrajin batik di
12
Thomas Oatley, International Political Economi and Institutions in the global economic, Pearson education Inc.New York, 2003 p. 13-15.
18
kota Lasem. Kebijakan tersebut bisa berupa pemberian dana/modal kepada pengrajin batik, sebagai fasilitator dalam melihat pangsa pasar, dan sebagai inisiator dalam menghadapi persaingan batik dari kompetitornya. Sedangkan Upgrading dalam GVC adalah kemampuan untuk melaksanakan inovasi, agar meningkatkan daya saingnya di pasar global. Syarat agar upgrading bisa berhasil antara lain: melakukan perubahan dan perbaikan dalam proses produksi, kemampuan merespon inovasi pihak lain dalam proses produksi, kemampuan pihak lain dalam merespon industri batik. Industri batik tulis Lasem harus melakukan strategi upgrading yakni inovasi produktivitasnya, merespon pesaing dari batik Pekalongan, Jogja dan Solo sebagai sebuah proses upgrading harus dilakukan secara terus menerus, tidak saja hanya menjadi suatu rencana jangka pendek. Upgrading dalam GVC, secara sederhana dipahami sebagai suatu strategi yang meliputi usaha memproduksi produk yang lebih baik, proses penambahan nilai produk (value added product), upaya memproduksi secara efisien, atau bahkan beralih pada aktivitas produksi yang berbasis pada keterampilan dan keahlian yang lebih baik. Atau secara lebih sederhanya upgrading diartikan sebagai kemampuan suatu pelaku dalam konteks ini, industry pembuatan batik di Lasem untuk melaksanakan inovasi dengan tujuan peningkatan dan penguatan daya saing di pasar global. Maka industri batik Lasem harus lebih meningkatkan inovasi baru pada pemberian produknya. Inovasi tersebut dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara, dengan menciptakan batik yang unik, fashionable, menciptakan kerajinan tangan dengan motif batik, mengikuti ternd gaul dan sebagainya, atau juga dalam bidang jasa seperti pelayanan yang tepat waktu, kelengkapan toko grosir batik, 19
dan kemudahan dalam mengakses batik lasem, memberikan hal-hal yang dapat diperhitungkan sebagai nilai tambah, selain itu juga bisa menjadikan industry batik yang ada di kota lasem sebagai ikon kota dalam industri kerajinan dan pariwisata. Konsep dasar dari GVC adalah memahami pendistribusian nilai yang terdapat pada setiap rantai produksi yakni desain, produksi, distribusi, pemasaran, dan daur ulang. Penambahan nilai tambah disetiap rantai akan memberikan harga yang mampu melindungi produk dari kompetisi. Rente sangat berpengaruh terhadap upgrading yang dilakukan oleh perusahaan.Oleh karena itu dibutuhkan sinergi antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah, aktivitas produksi sektor swasta dan juga masyarakat dalam peningkatan internasionalisasi batik di Indonesia. Dengan analisis GVC ini tidak menutup kemungkinan beberapa tahun kedepan batik lasem akan menjadi batik yang memiliki pangsa pasar yang jauh lebih luas dibandingkan dengan batik-batik lainnya. E. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui
bagaimana
proses
terjadinya
internasionalisasi
batik
Pekalongan, Solo dan Yogyakarta dalam menembus pasar internasional. 2. Mengetahui siapa saja aktor yang berperan dalam mendorong proses terjadinya internasionalisasi batik Pekalongan, Solo dan Yogyakarta. 3. Mengetahui mengapa batik Lasem memiliki daya saing yang lemah dibandingkan dengan batik Pekalongan, Solo dan Yogyakarta.
20
4. Memberikan
rekomendasi
bagi
Pemerintah
daerah
Rembang
Disperindagkop dalam upaya untuk mengembangkan industri batik tulis Lasem.
F. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi Kampus dan Jurusan Hubungan Internasional dalam memahami Global Value Chain yang berkaitan dengan industri lokal yang mempunyai potensi untuk bisa berkembang di level internasional.internasionalisasi batik yang sudah terjadi di Pekalongan, Solo dan Yogyakarta tidak terlepas dari peran pemerintah dan swasta yang senantiasa mendorong dan menjadikan batik tersebut sebagai produk unggulan daerah.Ditambah lagi perlunya perluasan jaringan dalam mempromosikan sebuah produk, agar produk tersebut dapat dikenali tidak hanya di dalam negeri saja, tetapi sudah sampai luar negeri.Selain itu juga dengan menciptakan inovasi produk agar produk tersebut dapat dicintai dan disukai oleh para konsumennya.Dengan demikian produk tersebut sudah memiliki nilai tambah. Nilai tambah inilah yang nantinya akan meningkatkan omset penjualan serta produk ini menjadi produk yang memiliki pangsa pasar bagus di level internasional. Bagi pelaku usaha dan masyarakat, penelitian ini diharapkan akan menambah wawasan dalam berbisnis, sekaligus dapat dijadikan rekomendasi ataupun rujukan bagi pemerintah daerah kota Rembang dalam rangka mengembangkan industrilokal batik tulis Lasem serta pengembangan industri kecil lainnya kedepan. 21
G. Metode Penelitian Dalam penelitian mengenai internasionalisasi batik di Indonesia metode yang kami gunakan adalah metode kualitatif, yaitu metode penelitian yang mengutamakan data yang berupa pernyataan dari sumber-sumber yang terkait. Kemudian teknik analisis dalam penelitian ini adalah secara deskripsi eksplanatoris yaitu menggambarkan dengan suatu fenomena dengan fakta-fakta yang aktual, yang terjadi di lapangan kemudian menganalisisnya dengan menggunakan teori Global Value Chain. Kemudian menjelaskannya secara obyektif menurut data dan fakta yang tersedia.Kemudian terakhir menariknya dengan kesimpulan.
H. Metode Pengumpulan Data Adapun dalam teknik/metode pengumpulan data yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan, dengan bahan utama seperti jurnal, data-data dari buku-buku yang mendukung, data-data dari pemerintahan daerah yang terkait dengan industri tersebut seperti Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM (Disperindagkop), surat kabar, serta media internet untuk mendapatkan informasi yang akurat. Kemudian yang kedua adalah dengan eksplorasi secara langsung (langsung turun ke lapangan) jika diperlukan yaitu untuk mengamati proses pembuatan, pemasaran, penjualan/pendistribusian menggambarkan realitanya (keadaan yang sesungguhnya) dan mendokumentasikannya. Dan teknik yang 22
ketiga adalah interview kepada narasumber/responden yang reliable,menanyakan sejarah batik tulis di Lasem, bagaimana proses marketingnya, bagaimana proses pembuatan, dan bagaimana dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam industri batik, dan bagaimana daya saing batik Lasem dengan batik Pekalongan Jogja dan Solo, sehingga interview ini juga dirasa sangat penting untuk mendapatkan sumber-sumber dan data yang sesungguhnya.
I. Argumen Utama Argumen yang dibangun dalam penelitian ini adalah industri batik tulis Lasem masih pada tahap kain jadi atau dalam bahasa jawa disebut jarek, sehingga belum ada proses upgrading sebagaimana yang sudah dilakukan oleh batik-batik pesaingnya.Hal ini mengakibatkan batik Lasem hanya memiliki konsumen yang relative kecil, Sehingga dalam pasar internasional saat ini memiliki daya saing yang lemah, khususnya untuk produk bahan jadi seperti baju, kaos busana dll.Posisi batik Lasem juga masih tertinggal dengan batik Pekalongan yang sudah melakukan upgrading produksinya mulai dari kain, kemudian, pakaian, kemudian busana-busana, fashion dan berbagai ragam kreasi batik yang terbuat dari kain.Sedangkan untuk batik Solo dan Yogyakarta inovasi produknya sudah beralih dari media kain ke media logam, kayu dll. belum adanya upgrading dalam industry batik tulis Lasem ini disebabkan karenakekhawatiran para pengrajin batik dalam memproduksi barang jadi seperti baju, kemeja dll tidak banyak di banjiri 23
para konsumen, mengingat bahwa harga kain batik tulis Lasem yang tergolong mahal.sehinggauntuk saat ini produksinya masih pada tahap kain batik saja. Untuk mendukung proses internasionalisasi batik Lasem saat ini Pemerintah Daerah Rembang (Bupati)sudah menggalakkan beberapa program untuk industri batik tulis Lasem. Diantaranya adalah mendukung dan menghimbau kepada para pengrajin batik untuk tetap memepertahankan eksistensinya sebagai pengrajin batik agar batik lasem dapat bersaing dengan batik-batik lainnya, serta memberikan kemudahan dalam pinjaman modal untuk usaha.Kemudian program selanjutnya adalah sebagai fasilitator dalam mempromosikan batik Lasem dengan mengikut sertakan batik Lasem dalam pameran budaya yang bertaraf nasional dan internasional yang digelar di Jakarta.Dan memperkenalkan batik Lasem dalam acara Rembang Expo pada tahun 2012. J. Sistematika Penulisan
BAB I:Merupakan bab Pendahuluan yang berisikan aturan-aturan baku dalam penulisan ilmiah, yang terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Tujuan Penelitian, Rumusan Masalah, Literature Review, Kerangka Teori, Hipotesis, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Metode Pengumpulan Data, Jangkauan Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II: Dalam bab II ini akan membahas mengenai Batik Pekalongan sebagai Komoditas Internasional, dengan pokok-pokok bahasan yang meliputi: Batik Pekalongan dan Sejarahnya, Karakteristik batik Pekalongan, Batik Pekalongan sebagai Komoditas Internasional: Peran Swasta dalam Mendorong batik
24
Pekalongan sebagai Komoditas Internasional dan Peran Pemerintah kota Pekalongan dalam mendorong batik Pekalongan sebagai Komoditas Internasional.
BAB III: Dalam bab III ini akan membahas mengenai Internasionalisasi batik Solo dan YogyakartaMelalui Kebijakan Pemerintah dan Swasta. Dengan pokokpoko bahasan sebagai berikut: Internasionalisasi Melalui Kebijakan Pemerintah dan Internasionalisasi oleh Sawsta.
BAB IV: Dalam bab IV ini akan membahas menganai Batik Lasem dan Upaya Peningkatan Daya Saing di Pasar Internasional. dengan poko-pokok bahasan sebagai berikut: Batik Lasem dan Sejarahnya, Karakteristik Batik Lasem, Hambatan dalam Menembus Pasar Internasional, Analisis Global Value Chain terhadap Batik Lasem, dan Upaya Pemerintah dan Swasta dalam Mendorong Internasionalisasi batik Lasem.
BAB V:Berisikan kesimpulan dari seluruh hal-hal yang dikemukakan pada babbab sebelumnya.
25