BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit pada Mamalia merupakan salah satu organ yang berperan penting dalam fisiologis tubuh. Organ ini berfungsi untuk melindungi jaringan di bawahnya, menjaga stabilitas suhu tubuh
dan menghindari penguapan yang
berlebihan (Rohmawati, 2008). Selain itu, kulit juga berfungsi sebagai indra peraba yang dapat menerima rangsang panas, dingin, rasa sakit dan berperan sebagai pelindung masuknya mikroba dan patogen lain. Luka pada kulit menyebabkan berkurang atau hilangnya fungsi-fungsi tersebut pada bagian kulit yang terluka (Na’imah, 2008). Angka kejadian insiden luka terbuka semakin hari semakin bertambah seiring dengan semakin kompleksnya aktivitas manusia sehari-hari. Dalam menjalankan
kegiatan,
sering
manusia
mengalami
kecelakaan
yang
mengakibatkan terjadinya luka, baik luka ringan maupun luka berat. Pada tahun 2009, MedMarket Diligence, sebuah asosiasi luka di Amerika melakukan penelitian tentang insiden luka di dunia berdasarkan etiologi penyakit. Diperoleh data untuk luka lecet ada 20,40 juta kasus (Diligence, 2009). Luka dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya tergores benda tajam atau terbentur benda tumpul, perubahan suhu, terkena zat kimia, ledakan, sengatan listrik maupun gigitan hewan yang keseluruhannya dapat menimbulkan luka. Hilang atau rusaknya integritas jaringan tubuh akan memicu reaksi dari tubuh untuk mengadakan proses penyembuhan (Sjamsuhidayat dan Jong, 1997).
1
2
Saat ini zaman semakin berkembang begitu pula dengan teknologi dalam pengobatan yang juga semakin canggih termasuk teknologi perawatan luka. Hal ini disebabkan karena semakin banyak pasien dengan kondisi degeneratif dan kelainan metabolik, sehingga perawatan yang tepat diperlukan agar proses penyembuhan dapat berjalan dengan optimal. Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman flora yang tinggi. Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia sudah banyak memanfaatkan tanaman sebagai alternatif pengobatan untuk berbagai macam penyakit. Banyaknya masyarakat yang memanfaatkan tanaman sebagai obat dikarenakan murah dan mudah didapat, serta beberapa diantaranya tidak memiliki efek samping jika tidak digunakan secara berlebihan. Salah satu tanaman yang telah dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional adalah tanaman pisang. Secara tradisional, masyarakat pedesaan telah menggunakan getah batang pisang sebagai penyembuh luka (Suyanti dan Ahmad, 2008). Getah batang pisang sudah digunakan oleh masyarakat zaman dahulu sebagai obat luka ringan karena getah pisang mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder yang membantu dalam proses penyembuhan luka. Pisang klutuk (Musa balbisiana Colla.) merupakan tanaman tropis yang termasuk ke dalam famili Musaceae. Di Jawa, pisang kluthuk hingga saat ini masih tumbuh liar, baik di tebing-tebing maupun di tegalan. Pisang klutuk kurang dimanfaatkan oleh masyarakat, kebanyakan dari mereka hanya memanfaatkan daunnya saja sebagai pembungkus makanan tradisional dan buahnya yang masih muda sebagai bahan baku makanan (rujak). Setiap kali panen, batang atau
3
bonggol pisang tidak banyak dimanfaatkan dan hanya dibuang. Bonggol pisang yaitu bagian terbawah berwarna coklat dari batang semu pisang yang berada di dalam tanah, mengandung banyak cairan yang bersifat menyejukkan dan berkhasiat menyembuhkan (Putra dkk., 2014). Ekstrak batang pohon pisang mengandung beberapa senyawa fitokimia yaitu saponin dengan kandungan yang paling banyak, kemudian flavonoid dan tanin, tetapi tidak mengandung alkaloid, steroid dan triterpenoid (Priosoeryanto dkk., 2006). Senyawa flavonoid dan tanin dapat bekerja sebagai antimikroba dan merangsang pertumbuhan sel baru pada luka (Muthalib dkk., 2013). Sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang pengaruh salep ekstrak batang pisang ambon terhadap proses penyembuhan luka pada mencit yang dilakukan oleh Prasetyo dkk. (2010). Salep ekstrak batang pisang memiliki aktivitas mempercepat proses penyembuhan luka (Prasetyo, 2010). Pongsipulung dkk. (2012) juga melakukan penelitian tentang pengujian salep ekstrak bonggol pisang ambon (Musa paradisica var. sapientum) terhadap penyembuhan luka terbuka pada kulit tikus putih jantan galur wistar. Berdasarkan hasil penelitiannya tersebut, salep ekstrak bonggol pisang ambon dengan konsentrasi 10, 15, dan 20% memberikan efek terhadap penyembuhan luka terbuka. Bonggol pisang mengandung senyawa tanin dan flavonoid (Putra dkk., 2014). Flavonoid dapat bekerja sebagai antimikroba. Senyawa flavonoid akan mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi (Pelczar dan Chan, 1988).
4
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh getah bonggol pisang klutuk (Musa balbisiana Colla.) terhadap luka sayat pada mencit (Mus musculus), dimana dalam penelitian ini getah tersebut dibuat dalam bentuk sediaan salep.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh getah bonggol pisang klutuk (Musa balbisiana Colla.) terhadap luka sayat pada mencit (Mus musculus L.)? 2. Berapa konsentrasi efektif getah bonggol pisang klutuk (Musa balbisiana Colla.) untuk penyembuhan luka sayat pada mencit (Mus musculus L.)?
C. Tujuan Penelitan Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh getah bonggol pisang klutuk (Musa balbisiana Colla.) terhadap luka sayat pada mencit (Mus musculus L.). 2. Mengetahui konsentrasi efektif getah bonggol pisang klutuk (Musa balbisiana Colla.) untuk penyembuhan luka sayat pada mencit (Mus musculus L.).
5
D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat: 1. Memberikan sumbangan keilmuan dalam bidang ilmu Biologi. 2. Memberikan informasi tambahan kepada masyarakat tentang manfaat getah bonggol pisang. 3. Mendorong masyarakat untuk membudidayakan tanaman pisang dan memanfaatkan semua bagian dari tanaman pisang termasuk bonggol pisang dan getahnya. 4. Memperkenalkan kepada masyarakat mengenai obat alternatif untuk menyembuhkan luka menggunakan bahan alam.