BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini yang paling dibutuhkan dalam dunia kesehatan adalah kerja sama tim antar sesama profesi kesehatan. Keselamatan dan kualitas pelayanan kesehatan bergantung pada kemampuan tim pemberi pelayanan kesehatan dalam bekerja sama, berkomunikasi serta berbagi pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan (Decker et al., 2015). Kerja sama yang buruk pada profesi kesehatan memiliki dampak yang berbahaya, salah satunya medical error atau kesalahnan medis. Di satu sisi pelayanan kesehatan berusaha mengurangi penderitaan pasien. Namun, di sisi lain pelayanan kesehatan berisiko mencederai pasien. Di Amerika, hampir 100.000 pasien yang dirawat di rumah sakit meninggal akibat kesalahan medis. Lima puluh persen kematian akibat kesalahan medis sebenarnya dapat dicegah. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat. Akar masalah yang menyebabkan terjadinya medical errors atau kesalahan medis antara lain masalah komunikasi, ketidakadekuatan data dasar dan kesalahan manusia (Cahyono, 2008). Kesalahan merupakan bagian dari proses pembelajaran. Setiap pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tenaga medis diperoleh melalui proses yang panjang dan tak luput dari kesalahan. Praktik kedokteran berisiko mencederai 1
2
pasien sebagai konsekuensi kompleksitasnya pelayanan kesehatan yang diberikan. Namun, bukan berarti bahwa kesalahan tidak dapat dicegah. Salah satu pencegahan terjadinya kesalahan medis adalah dengan meningkatkan kerja sama. Semakin kompleks sebuah sistem, semakin memerlukan kerja sama dalam tim. Kerja sama dalam tim dapat mencegah risiko terjadinya kesalahan medis. Di dalam tim yang efektif, setiap individu tidak hanya sekedar memiliki keterampilan yang saling melengkapi, tetapi juga saling menghargai, saling menghormati, saling berbagi dan saling mendengarkan (Cahyono, 2008). Selain mengakibatkan terjadinya medical error, kerja sama yang buruk juga menimbulkan ketidakpuasan pada anggota. Anggota tidak puas karena merasa tidak diakui di dalam kelompoknya. Hal ini terjadi karena komunikasi dan kerja sama di antara mereka tidak berjalan dengan baik (Finn et al., 2010). Kerja sama dalam pelayanan kesehatan merupakan hal yang sangat penting karena berdampak secara langsung terhadap pasien dan pemberi pelayanan kesehatan sendiri. Kerja sama yang baik dapat membuat pelayanan menjadi efektif dan efisien. Kerja sama yang efektif dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan menurunkan pengunduran diri staf. Oleh karena itu kerja sama antar profesi kesehatan perlu ditingkatkan melalui pelatihan (Guise, 2008). Kerja sama antar tenaga kesehatan bisa dibangun sejak mereka duduk di bangku pendidikan. Pembelajaran mahasiswa kesehatan secara interdisipliner bisa melalui pendekatan interprofessional education (IPE). IPE merupakan kegiatan belajar bersama antar mahasiswa kesehatan sehingga dapat meningkatkan kolaborasi interprofesional dan kerja sama. Selain itu metode pembelajaran IPE
3
juga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal, perawatan pasien secara objektif, dan kemampuan klinik (Lapkin et. al, 2013). Pendidikan profesi kesehatan seringkali dilakukan secara terpisah sesuai dengan profesinya masing-masing. Mahasiswa tidak memiliki banyak kesempatan dalam memahami peran profesi kesehatan yang lain. Oleh karena itu perlu adanya metode pembelajaran yang bisa menyatukan mahasiswa kesehatan agar dapat memahami peran, tugas dan kewajiban dari masing-masing profesi. Fakultas Kedokteran UGM memfasilitasi mahasiswa yang memiliki latar belakang jurusan yang berbeda untuk belajar bersama melalui kurikulum Community and Family Health Care with Interprofessional Education (CFHC-IPE) yang berbasiskan masyarakat dalam bentuk Family Attachment. Kegiatan CFHC-IPE yang merupakan kegiatan longitudinal selama masa pembelajaran di S1 yang menerapkan pembelajaran Patient Safety, Evidence Based Practice, Public Health,
Ethic
Clinical
Skills
and Professionalism, Lab,
Family
Medicine,
Inter-professional Education
(IPE),
Learning
Skills,
Pengembangan
Kepribadian, baik dari Pendidikan Dokter maupun Ilmu Keperawatan dan Gizi Kesehatan (CFHC-IPE, 2014). Kurikulum CFHC-IPE ini pertama kali diterapkan di Fakultas Kedokteran UGM pada mahasiswa angkatan 2013. Setiap kelompok diberi tanggung jawab untuk melakukan pengelolaan keluarga binaan secara bersama. Setiap kelompok mendapatkan keluarga kelolaan sesuai dengan jumlah anggota kelompok tersebut. Setiap anggota bertanggungjawab terhadap satu keluarga. Walaupun yang menjadi penanggungjawab 1 keluarga adalah salah 1 dari anggota kelompok tersebut,
4
tetapi anggota yang lain juga harus ikut berkontribusi dalam pengelolaan keluarga tersebut. Melakukan kerja sama di dalam sebuah tim dengan latar belakang bidang yang berbeda tentunya bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mencari tahu bagaimana kerja sama mereka dan kedekatan mereka dengan anggota dalam satu tim. Penulis melakukan wawancara kepada 3 kelompok peserta CFHC-IPE angkatan 2013 mengenai kedekatan dalam kelompok dan kerja sama yang dilakukan. Ketiga kelompok tersebut mengungkapkan jika jarang sekali bertemu dengan teman-teman satu kelompoknya sehingga belum terbentuk kedekatan antar anggota di dalam satu kelompok. Bahkan tugas yang seharusnya didiskusikan dan dikerjakan bersama pun tidak dilakukan secara bersama. Masing-masing anggota dari ketiga kelompok tersebut lebih memilih mengerjakan tugas sendiri karena kesulitan dalam menyamakan waktu untuk bertemu. Padahal dalam mengerjakan tugas tersebut butuh penjelasan dari tiga sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti kohesivitas kelompok pada mahasiswa FK UGM angkatan 2013 sebagai angkatan pertama yang mengikuti kurikulum CFHC-IPE. Kohesivitas kelompok merupakan rasa kebersamaan dan adanya persamaan dalam sebuah kelompok. Kohesivitas kelompok merupakan hal yang penting bagi suatu kelompok dalam bekerja sama. Sebuah kelompok dikatakan kohesif apabila anggota dalam suatu kelompok memiliki dorongan untuk tetap tinggal, berbagi rasa mengenai adanya ketertarikan dan rasa memiliki terhadap kelompok tersebut (Corey et al., 2010).
5
Untuk mencapai kohesivitas kelompok butuh proses yang panjang. Fakultas Kedokteran UGM telah berupaya menciptakan kohesivitas kelompok yang beranggotakan mahasiswa kesehatan dengan disiplin ilmu berbeda melalui kurikulum CFHC-IPE. Melalui kurikulum CFHC-IPE ini diharapkan mahasiswa dapat memahami peran dan tanggung jawab masing-masing profesi sehingga bisa bekerja efektif di dalam tim (CFHC-IPE, 2014).
B. Rumusan Masalah Penelitian Bagaimana gambaran kohesivitas kelompok mahasiswa FK UGM angkatan 2013 pada penerapan kurikulum CFHC-IPE?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran kohesivitas kelompok pada penerapan kurikulum Community and Family Health Care with Interprofessional Education (CFHC-IPE) di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui Ketertarikan Individu dalam Kelompok-Sosial (KIK-S). b. Mengetahui Ketertarikan Individu dalam Kelompok-Tugas (KIK-T). c. Mengetahui Integrasi Kelompok-Tugas (IK-T). d. Mengetahui Integrasi Kelompok-Sosial (IK-S)
6
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam bidang pendidikan ilmu kesehatan sehingga dapat dikembangkan di masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Bagi institusi pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu FK UGM untuk mengevaluasi berjalannya kurikulum yang sudah diterapkan, khususnya dalam hal kohesivitas kelompok. b. Bagi mahasiswa Meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam mengembangkan pendidikan ilmu kesehatan di Indonesia.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan literatur yang telah penulis telaah, penelitian yang berjudul “Gambaran Kohesivitas Kelompok pada Penerapan Kurikulum Community and Family Health Care with Interprofessional Education di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada” belum pernah dilakukan. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh: 1.
A’la (2010) dengan judul “Gambaran Persepsi dan Kesiapan Mahasiswa
Tahap Akademik terhadap Interprofessional Education di Fakultas Kedokteran UGM”. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan cross sectional
7
serta dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Sampel penelitian adalah 250 mahasiswa tahap akademik pendidikan dokter (PSPD), ilmu keperawatan (PSIK) dan gizi kesehatan (PSGK) FK UGM dengan metode purposive sampling. Pengambilan data kuantitatif dengan
kuisioner IEPS (interdisciplinary
education perception scale) dan RIPLS (Readiness Interprofessional learning scale). Pengambilan data kualitatif dilakukan dengan Forum Group Discussion (FGD). Persamaan penelitian A’la (2010) dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah tempat yang sama yaitu FK UGM dan sampel penelitian dari mahasiswa tahap akademik pendidikan dokter (PSPD), ilmu keperawatan (PSIK) dan gizi kesehatan (PSGK) FK UGM. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabel yang diteliti serta penulis hanya menggunakan pendekatan kuantitatif. 2.
Achmad
(2011)
dengan
judul
“Hubungan
Persepsi
Mengenai
Interprofessional Education dengan Sikap untuk Bekerjasama Mahasiswa Tahap Profesi FK UGM”. Jenis penelitian ini adalah analitik korelatif dengan rancangan penelitian cross-sectional serta menggunakan pendekatan kualitatif. Sampel penelitian adalah 151 mahasiswa profesi pendidikan dokter dan ilmu keperawatan FK UGM dengan metode purposive proportional. Pengambilan data kuantitatif menggunakan
kuisioner IEPS (interdisciplinary education
perception scale) dan kuisioner Attitudes Toward Health Care Teams Scale. Persamaan penelitian Achmad (2011) dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah tempatnya di FK UGM dan meneliti mengenai bagaimana kerja sama di dalam tim. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada sampel dan
8
pendekatan yang dilakukan dalam penelitian. Selain itu peneliti melakukan penelitan mengenai kerja sama tim lebih spesifik pada kohesivitas kelompok. 3.
Tejaningrum (2015) dengan judul “Hubungan Persepsi dan Kesiapan
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM dalam Implementasi Pembelajaran Community and Family Health Care with Interprofessional Education (CFHCIPE)”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis deskriptif non-eksperimental dan rancangan cross sectional. Sampel penelitian adalah 38 kelompok CFHC-IPE angkatan 2014 yang beranggotakan 5 mahasiswa dari 3 program studi menggunakan teknik cluster sample. Alat ukur menggunakan kuesioner IEPS dan RLPS. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah kurikulum CFHC-IPE dan tempat penelitian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah variabel yang diteliti dan teknik sampling yang digunakan. Variabel pada penelitian Tejaningrum (2015) adalah persepsi dan kesiapan, sedangkan variabel yang diteliti oleh penulis adalah kohesivitas kelompok. Kemudian teknik sampling pada penelitian Tejaningrum (2015) adalah cluster sampling, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan simple random sampling.