BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia memiliki berbagai macam perusahaan yang bergerak di berbagai bidang. Perusahaan-perusahaan yang berdiri di Indonesia memiliki bentuk yang beragam. Seringkali perusahaan yang didirikan di Indonesia bentuknya merupakan Perseroan Terbatas (PT). Perseroan Terbatas ini pun ada yang sifatnya terbuka dan tertutup. Perseroan Terbatas yang sifatnya terbuka (Tbk) kepemilikannya seringkali tidak hanya terdiri dari satu orang. Perseroan menerbitkan saham yang dapat dijual pada masyarakat luas. Kepemilikan dari suatu perseroan ditandai dengan kepemilikan saham di dalam perseroan tersebut. Saham adalah satuan nilai atau pembukuan dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan1. Dengan menerbitkan saham, memungkinkan perusahaanperusahaan yang membutuhkan pendanaan jangka panjang untuk 'menjual'
1
Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin, 2001, Pasar Modal di Indonesia, Salemba Empat, Indonesia, hlm 8.
2
kepentingan dalam bisnis - saham (efek ekuitas) - dengan imbalan uang tunai2. Salah satu perusahaan yang sedang berkembang di Indonesia bergerak di bidang televisi berlangganan. Arus globalisasi yang bergerak ke arah Indonesia membuat penduduk Indonesia tidak cukup puas dengan hanya menikmati tayangan lokal. Televisi berlangganan memberikan fasilitas kepada masyarakat untuk dapat menikmati tayangan berbagai saluran dari seluruh dunia. Perusahaan yang bergerak dalam bidang televisi berlangganan adalah perusahaan yang menyediakan jasa penyiaran khusus untuk masyarakat yang bersedia membayar secara berkala (berlangganan). Istilah televisi berlangganan bagi sebagian penduduk yang bermukim di kota besar tentu tidak asing. Tokoh yang pertama kali meneliti kemungkinan adanya televisi berlangganan bernama Zenith. Pada tahun 1940-an, sistem televisi berlangganan yang pertama kali diperkenalkan Zenith diberi nama Phonevision. Phonevision ini memberikan layanan bagi konsumen yang menginginkan pemutaran film-film hanya dengan pemesanan melalui telepon. Pada pola televisi berlangganan semacam ini, sistem kabel menjadi sarana paling penting pada proses penyiaran program televisi berlangganan sebelum ditemukannya sistem yang lebih cangggih, yaitu satelit. 2
John M. Dalton, 2001, How The Stock Market Works, 3rd edition, NYIF, United States of America, hlm 1.
3
Awalnya televisi berlangganan sering diidentikkan dengan TV kabel, karena bermula pada tahun 1948 ketika warga Pennsylvania, Amerika Serikat kesulitan menerima siaran televisi karena terhalang perbukitan. Untuk mengatasi masalah ini, warga setempat memasang antena untuk menangkap sinyal UHF yang dipakai dalam penyiaran program kemudian menarik kabel dari antena tersebut dan memasangnya ke rumah-rumah. Pada tahun 1972, HBO (Home Box Office) muncul dan memikat hati banyak kalangan, dan tentu saja dengan kemunculannya ini mata rantai televisi berlangganan makin kuat. Belum lagi tuntutan dan kebutuhan akan hiburan yang makin besar, membuat satelit pada era 1980an menjadi primadona bagi perkembangan televisi berlangganan selanjutnya, sebut saja sistem DBS (Direct Broadcast Satellite) yang banyak diaplikasikan di berbagai negara. Sejarah dan perkembangan televisi berlangganan di Amerika memberikan peluang bagi terbukanya lahan komersial ini di wilayah lain seperti Eropa, Asia, dan Australia. Untuk kawasan regional Asia, Jepang pada tahun 1984 memperkenalkan sistem DBS (Direct Broadcast Satellite) yang pada akhirnya dipakai dalam industri televisi berlangganan. Di Indonesia sendiri, teknologi televisi berlangganan telah mulai diperkenalkan pada tahun 1988. TV berbayar ini menawarkan sistem payper-view (PPV) yang ditawarkan melalui kabel atau DBS. Dengan sistem
4
PPV ini, pelanggan harus menunggu sampai progam siaran yang mereka inginkan diudarakan baik oleh kabel maupun DBS. Salah satu penyedia layanan televisi berlangganan Indonesia, Indovision mengklaim dirinya sebagai perusahaan televisi berlangganan pertama yang mengaplikasikan sistem DBS dengan menggunakan satelit Palapa C-2 sejak pertama berdiri pada 8 Agustus 19883. Sembilan tahun kemudian yaitu pada tahun 1997, Indovision meluncurkan satelit barunya yakni IndoStar 1 atau yang lebih dikenal dengan satelit Cakrawarta 1 yang dipergunakan sampai sekarang4. Di Indonesia, industri televisi berlangganan beroperasi dengan menggunakan media penyaluran yang beragam, mulai dari satelit, kabel, dan terrestrial5. Namun, hanya media penyiaran melalui satelit dan kabel saja yang memiliki pangsa pasar yang besar. Dua perusahaan operasional televisi berlangganan besar yang telah memiliki popularitas di kalangan masyarakat Indonesia adalah PT. MNC Sky Vision Tbk dengan merek dagangnya “Indovision” dan PT. Telkom Tbk dengan merek dagangnya “TelkomVision”. PT. MNC Sky Vision adalah pelaku usaha yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang penyelenggaraan televisi berbayar (dalam hal ini penyelenggara atau operator TV berbayar/berlangganan) yang
3
http://www.indovision.tv/content/corporate/company-profile, diakses pada tanggal 11 Januari 2014 pukul 13.04 WIB 4 Ibid. 5 Putusan Mahkamah Agung RI No. 2/PK/PDT.SUS/2013
5
menggunakan basis teknologi satelit di wilayah Indonesia, selanjutnya disebut Indovision. Cukup banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang penyedia jasa tv berlangganan sehingga dibutuhkannya sebuah peraturan yang menjembatani kepentingan-kepentingan antar perusahaan tersebut agar tidak menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang ikut serta di dalamnya. Salah satu peraturan perundangan yang memegang peranan penting adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang telah ditetapkan pada 5 Maret 1999 dan berlaku efektif mulai 5 September 2000. Dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 diharapkan akan tercipta persaingan usaha yang sehat dan tercapai ekonomi pasar yang efisien6. Dalam kondisi ini konsumen dapat secara bebas memilih barang dan jasa dengan harga yang kompetitif dan kualitas yang optimal sesuai dengan kemampuannya, serta mempunyai kebebasan dalam merencanakan penggunaan barang dan jasa di masa yang akan datang. Untuk memenuhi tujuan tersebut pelaku usaha bebas bersaing secara jujur dan sehat. Dengan terbangunnya iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, maka kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi semua pelaku usaha akan dapat terjamin dan tercipta suasana persaingan sehat di antara pelaku usaha nasional agar
6
Knud Hansen et al, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, Katalis, Jakarta, 2002, hlm. 47
6
mampu bersaing di pasar internasional serta akan terwujud perekonomian nasional yang efisien guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat7. Salah satu tayangan favorit masyarakat Indonesia yang dapat disaksikan di televisi adalah pertandingan sepak bola, baik pertandingan tim sepak bola lokal maupun internasional. Tayangan pertandingan sepak bola ini dapat disaksikan oleh masyarakat yang mempergunakan jasa televisi berlangganan maupun tidak (terrestrial). Di antara sekian banyak kompetisi liga sepak bola di dunia, salah satu kompetisi yang menjadi favorit masyarakat Indonesia adalah Liga Utama Inggris (Barclays Premier League). Di luar negara Inggris, biasa disebut dengan English Premier League (EPL). English Premier League ini telah mulai ditayangkan di Indonesia sejak tahun 1990 di stasiun televisi
lokal
Indonesia
(RCTI),
sedangkan
untuk
operator
tv
berlangganan, pertama kali disiarkan di Indovision. Pada musim pertandingan 2007-2010, operator tv berlangganan yang dikenal dengan merk dagang “Astro” mengambil alih siaran Barclays Premier League (BPL). Di Indonesia, selama beberapa tahun terakhir sampai dengan 2006, EPL (English Premier League) disiarkan dan dapat dinikmati baik melalui televisi free to air terrestrial maupun televisi berlangganan8. Ketika Astro memiliki hak siar atas BPL, seluruh stasiun
7
Ibid., hlm. 48 Case Center Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008, Cases in Management : Indonesia’s Bussiness Challenges, Salemba Empat, Jakarta, hlm. 83. 8
7
televisi baik terrestrial maupun berlangganan tidak dapat menyiarkan pertandingan BPL lagi di Indonesia. Indonesia memiliki lembaga pengontrol persaingan usaha yang dipegang oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU dapat melarang perjanjian yang melanggar UU Antimonopoli dan berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif9. Keputusan Komisi dapat dimintakan naik banding kepada Pengadilan Negeri. Apabila putusan Pengadilan Negeri tidak diterima, maka dapat dimohonkan kasasi kepada Mahkamah Agung RI. Sekitar bulan September 2008, Indovision bersama dengan PT. Indosat Mega Media (IM2) dan PT. Indonusa Telemedia (Telkomvision) menyampaikan laporan dugaan pelanggaran kepada KPPU atas tindakan anti persaingan yang dilakukan oleh Astro. Laporan Indovision kepada KPPU dilatarbelakangi oleh tindakan ESPN Star Sport yang menghentikan suplai siaran EPL ke operator TV berbayar/berlangganan dan TV terrestrial di Indonesia. ESPN Star Sport sebagai pemegang hak siar EPL untuk
wilayah
memberitahukan
Indonesia atau
sama
sekali
menyampaikan
tidak
pernah
penjelasan
resmi
sekalipun kepada
penyelenggara televisi berlangganan di Indonesia mengenai adanya tender atas hak siar pertandingan EPL untuk musim kompetisi tahun 2007-2010.
9
Wolfgang Kartte et al, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, GTZ, Lembaga Pengkajian Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm. 3
8
Perkara ini telah diperiksa dan diputus oleh KPPU, namun Indovision sebagai pihak pelapor mengajukan keberatan atas putusan KPPU tersebut. Keberatan yang diajukan Indovision ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan alasan tidak memenuhi legal standing pengajuan keberatan. Dalam putusannya, KPPU menyatakan bahwa pihak ASTRO ALL ASIA NETWORK (AAAN) dan PT. DIRECT VISION (PT. DV) tidak terbukti bersalah. Namun, pihak ESPN STAR SPORT (ESS) dan ALL ASIA MEDIA NETWORKS (AAMN) dinyatakan bersalah melanggar Pasal 16 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal 16 UU Antimonopoli mengatur mengenai perjanjian dengan pihak luar negeri. Arti Pasal 16 ini menjadi jelas dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 1 angka 5 yang mengatur ruang lingkup penerapan UU No. 5/1999 secara internasional. UU No. 5/1999 dapat diterapkan apabila salah satu di antara pihak-pihak yang melakukan perjanjian adalah pihak dari luar negeri. Selain itu, berdasarkan saling keterkaitan antara Pasal 1 angka 5 dengan Pasal 16, maka kemungkinan UU No. 5/1999 dapat diterapkan pula terhadap perjanjian dimana kedua pihak berkedudukan di luar negeri hanya apabila dampak dari perjanjian tersebut terasa di pasar Indonesia10.
10
Ibid., hlm. 251
9
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pertimbangan KPPU dalam Putusan No. 03/KPPUL/2008 yang menetapkan pemberian hukuman bagi pelaku usaha terlapor yang dinyatakan telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 16 UU No. 5 Tahun 1999? 2. Mengapa Indovision sebagai pelaku usaha pelapor dalam Perkara No. 001/Pdt-KPPU/08/PN. Jkt. Brt tidak berhak untuk mengajukan keberatan terhadap Putusan KPPU No. 03/KPPUL/2008 sebagaimana diputuskan oleh Mahkamah Agung dalam Putusan
Kasasi
No.
780.K/Pdt.Sus/2010
dan
Putusan
Peninjauan Kembali No. 2.PK/Pdt.Sus/2013?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui alasan di balik legal standing pelaku usaha pelapor tidak dapat mengajukan keberatan atas Putusan KPPU. b. Untuk mengetahui apakah tindakan KPPU telah tepat atau bertentangan dengan kewenangannya. 2. Tujuan Subyektif
10
Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
D. Keaslian Penelitian Berdasarkan
penelitian
kepustakaan
di
Fakultas
Hukum
Universitas Gadjah Mada oleh penulis tidak ditemukan adanya penelitian dengan tema Implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap Putusan KPPU terkait Perjanjian Hak Siar Liga Inggris oleh Astro Group. Namun, terdapat penelitian yang menyangkut tentang implementasi peraturan perundang-undangan yang sama. Penelitian tersebut pernah dilakukan oleh AJENG PUJIANTI LESTARI dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Kasus Perjanjian Hak Siar Liga Inggris oleh Astro Group)”. Penelitian yang dilakukan oleh Ajeng Pujianti Lestari, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada lulusan tahun 2012 dengan NIM 08/272913/HK/17917 ini meninjau penerapan Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dipergunakan pihak ESPN Star Sport dan AAN sebagai pembelaan dalam perkaranya. Sedangkan penelitian mengenai legal standing pelaku usaha pelapor dalam pengajuan keberatan atas
11
putusan KPPU belum pernah dibahas. Oleh karena itu, penulis mengambil pembahasan mengenai implementasi keseluruhan dari UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dikaitkan dengan putusan KPPU khususnya mengenai legal standing pengajuan keberatan oleh pelaku usaha pelapor dalam perkara persaingan usaha.
E. Tinjauan Pustaka 1. Tentang Hal-Hal yang Dilarang dalam Persaingan Usaha Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli membuat tiga kategori tindakan-tindakan yang dilarang dalam persaingan usaha. Halhal tersebut yaitu perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang dan posisi dominan. KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) menjalankan tugas untuk mengawasi hal-hal tersebut. Di dalam kategori perjanjian yang dilarang ditentukan ada sepuluh tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha, dimulai dari Pasal 4 sampai dengan Pasal 16. Perjanjian-perjanjian yang dilarang ini berupa melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri.
12
Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan dan pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Dua kategori yang pertama ("perjanjian yang dilarang" dan "kegiatan yang dilarang") tampak lebih menekankan pada pengaturan perilaku (behavior) dikehendaki,
yang mengarah pada akibat
sedangkan
kategori
"posisi
yang tidak
dominan"
lebih
dititikberatkan pada larangan penggunaan struktur tertentu (posisi dominan) untuk bersaing secara tidak fair11. Di dalam wacana hukum persaingan usaha, aturan yang dititikberatkan pada larangan berperilaku tertentu dikatakan sebagai aturan yang memiliki pendekatan "behavioral". Sedangkan aturan yang melarang pembentukan atau penyalahgunaan struktur disebut sebagai aturan yang merniliki pendekatan "struktural"12. KPPU telah menjatuhkan putusan yang isinya ESPN STAR SPORT (ESS) dan ALL ASIA MEDIA NETWORKS (AAMN) dinyatakan bersalah melanggar Pasal 16 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
11
http://www.slideshare.net/indra_wijaya/tindakan-yang-di-larang-dalam-persaingan-usahauuno-5-1999-23550210 diakses pada 29 Januari 2014 pukul 14.27 WIB 12 Ibid
13
Pasal 16 UU No. 5 Tahun 1999 adalah mengenai Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri yang termasuk dalam kategori perjanjian yang dilarang. Pasal tersebut berbunyi : “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.” Cukup banyak undang-undang antimonopoli yang diterapkan di luar perbatasan nasionalnya, tetapi terdapat perbedaan penting dalam doktrin dan praktek hukum pelaksanaannya.dengan syarat-syarat tertentu,
beberapa
negara
menggunakan
yurisdiksi
territorial
“obyektif” sehubungan dengan aktivitas yang ditentukan di luar negeri dan diterapkan di dalam wilayah nasional, tanpa memperhatikan apakah menggunakan anak perusahaan setempat untuk menghubungi pembeli di wilayah nasional13. Ketentuan mengenai Pasar Bersangkutan dalam Pasal 1 angka 10 UU No. 5 Tahun 1999 memiliki peranan signifikan dalam implementasi UU No. 5 tahun 1999. Pendefinisian pasar bersangkutan merupakan bagian penting dari upaya pembuktian dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 199914. Dalam beberapa pasal yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999, terdapat pasar bersangkutan yang merupakan unsur pasal sehingga pendefinisiannya diperlukan sebagai bagian dari proses
13
Wolfgang Kartte et al, op. cit., hlm. 252 Nigrum Natasya Sirait et al, Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha, The Indonesia Netherlands National Legal Reform Program (NLRP), Jakarta, 2010, hlm. 8 14
14
pemenuhan unsur. Tetapi dalam pasal lainnya, pasar bersangkutan bukanlah unsur dari pasal. Pasal 16 tidak memiliki keterkaitan dengan pendefinisian pasar bersangkutan. Pasal ini terkait dengan pelaku usaha lain.
2. Tentang Prosedur Beracara dalam Perkara Persaingan Usaha Sumber hukum acara di bidang persaingan usaha terdiri dari : 1) UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan Praktik Monopoli dn Persaingan Usaha Tidak Sehat; 2) Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara; 3) Peraturan Mahakamah Agung Republik Indonesia No. 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap Putusan KPPU. Tata cara penanganan perkara persaingan usaha diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 mulai dari Pasal 38 sampai dengan Pasal 46. Ruang lingkup tata cara penanganan perkara yang diatur dalam UU ini meliputi penanganan perkara pada lingkup kewenangan KPPU dan badan peradilan mulai dari pengadilan negeri sampai dengan Mahkamah Agung Republik Indonesia. KPPU dapat memulai proses pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang diduga melanggar meskipun tidak ada laporan. Hal ini diatur dalam Pasal 40 UU No. 5 Tahun 1999.
15
Dapat disimpulkan bahwa bahan penyelidikan, pemeriksaan, dan/atau penelitian terhadap kasus dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha bisa berasal dari laporan atau pengaduan pihak-pihak yang dirugikan atau pelaku usaha, bahkan dari masyarakat atau setiap orang yang rnengetahui bahwa telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Sebagai jaminan atas diri pelapor, Pasal 38 ayat (2) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 mewajibkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk merahasiakan identitas pelapor, terutama pelapor yang bukan pelaku usaha yang dirugikan. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 36 huruf b dan huruf c, Pasal 38, Pasal 40 dan Pasal 41 dari UU No. 5 Tahun 1999, maka pada tanggal 6 Januari 2010 diundangkan Peraturan Komisi Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara. Dengan demikian Perkom ini merupakan peraturan pelaksana dari UU No. 5 Tahun 1999 yang sifatnya mengikat karena secara materiil dan formil keberadaan Perkom ini diperintahkan oleh UU No. 5 Tahun 1999 vide Pasal 38 ayat (4)15. Lahirnya peraturan dari Komisi Pengawas PU sendiri dalam penanganan perkara menunjukkan bahwa KPPU juga bisa berperan
15
Nigrum Natasya Sirait et al, Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha, The Indonesia Netherlands National Legal Reform Program (NLRP), Jakarta, 2010, hlm. 234
16
sebagai self-regulatory body, yang ketentuannya mengikat warga masyarakat luas16. Proses suatu kasus di KPPU melewati beberapa tahapan, yang kurang lebih dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Tahap pengumpulan indikasi; 2. Tahap pemeriksaan pendahuluan; 3. Tahap pemeriksaan lanjutan; 4. Tahap penjatuhan putusan; 5. Tahap eksekusi putusan. Secara garis besar prosedur beracara ini dimulai dari adanya suatu kasus yang bermula dari laporan ataupun pengaduan masyarakat (biasanya pelaku usaha pesaing yang dirugikan) atau berdasarkan pengamatan KPPU sendiri (proaktif). Setelah KPPU menjatuhkan putusan, perkara dapat berlanjut lagi apabila diajukan keberatan, kasasi maupun peninjauan kembali atas putusan tersebut.
3. Tentang Sanksi Administratif yang dapat Dijatuhkan oleh KPPU Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan suatu organ khusus yang mempunyai tugas ganda selain menciptakan
16
Dr. Shidarta, S.H., M.Hum., Prosedur Beracara di KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), diakses dari http://business-law.binus.ac.id/2013/01/20/prosedur-beracara-di-kppu-komisipengawas-persaingan-usaha/ pada tanggal 30 Januari 2014 pukul 13.01 WIB
17
ketertiban dalam persaingan usaha juga berperan untuk menciptakan dan memelihara iklim persaingan usaha yang kondusif. Dalam perkembangan hukum persaingan, penegakan hukum persaingan tidak hanya terkait dengan hukum perdata, melainkan mengandung juga unsur-unsur pidana dan administrasi. Hal ini dikarenakan pelanggaran terhadap hukum persaingan akan merugikan masyarakat secara luas dan umum dan juga merugikan perekonomian negara. KPPU berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 hanya melakukan pengawasan dan penegakan hukum persaingan, sedangkan ranah hukum pidana merupakan diluar kewenangan KPPU17. Sanksi atas pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 47, 49 dan Pasal 49. KPPU bukanlah lembaga peradilan khusus persaingan usaha, dengan demikian KPPU tidak berwenang menjatuhkan sanksi baik pidana maupun perdata. Kedudukan KPPU lebih merupakan lembaga administratif karena kewenangan yang melekat padanya adalah kewenangan administratif, sehingga sanksi yang dijatuhkan merupakan sanksi administratif18. Aturan ketentuan pidana
di dalam UU Anti Monopoli tidak
menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
17
Rencana strategis KPPU 2007-2012 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4657/kppu-berwenang-jatuhkan-sanksipidana_perdata diakses pada 30 Januari 2014 pukul 14.41 WIB 18
18
KPPU tidak pernah menjatuhkan sanksi pidana dalam perkaraperkara yang ditanganinya. Selama ini, KPPU hanya pernah menjatuhkan sanksi administratif. Berdasarkan Pasal 47 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999, bentuk tindakan
administratif
yang
dijatuhkan
KPPU
dapat
bersifat
penghentian dan/atau pembatalan perjanjian. Di samping itu, KPPU dapat menetapkan pembayaran ganti rugi dan/atau pengenaan denda. Penetapan pembatalan perjanjian dapat dikenakan untuk pelaku usaha yang melanggar Pasal 16 dalam UU No. 5 Tahun 1999. KPPU menjatuhkan sanksi ini pada ESPN STAR SPORT (ESS) dan ALL ASIA MEDIA NETWORKS (AAMN). Pembatalan perjanjian ini terkait dengan pengendalian dan penempatan hak siar Barclays Premiere League musim 2007-2010.
F. Manfaat Manfaat yang hendak diperoleh dari penelitian ini berupa manfaat teoritis dan praktis, yaitu : 1. Secara teoritis Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Hukum Dagang yang berkaitan dengan hukum persaingan usaha dan keadilan bagi pihak-pihak dalam perkara persaingan usaha. 2. Secara praktis
19
Dapat dipakai sebagai tambahan informasi bagi pencari keadilan dalam perkara persaingan usaha tentang upaya-upaya penyelesaian perkara dan legal standingnya.
G. Metode Penelitian Dalam rangka membahas permasalahan yang telah disebutkan di atas, menggunakan metodologi penelitian kepustakaan. Dengan dasar teori yang
dimiliki
sebelumnya,
pada
penelitian
kepustakaan
dengan
permasalahan yang diteliti. Adapun bahan-bahan hukum itu adalah : a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan (Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Keppres No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagaimana telah diubah dengan Keppres No. 80 Tahun 2008 (Perpres KPPU), Perma No. 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap putusan KPPU, Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara, putusan
KPPU
perkara
No.
3/KPPU-L/2008,
putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat perkara No. 001/PdtKPPU/08/PN. Jkt. Brt, putusan kasasi Mahkamah Agung No. 780.K/Pdt.Sus/2010 dan Putusan Peninjauan Kembali No. 2.PK/Pdt.Sus/2013) b. Bahan hukum sekunder, terdiri dari :
20
1) Buku-buku dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti; 2) Makalah-makalah, jurnal-jurnal, serta artikel-artikel pada media cetak maupun internet yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
H. Analisis Data Data-data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data yang belum memiliki arti dan masih perlu diolah serta dianalisa lebih lanjut. Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data19. Data-data tersebut akan diolah dengan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif yaitu setelah seluruh data yang diperoleh dari penelitian akan dilakukan penyusunan secara sistematis, kemudian dilakukan pengkajian dengan pemikiran yang logis secara deduktif untuk kemudian dilakukan pengolahan terhadap data tersebut menjadi sebuah kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah dalam sebuah penelitian hukum dengan pendekatan deskriptif yaitu dengan menggambarkan dan menjelaskan data yang diperoleh dari teori20.
19 20
Lexy J. Moleong, 1989, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remadja Karya CV, Bandung, hlm. 112 Ibid., hlm. 125