BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sediaan farmasi pada masa kini tidak hanya terbatas pada sediaan padat seperti tablet dan juga sediaan semi padat seperti salep. Dari sediaan awal tersebutlah mulai dikembangkan beberapa varian baru dalam memformulasikan sediaan farmasi. Carvedilol
(±)-[3-(9H-carbazol-4-yloxy)-2-hydroxypropyl][2-(2-
methoxyphenoxy)ethyl]amine adalah non-selective β-adrenergic antagonist digunakan untuk mengobati hipertensi dan angina pektoris. Carvedilol memiliki metabolisme lintas pertama yang tinggi, kelarutan dalam air rendah, tetapi kelarutan dalam lemak tinggi (Martindale, 2003). Dari sifat carvedilol ini maka dibutuhkan alternatif penghantaran lain, salah satu alternatif yang cocok adalah penghantaran melalui rongga mulut seperti sublingual dan bukal. Pemilihan didasarkan pada perbedaan anatomi dan permeabilitas yang ada pada berbagai situs mukosa mulut. Mukosa sublingual relatif permeabel, memberikan absorpsi yang cepat dan bioavailabilitas yang baik oleh banyak obat, dan nyaman, mudah diakses, dan umumnya acceptable (Harris dan Robinson, 1992). Mukosa bukal cenderung kurang permeabel dari daerah sublingual dan umumnya tidak mampu memberikan penyerapan yang cepat dan bioavailabilitas yang baik seperti terlihat pada administrasi sublingual. Karena perbedaan penting antara mukosa sublingual dan mukosa bukal, rute bukal lebih disukai untuk penghantaran obat sistemik secara transmukosal (Harris dan Robinson, 1992; Gandhi dan Robinson, 1994). Dari karakteristik carvedilol maka carvedilol lebih cocok dihantarkan secara bukal mukoadhesif.
1
Sistem penghantaran bukal merupakan suatu sistem penghantaran obat dimana obat diletakan diantara gusi dan membran pipi bagian dalam. Mukoadhesif adalah polimer yang memiliki kekuatan mukoadhesi. Bukal mukoadhesif adalah suatu sistem penghantaran obat dimana obat terebut diletakan diantara gusi dan membran pipi bagian dalam dan menggunakan polimer untuk mengontrol pelepasan obat. Sediaan yang menggunakan polimer adalah patch. Keuntungan sediaan bukal patch adalah menghindari terjadinya first-pass metabolisme, tingkat puncak plasma obat diturunkan sehingga efek samping berkurang, mengurangi terjadinya fluktuasi, dapat digunakan untuk obat dengan waktu paruh dan rentang terapi pendek, mudah dihentikan apabila terjadi keracunan, mengurangi frekuensi pemberian obat sehingga meningkatkan kepatuhan pasien (Kumar et al., 2007). Dalam sediaan bukal mukoadhesif, matriks berperan sangat penting karena kontak kontak antara patch dan mukosa bukal adalah salah satu faktor kunci dalam penghantaran bukal yang sukses, yang lebih ditekankan adalah penggunaan mukoadhesif polimer dalam formulasi sistem penghantaran bukal (Aungst, 1998). Matriks yang biasa digunakan pada sediaan bukal patch mukoadhesif antara lain CMC-Na, Methocel dan Chitosan. CMC-Na digunakan sebagai matriks karena memiliki kekuatan mukoadhesif yang tinggi ( Roy et al., 2010). Selain itu CMC-Na biasa digunakan utntuk melindungi perlekatan produk dengan jaringan tubuh dari kerusakan (Rowe et al., 2006). Methocel digunakan sebagai matriks karena merupakan zat yang hidrofil sehingga air mudah masuk ke dalam sediaan sehingga matriks mengembang sehingga obat dapat dilepaskan secara terkontrol. Sementara kitosan sering digunakan untuk matriks tipe 1, karena kitosan merupakan matriks hidrogel, matriks yang tidak larut air tetapi menyerap air sehingga cocok sebagai matriks pengontrol pelepasan obat.
2
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu : bagaimanakah pengaruh matriks sebagai basis bukal patch terhadap sifat fisik dan pelepasan Carvedilol dari sediaan patch.
C. Pentingnya Penelitian Dilakukan Penelitian ini akan memberikan informasi mengenai pengaruh variasi matriks terhadap sifat fisik dan pelepasan Carvedilol dari sediaan patch. Dengan demikian formulasi patch dengan matriks yang optimal dapat digunakan sebagai salah satu alternatif sediaan yang dapat digunakan sebagai obat anti hipertensi di masyarakat. Sehingga masyarakat dapat merasakan kenyamanan dalam penggunaan patch tersebut.
D. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Menemukan alternatif dalam pengobatan hipertensi yang lebih efektif digunakan di masyarakat.
2.
Tujuan khusus a.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan penggunaan Na-CMC, methocel dan kitosan terhadap sifat fisik dan pelepasan Carvedilol dari sediaan patch.
b.
Mempelajari kinetika pelepasan carvedilol dari sediaan patch berdasarkan persamaan orde nol, orde satu, Higuchi dan Korsmeyer-Peppas.
3
E. Tinjauan Pustaka 1.
Sistem Penghantaran Bukal Mukoadhesif Sistem penghantaran bukal mukoadhesif merupakan salah satu bentuk
penghantaran obat yang diaplikasikan dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pada pipi bagian dalam. Sistem penghantaran bukal mukoadhesif memiliki keuntungan dibanding sistem penghantaran lainnya, antara lain : 1) memilki ketersediaan darah yang lebih banyak dibanding jaringan mukosal lainnya 2) menghindari metabolisme lintas pertama (firstpass metabolism) dan variabel lainnya dalam saluran pencernaan, seperti pH dan waktu pengosongan lambung, 3) Mudah kontak dengan membran sehingga obat tersebut dapat didistribusikan, mengenai target aksi dan mudah dilepaskan dari tempat pengaplikasian, 4) Meningkatkan kepatuhan dan kenyamanan pasien, 5) Meningkatkan kemampuan obat untuk kontak dengan mukosa lebih lama, 6) Mengurangi efek samping yang ditimbulkan dari kelebihan dosis, 7) Meningkatkan bioavaibilitas dari obat, 8) Sebagai alternatif penghantaran obat berupa hormon, steroid, enzim, narkotika yang digunakan sebagai analgesik dan obat-obat kardiovaskular (Khairnar et al., 2010). Sistem Penghantaran secara bukal mukoadhesif juga masih memiliki keterbatasan antara lain : 1) Adanya keterbatasan area absorpsi, luas permukaan membran dari rongga mulut sebesar 170 cm2, tetapi sediaan bukal patch hanya bisa memenuhi 50 cm2. 2) Adanya barrier mukosa. 3) Sekresi air liur terus menerus menyebabkan terjadinya pengenceran obat. 4) Bahaya tersedak atau tertelannya sediaan akibat menelan makanan. 5) Menelan air liur dapat menyebabkan obat terlarut atau tersuspensi dan hilangnya obat dari sediaan. (Miller, 2005). Ada 3 tipe peghantaran bukal mukoadhesif, yaitu : 1) Tipe I merupakan sistem single layer dimana pelepasan obat ke semua arah. Pelepasan obat akibat sediaan yang
4
mengembang. 2) Tipe II merupakan sistem double layer dengan ditambahkan backing membrane dibagian atas dari patch tersebut untuk menghindari kehilangan obat dari bagian atas sediaan menuju rongga mulut. 3) Tipe III
merupakan sistem yang
memberikan pelepasan obat secara tidak langsung. Seluruh permukaan pada sediaan dilapisi dengan impermeable backing layer kecuali sisi yang kontak dengan bukal mukosa ( Kaul et al, 2011).
Gambar 1. Desain sediaan bukal mukoadhesif (Kaul et al., 2011)
2.
Anatomi Oral Mukosa Mikroskop cahaya memperlihatkan perbedaan pematangan di epitel mukosa mulut
manusia. Terdapat tiga lapisan pada mukosa di rongga mulut, yaitu : jaringan epitel, jaringan ikat dan jaringan dasar. Rongga mulut dilapisi oleh jaringan epitel, dibawahnya terdapat jaringan dasar yang didukung oleh jaringan ikat.
5
Gambar 2. Anatomi oral mukosa (Kaul et al.,2011)
Epitel sebagai lapisan pelindung untuk jaringan dibawahnya, dibagi menjadi : 1) epitel non-keratin, pada langit-langit rongga mulut bagian lunak, bagian tengah permukaan lidah, dasar mulut, bibir dan pipi. 2) epitel ber-keratin, pada langit-langit rongga mulut bagian keras. Sel-sel epitel yang berasal dari sel dasar, mengalami pedewasaan, mengubah bentuk dan memperbesar ukuran saat bergerak menuju permukaan. Membran
basal membentuk
lapisan khas
antara jaringan ikat
dan epitel. Dibutuhkan suatu kesatuan yang diperlukan antara epitel dan jaringan ikat pokok, dan berfungsi sebagai mekanisme pendukung untuk epitelium. Jaringan ikat pokok tersebut memberikan banyak properti mekanis dari mukosa mulut. Bukal epitel diklasifikasikan sebagai jaringan non kreatin. Dapat ditembus oleh jaringan ikatan yang berbentuk krucut. Jaringan ini, yang juga disebut sebagai lamina propria, terdiri dari serat kolagen, lapisan pendukung jaringan ikat, pembuluh
darah
dan
otot
halus. Arteri
yang
kaya
akan
darah
yang
mensuplai mukosa mulut berasal dari arteri karoti eksternal. Arteri bukal merupakan terminal
dari
beberapa
cabang arteri wajah, arteri
alveolar posterior, dan
arteri infra orbital adalah sumber utama pasokan darah ke lapisan pipi di rongga bukal.
6
Hasil dari sekresi seperti gel yang dikenal sebagai mukus, yang terdiri dari sebagian besar glikoprotein yang tidak larut air,
mencakup
seluruh rongga
mulut. Mukus terikat ke permukaan sel dan bertindak sebagai lapisan pelindung pada selsel di bawah. Mukus juga bersifat viskoelatis hidrogel, dan yang utama terdiri dari 1-5% dari air yang disebutkan di atas tidak larut didalam glikoprotein, 95-99% air, dan beberapa komponen lainnya dalam jumlah kecil, seperti protein, enzim, elektrolit, dan asam nukleat.
Komposisi
ini dapat bervariasi
berdasarkan asal mukus
yang
disekresi dalam tubuh.
3.
Rute Permeasi Obat Bukal Mukoadhesif Terdapat dua rute yang memungkinkan penyerapan obat melalui epitel dari mukosa
mulut : 1) Transeluler ((intraseluler, melewati sel) dan 2) Paraseluler (antar sel, melewati sel). Permeasi melewati bukal mukosa dilaporkan paling banyak terjadi melalui rute paraseluler melalui lipid interseluler (Wani, 2007).
Gambar 3. Jalur transeluler dan paraseluler untuk penghantaran bukal mukoadhesif. (Kaul et al., 2011).
7
4.
Mekanisme Mukoadhesi Mekanisme adhesi suatu makromolekul terhadap permukaan jaringan mukosa
belum sepenuhnya dimengerti. Mukoadhesif harus tersebar diantara substrat untuk membuat kontak dan meningkatkan kontak dengan permukaan, meningkatkan difusi dengan mukosa. Terjadi daya tarikan dan tolakan, dan untuk membuat daya mukoadhesif berhasil daya tarikan harus lebih dominan. Setiap tahapan tergantung dari sifat dan bentuk dari sediaan dan juga rute pemberian sediaan tersebut (Carvalho et al., 2010). Mekanisme dari mukoadhesi secara umum dibagi menjadi 2 langkah : 1) Tahapan Kontak 2) Tahapan Penggabungan. Tahapan pertama adalah tahapan kontak. Terjadi kontak antara polimer mukoadhesif dan membran mukus. Terjadi proses perluasan dan pengembangan dari basis patch sehingga dapat kontak dengan lapisan mukus. Pada tahapan penggabungan, basis dari mukoadhesif diaktifkan oleh adanya kelembapan. Kelembapan
memungkinkan
molekul
mukoadhesif
untuk
pecah
keluar
dan
menghubungkan antara ikatan Van Der Waals dengan ikatan hidrogen. Kedua tahapan dapat dilihat dari gambar 4.
Gambar 4. Tahapan Proses Mukoadhesi (Roy et al., 2010)
8
5.
Teori Mukoadhesi Meskipun mekanisme adhesi suatu makromolekul terhadap permukaan jaringan
mukosa belum sepenuhnya dimengerti tetapi terdapat enam teori klasik yang menerangkan fenomena mukoadhesi dapat dilihat pada tabel I. Tabel I. Teori Mukoadhesi (Kaul et al.,2011) Teori
Mekanisme bioadhesi
Keterangan
Teori elektronik
Menarik kekuatan elektrostatik antara jaringan glikoprotein musin dan bahan bioadhesi
Transfer elektron terjadi diantara 2 muatan yang membentuk lapisan ganda dan terjadi di permukaan
Teori pembasahan
Kemampuan polimer bioadhesi untuk menyebar dan melakukan kontak dengan membran mucus
Penyebaran koefisien polimer haruslah positif. Sudut kontak antara polimer dan sel harus mendekati nol (0)
Teori adsorpsi
Kekuatan permukaan menghasilkan ikatan kimia
Kekuatan ikatan yang utama : ikatan kovalen. Ikatan lemah : ikatan hidrogen dan gaya van der Waals
Teori difusi
Ikatan antara ntaian musin dengan rantai polimer yang flexible
Untuk difusi yang maksimum dan juga ikatan yang kuat, parameter kelarutan dari polimer bioadhesive dan glikoprotein mucus harus serupa
Teori mekanik
Adhesi timbul akibat keterkaitan antara cairan adhesive kedalam faktor penyimpangan dari lapisan permukaan yang kasar
Permukaan yang kasar akan meningkatkan luas area yang tersedia untuk interaksi diikuti dengan penambahan viskoelastis dan hilangnya lapisan energi selama kegagalan penyatuan, dimana akan lebih dibutuhkan dalam proses adhesi dibandingkan effek dari mekanikalnya
9
Teori patahan
6.
Analisis dari maksimum gaya tarikan dan renggangan meningkat akibat adanya lampiran dari transmukosal DDS yang didapt dari permukaan mucosal
Tidak membutuhkan keterlibatan secara fisik dari rantai polimer bioadhesive dan untaian mucus, sehingga sangat cocok untuk digunakan untuk mempelajari bioadhesi dari polimer yang keras dimana polimer tersebut kekurangan rantai flexibelnya
Matriks pada Penghantaran Bukal Mukoadhesif Matriks merupakan satu unsur penting didalam sediaan bukal patch. Matriks
digunakan sebagai basis pembentuk patch dan juga sebagai zat yang digunakan untuk berikatan dengan membran mukus, sehingga zat aktif dari sedian bukal patch dapat diserap oleh jaringan epitel. Ada beberapa macam variasi matriks yang digunakan. Dapat dilihat pada tabel II. Tabel II. Variasi Matriks (Kaul et al.,2011) Kriteria
Kategori
Contohnya
Semi-natural
Agarose, kitosan, gelatin, Hyaluronic acid, Various gums (guar, hakea, xanthan, gellan, carrageenan , pectin, and sodium alginate)
atau natural
Turunan selulose [CMC, thiolated CMC, sodium CMC, HEC, HPC, HPMC, MC, methylhydroxyethylcellulose] Basis Poly(acrylic acid) Berdasarkan sumber [CP, PC, PAA, polyacrylates, poly(methylvinylether-co-methacrylic acid), poly(2-hydroxyethyl methacrylate
Sintetik
10
Berdasarkan Kelarutan
Berdasarkan muatan
Potensi Ikatan
7.
Larut dalam air
CP, HEC, HPC (water < 38oC), HPMC (cold water), PAA, sodium CMC, sodium alginate
Tidak larut dalam air
Kitosan (soluble in dilute aqueous acids), EC, PC
kationik
Aminodextran, kitosan, dimethylaminoethyl (DEAE)-dextran, trimethylated kitosan
Anionik
Aminodextran, kitosan, dimethylaminoethyl (DEAE)-dextran, trimethylated kitosan
Non-ionik
Kitosan-EDTA, CP, CMC, pectin, PAA, PC, sodium alginate, sodium CMC, xanthan gum
kovalent
Hydroxyethyl starch, HPC, poly(ethylene oxide), PVA, PVP, scleroglucan
Ikatan Hidrogen
Acrylates [hydroxylated methacrylate, poly(methacrylic acid)], CP, PC, PVA
Interaksi antar elektron
Kitosan
Patch Bukal Patch bukal adalah bentuk sediaan obat yang berdasar pada mukoadhesif sistem.
Ukuran ketipisan patch bukal antara 0,5-1,0 mm, apabila lebih kecil akan menyulitkan dalam pemakaiannya (Mathiowitz et al ., 1999). Pelepasan zat aktif pada suatu patch dikenal dengan metode tidak langsung. Menurut Lenaerts et al. (1990), patch terdiri dari 3 lapisan yaitu (1) Permukaan dasar mukoadhesif terdiri dari polimer biodhesif polikarbopil, (2) permukaan membran yang merupakan tempat terlepasnya obat, (3) permukaan impermeable, yang langsung bersentuhan dengan mukosa. Desain bentuk patch dengan metode tersebut dapat dilihat pada gambar 5.
11
Gambar 5. Desain Patch Bukal unidirectional (Lenaerts et al., 1990)
Guna mendukung sistem tersebut, dibutuhkan eksipien yang berfungsi sebagai polimer mukoadhesif. Menurut Grabovac et al. (2005) polimer mukoadhesif adalah makromolekul natural atau sintetis yang mampu bekerja pada permukaan mukosa. Polimer mukoadhesif sudah dikenalkan pada teknologi farmasi sejak 40 tahun yang lalu, namun baru beberapa tahun terakhir metode ini dapat diterima. Polimer mukoadhesif dianggap dapat sebagai terobosan baru sebagai sediaan lepas lambat dan meningkatkan sistem penghantaran obat secara lokal Bentuk sediaan bukal patch didesain menjadi bentuk sediaan controlled release. Dimana controlled release dibagi menjadi extended release, sustained release dan prolonged release. Sediaan prolonged release mulanya membuat ketersediaan obat didalam tubuh dalam jumlah yang cukup untuk dapat menghasilkan respon farmakologis yang diinginkan. Bentuk sediaan tersebut juga memungkinkan untuk dapat mengisi kembali pasokan obat didalam tubuh dan memperpanjang waktu respon farmakologis sehingga dapat dipertahankan dibandingkan dengan obat dengan dosis tunggal. Pada prolonged released, ketersediaan obat pada indeks terapi tidak dijaga konstan.
12
Sustained release adalah desain sediaan obat yang didesain untuk melepaskan sejumlah kecil dari dosis total yang telah ditentukan kedalam sistem pencernaan. Pelepasan dosis tersebut harus sejumlah dosis yang dapat mengakibatkan respon farmakologis sesegera mungkin, dimana obat tersebut harus konsisten dengan ketersediaan intrinsik obat untuk diabsorpsi dari saluran pencernaan. Dosis sisa kemudian dilepaskan secara cepat guna menjaga ketersediaan obat didalam tubuh untuk beberapa periode waktu yang diinginkan melebihi waktu yang dicapai oleh obat dengan dosis tunggal, sehingga dosis yang diserap oleh tubuh harus sama dengan dosis yang dikeluarkan oleh tubuh dari waktu kewaktu seiring dengan respon farmakologis yang diinginkan. Sediaan repeat action biasanya terdiri atas 2 dosis tunggal dari suatu obat. Dimana dosis pertama didesain menjadi immediate release dan dosis ke 2 didesain menjadi delayed release. Hubungan konsetransi obat dengan waktu pada sistem controlled release dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Hubungan antara konsentrasi obat dengan waktu (Nelson et al., 1975)
8.
Pelepasan Obat Proses pelarutan merupakan proses perpindahan molekul zat padat pada permukaan
ke dalam medium pelarutnya. Secara teoritis kecepatan pelarutan dengan persamaan
13
Noyes-Whitney (Churniawati, 2004). Disolusi atau pelarutan didefinisikan sebagai proses melarutnya suatu obat dari sediaan padat dalam medium tertentu (Wagner, 1971). Disolusi diartikan sebagai hilangnya kohesi suatu padatan karena aksi dari cairan yang menghasilkan suatu dispersi homogen bentuk ion (disperse molekuler) sedangkan kecepatan pelarutan atau laju pelarutan adalah kecepatan melarutnya zat kimia atau senyawa obat ke dalam medium tertentu dari suatu padatan (Wagner, 1971; Martin et al., 1993). Gambar 7 dibawah ini akan menunjukkan proses disolusi suatu obat dari matrik.Secara teoritis kecepatan pelarutan atau disolusi digambarkan oleh persamaan Noyes-Whitney yang mirip dengan hukum difusi Fick (Shargel et al., 1985).
Gambar 7. Disolusi obat dari suatu padatan matriks (Martin et al.., 1993).
Kecepatan difusi obat dalam melewati matriks ditentukan oleh koefisien difusi (D) dan harga D ditentukan oleh beberapa faktor menurut persamaan Stokes-Einstein sebagai berikut:
D = RT
............................................................................................... …(1)
6πηr N
14
D adalah koefisien difusi, R adalah konstanta gas molar, T adalah temperatur,r adalah radius molekul difusan, N adalah bilangan avogadro, η adalah viskositas. Dari persamaan diatas tampak bahwa hubungan antara viskositas dan koefisien difusi berbanding terbalik. Semakin banyak matriks yang ditambahkan viskositas semakin besar, akibatnya harga koefisien difusi semakin kecil. Hal ini berarti menurunnya koefisien difusi diikuti dengan penurunan kecepatan pelepasan obat (Higuchi, 1963). Secara in vitro kecepatan pelarutan obat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1. Sifat kimia fisika obat yang berhubungan dengan kelarutan, misalnya polimorfi, bentuk hidrat, asam, basa atau garam ukuran partikel juga berpengaruh. 2. Faktor kondisi lingkungan 3. Macam dan tipe alat yang digunakan 4. Faktor lain, misalnya bentuk sediaan dan cara penyimpanan Dari data uji pelarutan dapat diungkapkan antara lain dengan cara : a. Metode Klasik Metode klasik dapat menunjukkan jumlah obat yang terlarut dalam waktu tertentu dengan menyatakan sebagai C20, C30, dan sebgainya, artinya berapa jumlah obat yang dilepas setelah 20 menit, 30 menit, dan sebagainya. Dapat juga berupa pernyataan berapa waktu yang diperlukan untuk melepaskan persentase tertentu obat dari basis, ini dikenal dengan menyatakan misal T80, T90, dan sebagainya, yang artinya berapa menit diperlukan
15
untuk melepaskan obat sebanyak 80%, 90% dan sebagainya dari jumlah obat yang terdapat dalam sediaan. b. Metode Khan Metode Khan dikenal dengan konsep Dissolution Efficiency. Dissolution Efficiency (DE) merupakan perbandingan luas daerah di bawah kurva percepatan pelarutan dan daerah pada waktu yang sama, meggambarkan 100% obat terlarut di dalam medium (Khan, 1975). DE merupakan parameter yang menggambarkan kemampuan pelepasan obat dari suatu sediaan pada rentang waktu tertentu. Metode yang dikembangkan oleh Khan (1975) ini diartikan sebagai perbandingan luas daerah di bwah kurva kecepatan pelarutan dan daerah pada waktu yang sama yang menggambarkan 100% obat terlarut ke dalam medium.
∫
... ………………………………………………….(2)
Keterangan : ∫
= luas kurva di bawah kurva pada waktu t.
Y.100.t = luas bidang pada kurva yang menentukan semua zat aktif yang telah terlarut pada waktu t. c. Metode Linearisasi Kecepatan Pelarutan Metode ini berdasarkan asumsi berikut :
16
1. Kondisi percobaan harus berada dalam keadaan sink. Dimana Cs>> C. 2. Proses disolusi mengikuti kinetika orde 0. 3. Luas permukaan spesifik (A) turun secara eksponensial fungsi waktu. 4. Kondisi proses pelarutannya nonreaktif.
9.
Kinetika Pelepasan Obat Berdasarkan Persamaan Matematika Model matematika yang berbeda dapat diaplikasikan untuk mendeksripsikan
kinetika proses pelepasan obat. Kinetika pelepasan obat dapat ditentukan dengan menemukan fitting terbaik dari data pelepasan obat secara berturut-turut ke dalam plot persamaan orde nol, orde satu, Higuchi dan Korsmeyer-Peppas (Mouzan dkk., 2011).
9.1 Kinetika Orde Nol Disolusi obat dari bentuk sediaan lepas lambat idealnya mengikuti kinetika orde nol yaitu pelepasan obatnya konstan dari awal sampai akhir (Dash dkk, 2010). Kinetika pelepasan orde nol terjadi pada sediaan yang tidak mengalami disintegrasi seperti sistem penghantaran transdermal, implan, serta sistem penghantaran lepas terkontrol secara oral (Sinko, 2006). Pelepasan obat yang mengikuti kinetika orde nol terjadi melalui mekanisme erosi. Hal tersebut dipresentasikan melalui persamaan : Qt = Q0 + K0.t ................................................................................................... …(3) Keterangan : Qt = jumlah obat terlarut dalam waktu t (menit) Q0 = jumlah obat mula-mula dalam larutan, biasanya Q=0 (mg) K0 = konstanta pelepasan orde nol (mg/menit)
17
Persamaan orde nol diperoleh dari plot persen obat terdisolusi sebgai fungsi waktu. Bila digunakan fraksi pelepasan obat, persamaannya menjadi (Arora et al. 2005) : Log F = K0 x t .................................................................................................. …(4) Keterangan : F = fraksi obat terdisolusi (mg) t
= waktu (menit)
K0 = konstanta pelepasan obat orde nol (mg/menit) 9.2 Kinetika Orde Satu Profil kinetika orde satu ini misalnya dapat dijumpai pada bentuk sediaan fannasetik yang berisi obat larut air dalam matriks berpori (Mulye dan Turco, 1995), dimana obat yang terlepas sebanding dengan jumlah obat mula-mula dalam sediaan (Mouzam dkk., 2011). Pelepasan obat yang mengikuti kinetika orde satu terjadi secara difusi. Kinetika orde satu dapat direpresentasikan melalui persamaan:
............................................................................................ (5) Keterangan: Qt
= jumlah obat yang terlepas dalam waktu t (mg)
Qo
= jumlah obat mula-mula dalam larutan (mg)
K1
= konstanta pelepasan orde 1 (menit-I )
Persamaan orde satu diperoleh dari plot log persen obat terdisolusi sebagai fungsi
18
waktu. Bila digunakan fraksi pelepasan obat, persamaannya adalah (Arora dkk., 2005): .............................................................................................. …(6) Keterangan: F
= fraksi obat yang terlarut (mg)
T
= waktu (menit)
k,= konstanta pelepasan orde satu (menit-1) 9.3 Model Higuchi Higuchi mendeskripsikan pelepasan obat yang terdispersi dalam matriks tidak larut air sebagai proses difusi berdasarkan hukum Fick, tergantung akar waktu. Pelepasan obat yang mengikuti mekanisme difusi terdapat hubungan linear antara jumlah obat yang dilepaskan terhadap akar waktu (Sinko, 2006). Jika banyaknya obat yang dilepas dari matriks proporsional dengan akar waktu maka kinetika pelepasannya dikatakan mengikuti orde nol (Arora dkk., 2005). Model Higuchi dapat disederhanakan dalam persamaan: Qt
= K H . t. 1/2 .........................................................................(7)
Keterangan: Qt
= jumlah obat yang terlepas pada waktu t (mg)
KH
= konstanta kecepatan Higuchi (menit -1/2 )
Jika plot akar waktu terhadap jumlah kumulatif obat terdisolusi menghasilkan garis lurus dan slopenya 1 atau lebih dari 1, pelepasan obat dan' bentuk sediaan khusus diasurnsikan mengikuti kinetika Higuchi. Beberapa kondisi percobaan
19
yang mekanisme pelepasan obatnya menyimpang dari persarnaan. Fickian berarti mengikuti pelepasan non-Fickian(Mouzam dkk., 2011). 9.4 Model Korsmeyer-Peppas Korsmeyer (1983) menurunkan hubungan sederhana yang mendeskripsikan pelepasan obat dari sistem polimer. Dalam menemukan mekanisme pelepasan obat, data pelepasan. obat 60% yang pertama dimasukkan dalam persamaan KorsmeyerPeppas. Persamaan Korsmeyer-Peppas diperoleh dari plot log persen obat terdisolusi sebagai fungsi log waktu. Model Korsmeyer -Peppas dapat ditunjukkan melalui persamaan:
.....................................................................(8)
Keterangan:
= jumlah zat aktif berpenetrasi pada waktu t (mg)
t
= waktu (menit)
n
= eksponen difusi
K Kp
= konstanta laju penetrasi menurut Korsmeyer-Peppas (menit-")
Peppas (1985) menggunakan nilai n di dalam orde untuk mengkarakterisasi mekanisme pelepasan yang berbeda. Nilai n sekitar 0,45 menunjukkan mekanisme
20
pelepasan dikontrol oleh difusi Fick, nilai n yang lebih besar yaitu 0,45 < n < 0,89 untuk transport non-Fick yaitu mekanisme difusi dan. relaksasi polimer. Nilai n=0,89 untuk case II transport atau relaksasi polimer dan nilai n>0,89 menunjukkan bahwa pelepasan obat ter adi melalui super case II transport (Dash dkk, 2010). Hal ini ditunjukkan melalui tabel III.
Tabel III. Interpretasi Mekanisme Pelepasan Difusi dari Lapisan Polimer (Dash dkk., 2010)
10.
eksponen pelepasan (n)
mekanisme transport
kecepatan
0,45 < n
Fickian diffusion
0,45
Non-fickian (Anomalous)
n-I tt-0,5
n = 0,89
Transport Case II transport
orde nol
n> 0,89
Super case II transport
t n-I
Pemerian Bahan yang Digunakan A. Matriks Mukoadhesif 1) Karboksimetilselulosa Natrium (CMC-Na) Karboksimetilselulosa
Natrium
adalah
garam
natrium
dari
polikarboksimetil eter selulosa, mengandung tidak kurang dari 6,5 % dan tidak lebih dari 9,5 % natrium (Na) dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Na-CMC memiliki pemerian berupa serbuk atau granul berwarna putih sampai krem. Na-CMC merupakan senyawa higroskopis,
21
sehingga mudah larut dan terdipersi dalam air membentuk larutan koloidal. Akan tetapi, Na-CMC tidak larut dalam etanol, eter maupun pelarut organik lain. Rumus struktur Na-CMC dapat dilihat pada gambar 7. CH2OCH2COONa+
OH
O O
O
OH O O CH2OCH2COONa+
CH
Gambar 9. Rumus Struktur Natrium Karboksimetilselulosa (Rowe et al., 2006)
Dalam aplikasinya di dunia farmasi, sering digunakan untuk bahan penyalut,agen pensuspensi, stabilisator, bahan pengikat pada tablet, bahan penghancur pada tablet dan kapsul serta bahan yang mampu meningkatkan viskositas. Dalam sediaan bukal mukoadhesif, Na-CMC juga berperan sebagai bahan tambahan yang berfungsi untuk melindungi perlekatan produk dari kerusakan jaringan mukosa (Rowe et al., 2006). Na-CMC sering dijadikan pilihan utama untuk formulasi sediaan oral dan sediaan topikal karena dapat meningkatkan viskositas. Na-CMC adalah polimer mukoadhesif yang termasuk golongan anionik bioadhesif polimer bersama dengan PAA (Poly Acrilic Acid), polikarbophil, alginate dan asam hialuronik. Dari beberapa penggolongan polimer mukoadhesif, golongan polyacrylates (karbopol dan karbomer) dan turunan dari karbohidrat seperti karboksimetilselulosa dan kitosan
22
mempunyai daya lekat yang tinggi sebagai polimer mukoadhesif (Bernkop-Schnürch et al., 2005). Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Grabovac (2005), golongan polisakarida seperti karragenan, Na-CMC, alginat dan asam hiluronik diketahui sebagai polimer mukoadhesif yang bagus. 2) Kitosan Kitosan merupakan produk alamiah yang merupakan turunan dari polisakarida chitin. Kitosan mempunyai nama kimia Poly D-glucosamine [beta (1-4) 2-amino-2-deoxy-D-glucose], bentuk kitosan padatan amorf bewarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin murni. Kitosan mempunyai rantai yang lebih pendek daripada rantai chitin. Kelarutan kitosan dalam larutan asam serta viskositas larutannya tergantung dari derajat deasetilasi dan derajat degradasi polimer. Kitosan kering tidak mempunyai titik lebur. Bila kitosan disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama pada suhu sekitar 100oF maka sifat kelarutannya dan viskositasnya akan berubah. Bila kitosan disimpan lama dalam keadaan terbuka (terjadi kontak dengan udara) maka akan terjadi dekomposisi, warnanya menjadi kekuningan dan viskositas larutan menjadi berkurang. Hal ini dapat digambarkan seperti kapas atau kertas yang tidak stabil terhadap udara, panas dan sebagainya. Kitosan dapat dimanfaatkan di berbagai bidang biokimia, obat-obatan atau farmakologi, pangan dan gizi, pertanian, mikrobiologi, penanganan air limbah, industri-industri kertas, tekstil membran atau film, kosmetik dan lain sebagainya.
23
Dalam cangkang udang, chitin terdapat sebagai mukopoli sakarida yang berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO3), protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Untuk memperoleh chitin dari cangkang udang melibatkan proses-proses pemisahan protein (deproteinasi) dan pemisahan mineral (demineralisasi). Sedangkan untuk mendapatkan kitosan dilanjutkan dengan proses deasetilasi. Reaksi pembentukan kitosan dari chitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh suatu basa. Chitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OHmasuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu kitosan.
Gambar 9. Struktur Kitosan (Anonim, 2006)
3) Methocel Methocel atau Metilselulose adalah metileter dari selulose yang terdapat dengan berbagai derajat viskositas. Zat ini banyak digunakan sebagai zat “pengental” dalam industri pangan dan dalam sediaan farmasi.
24
Contoh penggunaan dalam sediaan farmasi adalah untuk pembuatan tetes mata dan liur buatan pada kekurangan air mata dan liur, juga sebagai cairan untuk lensa kontak keras. Begitu pula sebagai zat pelekat dalam kertas dinding. Efek sampingnya berupa kembung (flatulensi) dan bila digunakan tanpa cukup air dapat menimbulkan obstruksi esofagus. Dosis yang biasa digunakan adalah 4 dd 1-1,5 g dalam segelas air. Kelarutan dari Methocel adalah didalam air dingin
Gambar 10. Rumus Struktur Methocel (Feller et al., 1990)
B. Pemerian bahan-bahan lain 1) Polivinil Pirolidon (PVP) Povidon menurut Rowe (2003) mempunyai nama kimia 1-ethenyl–2 pyrrolidone homopolymer. Dijelaskan pula, PVP mempunyai beberapa sinonim antara lain sebagai berikut kollidon, Plasdone, poly(1–(2-oxo-1pyrrolidinyl)ethylene),polyvidone, polyvinilpyrolidone, PVP, 1–vynil–2pyrrolidine polymer. Menurut Depkes(1979) Povidon adalah hasil polimerisasi 1-vinilpirolid-2-on dalam berbagai bentuk polimer dengan rumus molekul (C6H9NO)n, rumus struktur povidon terlihat di gambar 11. Povidon
memiliki
pemerian
25
berupa
serbuk
putih
atau
putih
kekuningan,berbau lemah atau tidak berbau, dan bersifat higroskopik. Sedangkan untuk kelarutan,povidon mudah larut dalam air, etanol (95%)P, kloroform P dan praktis tidak larut dalam eter P. Povidon memiliki bobot molekul berkisar antara 10.000 hingga 700.000, kelarutan povidone tergantung dari bobot molekul rata–rata.
Gambar 11. Struktur polivinil pirolidon (Rowe et al., 2003)
Povidon sering digunakan dalam berbagai formulasi farmasetika, tetapi lebih sering digunakan dalam sediaan solid. Dalam pembuatan tablet, larutan povidon digunakan sebagai bahan pengikat dalam metode granulasi basah. Povidon biasanya ditambahkan sebagai agen pensuspensi, stabilisator dan bahan yang mampu meningkatkan viskositas untuk sediaan topikal, suspensi maupun larutan (Rowe et al., 2003).
2)
Carvedilol Carvedilol adalah obat kardiovaskular yang telah banyak di sahkan di beberapa Negara untuk pengobatan darah tinggi. Carvedilol mempunyai metabolisme lintas pertama yang tinggi, kelaruan dalam air rendah, tetapi
26
kelarutan dalam lemak yang tinggi. Penurunan tekanan darah yang disebabkan oleh Carvedilol didapatkan dari penghambatan β-adrenoceptor, vasodilatasi dan di ikuti oleh penghambatan α1-adrenoceptor blockade (Tripathi, 1999.)
Gambar 12. Struktur carvedilol
Carvedilol merupakan non-selektif beta blocker dengan nama dagang Coreg (GSK), Dilatrend (Roche), Eucardic (Roche), Carloc (Cipla)dikenal sebagai obat generic maupun sebagai obat dengan pelepasan terkontrol. Carvedilol menghambat pengikatan agonis dengan reseptornya, yang akan meghasilkan penurunan tekanan darah. Carvedilol juga menghambat perlekatan agonis dengan reseptor α1-adrenergic, yang juga menghasilkan penurunan tekanan darah. Berbeda dengan obat beta blocker , carvedilol memiliki aktivitas melawan agonis paling minimal. (Khanna et al., 1997 and Michael, 1998). Sehingga Carvedilol mengurangi efek konotropik dan ionotropic dibanding obat beta-blocker yang sering menyebabkan kegagalan jantung. Carvedilol adalah basa lemah dengan nilai pKa mendekati 7,8 dan bioavaibiltas per oral nya 25-35%, sehingga mempenuhi kriteria
27
memuaskan untuk dibuat menjadi sediaan bukal patch (Mollendorff et al., 1987). Nilai logaritma koefisien partisi dari Carvedilol adalah sekitar 3,967 (Noha et al., 2003). Nilai koefisien partisi tersebut mengindikasikan bahwa Carvedilol mempunyai liofilisitas yang cukup besar untuk menembus bukal membran. Dosis dari Carvedilol sehari adalah 25 mg dua kali sehari namun dosis efektif yang lebih rendah dilaporkan mencapai 3,125 mg (Pavankumar, 2005).
3)
Propilenglikol Propilenglikol
menurut
Rowe
et
al. (2003), propilenglikol
mempunyai nama kimia 1,2 propanediol. Beberapa sinonim dari propilenglikol dikenal dengan nama-nama 1,2 Dihidroxypropane, E1520, 2-hydroxypropanol, Propilenglikol
methyl
mempunyai
ethylene rumus
kimia
glycol,
propane1,2-diol.
C3H8O2,
rumus
struktur
propilenglikol terlihat pada gambar 14. Propilenglikol biasanya difungsikan sebagai preservatif antimikroba, humektan, plastisiser, pelarut, dan stabiliser untuk vitamin.
Gambar 13. Rumus Struktur Propilenglikol (Weller, 2006)
Propilenglikol dalam teknologi farmasi biasanya dikembangkan sebagai pelarut, ekstraktan dan preservatif untuk formulasi sediaan
28
parentral maupun nonparentral. Propilenglikol juga digunakan sebagai plastisiser pada penyalutan. Propilenglikol mempunyai pemerian berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau dan menyerap air pada udara lembab. Kelarutan propilenglikol dapat bercampur dengan air, aseton, eter, dan beberapa minyak esensial namun tidak dapat bercampur dengan minyak (Anonim, 1995). Propilenglikol pada temperatur dingin tetap stabil, tetapi pada temperatur tinggi akan teroksidasi menjadi propionaldehid, asam laktat, asam piruvat dan asam asetat. Propilenglikol termasuk zat kimia yang tetap stabil ketika tercampur dengan etanol (95%) gliserin, air, dan larutan yang telah disterilisasi dengan autoclave (Rowe et al., 2003). Pada sediaan mukoadhesif, propilenglikol digunakan sebagai plastisiser (Semalty et al., 2009).
4)
Etil Selulosa Etil selulosa adalah senyawa non-toksik,stabil, inert, polimer hidrofobik yang banyak digunakan sebagai bahan sediaan farmasetika. Ethyl selulosa sering digunakan untuk membrane pengontrol keluarnya obat dari sediaan farmasi (Shan-Yang Lin et al., 2001;Siepmann et al., 2007; Neau et al., 1999). Etil selulosa bersifat stabil pada suhu tinggi dan sering digunakan untuk laminasi hot-dip, lapisan (lacquer) panas dan pembungkus yang mudah dikelupas. Etil selulosa merupakan termoplastik dan mengandung beberapa pemlastis. Sifat-sifat utama etil selulosa adalah : 1) Tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa, 2) Tidak dapat menahan uap air dan gas, 3) Larut pada sebagian besar pelarut kecuali pada hidrokarbon
29
alifatik, glikol dan air, 4) Tidak tahan terhadap pelarut organic, 5) Tahan minyak, sehingga cocok untuk kemasan bahan pangan, 6) Berlemak seperti margarine, mentega dan minyak, 7) Tahan terhadap asam dan basa lemah, tapi terurai oleh asam kuat, 8) Mempunyai kekerasan dan kekuatan yang baik, daya rentang menurun dan ekstensibilitas meningkat denga meningkatnya suhu. Kelenturan meningkat dengan
menurunnya suhu,
tidak terjadi degradasi hingga suhu 200oC, 9) Tidak banyak terpengaruh oleh cahaya matahari.
Gambar 14. Struktur Etil Selulosa (Dahl, 1990)
5)
Aseton Aseton,
juga
dikenal
sebagai propanon, dimetil
keton, 2-
propanon, propan-2-on,dimetilformaldehida, dan β-ketopropana, adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar. Aseton merupakan keton yang paling sederhana. Aseton larut dalam berbagai perbandingan
dengan air, etanol, dietil
eter,dll.
Ia
sendiri
juga
merupakan pelarut yang penting. Aseton digunakan untuk membuat plastik, serat,
obat-obatan,
dan
senyawa-senyawa
kimia
lainnya.
Selain
dimanufaktur secara industri, aseton juga dapat ditemukan secara alami, termasuk pada tubuh manusia dalam kandungan kecil.
30
Aseton dibuat secara langsung maupun tidak langsung dari propena. Secara umum, melalui proses kumena, benzena dialkilasi dengan propena dan produk proses kumena(isopropilbenzena) dioksidasi untuk menghasilkan fenol dan Aseton: C6H5CH(CH3)2 + O2 → C6H5OH + OC(CH3)2
6)
Asam Asetat
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia,
asama
organik
yang
dikenal
sebagai
pemberi
rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3COOH,
CH3COOH,
atau
CH3CO2H.
Asam
asetat
murni
(disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7oC Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik
dengan
nilai
pKa=4.8.
Basa
konjugasinya
adalah asetat (CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.
31
Gambar 15. Struktur Asam Asetat (Jones et al, 1958)
Struktur kristal asam
asetat
menunjukkan
bahwa molekul-
molekul asam asetat berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu120oC. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatanhidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni. Dimer dirusak dengan adanya pelarut berikatan hidrogen (misalnya air). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0–66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154–157 J mol–1 K–1. Sifat dimerisasi ini juga dimiliki oleh asam karboksilat sederhana lainnya.
F. Landasan Teori Bukal patch merupakan suatu sediaan yang didesain untuk dapat melepaskan obat secara terkontrol. Sehingga sediaan bukal patch digunakan untuk pengobatan penyakit yang membutuhkan penanganan secara berkala dan lama. Salaha satu penyakit yang membutuhkan pengobatan secara bertahap adalah hipertensi. Dilihat dari penyakitnya yaitu hipertensi, maka diputuskan obat yang akan digunakan yaitu carvedilol. Sudah banyak sediaan carvedilol yang beredar dipasaran. akan tetapi dilihat dari sifatnya, carvedilol memiliki metabolisme lintas pertama yang tinggi, kelarutan dalam air
32
rendah, tetapi kelarutan dalam lemak tinggi (Martindale, 2003). Sehingga dibutuhkan alternatif penghantaran lain untuk meningkatkan efektivitas dari carvedilol yaitu dengan membuat carvedilol dengan bentuk sediaan bukal patch mukoadhesif. Carvedilol adalah basa lemah dengan nilai pKa mendekati 7,8 dan bioavaibiltas per oral nya 25-35%, sehingga memenuhi kriteria memuaskan untuk dibuat menjadi sediaan bukal patch (Mollendorff et al, 1987). Nilai logaritma koefisien partisi dari Carvedilol adalah sekitar 3,967. (Noha et al, 2003) dan (Pavankumar et al, 2005) nilai koefisien partisi tersebut mengindikasikan bahwa Carvedilol mempunyai liofilisitas yang cukup besar untuk menembus bukal membran. Digunakan 3 macam matriks yaitu karboksimetilselulosa natrium, kitosan, dan methocel dalam formulasi sediaan bukal patch carvedilol, karena matriks adalah suatu komponen penting pada suatu sediaan bukal patch. Dengan membandingkan 3 macam matriks yang biasanya digunakan, kita akan mengetahui secara pasti matriks mana yang dapat mendispersikan obat secara sempurna sehingga pelepasan obat tersebut akan dapat dikontrol difusunya melalui polimer matriksnya. Sediaan bukal patch diformulasikan dengan konsentrasi karboksimetilselulosa Natrium, kitosan dan methocel masing-masing sebesar 2%. Pemilihan 2% didasari pada studi preformulasi dimana dilakukan 3 macam variasi konsentrasi yaitu 1%, 2%, dan 3%. Didapatkan konsentrasi 2% yang paling maksimal. Variasi penggunaan matriks diperkirakan mampu melapisi zat aktif dan mengontrol difusi zat aktif ke lapisan mukosa. Sehingga dapat diketahui matriks yang paling maksimal untuk sediaan bukal patch mukoadhesif ini. Uji disolusi merupakan salah satu cara evaluasi terhadap pelepasan obat dari sediaan bukal patch. Kinetika dan mekanisme pelepasan obat serta kemampuan
33
mekanisme pelepasan carvedilol dari sediaan bukal patch tiap satuan waktu dapat diketahui melalui uji disolusi. Kinetika pelepasan diperoleh dengan menggunakan perhitungan orde nol, orde satu, Higuchi dan Korsmeyer-Peppas (Costa dan Sausa, 2000). Disolusi obat dari betuk sediaan lepas lambat idealnya mengikuti kinetika orde nol. Pelepasan obat yang mengikuti kinetika orde nol terjadi secara erosi (Chang dan Robinson, 1990). Jika banyaknya obat yang dilepas dari matriks proposional dengan akar waktu maka pelepasannya dikatakan mengikuti persamaan Higuchi yaitu melalui mekanisme difusi (Arora dkk, 2005). Peppas (1985) menggunakan nilai n (eksponen difusi) dalam orde untuk mengkarakterisasi mekanisme pelepasan yang berbeda.
G. Hipotesis Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan hipotesis dengan perbedaan penggunaan matriks pada setiap formula mengakibatkan perbedaan sifat fisik setiap sediaan bukal patch mukoadhesif yang dihasilkan serta perbedaan pelepasan obat.
34