BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil pembangunan kesehatan saat ini adalah derajat kesehatan masyarakat semakin meningkat secara bermakna, namun belum dapat dinikmati secara merata oleh masyarakat dan masih belum tercapai semua. Berbagai upaya yang dilakukan sektor kesehatan akan lebih mengutamakan upaya preventif dan promotif dibandingkan upaya kuratif dan rehabilitatif yang terdapat pada paradigma sehat untuk mencapai Indonesia Sehat. Pembangunan kesehatan juga memerlukan keterlibatan dari semua elemen yang ada baik pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Salah satu indikator dalam mengukur keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan adalah melalui angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI adalah 359/100.000 kelahiran hidup dan AKB 32/1.000 kelahiran hidup (BPS & Macro International, 2013). Sedangkan target yang harus dicapai pada tahun 2015 sesuai kesepakatan Millennium Development Goals (MDGs) ialah menurunkan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 23/1.000 kelahiran hidup (Bappenas, 2010). Pembangunan kesehatan pada masa ini lebih dititikberatkan pada tingkat desa sebagai unit terkecil utama dalam sistem pemerintahan. Dalam tatanan otonomi daerah, pembangunan desa sehat merupakan salah satu kunci sukses pembangunan daerah. Desa mandiri sehat merupakan salah satu bentuk upaya strategis dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan milenium (MDGs). Tujuan tersebut terutama yang berkaitan dengan aspek kesehatan, yaitu menurunkan AKI dan AKB, meningkatan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya serta melestarikan lingkungan (Bappenas, 2010). Di Indonesia, malaria masih merupakan masalah kesehatan yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil. Selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja (Kemenkes RI, 2011a).
1
Malaria merupakan penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis dan dapat mematikan. Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita malaria dan lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk memiliki risiko terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahun tidak kurang dari 1 hingga 2 juta penduduk meninggal karena penyakit yang disebarluaskan nyamuk Anopheles (WHO, 2006). Di daerah endemis Afrika diperkirakan sekitar 25 juta ibu hamil menderita penyakit malaria (Yartey, 2006). Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2011, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38 ribu kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 70% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria. Dari 484 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 338 kabupaten/kota merupakan daerah endemis malaria. Provinsi Bengkulu merupakan salah satu provinsi dengan angka kejadian malarianya cukup tinggi. Berdasarkan data Profil Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu tiga tahun terakhir, angka kejadian malaria di Provinsi Bengkulu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2010 jumlah kasus diukur dengan AMI sebesar 7,3 0/00, dan API 5,6/00. Sedangkan tahun 2011 diukur AMI sebesar 8,70/00 dan API 5,40/00, tahun 2012 dengan AMI 10,090/00 dan diukur dengan API 6,40/00 (Dinkes Provinsi Bengkulu, 2013). Kabupaten Bengkulu Tengah salah satu kabupaten di Provinsi Bengkulu yang masuk dalam kategori daerah endemis malaria. Data tiga tahun terakhir di Kabupaten Bengkulu Tengah menunjukkan kejadian malaria mengalami peningkatan dari tahun 2011 sampai dengan 2013. Pada tahun 2011 diukur menggunakan AMI jumlah kasus 75,68/00 positif dan 66,13/00 tahun 2012 dengan API sebanyak 1,440/00 penderita positif. Berdasarkan laporan tahunan kegiatan P2 Malaria Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkulu Tengah tahun 2013 menggunakan AMI jumlah 52,34/00 dan di ukur dengan API sebesar 0,62/00 (Dinkes Provinsi Bengkulu, 2013). Jika dilihat lebih detail lagi, kasus malaria pada kehamilan di Kabupaten Bengkulu Tegah pada tahun 2013 terdapat 6 orang ibu hamil yang menderita positif malaria dari 72 kasus malaria positif (Bagian P2PL Dinkeskab Bengkulu Tengah, 2013). Walaupun tergolong kecil, namun jumlah ini sesungguhnya besar, karena
2
kebijakan MDGs bahwa seluruh ibu hamil pada kunjungan pertama pemeriksaan kehamilannya di bidan desa (antenatal care/K1) harus dilakukan pemeriksaan skrining malaria. Hal ini digunakan untuk mengetahui secara dini apakah ibu tersebut menderita penyakit malaria maupun tidak sehingga bisa dilakukan penatalaksanaan secara dini (Kemenkes RI, 2011a). Penatalaksanaan malaria pada kehamilan menjadi tugas pokok yang dilaksanakan oleh bidan desa. Bidan desa yang bertugas sebagai ujung tombak dalam pelayanan kesehatan di desa termasuk penatalaksanaan kasus malaria pada kehamilan (Setiawan, 2007). Hal tersebut tentu saja menjadi beban kerja tersendiri bagi bidan desa selain tugas pokok utamanya dalam memberikan pelayanan kesehatan pada ibu hamil, bayi dan balita. Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut, kompetensi yang handal dari mereka sangat dibutuhkan untuk penatalaksanaan malaria pada kehamilan. Kompetensi dan kapasitas yang dimiliki oleh bidan desa dalam menerapkan standar penatalaksanaan malaria pada kehamilan terutama standar diagnosis dan pengobatan sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan program penatalaksanaan malaria pada kehamilan (Surani, 2008). Dari jumlah 145 orang bidan desa di Kabupaten Bengkulu Tengah baru sekitar 30% dari total jumlah bidan desa tersebut yang telah mengikuti pelatihan deteksi dini kasus malaria pada kehamilan. Hal ini tentu saja memberikan dampak terhadap kinerja bidan desa dalam penatalaksanaan kasus malaria pada kehamilan. Data terbaru di Kabupaten Bengkulu Tengah juga menunjukkan sepanjang tahun 2013, dari jumlah ibu hamil mencapai 2.016 orang, namun hanya 784 orang atau 39% yang baru dilakukan skrining malaria pada kunjungan K1 saat pemeriksaan kehamilan (Bagian P2PL Dinkeskab Bengkulu Tengah, 2013). Selain rendahnya cakupan skrining malaria pada kehamilan ini juga menunjukkan masih rendahnya kinerja bidan desa dalam melakukan deteksi dini malaria pada kehamilan. Hal ini juga disebabkan masih kurangnya ketersediaan alat diagnosis cepat (rapid diagnostic test/RDT) yang akan digunakan dalam pemeriksaan deteksi dini malaria pada kehamilan. Berdasarkan data laporan tahunan program malaria Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2013, hanya tersedia
3
2.000 buah alat diagnosis cepat (rapid diagnostic test/RDT), dan jumlah tersebut tidak hanya digunakan bagi ibu hamil, tetapi juga untuk pasien lain di luar ibu hamil. Dari berbagai fakta menarik yang telah diuraikan di atas terdapat masalah yang berhubungan dengan kinerja bidan desa dalam deteksi dini kasus malaria pada kehamilan, yaitu: 1) sebagian bidan desa ada sudah dilatih dan ada yang belum dilatih; 2) ketersediaan rapid diagnostic test tidak mencukupi sasaran; dan 3) disisi lain kinerja bidan desa dalam deteksi dini kasus malaria pada kehamilan telah dilakukan.
B. Rumusan Masalah Melihat dari latar belakang di atas, maka masalah utama yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah ada perbedaan skor kinerja bidan desa dalam melakukan deteksi dini kasus malaria pada kehamilan antara bidan desa yang sudah dilatih dengan bidan desa yang belum dilatih di Kabupaten Bengkulu Tengah? 2. Apakah ada perbedaan skor kinerja bidan desa dalam melakukan deteksi dini kasus malaria pada kehamilan antara bidan desa yang memiliki sarana rapid diagnostic test cukup dengan bidan desa yang memiliki sarana rapid diagnostic test tidak cukup di Kabupaten Bengkulu Tengah?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan deteksi dini kasus malaria pada kehamilan oleh bidan desa di Kabupaten Bengkulu Tengah dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. 2.Tujuan khusus a. Untuk mengetahui gambaran tentang kinerja bidan desa dalam deteksi dini kasus malaria pada kehamilan. b. Untuk membandingkan skor kinerja dalam deteksi dini kasus malaria kehamilan antara bidan desa yang sudah dilatih dengan belum dilatih.
4
c. Untuk membandingkan skor kinerja dalam deteksi dini kasus malaria kehamilan antara bidan desa yang memiliki ketersediaan sarana rapid diagnostic test cukup dengan bidan desa yang memiliki ketersediaan sarana rapid diagnostic test tidak cukup. d. Untuk mengetahui faktor lain yang berhubungan dengan kinerja bidan desa dalam deteksi dini malaria dalam kehamilan D. Manfaat Penelitian 1. Bagi tenaga kesehatan Untuk lebih memahami bagaimanakah penatalaksanaan malaria pada kehamilan oleh bidan desa sehingga bisa lebih memacu tenaga kesehatan lainnya untuk bekerja lebih baik lagi. 2. Bagi institusi kesehatan Memberikan masukan pada institusi pelayanan kesehatan dalam membuat kebijakan dalam bidang kesehatan khususnya dalam penatalaksanaan malaria pada kehamilan. 3. Bagi ilmu pengetahuan Menjadi dasar dan acuan untuk penelitian lebih lanjut, khususnya dalam bidang pelayanan kesehatan ibu dan anak. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kinerja bidan dalam deteksi dini malaria dalam kehamilan sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan, namun demikian ada beberapa penelitian yang serupa antara lain: 1. Rennie et al. (2007) melakukan penelitian yang berjudul “Minimising human error in malaria rapid diagnosis: clarity of written instructions and health worker performance” dilakukan dengan mengobservasi kinerja petugas kesehatan menggunakan checklist pemeriksaan malaria rapid diagnostic test. Penelitian menggunakan mix metode kuantitatif dan kualitatif dengan desain case control. Variabel yang diteliti yaitu pelatihan, ketersediaan sarana, umur, dan pendidikan dengan kontrol berdasarkan jenis kelamin. Diperoleh hasil bahwa kinerja petugas
5
kesehatan lebih baik dengan adanya pelatihan dan tersedianya sarana. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada desain dan jenis penelitian. 2. Fort and Voltero (2004) melakukan penelitian yang berjudul “Factors affecting the performance health care provider in Armenia” dilakukan terhadap 285 bidan atau perawat yang melakukan antenatal care dengan desain cross sectional. Variabel yang diteliti yaitu motivasi dan insentif, lingkungan dan alat, harapan dalam pekerjaan, umpan balik, pengetahuan dalam melakukan pekerjaan yang mempengaruhi kinerja bidan dalam antenatal care. Diperoleh hasil bahwa faktor motivasi dan insentif, lingkungan dan alat, harapan dalam pekerjaan, umpan balik, pengetahuan dalam melakukan pekerjaan sangat mempengaruhi kinerja bidan dalam antenatalcare. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel dependen yaitu kinerja bidan desa dalam deteksi dini kasus malaria dalam kehamilan dengan objek penelitian yaitu bidan yang bertugas di desa. 3. Penelitian Chongsuvivatwong (2012) melaksanakan peneleitian tentang “Effects of malaria volunteer training on coverage and timeliness of diagnosis: a cluster randomized controlled trial in Myanmar” yang dilakukan terhadap bidan desa pada 38 desa dengan desain case control. Variabel independen yang diteliti yaitu pelatihan bidan desa tentang pelaksanaan RDT dan variabel dependen yaitu cakupan deteksi dini dan ketepatan waktu diagnosis kasus malaria dalam kehamilan. Diperoleh hasil bahwa faktor pelatihan bidan desa tentang pelaksanaan RDT sangat mempengaruhi cakupan deteksi dini dan ketepatan waktu diagnosis kasus malaria dalam kehamilan. Perbedaan dengan penelitian ini pada variabel dependen yaitu kinerja bidan desa dalam deteksi dini kasus malaria dalam kehamilan dan desain menggunakan cross sectional. 4. Singer et al. (2004) melakukan penelitian berjudul “Evaluation of a rapid diagnostic test for assessing the burden of malaria at delivery in India.” Penelitian ini dilakukan terhadap semua pasien yang datang dengan atau tanpa gejala malaria dengan melakukan tes RDT sebagai upaya skrining kasus malaria dalam kehamilan dengan desain cross sectional. Diperoleh hasil bahwa tes menggunakan RDT direkomendasikan sebagai upaya skrining cepat kasus malaria dalam kehamilan akan tetapi ada kelemahan bahwa keterbatasan jumlah RDT. Maka dari itu sama dengan penelitian ini yang membahas bahwa faktor
6
ketersediaan RDT berhubungan dengan kinerja bidan desa dalam deteksi dini kasus malaria dalam kehamilan tetapi berbeda pada variabel dependen yaitu kinerja bidan desa dalam deteksi dini kasus malaria dalam kehamilan. 5. Penelitian Smith et al. (2010) tentang “Intermittent screening and treatment versus intermittent preventive treatment of malaria in pregnancy: user acceptability”. Penelitian ini dilakukan terhadap semua bidan yang melakukan antenatal care yang mengerti dan tidak mengerti tentang cara pencegahan dan pengobatan malaria untuk melihat karakteristik tenaga kesehatan dengan desain cross sectional. Diperoleh hasil bahwa karakteristik tenaga kesehatan seperti faktor pengetahuan dan sikap sangat mempengaruhi penerimaan pelayanan kesehatan pasien. Perbedaan penelitian ini pada variabel independen yang dilihat faktor pelatihan dan ketersediaan RDT bukan faktor intrinsik bidannya. 6. Penelitian Fawole and Onyeaso (2008) yang berjudul “Perception and Practice of malaria Prophylaxis in Pregnancy among Health Care Providers in Ibadan, Nigeria”. Penelitian dilakukan di Propinsi Ibadan di Benua Afrika Bulan Agustus tahun 2007 dengan desain cross sectional study untuk mengetahui pengetahuan dan keterampilan para pekerja kesehatan tentang penanganan kasus malaria pada kehamilan dengan jumlah responden sebanyak 497 pekerja kesehatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 4 jenis pekerja kesehatan (dokter, perawat, pekerja sosial kesehatan, bidan) yang menjadi responden penelitian, jumlah bidan yang menjadi responden sebanyak 220 orang dengan tingkat kompetensi dalam penanganan kasus malaria berada pada level 7,3% atau peringkat terakhir. Tingkat pengetahuan bidan dalam penanganan kasus malaria pada kehamilan juga berada pada peringkat ketiga (37,7%) dari semua pekerja kesehatan responden penelitian. Hal tersesbut menunjukkan bahwa tingkat kompetensi bidan sebagai salah satu pekerja kesehatan masih sangat rendah dalam penanganan kasus malaria dalam kehamilan. Persamaan penelitian ini pada tema penelitian yaitu membahas tentang kompetensi atau kinerja dalam penanganan kasus malaria dalam kehamilan oleh tenaga kesehatan. Perbedaan penelitian ini pada variabel independen yaitu pengetahuan dan penelitian yang akan dilakukan menjadi subjek penelitian hanya bidan desa dan variabel independen adalah pelatihan dan ketersediaan RDT.
7