BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,
menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yangharus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.Menurut WHO, ruang lingkup kesehatan lingkungan diantaranya meliputi penyediaan airminum serta pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran. Sanitasi menurut WHO adalah pengawasan penyediaan air minum masyarakat, pembuangan tinja dan air limbah, pembuangan sampah, vektor penyakit, kondisi perumahan, penyediaan dan penanganan makanan, kondisi atmosfer dan keselamatan lingkungan kerja. (WHO, 2013) Masalah kesehatan lingkungan perlu untuk diperhatikan, karena lingkungan dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Salah satu program yang dilaksanakan puskesmas dalam mengatasi maslah kesehatan lingkungan adalah program kesehatan lingkungan.Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), sanitasi tempat-tempat umum dan tempat pengolahan makanan.
1 Universitas Sumatera Utara
2
Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan. Sanitasi lingkungan merupakan upaya pengendalian terhadap faktorfaktor lingkungan fisik manusia yang dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan atau upaya kesehatan untuk memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk mencuci tangan dalam memelihara dan melindungi kebersihan tangan, menyediakan tempat sampah untuk membuang sampah dalam memelihara kebersihan lingkungan, membangun jamban untuk tempat membuang kotoran dalam memelihara kebersihan lingkungan dan menyediakan air minum yang memenuhi syarat kesehatan dalam upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Entjang, 2000). Persediaanair yang tidak amandantingkatsanitasi yang tidak memadai meningkatkanpenularan penyakitdiare(termasuk kolera). Meskipun hampir 1,9 miliar orang telah memperoleh akses ke fasilitassanitasi meningkat sejak tahun 1990, cakupan global saat ini diperkirakan hanya 64%. Pada tahun 2011, lebih dari sepertiga dari populasi dunia (2,5 miliar orang) masih kekurangan akses ke fasilitas sanitasi yang baik. Upaya-upaya besar juga akan diperlukan baik di luar 2015 sebagai tantangan baru untuk dunia yang harus dihadapi dalam mempertahankan dan mengukur kemajuan yang berarti, misalnya memastikan akses ke air minum yang aman dan sanitasi dasar (WHO, 2013).
Universitas Sumatera Utara
3
Pusat Data dan Informasi Tahun 2014 (Profil Kesehatan Indonesia) memaparkan data kesehatan lingkungan di Sumatera Utara. Pencapaian rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yaitu 60,04%. Persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas 67,81%. Penduduk yang memiliki akses terhadap sanitasi layak (jamban sehat) 61,92%. Persentase rumah yang memenuhi syarat kesehatan 73,40% (Kemenkes RI, 2014).
Ruang lingkup sanitasi dalam laporan Riskesdas 2013 meliputi penggunaan fasilitas buang air besar (BAB), jenis tempat BAB, tempat pembuangan akhir tinja, jenis tempat penampungan airlimbah, jenis tempat penampungan
sampah,
dan
cara
pengelolaan
sampah.
Untuk
akses
terhadapfasilitas tempat buang air besar (sanitasi) digunakan kriteriaJoint Monitoring Programme(JMP) WHO -Unicef tahun 2006.Menurut kriteria tersebut, rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi improvedadalah rumah tangga yang menggunakan fasilitas BAB milik sendiri, jenis tempat BAB jenis leherangsa atau plengsengan, dan tempat pembuangan akhir tinja jenis tangki septik.Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa rumah tangga di Indonesia menggunakan fasilitas BAB milik sendiri 76,2%, milik bersama 6,7%, dan fasilitas umum 4,2% (Riskesdas, 2013). Akses terhadap sanitasi layak merupakan salah satu fondasi inti dari masyarakat yang sehat. Sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang
kesehatan
manusia.Sanitasi
berhubungan
dengan
kesehatan
lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatanmasyarakat. Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan,mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minumbagi
Universitas Sumatera Utara
4
masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya beberapa penyakit (Kemenkes RI, 2014). Penyakit berbasis lingkungan disebabkan oleh masih buruknya kondisi sanitasi dasar terutama air bersih dan jamban, yang dapat memicu terjadinya penyakit diare serta masih kurangnya rumah yang memenuhi syarat kesehatan sehingga penyakit ISPA juga semakin meningkat. Penularan penyakit diare karena infeksi bakteri dan virus biasanya melalui air minum dan makanan yang terkontaminasi. Disamping itu jamban keluarga juga ikut berperan terjadinya diare karena tanpa jamban masyarakat memilih buang air besar disembarang tempat. Hal inilah yang dapat menularkan penyakit diare melalui media air atau media makanan melalui lalat (Syarifuddin, dkk. 2010). Menurut Riskesdas 2013 penyakit berbasis lingkungan berdasarkan media/cara penularan melalui udara, makanan, air, dan vektor. Melalui udara yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia, dan TB paru. Melalui makanan, air dan lainnya yaitu diare. Melalui vektor yaitu malaria dan DBD (Riskesdas, 2013). Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Diaremerupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi 31,4% dan pada balita 25,2%,pada golongan semua umur merupakanpenyebab kematianyang ke empat (13,2%). Dan angka kematian akibat ISPA pneumonia pada balita sebesar 1,19%. Pada kelompok bayi angka kematian lebih tinggi yaitu sebesar 2,89% dibandingkan pada kelompok umur 1-4 tahun yang sebesar 0,20% (Kemenkes RI, 2014)
Universitas Sumatera Utara
5
Menurut Riskesdas 2013 mengenai data ISPA dan Diare adalah sebagai berikut,period prevalence Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan penduduk sebesar 25,0 persen.Insiden dan prevalensi pneumonia Indonesia tahun 2013 adalah 1,8 persen dan 4,5 persen.Insiden dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0 persen, insiden diare (≤ 2 minggu terakhir sebelum wawancara) berdasarkan gejala pada seluruh kelompok umur sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi1,6%-6,3%) dan insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3%-10,2%).Sedangkan period prevalence diare pada seluruh kelompok umur (>2 minggu-1 bulan terakhirsebelum wawancara) berdasarkan gejala sebesar 7% dan pada balita sebesar 10,2%. (Riskesdas, 2013). Kota Medan memiliki 39 puskesmas dan seluruh puskesmas di Kota Medaanmempunyaiklinik sanitasi, termasuk salah satunya Puskesmas Belawan. Puskesmas Belawan menjalankan klinik sanitasi sejak tahun 2007. Puskesmas Belawan merupakan Puskesmas yang terletak di kecamatan Medan Belawan yang terdiri dari 6 Kelurahan, yaitu Kelurahan Belawan I, Belawan II, Belawan Bahari, Belawan Bahagia, P Sicanang, dan Bagan Deli.Dengan jumlah penduduk riil Kecamatan Belawan tahun 2015 adalah 126456 jiwa. Puskesmas Belawan melakasanakan upaya penyelenggaraan kesehatan wajib Puskesmas yaitu program promosi kesehatan (promkes), upaya kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak (KIA), upaya peningkatan gizi, penanggulangan penyakit, pengobatan dan penanggulangan kegawatdarurat. Program upaya peyehatan lingkungan berupaya pengawasan lingkungan baik fisik, geologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia. Tujuannya antara lain Meningkatkan mutu
Universitas Sumatera Utara
6
lingkungan yang dapat menjamin masyarakat mencapai derajat kesehatan optimal, terwujudnya kesedaran dan keikutsertaan
masyarakat dan sektoral terikat yang
bertanggung jawab atas upaya peningkatan dan pelestarian, serta terlaksananya pengawasan secara teratur pada sarana sanitasi perumahan pokok masyarakat (Profil Puskesmas Belawan, 2014) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vini Jamarin (2014) mengenai Gambaran Pelaksanaan Program Klinik Sanitasi di Puskesmas Kota Bukittinggi. Dalam hasil penelitian dipaparkan bahwa Bukittinggi sudah menjalankan klinik sanitasi dari tahun 2009. Seluruh klinik sanitasi puskesmas kota Bukittinggi dinilai baik dengan nilai bervariasi antara 50-100%. Puskesmas Mandiangin mendapatkan nilai 50%, Prasimah Ahmad 70%, Gulai Bancah dan Nilam 80%, Mandiangin Plus 85%, Tigo Baleh 90%, dan Guguk Panjang 100%. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Umnie Cipta Trian Dewi (2012) mengenai Evaluasi Program Klinik Sanitasi Di Puskesmas Kabupaten Jember Tahun 2012 menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan program klinik sanitasi di Kabupaten Jember belum berjalan dengan baik sesuai dengan pedoman pelaksanaan klinik sanitasi. Hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan klinik sanitasi di Kabupaten Jember yaitu dilihat dari variabel masukan, proses, dan keluarannya. Penelitian sejenis lainnya dilakukan oleh Syarifuddin, Hasanuddin Ishak, dan Arifin Seweng (2010) mengenai Hubungan Pelaksanaan Klinik Sanitasi dengan Kejadian Diare Di Kabupaten Takalar. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa kejadian diare lebih tinggi di wilayah puskesmas tanpa program klinik sanitasi 104 orang (66,2%) dibandingkan pada puskesmas dengan adanya program klinik sanitasi sebanyak 41 orang (19,3%). Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian diare lebih
Universitas Sumatera Utara
7
tinggi di wilayah puskesmas tanpa program klinik sanitasi dibanding puskesmas dengan adanya program klinik sanitasi. Menurut survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Belawan, kegiatan klinik sanitasi di Puskesmas Belawan dengan alur sebagai berikut: pasien yang datang ke puskesmas yang menderita penyakit berbasis lingkungan seperti ISPA dan diare dengan latar belakang buruknya kebersihan diri, keluarga dan lingkungan, maka pasien tersebut diobati di poliklinik dan diarahkan ke klinik sanitasi. Sedangkan klien (masyarakat umum) yang ingin berkonsultasi tentang masalah kesehatan lingkungan bisa langsung datang ke klinik sanitasi. Di sana, petugas klinik sanitasi akan memberikan konseling mengenai penyakit berbasis lingkungan dan sanitasi lingkungandan jika dirasa perlu, petugas akan melakukan kunjungan ke rumah pasien dan atau klien tersebut untuk menelaah penyebab utama masalah sanitasi lingkungan yang terjadi. Sumber Daya Manusia Kesehatan yang ada di bagian klinik sanitasi program kesehatan lingkungan di Puskesmas Belawan hanya ada 3 orang tenaga kesling. Petugas klinik sanitasi sampai saat ini belum pernah mendapatkan pelatihan khusus mengenai klinik sanitasi. Data yang diperoleh dari survey pendahuluan bahwa 10 penyakit terbesar yang didiagnosa pada pelayanan di Puskesmas Belawan masih didominasi oleh penyakit-penyakit berbasis lingkungan antara lain seperti ISPA, diare, penyakit kulit, dan penyakit lain pada pernapasan. Menurut data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Medan jumlah perkiraan kasus Diare yang tercatat di Puskesmas Belawan ada 41,1% dan yang baru ditangani masih sekitar 3,1% (Dinkes Kota Medan, 2013).
Universitas Sumatera Utara
8
Maka berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sistem pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas Belawan tahun 2015.
1.2
Perumusan Masalah Bedasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian
yaitu: 1. Bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas Belawan dilihat dari sisi masukan (input). 2. Bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas Belawan dilihat dari sisi proses. 3. Bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas Belawan dilihat dari sisi keluaran (output). 1.3
Tujuan Penelitan Bedasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian adalah: 1. Untuk melihat bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas Belawan dilihat dari sisi masukan (input). 2. Untuk melihat bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas Belawan dilihat dari sisi proses. 3. Untuk melihat bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas Belawan dilihat dari sisi keluaran (output).
Universitas Sumatera Utara
9
1.4
Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan dan kajian bagi Puskesmas Belawan dan Dinas Kesehatan Kota Medan untuk meningkatkan kualitas sistem pelaksanaan program klinik sanitasi. 2. Sebagai bahan evaluasi kepada petugas atau pelaksana program klinik sanitasi. 3. Sebagai tambahan masukan dan pengetahuan kepada penulis tentang program klinik sanitasi. 4. Sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan referensi untuk penelitian yang lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara