BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan suatu perilaku yang dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Beberapa masyarakat sudah mengetahui mengenai bahaya yang ditimbulkan dari merokok. Akan tetapi, banyak masyarakat yang tidak peduli dan mengabaikannya. Bahkan masyarakat menganggap merokok merupakan perilaku yang biasa dan merupakan hak setiap orang. Kebanyakan masyarakat merasa tidak terganggu bila orang disekitarnya merokok dan sebaliknya perokok aktif merasa nyaman merokok di tempat umum ataupun di dalam rumah. Pada tahun 2012 sebanyak 21% dari populasi di dunia yang berusia 15 tahun ke atas adalah perokok (World Health Organization, 2011). Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia. Hal tersebut dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa negara Indonesia menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India (World Health Organization, 2008). Jumlah perokok di Indonesia adalah 57,6 juta orang (56,7%) merupakan perokok laki-laki usia di atas 15 tahun dan 1,6 juta orang (1,8%) merupakan perokok perempuan (The Global Adult Tobacco Survey, 2011). Prevalensi perokok yang berusia lebih dari 15 tahun di DIY adalah 32,8% (Riskesdas, 2007). Jumlah perokok pada usia dewasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan terjadi pada kelompok umur produktif, yaitu 25-34 tahun dari 29,0% pada tahun 2007 menjadi 31,1% pada tahun 2010 (Kementrian Kesehatan, 1
2 2011). Semakin meningkatnya jumlah perokok dewasa di Indonesia, maka semakin banyak permasalahan yang dapat terjadi, seperti polusi asap rokok akan semakin meningkat. Hal tersebut dapat terjadi karena orang dewasa berpotensi dapat menyebarkan asap rokok di berbagai tempat. Dibuktikan dengan sebanyak 51,3% (14,6 juta orang) orang dewasa merokok di tempat kerja, 78,4% (133,3 juta orang) merokok di rumah, dan 85,4% (44 juta orang) merokok di tempat umum (Global Adult Tobacco Survey, 2011). Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan, karena rokok mengandung beberapa zat yang berbahaya seperti nikotin, tar, karbon monoksida, hidrogen sianida (Depkes, 2011). Zat-zat tersebut dapat menyebabkan berbagai macam penyakit di dalam tubuh manusia bahkan dapat menyebabkan kematian (Achadi, Soerojo, & Barber, 2005). Rokok merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia (Depkes, 2011). Diperkirakan hingga menjelang tahun 2030, kematian akibat merokok akan mencapai 10 juta orang per tahun. Pada tahun 2011 jumlah kematian akibat merokok hampir mencapai 6 juta orang dan 80% di antaranya terjadi di negara dengan pendapatan rendah dan menengah, salah satunya Indonesia (World Health Organization, 2012). Merokok tidak hanya berbahaya bagi perokok itu sendiri, orang-orang yang berada di sekitarnya atau disebut perokok pasif juga dapat megalami kondisi yang berbahaya karena asap rokok. Dampak yang ditimbulkan dari paparan asap rokok sama dengan dampak yang menimpa perokok itu sendiri. Apabila anak-anak terpapar asap rokok dapat mengalami peningkatan risiko bronkitis, pneumonia, infeksi telinga tengah, asma,
3 serta kelambatan pertumbuhan paru-paru (Kementrian Kesehatan, 2011). Orang dewasa yang terus menerus terpapar asap rokok juga akan berisiko menderita kanker paru-paru (Kementrian Kesehatan, 2011). Paparan asap rokok juga dapat menyebabkan kematian. Dari 10 orang dewasa yang meninggal, satu orang diantaranya meninggal karena disebabkan asap rokok (Kementerian Kesehatan. 2011). Tahun 2025, diprediksi jumlah perokok dunia sekitar 650 juta orang, maka akan ada 10 juta kematian per tahun (Depkes, 2011). Untuk melindungi perokok pasif dari paparan asap rokok orang lain, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa kebijakan. Kebijakan tersebut antara lain PP 19/2003 pasal 23 dan UU kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 115 tentang kawasan tanpa rokok. Untuk menindak lanjuti kebijakan tersebut beberapa pemerintah daerah telah mengeluarkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, salah satunya adalah pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah DIY adalah peraturan gubernur No.42 tahun 2009 yang menyatakan bahwa Kawasan Dilarang Merokok meliputi tempat pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat umum, dan tempat kerja. Tempat yang ditetapkan sebagai Kawasan Dilarang Merokok dilengkapi dengan tanda atau simbol dilarang merokok. Tujuan dari peraturan ini adalah untuk mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih dan untuk mewujudkan masyarakat yang sehat. Akan tetapi, masih banyak perokok yang merokok di kawasan tanpa rokok tersebut. Selain itu, masih banyak warga yang belum mengetahui adanya aturan mengenai rokok (Nugroho et al, 2012).
4
Untuk mewujudkan udara yang bersih dan masyarakat yang sehat diperlukan kesadaran seluruh masyarakat terutama perokok aktif untuk tidak merokok di dalam rumah. Asap rokok yang dibuang di dalam rumah akan tersebar selama 4-6 jam dalam ruangan (Siwi, 2010). Hal itu dapat merugikan kesehatan anggota keluarga di dalam rumah. Partikel rokok yang menempel di dinding, karpet, dan mainan anak-anak menyebabkan anak-anak dan wanita mendapat dampak buruk dari asap rokok (Siwi, 2010). Menurut data Riskesdas 2007 menunjukkan 69% rumah tangga di Kota Yogyakarta memiliki pengeluaran untuk rokok. Hal ini menunjukkan minimal terdapat 1 orang anggota rumah tangga yang mengkonsumsi tembakau. Sebanyak 85,4% dari perokok berusia 10 tahun ke atas merokok di dalam rumah bersama dengan anggota lainnya (Riskesdas, 2007). Berdasarkan data di atas, dapat menunjukkan bahwa jumlah perokok pasif di dalam rumah cukup banyak. Berdasarkan survey dari dinas kesehatan didapatkan hasil bahwa pada tahun 2007 sebanyak 40,5% populasi semua umur (91 juta) terpapar asap rokok didalam rumah. Jenis kelamin perempuan lebih tinggi terpapar asap rokok (54,5%) dari pada laki-laki (26%) dan anak usia 0-14 tahun yang terpapar adalah 58,8%, sehingga sekitar 40 juta anak terpapar asap rokok, atau hampir separuh jumlah perokok pasif di dalam rumah. Prevalensi rumah tangga tidak bebas asap rokok hampir merata di seluruh kabupaten / kota di Provinsi DIY. Persentase rumah tangga bebas asap rokok di Kota Yogyakarta merupakan yang terendah (52,1%), Kabupaten Gunungkidul dan
5 Kabupaten Kulonprogo menjadi yang tertinggi masing-masing 59,8% dan 57,8% rumah tangga. (Dinkes DIY, 2011). Berdasarkan wawancara singkat dengan perokok aktif di daerah Terban didapatkan hasil bahwa sebagian besar perokok aktif mengetahui mengenai bahaya rokok bagi kesehatannya akan tetapi, mereka tetap merokok di dalam rumah karena mereka merasa nyaman jika merokok di dalam rumah dan sering malas jika harus keluar rumah untuk merokok. Kebiasaan merokok dilakukan setelah makan, saat kumpul dengan keluarga ataupun saat ada acara di dalam rumah, seperti arisan atau rapat. Beberapa penelitian mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku merokok didapatkan hasil bahwa rata-rata perokok aktif memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang rokok yang masih rendah. Hasil penelitian Yasin (2014) menemukan kurang dari 50% responden tidak mengetahui bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan. Penelitian Kuntara (2012) juga menemukan pengetahuan dan sikap yang kurang baik tentang rokok. Penelitian Yasin (2014) meneliti mengenai hubungan sikap dengan perilaku merokok, sedangkan penelitian Kuntara meneliti mengenai hubungan pengetahuan dengan perilaku merokok. Pengetahuan atau kognitif merupakam domain yang sangat penting dalam membentuk sikap dan perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan yang baik tentang rokok diharapkan akan menimbulkan sikap dan perilaku baik mengenai merokok di dalam rumah. Sikap dan perilaku seorang perokok tergantung dari pengetahuan tentang rokok yang dimilikinya. Menurut Green
6 (1984) perilaku berasal dari 3 faktor salah satunya adalah faktor predisposisi, yang termasuk dalam faktor predisposisis antara lain pengetahuan dan sikap. Salah satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang adalah pengetahuan (Azwar, 2007). Sehingga antara pengetahuan tentang rokok, sikap merokok di dalam rumah, dan perilaku merokok di dalam rumah merupakan hal yang saling berkaitan. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti ingin mengetahui hubungan pengetahuan tentang rokok dengan sikap dan perilaku merokok di dalam rumah di Kota Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: ―Bagaimana hubungan pengetahuan tentang rokok dengan sikap dan perilaku merokok di dalam rumah di Kota Yogyakarta?‖
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan pengetahuan tentang rokok dengan sikap dan perilaku merokok di dalam rumah di Kota Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengetahuan perokok mengenai rokok. b. Mengetahui sikap perokok mengenai merokok di dalam rumah. c. Mengetahui perilaku merokok di dalam rumah
7 d. Mengetahui hubungan pengetahuan tentang rokok dengan sikap merokok di dalam rumah e. Mengetahui hubungan pengetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok di dalam rumah f. Mengetahui hubungan sikap merokok di dalam rumah dengan perilaku merokok di dalam rumah
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurang-kurangnya
dapat
menambah
pengetahuan
mengenai
hubungan
pengetahuan tentang rokok dengan sikap dan perilaku merokok di dalam rumah. 2.
Manfaat Praktis a. Bagi pembuat kebijakan Dapat dijadikan dasar untuk membuat kebijakan atau intervensi bagi perokok. b. Bagi peneliti berikutnya Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenis
E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang hubungan pengetahuan tentang rokok dengan sikap dan perilaku merokok di dalam rumah setahu penulis belum pernah dilakukan. Akan
8 tetapi, ada beberapa penelitian yang dilakukan dan terkait dengan perilaku merokok antara lain : 1. Hilya Haniek (2011) ―Hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku hidup bersih dan sehat pada ibu rumha tangga di Kecamatan Lubuk Sikapang‖. Penelitian Haniek dilakukan dengan metode cross sectional. Sampel penelitian adalah ibu rumah tangga yang dipilih berdasarkan metode cluster random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berpengetahuan baik sebanyak 17,6%, cukup sebanyak 70,6%, dan kurang sebanyak 11,8%; bersikap baik sebanyak 8,8%, cukup sebanyak 77,5%, dan kurang sebanyak 13,7%; berperilaku baik sebanyak 12,7%, cukup sebanyak 76,5%, dan kurang sebanyak 10,8%. Hasil uji statistik (uji chi square) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan dan sikap responden serta antara sikap dan perilaku responden. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel yaitu pengetahuan, sikap, dan perilaku, selain itu juga terdapat persamaan dalam metode dan teknik pengambilan sampel. Perbedaan pada responden yaitu ibu rumah tangga bukan pada perokok aktif, selain itu fokus penelitian Haniek adalah mengenai perilaku hidup bersih dan sehat yang salah satunya adalah larangan merokok di dalam rumah sedangkan penelitian ini lebih fokus pada perilaku merokok di dalam rumah. 2. Syifa Gisela Yasin ―Hubungan Sikap dan Perilaku Perokok di Kota Yogyakarta‖. Penelitian Syifa menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Responden penelitian sebanyak 102 orang yang dipilih menggunakan teknik pengambilan sampel multistage random sampling. Instrumen penelitian yang
9 digunakan berbentuk kuesioner. Hasil penelitian : sebanyak 20 responden (19,6%) memiliki sikap kurang baik, 65 responden (63,7%) memiliki sikap nilai sedang, dan 17 responden (16,7%) memiliki sikap yang baik. Untuk perilaku, sebanyak 23 responden (22,5%) memiliki perilaku kurang baik, 53 responden (52%) memiliki perilaku sedang, dan 26 responden (25,5%) memiliki perilaku baik. Nilai p 0,000 (p<0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap dan perilaku dengan korelasi 0,679 yang berarti hubungan diantara kedua variabel tersebut kuat. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel yaitu mengukur sikap dan perilaku merokok, responden penelitian yaitu perokok aktif serta tempat penelitian yaitu di Kota Yogyakarta. Perbedaannya adalah pada fokus penelitian, pada peneitian ini fokus penelitiannya adalah mengukur pengetahuan, sikap, dan perilaku merokok di dalam rumah, sedangkan pada penelitian Syifa fokus penelitiannya hanya mengukur sikap dan perilaku merokok secara umum. 3. Rizkia Amalia Solicha (2012) ―Tingkat Pengetahuan dan Sikap Pengunjung di Lingkungan RSUP Dr. Kariadi tentang Kawasan Tanpa Rokok‖. Penelitian Rizkia dilakukan dengan desain observasional yang dilakukan dengan pendekatan crosssectional. Teknik pengambilan sampel adalah simple random sampling dan didapat jumlah responden sebanyak 90 orang, data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian adalah sebanyak 38.9% responden memiliki tingkat pengetahuan baik dan 48.9% cukup. Dari seluruh responden, ada 85.6% responden bersikap patuh, sedangkan 14.4% nya tidak, analisis hubungan antara keduanya didapatkan nilai signifikan p adalah 0.001. Kesimpulan dari penelitian adalah kategori tingkat pengetahuan kategori baik dan sikap patuh
10 memiliki prosentase lebih besar dibanding kategori kurang, terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap mematuhi aturan yang berlaku. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel yaitu mengukur pengetahuan dan sikap perokok. Perbedaan pada tempat penelitian yaitu penelitian ini dilakukan di rumah sakit bukan di lingkungan kelurahan. 4. Yasinta dkk (2013) dengan judul ―Kepatuhan Mahasiswa Terhadap Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Universitas Dian Nuswantoro Semarang Tahun 2013‖. Penelitian Yasinta ini merupakan penelitian explanatory research dengan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 100 mahasiswa perokok, yang diambil secara accidental sampling. Tujuannya untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan tanda larangan merokok dengan kepatuhan terhadap Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada mahasiswa di Universitas Dian Nuswantoro Tahun 2013. Hasilnya menunjukan bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) cukup baik (72%), sikap cukup baik terhadap Kawasan Tanpa Rokok (66%), dan mempunyai tanggapan cukup baik terhadap tanda larangan merokok (63%), serta mempunyai kepatuhan terhadap Kawasan Tanpa Rokok cukup baik (62%). Ada hubungan antara pengetahuan tentang Kawasan Tanpa Rokok (p value=0,001), sikap terhadap Kawasan Tanpa Rokok (p value=0,000), dan tanggapan terhadap tanda larangan merokok (p value=0,019) dengan kepatuhan terhadap Kawasan Tanpa Rokok. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel penelitian dan fokus penelitian. Variabel penelitian ini meliputi sikap, pengetahuan dan kepatuhan sedangkan fokus penelitiannya yakni mengetahui hubungan antara pengetahuan,
11 sikap dengan kepatuhan terhadap Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Perbedaan dengan penelitian ini yakni teknik pengambilan sampel, tempat penelitian, dan subyek penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik snowball sedangkan penelitian Yasinta (2013) menggunakan teknik accidental sampling. Tempat penelitian ini adalah di kelurahan sedangkan tempat penelitian Yasinta adalah di kampus. 5. Sushil Kumar & Shubhi Tomar (2014) ―Assessing Compliance to Smoke-Free Legislation in Public Places of Udupi District, Karnakata: A Cross Sectional Study‖. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai kepatuhan terhadap peraturan bebas merokok di tempat umum di Udupi, Karnakata. Penelitian ini dilakukan dengan metode cross-sectional dengan jumlah responden 34 orang. Hasil penelitian ini adalah sebanyak 81,5% tempat-tempat umum yang dilarang merokok. Tetapi adanya tulisan Dilarang Merokok di tempat umum hanya 7,5%. Kepatuhan terhadap aturan merokok tertinggi terdapat di fasilitas pelayanan kesehatan dan kepatuhan yang paling rendah adalah di mall. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kepatuhan terhadap aturan merokok tinggi karena dipengaruhi oleh kebudayaan dan pelaksanaan aturan yang efektif. Persamaan dengan penelitian penuis adalah pada variabel yaitu mengukur kepatuhan terhadap peraturan merokok. Perbedaannya adalah pada fokus penelitian, fokus penelitian penulis adalah mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap terhadap kepatuhan, sedangkan fokus penelitian Sushil Komar & Subhi Thomar (2014) adalah mengetahui gambaran kepatuhan terhadap aturan bebas asap rokok, selain itu
12 perbedaannya adalah tempat penelitian, penelitian penulis dilakukan di Yogyakarta bukan di Karnakata.