BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi diabetes melitus (DM) meningkat secara dramatis di seluruh dunia. Prevalensi diabetes melitus pada tahun 2000 sekitar 2,8% atau 171 juta jiwa dan meningkat menjadi 6,4% atau 285 juta jiwa pada tahun 2010 serta diperkirakan meningkat menjadi 7,7% atau sekitar 439 jiwa pada tahun 2030. Peningkatan yang drastis ini dikarenakan peningkatan populasi usia lanjut disebabkan bertambahnya usia harapan hidup dan perubahan gaya hidup (Shaw et al., 2010). Jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun 1995 sebesar 8,4 juta jiwa kemudian meningkat menjadi 14,7 juta jiwa pada tahun 2006 dan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3 juta jiwa (Sudoyo, 2007). Oleh karena peningkatan prevalensi diabetes melitus, maka prevalesi komplikasi yang terkait DM juga ikut meningkat. Salah satu komplikasi jangka panjang DM pada ekstrimitas bawah adalah ulkus kaki diabetik (Iversen, 2009; Chand et al., 2012). Ulkus kaki diabetik didefinisikan sebagai luka yang timbul di bawah pergelangan kaki pasien DM, tanpa memandang durasi waktu (Apelqvist et al., 1999). Diperkirakan insidensi seumur hidup ulkus kaki diabetik sebesar 15% (Sighn et al., 2005; Chand et al., 2012). Insidensi tahunan ulkus kaki diabetik bervariasi berkisar antara 1,2% sampai 3% (Ramsey et al., 1999; Abboth et al., 2002; Muller et al., 2002). Prevalensi ulkus kaki diabetik yang dilaporkan
1
2
beberapa penelitian juga bervariasi berkisar antara 2%-10,4% (Shera et al., 2004; Iversen, 2009). Banyak permasalahan yang timbul terkait ulkus kaki diabetik seperti permasalahan fisik, emosional, ekonomi dan kehilangan produktivitas (Sighn et al., 2005). Beban ekonomi terkait ulkus kaki juga sangat besar baik untuk pasien maupun sistem pelayanan kesehatan. Di Negara-negara barat ulkus kaki diabetik menjadi penyebab tersering pasien DM menjalani rawat inap (Boulton, 2010; Driver et al., 2010). Perawatan ulkus kaki diabetik juga membutuhkan waktu yang lebih lama bahkan sering berakhir dengan amputasi (Rieber et al., 1995; Ramsey et al., 1999; Bowering, 2001). Biaya rata-rata yang dihabiskan untuk pengobatan satu ulkus kaki diabetik di Amerika Serikat sekitar USD 8000, bila terjadi infeksi biaya mencapai USD 17000 dan bila dilakukan amputasi biaya yang diperlukan mencapai USD 45000 (Kruse & Edelman, 2006). Sedangkan penelitian di Swedia melaporkan biaya yang dibutuhkan penyembuhan ulkus kaki tanpa amputasi sebesar USD 18.000 per pasien dan biaya penyembuhan meningkat menjadi 34.000 per pasien bila dilakukan amputasi (Tennvall et al., 2000). Ulkus kaki diabetik mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap morbiditas pasien DM (Nyamu et al., 2003). Ulkus kaki diabetik merupakan prekursor utama amputasi ekstrimitas bawah pada pasien DM (Bowering, 2001; Maoulik et al., 2003). Sekitar 70%-80% amputasi pada pasien DM didahului oleh ulkus kaki (Adler et al., 1999; Boulton et al., 2005).
3
Ulkus kaki diabetik mempunyai beberapa faktor resiko. Faktor resiko utama yang mendasari perkembangan ulkus kaki diabetik adalah neuropati perifer dan iskemia (Bowering, 2001; Khanolkar et al., 2008; Clayton & Elasy, 2009; Chand et al., 2012). Sekitar 45%-60% ulkus kaki diabetik didasari oleh adanya neuropati perifer (Grunfel, 1992; Frykberg et al., 2002; Moulik et al., 2003; Chand et al., 2012). Sedangkan sekitar 1%-24% didasari iskemia, 26%16% kombinasi keduanya (Oyibo et al., 2001; Moulik et al., 2003). Faktor resiko lain adalah deformitas kaki, keterbatasan gerakan sendi, tekanan abnormal pada kaki, trauma minor, riwayat ulkus kaki diabetik, riwayat amputasi dan gangguan visus (Chand et al., 2012). Neuropati perifer merupakan jalur penyebab penting berkembangnya ulkus kaki diabetik. Prevalensi neuropati perifer pada populasi diabetes berkisar 30%-50%. Neuropati perifer pada diabetika mengenai seluruh komponen sistem saraf mencakup saraf sensorik, motorik dan otonom yang masing-masing berkontribusi terhadap perkembangan ulkus kaki diabetik (Bowering, 2001). Bentuk neuropati diabetes yang paling sering adalah distal symmetrical polineuropathy (DSPN). Lebih dari 50% DSPN bersifat asimptomatik dan pasien beresiko mengalami injuri yang tidak disadari pada kaki yang dapat mengakibatkan terbentuk ulkus pada kaki yang dapat berakibat amputasi (Boulton et al., 2005). Pemeriksaan untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki resiko tinggi terjadinya ulkus harus dilakukan pada pasien DM karena sekitar 50% amputasi dan ulkus kaki pada pasien DM dapat dicegah dengan edukasi dan penanganan yang efektif. Pengenalan lebih awal pasien beresiko dapat
4
mengurangi insiden ulkus kaki diabetik yang selanjutnya juga mengurangi amputasi. Pemeriksaan yang dilakukan adalah untuk mengevaluasi adanya neuropati dan PAD (Boulton et al., 2005; Boulton, 2010; Morshed, 2011). Pemeriksaan
elektrodiagnostik
merupakan
metode
objektif
untuk
diagnosis dan klasifikasi polineuropati. Pemeriksaan elektrodiagnostik pada pasien polineuropati adalah kecepatan hantar saraf sensoris, kecepatan hantar saraf motorik, F-wave, H-refleks dan pemeriksaan EMG (Oh, 2003). H-refleks merupakan komponen elektrodiagnosis yang mengukur hantaran saraf sepanjang serabut aferen dan eferen pada lengkung refleks monosinaptik yang direkam dari musclus gastrocnemius atau musculus soleus (Laughlin, 2009). Oleh karena sirkuit H-refleks aferennya adalah serabut sensoris dan eferennya serabut motorik sehingga keadaan dimana lesi mengenai saraf sensoris/motoris atau akar saraf sensoris/motoris dapat menghasilkan gambaran abnormal H-refleks (Poernomo et al., 2003). Beberapa penelitian menunjukkan abnormalitas H-refleks dapat digunakan dalam mendiagnosis neuropati diabetika atau bahkan sebagai skrining awal pada pasien DM yang belum menunjukkan gejala neuropati. Abnormalitas H-refleks yang didapatkan dalam beberapa penelitian tersebut dapat berupa pemanjangan latensi atau absennya H-refleks (Lee et al.,1999; Trujillo-Hernandez et al., 2005; Guerrero et al., 2012). Penelitian Duday et al. (1977) menunjukkan perubahan Hrefleks terjadi lebih awal dibandingkan perubahan konduksi saraf motorik. Penggunaan H-refleks yang dikombinasikan dengan penilaian rutin lainnya bisa mengidentifikasi lebih banyak pasien beresiko mengalami komplikasi neuropati
5
diabetika serius (Guerrero et al, 2012). Penelitian H-refleks pada pasien ulkus kaki diabetik masih terbatas dan belum terdapat penelitian yang membandingkan pemeriksaan H-refleks pada pasien DM dengan ulkus kaki diabetik dan pasien DM tanpa ulkus kaki diabetik. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang menjadi pokok masalah sebagai berikut: 1. Peningkatan prevalensi diabetes melitus menyebabkan peningkatan prevalensi komplikasi terkait diabetes melitus, terutama komplikasi jangka panjang. 2. Ulkus kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi jangka panjang yang sering terjadi pada pasien DM. 3. Ulkus kaki diabetik menyebabkan morbiditas yang signifikan pada pasien DM, menjadi penyebab utama amputasi pada populasi diabetes dan menimbulkan beban ekonomi yang besar. 4. Identifikasi faktor resiko ulkus diabetik dapat mengurangi insiden ulkus kaki diabetik yang selanjutnya juga mengurangi amputasi. 5. Neuropati
perifer
merupakan
salah
satu
faktor
resiko
utama
perkembangan ulkus kaki diabetik. 6. Abnormalitas saraf pada neuropati perifer dapat diketahui dengan pemeriksaan elektrodiagnostik. 7. H-refleks merupakan pemeriksaan elektrodiagnosis yang digunakan dalam beberapa penelitian untuk pemeriksaan neuropati perifer seperti
6
ND. 8. Penelitian sebelumnya menunjukkan abnormalitas H-refleks dapat digunakan dalam mendiagnosis neuropati diabetika atau bahkan sebagai skrining awal pada pasien DM yang belum menunjukkan gejala neuropati 9. Abnormalitas H-refleks pada neuropati diabetika berupa pemanjangan latensi atau absennya H-refleks. 10. Penelitian H-refleks pada pasien ulkus kaki diabetik masih terbatas dan belum terdapat penelitian yang membandingkan pemeriksaan H-refleks antara pasien DM dengan ulkus kaki diabetik dan pasien DM tanpa ulkus kaki diabetik. C. Pertanyaan Penelitian 1. Apakah terdapat perbedaan latensi H antara pasien DM dengan ulkus kaki diabetik dan tanpa ulkus? 2. Apakah terdapat perbedaan amplitudo H antara pasien DM dengan ulkus kaki diabetik dan tanpa ulkus? 3. Apakah terdapat perbedaan latensi M antara pasien DM dengan ulkus kaki diabetik dan tanpa ulkus? 4. Apakah terdapat perbedaan Amplitudo M antara pasien DM dengan ulkus kaki diabetik dan tanpa ulkus? D. Tujuan Penelitian Untuk membandingkan parameter H-refleks berupa latensi H, amplitudo H, latensi M dan amplitudo M antara pasien DM dengan ulkus kaki diabetik dan pasien DM tanpa ulkus kaki diabetik.
7
E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai perbedaan parameter H-refleks berupa latensi H, amplitudo H, latensi M dan amplitudo M antara pasien DM dengan ulkus kaki diabetik dan pasien DM tanpa ulkus kaki diabetik. 2. Membantu klinisi mengidentifikasi pasien yang beresiko mengalami ulkus kaki diabetik. F. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian Penelitian
Judul
Maskuri et al., 2013
Perbandingan abnormalitas konduksi saraf pada subjek diabetes melitus dengan ulkus dan tanpa ulkus Effect of polyneuropathy on development of unilateral diabetic foot ulcer
Metode
Subjek
Alat ukur
Cross sectional
Pasien DM dengan dan tanpa ulkus kaki
Cross sectional
Pasien ulkus diabetik
ENMG: NCS sensoris dan motorik n. Medianus, NCS motorik n. Tibialis, NCS sensoris n. Suralis ENMG: NCS n. Medianus, n. Ulnaris, n. fibularis, n. Tibialis posterior, n. Suralis, Hrefleks Michigan Neuropathy Screening Instrument (MNSI); ENMG:KHS n. Ulnaris, H-refleks n. Tibialis posterior ENMG: NCS n. Cubital, F wave n. Cubitus, Hrefleks n. Tibialis posterior ENMG: KHS, CMAP latensi distal n. Peroneus, n. medianus, n. ulnaris; SNAP dan latensi distal n. Suralis, n. Medianus
Kaleagasi al., 2013
et
Guerrero al., 2012
et
H-Reflex and clinical examination in the diagnosis of diabetic polineuropathy
Cross sectional
Pasien DM tipe
TrujilloHernandez et al., 2005
F-wave and H-reflex alterations in recently diagnosed diabetic patients Peripheral neuropathy in patients with diabetic foot ulcers: Clinical and nerve conduction study
Cross sectional
Pasien DM tipe 2 tanpa keluhan neuropati Pasien DM tipe 1 atau tipe 2
Perbandingan H-refleks antara pasien DM dengan ulkus kaki dan tanpa ulkus kaki
Cross sectional
Kiziltan et al., 2007
Penelitian ini
retrospecti ve
Pasien DM dengan ulkus kaki dan tanpa ulkus kaki
Neuropathic Symptoms Score (NSS) dan neuropathic deficit score (NDS), H- refleks