BAB I PENDAHULUAN 1.1.Pengantar Organisasi Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal berbagai jenis organisasi yang mempengaruhi
semua
tingkatan
kehidupan.
Fakta
menunjukkan
bahwa
kebanyakan di antara kita menjalani sebagian besar dari kehidupan sedikitnya dipengaruhi oleh pelbagai macam organisasi. Kita merupakan anggota dari organisasi yang dinamakan keluarga, menjadi anggota dari organisasi tempat kita bekerja, berpartisipasi aktif sebagai murid dalam organisasi pendidikan, ataupun sebagai mahasiswa di perguruan tinggi. Di samping itu juga kita merupakan anggota organisasi yang dinamakan masyarakat. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa
organisasi-organisasi
dibentuk
oleh
manusia.
Tujuannya
untuk
melaksanakan atau mencapai hal-hal tertentu yang tidak mungkin dilaksanakan secara individual. Organisasi merupakan elemen yang amat diperlukan di dalam kehidupan manusia, apalagi dalam kehidupan modern saat ini. Organisasi membantu kita melaksanakan hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan dengan baik sebagai individu. Di samping itu, dapat dikatakan lagi bahwa organisasi-organisasi
membantu
masyarakat,
membantu
kelangsungan
pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Organisasi pula yang merupakan sumber penting aneka macam karier di dalam masyarakat. Pendek kata, organisasi adalah tempat kita melakukan apa saja. Organisasi-organisasi mempengaruhi kehidupan. Sebaliknya, kita dapat pula mempengaruhi organisasi. Sejak awal munculnya organisasi, perubahan-perubahan penting yang terjadi pada organisasi adalah: a. efisiensi b. kecanggihan c. kompleksitas (Hicks, 1972:5)
1
Organisasi-organisasi dapat memenuhi aneka macam kebutuhan manusia. Kebutuhan itu misalnya kebutuhan emosional, spiritual, intelektual, ekonomi, politik,
psikologis,
sosiologis,
cultural
dan
sebagainya.
Chris
Argyris
menerangkan eksistensi organisasi melalui pernyataan:”….organisasi-organisasi biasanya dibentuk orang guna mencapai sasaran-sasaran yang dapat dicapai terbaik secara kolektif” (Argyris, 1964:35). Salah
satu
pembahasan
tentang
kemampuan
organisasi
untuk
melaksanakan tugas-tugas tertentu yang tidak mungkin dilaksanakan oleh individu secara tersendiri, disampaikan oleh seorang penulis manajemen terkenal yaitu Chester I. Barnard. Barnard merumuskan kendala-kendala yang dihadapi oleh seseorang individu, dalam hal melaksanakan hal-hal yang ingin dilakukan olehnya. Adapun kendala-kendala tersebut menurutnya termasuk dalam dua kelompok, yaitu: 1. kemampuan biologis sang individu yang bersangkutan; atau 2. factor-faktor fisikal dari lingkungan yang dihadapi olehnya Sebagai ilustrasi, dikemukakan oleh Barnard sebuah situasi, dimana seorang pria ingin memindahkan sebuah batu besar. Ternyata batu itu terlampau besar baginya. Kendala yang dihadapinya dapat dinyatakan dengan cara: -
batu tersebut terlampau besar bagi orang tersebut
-
orang tersebut terlampau kecil untuk batu tersebut
Pernyataan pertama yang menyatakan kendala dalam wujud lingkungan fisikal dan pernyataan kedua menyatakan kendala tersebut dalam wujud manusia. Akan tetapi, dinyatakan lebih lanjut bahwa apabila dua orang itu bekerja sama untuk memindahkan batu tersebut, maka mereka memperbesar kekuatan dan kemampuan individual melalui penyatuan kekuatan tersebut. Selanjutnya, sewaktu mulai memahami hal tersebut, mereka dengan sadar membentuk sebuah organisasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa organisasi-organisasi didesain oleh manusia untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang melekat pada dirinya. Kegiatan terorganisasi menjadi alat utama manusia untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul dari individu-individu. 2
1.2.Latar Belakang Organisasi Manusia sebagai makhluk sosial, makhluk bermasyarkat (homo socius, social animal, zoon politicon), tidak mungkin dapat hidup sendiri, cenderung bermasyarakat atau berkelompok (gregariousness). Dan menurut Abraham Maslow terdapat 5 tingkatan kebutuhan manusia, yaitu: 1.
Keperluan fisik (physical need);
2.
Keperluan rasa aman dan selamat (safety need);
3.
Keperluan sosial (social needs);
4.
Keperluan akan harga diri (esteem needs);
5.
Keperluan aktualisasi diri (self realization needs).
Selain itu juga terdapat Motivasi Orang Bekerja, yaitu: 1.
Kepastian (masa depan-kelangsungan kerja);
2.
Kesempatan (naik pangkat/dipromosikan);
3.
Peran serta (saran-saran/masukan dalam pengambilan keputusan);
4.
Pengakuan/penghargaan (prestasi kerja);
5.
Ekonomi (upah/gaji yang layak untuk hidup);
6.
Pencapaian (keberhasilan dalam pekerjaan);
7.
Komunikasi (mengetahui apa yang terjadi dalam organisasi);
8.
Kekuasaan (kewibawaan, dan mempengaruhi orang lain);
9.
Keterpaduan (bagian dari organisasi secara keseluruhan);
10.
Kebebasan (pribadi dan pendapat).
Dengan berdasarkan teori Maslow tersebut, maka manusia memerlukan organisasi untuk usahanya mencapai tujuan hidupnya dalam usaha memenuhi tingkat kebutuhan hidupnya.
3
BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Definisi Organisasi Organisasi secara sederhana didefinisikan sebagai suatu kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan dan mau terlibat dengan peraturan yang ada. Jadi di sini organisasi merupakan suatu wadah atau tempat untuk melakukan kegiatan bersama, agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Untuk itu maka ciri-ciri organisasi adalah: 1. terdiri daripada dua orang atau lebih 2. ada kerjasama 3. ada komunikasi antar satu anggota dengan yang lain 4. ada tujuan yang ingin dicapai. Secara lebih lengkap, organisasi dapat dikupas dengan definisi sebagai berikut: “kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.” Perkataan “dikoordinasikan dengan sadar” mengandung pengertian manajemen. “Kesatuan sosial” berarti bahwa unit itu terdiri dari orang atau kelompok orang yang berinteraksi satu sama lain. Pola interaksi yang diikuti orang di dalam sebuah organisasi tidak begitu saja timbul, melainkan telah dipikirkan lebih dahulu. Oleh karena itu, karena organisasi merupakan kesatuan sosial, maka pola interaksi para anggotanya harus diseimbangkan dan diselaraskan untuk meminimalkan kelebihan (redundancy) namun juga memastikan bahwa tugastugas yang kritis telah diselesaikan. Sebuah organisasi mempunyai “batasan yang relatif dapat diidentifikasi”. Batasan dapat berubah dalam kurun waktu tertentu dan tidak selalu jelas, namun sebuah batasan yang nyata harus ada agar kita dapat membedakan antara anggota dan bukan anggota. Batasan cenderung dicapai dengan perjanjian yang eksplisit maupun implisit antara para anggota dan organisasinya. Pada kebanyakan hubungan kepegawaian, terdapat sebuah 4
perjanjian yang implisit di mana pekerjaan itu ditukar dengan pembayaran upah. Pada organisasi sosial atau sukarela, para anggota berkontribusi dengan imbalan penghargaan, nama baik, interaksi sosial, atau kepuasan dalam membantu orang lain. Orang-orang di dalam sebuah organisasi mempunyai suatu keterikatan yang terus menerus. Rasa keterikatan ini, tentunya, bukan berarti keanggotaan seumur hidup. Akan tetapi sebaliknya, organisasi menghadapi perubahan yang konstan di dalam keanggotaan mereka, meskipun pada saat mereka menjadi anggota, orangorang dalam organisasi berpartisipasi secara relatif teratur. Akhirnya, organisasi itu ada “untuk mencapai sesuatu”. Sesuatu ini adalah tujuan, dan tujuan tersebut biasanya tidak dapat dicapai oleh individu-individu yang bekerja sendiri, atau jika mungkin, hal tersebut dicapai secara lebih efisien melalui usaha kelompok. Pengertian organisasi ini juga banyak diungkapkan dalam bentuk pendapat para ahli manajemen dan organisasi, dan beberapa pendapat tersebut diantaranya adalah: a. James D. Mooney (1974): Organisasi adalah sebagai bentuk setiap perserikatan orang-orang untuk mencapai suatu tujuan bersama (Organization is the form of every human association for the attainment of common purpose). b. John D. Millet (1954): Organisasi adalah sebagai kerangka struktur dimana pekerjaan dari beberapa orang diselenggarakan untuk mewujudkan suatu tujuan bersama (Organization is the structural framework within which the work of many individuals is carried on for the realization of common purpose). c. Herbert. A. Simon (1958): Organisasi adalah sebagai pola komunikasi yang lengkap dan hubunganhubungan lain di dalam suatu kelompok orang-orang (Organization is the complex pattern of communication and other relations in a group of human being). d. Chester L. Barnard (1938): Organisasi adalah sebagai sebuah sistem tentang aktivitas kerjasama dua orang atau lebih dari sesuatu yang tidak berwujud dan tidak pandang bulu, yang 5
sebagian besar tentang persoalan silaturahmi (Organization is a sistem of cooperative activities of two or more person something intangible and impersonal, largely a matter of relationship). e. Dwight Waldo (1956): Organisasi adalah sebagai suatu struktur dari kewenangan-kewenangan dan kebiasaan-kebiasaan dalam hubungan antara orang-orang pada suatu sistem administrasi (Organization is the structure of authoritative and habitual personal interrelations in an administrative sistem). f. Luther Gulick (1957): Organisasi adalah sebagai suatu alat saling hubungan satuan-satuan kerja yang memberikan mereka kepada orang-orang yang ditempatkan dalam struktur kewenangan; dus dengan demikian pekerjaan dapat dikoordinasikan oleh perintah para atasan kepada para bawahan yang menjangkau dari puncak sampai ke dasar dari seluruh badan usaha (Organization is the means of interrelating the subdivisions of work by allotting them to men who are placed in a structure of authority, so that the work may be coordinated by orders of superiors to sub ordinates, reaching from the top to the bottom of the entire enterprise).
2.2.Jenis-jenis Organisasi Menurut Herbert G. Hicks, jenis-jenis organisasi dibedakan atas dasar tingkat kepastian struktur, atas dasar keterlibatan emosi, atas dasar tujuan dan atas dasar kebutuhan sosial. 2.2.1. Tingkat Kepastian Struktur Terdapat 2 jenis organisasi berdasarkan tingkat kepastian struktur, yaitu: a. Organisasi formal ialah suatu organisasi yang memiliki struktur yang jelas, pembagian tugas yang jelas, serta tujuan yang ditetapkan secara jelas. Organisasi formal mempunyai rincian pekerjaan yang jelas bagi tiap anggota. Jenjang tujuan organisasi formal dinyatakan dengan tegas. Status, prestige, gaji, pangkat, dan lain-lain penghasilan diatur dan dikontrol 6
dengan baik. Contoh: perusahaan besar, pemerintah pusat dan daerah, dan universitas-universitas. b. Organisasi informal adalah suatu organisasi yang disusun secara bebas, fleksibel, tak pasti, dan spontan. Contoh: perkumpulan bridge, pesta makan malam, orang berkumpul di jalan yang sedang menolong kerusakan pada mobil mogok 2.2.2. Keterlibatan Emosi Anggota Atas dasar keterlibatan emosi anggota dapat dibedakan atas 2 macam organisasi, yaitu: a. Organisasi Primer yang menuntut secara penuh, pribadi, dan keterlibatan emosi dari para anggota. Anggotanya ditandai dengan pribadi, langsung, spontan dan hubungan tatap muka. Mereka didasari pada lebih saling memuaskan daripada kewajiban yang dinyatakan dengan pasti. Misalnya keluarga, orang yang mengabdi pada profesinya, organisasi yang memberikan perhatian istimewa pada hal-hal berharga di hati para anggotanya. b. Organisasi Sekunder yang dalam hubungannya berdasarkan akal, rasional, dan perjanjian dari anggotanya. Mereka tidak memuaskan tujuan mereka sendiri, tetapi mereka mempunyai anggota-anggota karena mereka dapat memberikan sarana (seperti gaji) untuk tujuan para anggotanya. Para anggota melibatkan mereka sendiri hanya dengan cara yang terbatas di dalam organisasi ini. 2.2.3. Tujuan Organisasi Tiap-tiap organisasi dibentuk untuk mencapai beberapa tujuan atau tujuan –tujuan yang dapat digambarkan secara luas sebagai pemuasan keinginankeinginan, kebutuhan-kebutuhan, atau tujuan-tujuan para anggotanya. Kita dapat membuat klasifikasi organisasi berdasarkan tujuan-tujuan khusus para anggotanya yang menuntut untuk dilayani. Misalnya terdapat organisasi sebagai berikut: 1. Organisasi pengabdian 2. Organiasi ekonomi 3. Organisasi keagamaaan 7
4. Organisasi pertahanan 5. Organisasi negara 6. Organisasi sosial 2.2.4. Kebutuhan Sosial Berdasarkan atas kebutuhan social, menurut Talcott Parsons terdapat 4 macam organisasi sebagai berikut: a. Organisasi ekonomi b. Organisasi politik c. Organisasi integrative d. Organisasi pemeliharaan
8
BAB III PEMBAHASAN Ilmu pengetahuan terdiri atas seperangkat teori dalam bidang tertentu. Teori berfungsi untuk membaca kenyataan empiris. Fakta empiris yang sama dapat diceritakan oleh beberapa orang dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan kacamata teori yang digunakan. Tanpa teori, maka kita akan buta tentang peristiwa empiris, sebaliknya tanpa berhadapan dengan peristiwa-peristiwa empiris, maka suatu teori akan lumpuh. Teori organisasi adalah studi tentang bagaimana organisasi menjalankan fungsinya dan bagaimana mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orangorang yang bekerja di dalamnya ataupun masyarakat di lingkup kerja mereka. Teori organisasi adalah suatu konsesi, pandangan, tinjauan, ajaran, pendapat atau pendekatan tentang pemecahan masalah organisasi agar lebih berhasil dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Teori organisasi yang ada sekarang ini merupakan hasil dari sebuah proses evolusi. Selama beberapa decade, para akademisi, dan praktisi dari berbagai latar belakang dan perspektif telah mengkaji dan menganalisis organisasi-organisasi.
3.1.Evolusi Teori Organisasi Aktivitas yang sebenarnya dari teori organisasi terjadi sejak permulaan abad ini. Terdapat dua dimensi dasar di dalam evolusi teori organisasi, dan setiap dimensi mempunyai perspektif yang saling bertentangan. Dimensi pertama merefleksikan bahwa organisasi itu adalah sistem. Sebelum kurang lebih tahun 1960, teori organisasi cenderung didominasi oleh perspektif sistem tertutup. Organisasi-organisasi pada dasarnya dipandang berdiri sendiri dan tertutup dari lingkungannya. Akan tetapi mulai sekitar tahun 1960, teori organisasi secara jelas mulai menerima perspektif sistem terbuka. Analisis-analisis yang sebelumnya hanya terfokus pada karakteristik intern dari organisasi, kemudian berubah menjadi pendekatan yang menekan pentingnya organisasi memperhatikan 9
peristiwa proses yang terjadi di lingkungan ekstern. Dimensi yang kedua berhubungan dengan hasil-hasil akhir dari struktur organisasi. Di sini kita jumpai kembali keadaaan yang saling bertentangan. Perspektif rasional menyatakan bahwa struktur organisasi dirasakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan khusus secara efektif. Sebaliknya perspektif social menekankan bahwa struktur adalah hasil utama dari kekuatan-kekuatan yang saling bertentangan dari para pengikut organisasi yang mencari kekuasaan dan kendali. Pada tabel 3.1 memperlihatkan kerangka waktu evolusi teori organisasi lengkap dengan dimensidimensi sistem dan tujuan. Hasilnya adalah empat klasifikasi yang disebut Tipe 1 sampai dengan 4. Kerangka waktu untuk masing-masing jelas hanya perkiraan. Tabel 3.1 Kerangka Waktu Evolusi Teori Organisasi KERANGKA 1900-1930
1930-1960
1960-1975
1975-?
Tertutup
Tertutup
Terbuka
Terbuka
Rasional
Sosial
Rasional
Sosial
Efisiensi
Orang
mekanis
hubungan
WAKTU Perspektif sistem Perspektif tujuan Tema Utama
dan Desaindesain
Kekuasaan dan politik
kontingensi Klasifikasi
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
Tipe 4
teoritis Sumber: W. Richard Scott “Theoritical Perspectives” Masing-masing teoretikus memiliki asumsi-asumsi yang kuat dan berlaku pada masanya, dan teori tersebut mengilhami pembentukan organisasi di tiap generasinya. Adapun penjelasan teoretikus organisasi dari Tipe 1 hingga Tipe 4, sebagai berikut: 3.1.1. Teoretikus Tipe 1 Para teoretikus tipe 1, dikenal juga sebagai aliran klasik, mengembangkan prinsip atau model universal yang dapat digunakan pada semua keadaan. Seperti telah dikatakan sebelumnya, pada dasarnya masing-masing melihat organisasi 10
sebagai sistem tertutup yang diciptakan untuk mencapai tujuan dengan efisien. Teori-teori yang muncul pada Tipe 1 sebagai berikut: 1. Teori Manajemen Ilmiah oleh Fredrick Winslow Taylor (Amerika) Pada teori manajemen ilmiah, Taylor mengusulkan 4 buah prinsip yang akan menghasilkan kenaikan yang berarti dalam produktivitas, yaitu: a. Penggantian metode kira-kira untuk menentukan setiap elemen dari pekerjaan seseorang pekerja yang ditentukan secara ilmiah b. Seleksi dan pelatihan para pekerja secara ilmiah c. Kerjasama antara manajemen dan buruh untuk menyelesaikan tujuan pekerjaan, yang sesuai dengan metode ilmiah d. Pembagian tanggung jawab yang lebih merata di antara manajer dan para pekerja, yaitu pihak pertama sebagai perencana dan supervise, sedangkan yang kedua sebagai pelaksana 2. Teori Administrative (Prinsip-prinsip Organisasi) oleh Henry Fayol Fayol berusaha mengembangkan prinsip-prinsip umum yang dapat diaplikasikan pada semua manajer dari semua tingkatan organisasi, dan menjelaskan fungsi-fungsi yang harus dilakukan oleh seorang manajer. Fayol mengusulkan 14 prinsip yang menurutnya dapat digunakan secara universal dan diikuti secara luas oleh para manajer dewasa ini, yaitu: 1. Pembagian tugas/pekerjaan (spesialisasi); 2. Kewenangan dan tanggung jawab; 3. Disiplin; 4. Kesatuan komando; 5. Kesatuan arah; 6. Kepentingan pribadi tunduk kepada kepentingan umum organisasi; 7. Imbalan jasa; 8. Sentralisasi; 9. Rantai skala; 10. Ketertiban (the right man in the right place on the right time); 11. Kewajaran; 12. Kestabilan organisasi; 11
13. Inisiatif; 14. Kebanggaan kesatuan (I’espirit de corps). 3. Teori Birokrasi (Struktur Organisasi) oleh Max Weber Max
Weber
menuliskan
pada
permulaan
abad
ini
dan
telah
mengembangkan sebuah model structural yang dikatakan sebagai alat yang paling efisien bagi organisasi-organisasi untuk mencapai tujuannya. Ia menyebut struktur ideal ini sebagai birokrasi. Struktur tersebut dicirikan dengan adanya pembagian kerja, sebuah hierarki wewenang yang jelas, prosedur seleksi yang formal, peraturan yang rinci, serta hubungan yang tidak didasarkan atas hubungan Pribadi (impersonal). Teori organisasi ini telah menjadi prototype rancangan bagi kebanyakan struktur organisasi yang sekarang ada Berikut prinsip-prinsip organisasi dari Weber tentang birokrasi: a. Keahlian Semua kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi, harus didasarkan keahlian, sehingga mampu menjalankan tugas dengan baik; b. Berdasarkan kebijaksanaan, peraturan, dan prosedur Pelaksanaan tugas pekerjaan harus sesuai dengan kebijaksanaan, peraturan dan prosedurnya; c. Jenjang hierarki Setiap pelaksanaan tugas pekerjaan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada atasan melalui mata rantai tingkat unit dalam organisasi; d. Formalitas Semua keputusan harus diambil secara formal dan tidak ada pertimbangan yang bersifat pribadi; e. Meritokrasi sistem Hal-hal yang menyangkut bidang kepegawaian harus didasarkan pada sistem kecakapan (maritokrasi sistem). 4. Teori Perencanaan Rasional oleh Ralph Davis Ralph Davis mengatakan struktur merupakan hasil logis dari tujuan-tujuan organisasi. Tujuan utama dari perusahaan adalah pelayanan ekonomis. Tidak ada perusahaan yang dapat hidup jika tidak memberikan nilai ekonomis. Nilai 12
ekonomis ini dikembangkan melalui aktivitas yang dilakukan oleh para anggotanya untuk menciptakan produk atau jasa organisasi. Aktivitas-aktivitas tersebut menghubungkan tujuan organisasi dengan hasilnya. Disini peran pekerjaan manajemen dituntut dalam mengelompokkan aktivitas-aktivitas tersebut sedemikian rupa sehingga membentuk struktur organisasi. Perspektif perencanaan rasional menawarkan sebuah model yang sederhana dan langsung untuk merancang sebuah organisasi. Perencanaan formal manajemen menentukan tujuan-tujuan organisasi. Tujuan-tujuan tersebut kemudian, dalam urutan yang logis, menentukan pengembangan struktur, arus wewenang, serta hubungan lainnya. 3.1.2. Teoretikus Tipe 2 Para teoretikus tipe 2 mewakili pandangan dari sisi manusianya dibandingkan sisi mesin pada pandangan teoretikus tipe 1. Teori-teori yang muncul pada Tipe 2 sebagai berikut: 1. Kajian Hawthorne dari Elton Mayo (ahli psikologi dari Harvard) Kajian Hawthorne dikembangkan pada tahun 1930-an oleh para insinyur industry dari Western Electric untuk menguji akibat dari berbagai macam tingkat penerangan terhadap produktivitas kerja. Para insinyur berkesimpulan bahwa intensitas penerangan jelas tidak mempunyai hubungan langsung dengan produktivitas kelompok, tetapi mereka tidak dapat menjelaskan perilaku yang mereka saksikan. Selanjutnya mereka menghubungi Elton Mayo dan kawankawan untuk ikut serta di dalam kajian tersebut. Kajian mencakup percobaan yang menyangkut rancang ulang pekerjaan, perubahan panjangnya hari kerja, dan waktu kerja dalam seminggu, pengenalan waktu istirahat, serta rencana upah individual dibandingkan dengan upah kelompok. Hasilnya menunjukkan bahwa rencana upah insentif tidak terlalu menentukan terhadap keluaran seorang pekerja dibandingkan tekanan dan penerimaan kelompok serta rasa aman dalam kelompok. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa norma sosial kelompok merupakan kunci penentu perilaku kerja seseorang. Kajian itu mengantarkan kita ke jaman humanisme organisasi. Dalam melihat masalah rancangan organisasi, para 13
manajer selalu mempertimbangkan akibat terhadap kelompok kerja, sikap pegawai, dan hubungan antara manajemen dan pegawai. 2. Sistem Kerja Sama dari Chester Barnard Chester
Barnard
merupakan
salah
satu
orang
pertama
yang
memperlakukan organisasi sebagai suatu sistem. Di samping itu juga, Barnard menentang pandangan klasik yang mengatakan bahwa wewenang harus didefinisikan sesuai dengan tanggapan dari bawahan. Ia memperkenalkan peran organisasi informal ke dalam teori organisasi dan mengusulkan peran utama manajer adalah memperlancar komunikasi dan mendorong bawahan untuk berusaha lebih keras. 3. Teori X-Teori Y dari Douglas McGregor Douglas McGregor menyatakan bahwa ada 2 pandangan tentang manusia, yang pertama pada dasarnya negative-Teori X- dan yang lainnya pada dasarnya positif-Teori Y. McGregor berkesimpulan bahwa pandangan seorang manajer tentang sifat manusia didasarkan atas pengelompokkan asumsi tertentu dan bahwa manusia cenderung untuk menyesuaikan perilakunya terhadap bawahan sesuai dengan asumsi-asumsi tersebut. Di bawah Teori X ada 4 asumsi yang dianut oleh para manajer, yaitu: 1. Para pegawai pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan, dan jika mungkin berusaha menghindarinya 2. Karena pegawai tidak menyukai pekerjaan, maka mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuantujuan yang diinginkan 3. Para pegawai akan mengelakkan tanggung jawab dan mencari pengarahan yang formal sepanjang hal itu memungkinkan 4. Kebanyakan pegawai menempatkan rasa aman di atas factor lain yang berhubungan dengan pekerjaan dan hanya akan memperlihatkan sedikit ambisi Kebalikan dari pandangan negatif terhadap manusia, McGregor menempatkan empat asumsi positif yang di sebut Teori Y, yaitu: 14
1. Para pegawai dapat melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang biasaseperti halnya instirahat atau bermain 2. Manusia akan menentukan aahnya sendiri dan mengendalikan diri, jika mereka merasa terikat kepada tujuan-tujuan 3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, malahan mencari tanggung jawab 4. Kreativitas, yaitu kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan yang baik, tersebar luas pada seluruh populasi dan tidak selalu merupakan hak dari mereka yang menduduki fungsi manajerial Dari teori ini, McGregor berargumentasi bahwa asumsi-asumsi Teori Y lebih disukai dan asumsi-asumsi itu harus dapat membimbing para manajer dalam merancang organisasi mereka dan dalam memotivasi pegawai-pegawainya. Dari Teori McGregor inilah, timbul gairah yang besar bagi pengambil keputusan partisipatif, penciptaan pekerjaan yang bertanggung jawab dan menantang para pekerja, serta pengembangan hubungan antar kelompok yang baik. 4. Teori Matinya Birokrasi oleh Warren Benis Tema humanistic yang kuat dari para teoretikus Tipe 2 mencapai puncaknya dengan sebuah pidato tentang matinya birokasi. Warren Bennis mengatakan bahwa pengambilan keputusan pada birokrasi yang disentralisasi, kepatuhan pada wewenang, serta pembagian keja yang sempit diganti dengan stuktur dan didesentralisasi dan demokratis yang diorganisasi di sekitar kelompok yang fleksibel. Pengaruh yang didasarkan kekuasaan mulai diganti dengan pengaruh yang berasal dari keahlian. Teori ini bertolak belakang dengan teori Weber karena menunjukkan bentuk oganisasi yang ideal adalah adhocracy yang fleksibel. Dalam kurun waktu lima puluh tahun, teori telah bergerak dari suatu posisi ektrem ke posisi ektrem lainnya. 3.1.3. Teoretikus Tipe 3 Walaupun saling bertentangan, baik kekuatan gelap yang mekanistik maupun kekuatan terang yang humanistic masing-masing memiliki pembuktian yang benar. Dari konflik antara tesis dan anti-tesis ini membawa kita kepada sebuah sintesis yang member pedoman lebih baik lagi bagi para manajer. Sintesis 15
tersebut adalah pendekatan contingency. Teori-teori yang muncul pada Tipe 3 sebagai berikut: 1. Serangan Terhadap Prinsip-Prinsip oleh Herbert Simon Gerakan contingency mencapai puncaknya pada tahun 1960-an, walau Herbert Simon sudah menyadarinya pada tahun 1940-an. Simon mencatat bahwa kebanyakan dari prinsip klasik tidak lebih daripada pepatah saja dan banyak diantaranya saling bertentangan. Ia menyatakan bahwa teori organisasi perlu melebihi dari prinsip-prinsip Tipe 1 yang dianggapnya dangkal dan terlalu disederhanakan. Namun demikian, tahun 1950 dan 1960an cenderung masih didominasi oleh prinsip-prinsip yang simplisistik tersebut. Diperlukan kurang lebih 20 tahun bagi para teoretikus organisasi untuk memberikan tanggapan yang efektif terhadap pandangan Simon tersebut. 2. Perspektif Lingkungan dan Katz dan Kahn Buku Daniel Katz dan Robet Khan, The Social Phychology of Oganization, merupakan pendorong yang penting bagi pengenalan perspektif sistem terbuka Tipe 3 terhadap teori organisasi. Buku mereka memberikan deksripsi yang meyakinkan tentang keunggulan-keunggulan perspektif sistem terbuka untuk menelaah hubungan yang penting dari sebuah organisasi dengan lingkungannya, dan perlunya organisasi menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah jika mereka ingin dapat bertahan hidup. 3. Kasus Teknologi dari Joan Woodward dan Charles Perrow Penelitian pada tahun 1960-an oleh Joan Woodward dan Charles Perrow, demikian juga kerangka kerja konseptual yang disampaikan oeh James Thompson, telah memberi alas an yang kuat mengenai pentingnya teknologi di dalam menentukan struktur yang sesuai bagi sebuah oganisasi. Seperti halnya dengan lingkungan, tidak ada diskusi pada masa kini mengenai organisasi yang dapat dikatakan lengkap tanpa memperhitungkan teknologi dan kebutuhan bagi para manajer untuk memadukan stuktur dengan teknologi. 4. Besaran Organisasi dari Kelompok Aston Selain para pendukung lingkungan dan teknologi, para teoretikus Tipe 3 mencakup mereka yang mendukung besaran (size) organisasi sebagai sebuah 16
faktor penting yang mempengaruhi struktur. Posisi ini dipertahankan dengan gigih oleh para peneliti yang mempunyai hubungan dengan Universitas Aston di Inggris. Organisasi besar telah terbukti mempunyai banyak kesamaan komponen structural. Demikian juga halnya dengan organisasi kecil. Mungkin yang paling penting adalah bukti menunjukkan bahwa beberapa hal dari komponen tersebut mengikuti sebuah pola tertentu pada saat organisasi berkembang dalam besarannya. Bukti tersebut tenyata berguna bagi para manajer untuk membantu mereka membuat keputusan desain organisasi bersamaan dengan bertumbuhnya organisasi. 3.1.4. Teoretikus Tipe 4 Pendekatan paling mutakhir mengenai teori organisasi memusatkan perhatian pada sifat politis oganisasi. Posisi ini mula-mula dibuat James March dan Herbert Simon, namun telah diperbaiki secara intensif oleh Jeffrey Pfeffer. Teori-teori yang muncul pada Tipe 4 sebagai berikut: 1. Batas-batas Kognitif Terhadap Rasionalitas dari March dan Simon March dan Simon menentang gagasan klasik mengenai keputusan yang rasional atau optimum. Mereka berargumentasi bahwa mayoritas pengambil keputusan memilih alternatif yang memuaskan, dan bisa saja hanya berupa alternatif yang cukup baik. Hanya pada kasus-kasus yang luar biasa mereka akan mencari dan menyeleksi alternative yang optimal. March dan Simon menganjurkan agar model teori oganisasi rasional sebelumnya diperbaiki dengan mengakui keterbatasan rasionalitas pengambil keputusan serta mengakui keberadaan tujuan yang saling bertentangan. 2. Organisasi Pfeffer sebagai Arena Politik Jeffrey Pfeffer menciptakan model teori organisasi yang mencakup koalisi kekuasaan, konflik inherent atas tujuan, serta keputusan desain organisasi yang mendukung kepentingan pribadi dari mereka yang berkuasa. Pfeffer mengusulkan agar kendali di organisasi menjadi tujuan ketimbang hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang rasional, seperti produksi output yang efisien. Organisasi merupakan koalisi dari berbagai kelompok dan individu dengan tuntutan yang berbeda-beda. Desain organisasi merupakan hasil dari pertarungan 17
kekuasaan berbagai koalisi tersebut. Pfeffer mengatakan bahwa jika kita ingin mengerti mengapa dan bagaimana organisasi itu dirancang secara demikian, maka kita harus menilai preferensi dan kepentingan dari mereka yang mempunyai pengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam organisasi tersebut. Teoretikus Tipe 1 Dikenal juga sebagai aliran klasik, mengembangkan prinsip atau model universal yang dapat digunakan pada semua keadaan.
•Teori Manajemen Ilmiah oleh Fredrick Winslow Taylor (Amerika) •Teori Administrative (Prinsip-prinsip Organisasi) oleh Henry Fayol •Teori Birokrasi (Struktur Organisasi) oleh Max Weber •Teori Perencanaan Rasional oleh Ralph Davis
Teoretikus Tipe 2 Mewakili pandangan dari sisi manusianya dibandingkan sisi mesin pada pandangan teoretikus tipe 1.
•Kajian Hawthorne dari Elton Mayo (ahli psikologi dari Harvard) •Sistem Kerja Sama dari Chester Barnard •Teori X-Teori Y dari Douglas McGregor •Teori Matinya Birokrasi oleh Warren Benis
Sumber data: Stephen P. Robbins,”Teori Organisasi, struktur, desain & aplikasi”,1994
Mata Kuliah Teori dan Design Organisasi
Teoretis 3: kekuatan gelap yang mekanistik maupun kekuatan terang yang humanistic masingmasing memiliki pembuktian yang benar. Sintesis tersebut adalah pendekatan contingency.
Teoretikus Tipe 4: Pendekatan paling mutakhir mengenai teoi organisasi memusatkan perhatian pada sifat politis oganisasi
Picture designed by Andi Sumangelipu
4
•Serangan Terhadap Prinsip-Prinsip oleh Herbert Simon •Perspektif Lingkungan dan Katz dan Kahn •Kasus Teknologi dari Joan Woodward dan Charles Perrow •Besaran Organisasi dari Kelompok Aston
• Batas-batas Kognitif Terhadap Rasionalitas dari March dan Simon • Organisasi Pfeffer sebagai Arena Politik
Sumber data: Stephen P. Robbins,”Teori Organisasi, struktur, desain & aplikasi”,1994 Mata Kuliah Teori dan Design Organisasi
Picture designed by Andi Sumangelipu
18
5
3.2.Perspektif Sistem Para teoritikus organisasi memiliki kesepakatan yang luas bahwa perspektif sistem menawarkan pandangan penting mengenai cara kerja sebuah organisasi. Untuk membantu kita dalam mengkonseptualkan tentang apa saja yang sebenarnya dikerjakan organisasi maka berikut diperkenalkan gagasan mengenai sistem. Membedakan sistem terbuka dari sistem tertutup, dan menunjukkan bagaimana pendekatan sebuah sistem terbuka dapat membantu kita untuk mengkonseptualkan dengan lebih baik tentang apa saja yang sebenarnya dikerjakan organisasi. 3.2.1. Definisi Sistem Sistem adalah kumpulan bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling bergantung yang diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu kesatuan. Masyarakat adalah sistem, demikian juga mobil, tumbuh-tumbuhan dan tubuh manusia. Mereka menerima masukan, mengubahnya dan menghasilkan sebentuk keluaran. Karakteristik unik dari pandangan sistem adalah bagian-bagian yang saling berhubungan di dalam sistem. Setiap sisitem dikarakteristikkan melalui dua kekuatan yang berbeda: diferensiasi dan integrasi.dalam sebuah sistem, fungsifungsi khusus itu didiferensiasikan, yang menggantikan pola umum yang bermacam-macam. Dalam tubuh manusia, contohnya, paru-paru, jantung, dan hati adalah fungsi yang berbeda-beda. Demikian juga, organisasi mempunyai divisi, departemen dan unit lainnya yang dipisahkan untuk melaksanakan aktivitas khusus. Pada saat yang sama, agar dapt mempertahnkan kesatuan di antara bagian-bagian yang didiffrensiasi dan keseluruhan bentuk yang lengkap, setiap sistem mempunyai proses integrasi timbal-balik. Dalam organisasi integrasi ini khususnya dicapai melalui perangkat-perangkat seperti tingkatan hierarki yang dikoordinasi; supervisi langsung; dan peraturan serta kebijakan. Karena setiap sistem membutuhkan diferensiasi untuk mengidentifikasi sub-sub bagiannya dan integrasi untuk memastikan bahwa sistem tidak terpecahkan menjadi elemenelemen yang terpisah. 19
3.2.2. Jenis-jenis Sistem. Sistem biasanya diklasifikasikan sebagai terbuka dan tertutup. Pemikiran tentang sistem tertutup terutama berasal dari ilmu fisika. Pemikiran ini memandang sistem sebagai suatu yang dapat berdiri sendiri. Karakteristik yang dominan dari sistem ini adalah bahwa pada dasarnya sistem ini mengabaikan efek lingkungan terhadap dirinya. Sebuah sistem tertutup yang sempurna tidak akan menerima energi dari sumber luar dan tidak ada energi yang dikeluarkannya untuk lingkungannya. Bersifat idealis ketimbang praktis, perspektif sistem tertutup mempunyai kegunaan sedikit bagi studi tentang organisasi. Sistem terbuka mengakui interaksi yang dinamis dari sistem tersebut dari lingkungannya. Sebuah gambar yang telah disederhanakan yang mewakili sistem terbuka ditunjukkan pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Dasar Sistem Tebuka
Lingkungan
Masukan
Proses Transformasi
Keluaran
Lingkungan
Sumber: Stephen P. Robbins,”Teori Organisasi, struktur, desain & aplikasi”,1994
Mata Kuliah Teori dan Design Organisasi created by andi sumangelipu
Tidak ada seorang pun siswa organisasi yang dapat mempertahankan bahwa organisasi merupakan sistem tertutup. Organisasi mendapatkan bahan baku dan sumber daya manusia dari lingkungan. Selanjutnya organisasi bergantung pada 20
klien dan pelanggannya yang berada dalam lingkungan untuk menyerap keluaran organisasi. Misalnya bank menerima deposito, mengubahnya menjadi pinjaman dan investasi lain, dan menggunakan laba yang dihasilkan untuk mempertahankan dirinya, untuk tumbuh, serta untuk membayar deviden dan pajak. Dengan demikian sistem bank berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya yang terdiri dari orang yang menyimpan uang untuk diinvestasikan, orang lainnya yang membutuhkan pinjaman, pegawai potensial yang mencari pekerjaan, lembaga pembuat undang-undang, dan lain-lain.
Organisasi Industri sebagai suatu Sistem terbuka
Inti Proses Teknis
Keluaran
Konsumen
Produk Jadi
(mengubah bahan baku menjadi produk jadi) Regulasi
Bahan Baku Tenaga Kerja Modal
lobbying
Masukan
Penerimaan Penghasilan
Pemerintah
Pembayaran kembali pinjaman
Lembaga Keuangan Upah
Tenaga kerja Pemasok
Pembyaran kepada kreditur
Sumber Gambar: Stephen P. Robbins,”Teori Organisasi, struktur, desain & aplikasi”,1994 Mata Kuliah Teori dan Design Organisasi
3.2.3. Karakteristik Sebuah Sistem Terbuka Semua sistem mempunyai masukan, proses transformasi, dan keluaran. Mereka mengambil sesuatu seperti bahan baku, energy, informasi, dan sumber daya manusia, dan mengubahnya menjadi barang dan jasa, laba, bahan sisa, dan 21
sebagainya. Akan tetapi sistem terbuka mempunyai karakteristik tambahan yang mempunyai relevansi bagi kita yang mempelajari organisasi. 1. Kepekaan terhadap lingkungan. Salah satu karakteristik yang nyata dari sebuah sistem terbuka adalah pengakuan mengenai adanya saling ketergantungan di antara sistem dan lingkungannya. 2. Umpan balik.sistem terbuka secara terus-menerus menerima informasi dari lingkungannya. Hal ini membantu sistem tersebut untuk menyesuaikan dan memberi kesempatan kepada sistem untuk melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki penyimpangan dari arah yang telah ditentukan. Kita menamakan informasi dari lingkungan ini sebagai umpan balik (feedback); artinya proses yang memungkinkan sebagian dari keluaran (output) dikembalikan kepada sistem sebaga masukan (input) (seperti informasi dan uang), sehingga keluaran yang berikutnya dari sistem itu dapat dimodifikasi. 3. Cyclical character. Sistem terbuka merupakan kejadian yang berputar. Keluaran dari sistem menyediakan bahan bagi masukan baru yang memungkinkan terjadinya pengulangan (repetisi) siklus tersebut. 4. Negative entropy. Istilah ini merujuk kepada kemungkinan dari sebuah sistem untuk menjadi hancur atau menghilang. Sistem tertutup, karena tidak memasukkan kekuatan baru atau masukan baru dari lingkungannya, mungkin akan hilang dengan sendirinya setelah beberapa waktu. Sebaliknya, sistem terbuaka dicirikan oleh negative entropy – dapat memperbaiki diri sendiri, mempertahankan struktur, menghindari kematian dan bahkan dapat tumbuh karena mempunyai kemampuan untuk memasukkan lebih banyak energy dari yang telah dikeluarkan. 5. Steady state. Masukan energy untuk menahan entropy dapat memelihara keajegan dari pertukaran energi sehingga menghasilkan suatu keadaan yang relatif stabil. Meskipun terdapat arus dari masukan baru ke dalam sistem tersebut, secara konstan dan arus keluar yang tetap, namun secara keseluruhan ciri sistem tersebut tetap sama. 6. Gerakan arah pertumbuhan dan ekspansi. Karakteristik steady state 22
menggambarkan sistem terbuka yang sederhana atau primitif. Pada saat sistem tersebut menjadi kompleks dan bergerak untuk melawan entropy, maka sistem terbuka bergerak ke arah pertumbuhan dan ekspansi. 7. Keseimbangan antara mempertahankan dan menyesuaikan aktivitas. Sistem terbuka berusaha untuk mengakurkan dua macam aktivitas, yang seringkali bertentangan. Aktivitas pemeliharaan (maintenances activities), memastikan bahwa berbagai sub-sistem berada dalam keseimbangan dan keseluruhan sistem sesuai dengan lingkungannya. Ini sebenarnya mencengah terjadinya perubahan yang cepat yang dapt menyebabkan ketidakseimbangan sistem tersebut. Sebaliknya, aktivitas penyesuasian (adaptive activities) dibutuhkan agar sistem dapat menyesuaikan diri dari waktu ke waktu dengan variasi dari permintaan ekstern dan intern. 8. Equifinality. Konsep equifinality berargumentasi bahwa terdapat beberapa cara untuk mencapai kota Roma. Jelasnya konsep ini menyatakan bahwa sebuah sistem dapt mencapai tujuan yang sama dari kondisi awal yang berbeda-beda dan melalui berbagai macam cara. Ini berarti bahwa sistem organisasi dapat mencapai tujuannya dengan berbagai macam masukan dan transformasi. 3.2.4. Pentingnya Perspektif Sistem Sudut pandang sistem adalah kerangka kerja yang berguna bagi siswa manajemen agar dapat mengkonseptualisasikan organisasi. Bagi para manajer dan manajer masa depan, perspektif sistem memberi kesempatan untuk melihat organisasi sebagai keseluruhan dengan bagian yang saling bergantung satu sama lain- sebuah sistem terdiri dari sub-sub sistem. Perspektif sistem mencegah atau paling tidak menghalangi, para manajer tingkat rendah untuk melihat pekerjaan mereka sebagai pengelolaan yang statis dan elemen yang terisolasi dari organisasi. Perspektif sistem mendorong para manajer untuk mengidentifikasi dan mengerti lingkungan tempat beroperasinya sistem terbuka. Perspektif sistem juga membantu para manajer untuk melihat organisasi tersebut sebagai pola dan tindakan yang stabil dalam batasan-batasannya dan untuk memperoleh pandangan mengenai mengapa organisasi menolak perubahan. Dan akhirnya, perspektif 23
sistem mengarahkan perhatian para manajer kepada alternatif masukan dan proses untuk mencapai tujuan mereka.
3.3.Perspektif Daur Hidup Sebagaimana diketahui bersama bahwa organisasi dilahirkan, tumbuh, dan akhirnya mati (meskipun hal ini dapat terjadi setelah beberapa ratus tahun). Organisasi-organisasi baru didirikan setiap hari. Pada waktu yang sama, setiap hari beberapa organisasi menutup pintu untuk selama-lamanya. Kita khususnya melihat fenomena lahir dan mati di antara perusahaan-perusahaan kecil. Mereka timbul dan menghilang di masyarakat. Pada bagian ini kita menggunakan kiasan biologis dari organisasi yang menjalani tahapan-tahapan daur hidupnya. 3.3.1. Definisi Daur Hidup Daur hidup (life cycle) merujuk pada sebuah pola perubahan yang dapat diramalkan. Kami berpendapat bahwa oraganisasi mempunyai daur hidup di mana
mereka
berkembang
melalui
sebuah
serangkaian
transisi
yang
distandardisasikan pada saat mereka berkembang dari waktu ke waktu. 3.3.2. Tahapan Daur Hidup Konsep daur hidup telah mendapat perhatian yang cukup besar dari literature pemasaran. Daur hidup digunakan utnuk memperlihatkan bagaimana produk itu bergerak melalui empat tahap: kelahiran atau pembentukan, pertumbuhan, kedewasaan, dan kemunduran. Implikasinya bagi manajemen adalah bahwa perkenalan dari produk baru harus dilakukan secara kontinyu jika organisasi ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang. Kita dapat menggunakan empat tahap yang sama untuk menjelaskan organisasi, tetapi organisasi bukanlah produk, organisasi mempunyai keistimewaan dan karakteristik, yang membutuhkan beberapa modifikasi dalam penjelasan kita. Penelitian mengenai daur hidup organisasi membawa kita kepada model lima tahap: 1. Tahap kewiraswastaan (enterpreneurial). Tahap ini sama dengan tahap pembentukan (formation stage) pada daur hidup produk. Organisasi berada dalam masa pertumbuhan. Tujuan cendewrung berarti ganda (ambigious). 24
Kreativitas tinggi. Kemajuan pada tahap berikut menuntut agar diperoleh dan dipertahankan pasokan sumber-sumber secara teratur. 2. Tahap kebersamaan (collectivity). Tahap ini melanjutkan inovasi dari tahap sebelumnya, namun sekarang misi dari organisasi pada dasarnya tetap informal. Para anggotanya bekerja keras dan memperlihatkan komitmen yang tinggi terhadap organisasi. 3. Tahap formalisasi dan kontrol (formalization and control). Struktur dari organisasi menjadi mantap pada tahap ini. Peraturan dan prosedur formal dipaksakan. Inovasi kurang ditekankan. Para pengambil keputusan sekarang lebih beraliansi (entrenched), di mana mereka yang berada pada posisi senior dalam organisasi memegang kekuasaan. Pengambilan keputusan juga lebih berbentuk konservatif. Pada tahap ini, organisasi eksis di atas kehadiran semua individu. Peraturan telah diperjelas sehingga perginya anggota tidak akan menyebabkan ancaman yang hebat bagai organisasi. 4. Tahap perluasan struktur (elaboration of structure). Dalam tahap ini, organisasi mendiversifikasi produk atau jasanya. Manajemen mencari produk baru dan peluah untuk tumbuh. Struktur organisasi tersebut menjadi lebih kompleks dan makin diperluas. Pengambilan keputusan didesentralisasikan. 5. Tahap Kemunduran (decline). Sebagai akibat dari persaingan, pasar yang mengecil, atau kekuatan yang sama, maka organisasi yang berada dalam tahapmundur inimenemukan bahwa permintaan akan produk atau jasa makin mengecil. Manajemen mancari jalan untuk mempertahankan pasar dan mencari peluang baru. Perputaran pegawai terutama di antara mereka yang mempunyai ketrampilan yang paling laku, meningkat. konflik meningkat di dalam organisasi. Orang baru akan mengambil kursi kepemimpinan dalam usaha untuk menghambat kemunduran. Pengambilan keputusan disentralisasi pada kepeminpinan baru
25
Daur Hidup Organisasi
Kedewasaan
Formasi
Sumber: Stephen P. Robbins,”Teori Organisasi, struktur, desain & aplikasi”,1994 Mata Kuliah Teori dan Design Organisasi created by andi sumangelipu
3.3.3. Pentingnya Perspektif Daur Hidup Meninjau
organisasi
dalam
perspektif
daur
hidup
menghapus
kecenderungan untuk melihat organisasi sebagai suatu kesatuan statis. Organisasi bukan sebuah snapshot, melainkan gambar yang bergerak. Organisasi berubah dan berevolusi. Penggunaan perspektif daur hidup menyadarkan kita bahwa pada saat kita menjelaskan atau menilai organisasi, organisasi itu tidak selalu sama dengan yang sudah ada dan bahwa ia tidak selalu akan sama di masa yang akan datang.
3.4. Positivisme, Postmodernisme, dan Teori Kritis Stephen P. Robbins dan Neil Barnwell dalam buku Organisation Theory, Concepts and Case mengatakan, bahwa buku ini menyajikan dan mendiskusikan, sistematis, penelitian yang dilakukan oleh ahli teori organisasi. Sebagian besar menarik perhatian para teoritikus tentang apa yang telah dilakukan pada organisasi bisnis profit yang berorientasi pada sistem kapitalistik. Di samping itu juga mereka meneliti sistem pekerjaan yang dilakukan pada organisasi pemerintah dan, 26
organisasi amal yang tidak lain merupak organisasi nirlaba. Teoritikus pada umumnya mendefinisikan organisasi sebagai entitas yang mengkoordinasikan para anggotanya dengan batas-batas aturan system di dalamnya sehingga terus berkelanjutan membentuk ikatan antar anggota. Dalam melakukan hal ini, teoritikus menyiratkan peran pentingnya fungsi manajemen dalam organisasi. Sebuah organisasi tanpa pengelolaan dan pengendalian yang baik pastilah tidak akan bertahan lama. Untuk itu fungsi manajemen akan mengatur organisasi agar memiliki jenjang karir dan peranan dalam dunia bisnis agar anggotanya mendapatkan keuntungan. Dalam masyarakat umum, masalah-masalah bisnis dan tindakan yang dilakukan oleh manajer populer dibahas secara luas dalam perilaku organisasi. Dalam banyak kondisi, perilaku organisasi merupakan pencerminan dunia kerja organisasi sebagai proses siklus input dan output pada suatu masyarakat industri yang terstruktur. Studi empiris yang membentuk dasar metodologi teori organisasi pada umumnya sama yaitu teoritikus berusaha mengidentifikasi fitur-fitur umum yang berbagi organisasi dan kemudian menentukan apa yang menimbulkan ciri-ciri umum ini. Teknik ini disebut observasi, dimana teoritikus mengamati berbagai praktik organisasi yang mungkin terjadi. Salah satu penemuan yang didapat teoritikus adalah organisasi dalam perubahan lingkungan yang penuh dengan perubahan
memiliki kesamaan-kesamaan tertentu, yaitu bekerja sama untuk
mendapat hasil yang lebih besar ketimbang mereka bekerja sendiri. Contohnya orang-orang yang rutin melakukan pekerjaan di manufaktur produksi massal atau operasional sistem ban berjalan. Perilaku kerjasama ini sering menjadi topik penelitian dalam melihat contoh perilaku organisasi. Proses yang dilakukan, bagian-bagian dalam organisasi dipelajari secara intensif. Dalam banyak kasus, pengamatan di lapangan ini selalu diawali dengan serangkaian hipotesis yang logis dan berusaha dibuktikan dengan diuji untuk mendapatkan pendekatan yang tepat. Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dan sering dilakukan analisis statistik dengan kesimpulan yang diambil dari data. Teoritikus
melakukan
penelitian
organisasi
ini
untuk
memperluas
pemahamannya tentang apa yang mempengaruhi struktur organisasi dan praktek 27
yang terjadi dalam hubungan antar anggota dalam organisasi. Dalam melakukan hal ini, teoritikus mengembangkan teori-teori yang lebih mengarah ke manajemen organisasi yang efektif. Dalam beberapa hal, penelitian tambahannya para teoritikus adalah bahwa mereka ingin memenuhi keingintahuannya tentang berbagai macam tipe organisasi di dunia ini. Pendekatan dengan pengujian ini memiliki kelemahan tertentu. Dalam banyak kasus, korelasi dan uji statistik lain hanya mengidentifikasi hubungan antara variabel-variabel lemah. Hal ini tidak memberikan kita pada tingkat kepercayaan yang tinggi karena terjadi ketidakjelasan hubungan sebab dan akibat yang ada. Ini juga sering terjadi bahwa hipotesis yang sangat didukung oleh teori mendapat sedikit dukungan dari sasaran penyelidikan eksperimental. Kesulitan metodologis juga menimbulkan masalah. Kita sering harus bersaing dengan masalah seperti bagaimana mengukur sesuatu yang tidak berwujud, seperti hubungan antara manusia dan struktur organisasi. Proses tersebut menjelaskan apa yang disebut pendekatan positivis yang mengarah pada pengembangan teori-teori normatif. Positivis menyiratkan bahwa kita sedang berusaha untuk melakukan halhal yang mengarah pada beberapa perbaikan. Dalam kasus ini kita berusaha untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Normatif berarti bahwa kita sedang mencoba untuk mengembangkan teori-teori yang dapat diterapkan di berbagai situasi. Ada banyak teori organisasi yang tidak berhaluan sama dengan pendekatan positivis. Beberapa teoritikus menilai kurangnya asosiasi yang kuat pada pendekatan positivis, dan mereka telah mengalihkan perhatiannya ke area lain dengan kepentingan dan bentuk penyelidikan yang berbeda. Beberapa telah pindah dari populasi menganalisis metodologi organisasi untuk memusatkan perhatian pada kelompok-kelompok kecil atau bahkan individu. Dan bahkan sekarang teoritikus lainnya lebih menonjolkan postulatnya tidak lagi dengan teori organisasi positivism, tetapi menjadi pendekatan dengan postmodernisme dan teori kritis. Pengertian post artinya sesudah, sehingga postmodernisme adalah periode setelah modernisme. Hal ini menimbulkan pertanyaa apakah itu modernisme? Dunia modern mulai muncul pada abad ke-18, ketika gagasan tentang tanggung jawab individu dan hak asasi manusia diperdebatkan secara luas. 28
Revolusi industri pada saat itu sedang berkembang pesat dan kapitalisme modern mulai muncul. Selama 200 tahun atau lebih, penemuan-penemuan ilmiah yang penting telah diciptakan dan dipasarkan secara komersial sehingga terjadi pertumbuhan perusahaan bisnis yang kita kenal saat ini. Yang menyertai revolusi industri adalah ekspansi besar perdagangan dunia mulai dari bahan baku dan produk jadi di pasaran. Modernisme adalah masa yang terkait dengan ekspansi ekonomi. Lembaga-lembaga dan organisasi yang tumbuh untuk dominasi selama periode ini juga disebut modern. Organisasi ini umumnya adalah mencari keuntungan, memiliki kepemilikan pribadi, secara aktif dikelola dan merespons kekuatan pasar. Walaupun kebanyakan orang bekerja di organisasi kecil, adalah organisasi besar yang mendominasi lanskap bisnis dan menangkap perhatian sebagian besar peneliti. Kita hidup di dunia yang didominasi oleh pemikiran modernis dan lembaga. Namun ekspansi kapitalisme tidak pernah tanpa kritik. Para kritikus di antaranya lebih dikenal sebagai Marx dan Engels, berpendapat persaingan kapitalisme sebagai tahap
menuju
organisasi ekonomi.
Mereka
mengamati bahwa
berkurangnya peranan pekerja karena menjadi sehingga semakin terpinggirkan dan dieksploitasi, semata-mata hanyalah untuk kepentingan modal. Para pekerja, yang mereka sebut proletariat, pada akhirnya akan bangkit dan menggulingkan tatanan yang ada. Dengan demikian kapitalisme hanyalah satu tahap dalam evolusi. Baik postmodernisme dan teori kritis dengan cara mereka sendiri menggambar pada gagasan evolusi kapitalisme ke negara bagian lain. Pengenalan postmodernisme dunia setelah lembaga-lembaga modern muncul setelah terjadinya peristiwa-peristiwa sebelumnya.
3.4.1. Teori kritis Teori ini cukup jelas dari namanya yang menguraikan teori kritis sebagai ungkapan mengkritik. Jadi apa itu kritik? Ada diskusi yang luas mengenai tentang manfaat dan kelemahan kapitalisme dan multinasional semakin modern dan orientasi bisnis perusahaan. Teori kritis mencoba menyoroti salah satu aspek kapitalisme yang merupakan pengalaman dari pekerja tingkat bawah dalam 29
organisasi. Paham ini berusaha menilai hal-hal dari sudut pandang seorang pekerja. Diambil contoh misalnya seorang operator call center dalam menjalani pengalaman kerjanya, secara hukum mungkin dibayar dan senantiasa harus tunduk pada pengawasan dan pengendalian dari pimpinannya. Pekerja memiliki kesempatan untuk belajar dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan bidang tugasnya. Pekerja kadang juga merasakan bahwa apa yang dikerjakan bertentangan dengan minatnya terkondisi dalam suatu sistem yang membuat dirinya pada pekerjaan yang membosankan, kurang tantangan dan pilihan yang sedikit dan terbatas. Tipe pekerja ini cenderung berharap dengan pendekatan pola manajemen yang mengedepankan kontrol dan pengawasan organisasi yang lebih sensitif terhadap masalah-masalah sosial yang timbul dari upah yang rendah dan kurangnya pilihan aktualisasi pekerjaan. Teoretisi kritis inilah yang mengambil sudut pandang dari sisi pekerja yang mengkritik sistem kapitalis. Pekerja melihat system kapitalis merupakan system yang mengeksploitasi dan memarjinalkan pekerja dimana mereka merasa hanya dibutuhkan tenaganya saja tanpa ada kesempatan untuk pendapat mereka didengar, dan diposisikan pada pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi dalam organisasi. Teoretisi kritis, bersama dengan postmodernisme, akan menyerang metodologi positivis sebagai salah meletakkan kepentingan ilmiah dunia pengetahuan. Gagasan bahwa kita dapat mengukur, mengkategorikan, dan menganalisis organisasi atau sistem sosial apapun pada suatu tingkat akurasi, merupakan sudah pendekatan yang dianggap mereka sebagai suatu yang menyesatkan. Penelitian banyak menilai kecenderungan organisasi lebih condong melayani kepentingan manajer dan pemilik modal saja, bukan kepentingan yang lebih luas untuk para pekerjanya. Untuk itu teori kritis lebih menekankan pada lapisan aktivitas sosial. Mereka menganggap apa yang terjadi dalam sistem kapitalis merupakan sesuatu yang tidak berperikemanusiaan dan menindas. Namun kebanyakan ahli teori kritis tidak mencari solusi dengan cara-cara mengarah pada penggulingan sistem sosial. Mereka berusaha untuk menciptakan kondisi yang mendorong orang untuk berpartisipasi dengan membangun kesadaran persamaan nasib untuk menentang paham kapitalis. 30
• KARL WEICK and enactment theory
Critical Theory and Postmodernism
• BERGER and LUKMAN’S social construction of reality • PETER and WATERMAN’s in seacrh of excellence
Sumber data: Stephen P. Robbins, Neil Barnwell ”Organisation Theory, Concepts and Cases”,2002
Mata Kuliah Teori dan Design Organisasi
Picture designed by Andi Sumangelipu
3.4.2 Postmodernisme Para teoritikus sering berbicara tentang teori kritis dan postmodernisme dalam pandangan yang sama. Tetapi mereka memiliki asal-usul yang berbeda. Sekelompok filsuf, kemudian dikenal sebagai seorang modernis, muncul di Eropa setelah perang dunia II berakhir pada tahun 1945. Yang paling banyak dikenal dan dikutip adalah Wittsgenstein, Lyotard, Foucault dan Derrida. Mereka muncul pada masa yang kacau, dengan kondisi perang di Eropa dimana populasi penduduknya hancur dan terciptanya suatu kondisi penderitaan manusia pada skala yang tak terbayangkan. Berakhirnya perang membawa ketegangan lebih lanjut sebagai Eropa menjadi salah satu arena konflik antara komunisme dan kapitalisme. Pada jaman mereka hidup ditandai dengan penyalahgunaan kekuasaan, sehingga kekuasaan menjadi fokus utama dalam tulisan mereka. Filosofi mereka membayangkan suatu sistem sosial yang terpangkas banyak dari prasangka dan hubungan kekuasaan masa lalu. Kami telah menggunakan istilah filsafat dalam pengertian bahwa ini adalah filsuf dalam pengertian kata tradisional, bukan 31
6
manajemen peneliti mencari cara yang lebih baik untuk mengelola. Akibatnya postmodernisme harus dilihat sebagai bagian dari sistem filsafat dengan bahasa sendiri, dengan jargon dan terminologinya. Dalam meninjau postmodernisme akan sangat membantu untuk mengingat bahwa teori organisasi hanyalah bagian dari manajemen penyelidikan. Ini adalah studi lintas disiplin yang menggambarkan organisasi dari disiplin ilmu sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial. Masing-masing memberikan kontribusi dengan caranya sendiri untuk pengetahuan di daerah dan masing-masing. Pada gilirannya telah mempengaruhi cara-cara teori organisasi yang dibangun, diteliti dan diinterpretasikan. Pada akhirnya postmodernisme bukanlah pendekatan yang mudah untuk menjelaskan. Berbagai paham pemikiran yang ada masing-masing memiliki penafsiran yang berbeda dengan asumsi-asumsi yang dapat diterima.
32
BAB IV STUDI KASUS 4.1 Pendahuluan Studi Kasus Pada studi kasus diangkat jurnal tentang penerapan Knowledge Management pada salah satu unit organisasi di LIPI. Knowledge Management (KM) terdiri dari berbagai praktek yang digunakan dalam suatu organisasi untuk mengidentifikasi,
menciptakan,
merepresentasikan,
mendistribusikan
dan
memungkinkan adopsi wawasan dan pengalaman. Wawasan dan pengalaman seperti itu terdiri dari pengetahuan, baik yang terkandung dalam individu atau organisasi yang tertanam dalam proses atau praktek. Banyak perusahaan besar dan organisasi nirlaba memiliki sumberdaya yang didedikasikan untuk upaya Knowledge Management internal yang merupakan bagian dari strategi bisnis perusahaan. Perusahaan sebagai suatu organisasi bertranformasi dari yang semula mengandalkan pada resource-based menjadi knowledge-based yang bertumpu pada pengembangan metadatabases, data mining, data warehouse, dan sebagainya. Upaya
Knowledge
Management
biasanya
berfokus pada
tujuan
organisasi, seperti peningkatan kinerja, keunggulan kompetitif, inovasi, berbagi pelajaran yang diperoleh, dan perbaikan terus-menerus organisasi. Usaha Knowledge Management dapat membantu individu dan kelompok untuk berbagi wawasan organisasi berharga, untuk mengurangi kerja berlebihan, untuk menghindari tercipta tumpan tindih ataupun juga grey area pekerjaan, untuk mengurangi waktu pelatihan bagi karyawan baru, untuk mempertahankan modal intelektual sebagai karyawan omset di suatu organisasi, dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan pasar. Untuk mewujudkan hal di atas, diperlukan system knowledge management yang terintegrasi dalam organisasi, atau lebih popular disebut Organizational Knowledge Management Systems (OKMS). Pada studi kasus ini diharapkan ada suatu model dan desain OKMS yang dapat dikembangkan 33
menjadi suatu sistem siklus knowledge yang dapat diimplementasikan di salah satu unit organisasi LIPI, agar organisasi tersebut menjadi organisasi yang berbasis pada knowledge secara bertahap sekaligus mengantarkan ke gerbang knowledge-based society.
4.2. Pembahasan Studi Kasus Pada studi kasus akan dibahas OKMS dalam misinya meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam organisasi, yaitu: 1. Bagaimana terjadi dan terbentuknya jaringan pertukaran knowledge dalam OKMS? 2. Bagaimana membangun budaya organisasi yang mendukung knowledge sharing dalam OKMS tersebut? 3. Apakah dampaknya dari penerapan OKMS ke depannya terhadap perilaku organisasi dan anggotanya?
4.3.Manfaat OKMS Knowledge management merupakan sebuah unsur yang tak terlepaskan dalam pengambilan sebuah keputusan dalam organisasi. Pengetahun yang dihasilkan dari analiasi marketing misalkan dalam organisasi bisnis akan dimanfaatkan dalam strategi marketing di kemudian hari. Contoh lain manfaat dalam penerapan knowledge management adalah dalam sebuah organisasi misalnya badan penyuluhan, data-data dalam proses penyuluhan yang dilakukan sebelumnya akan dianalisa hingga terbentuk suatu pengetahuan baru bagaimana cara melakukan penyuluhan sehingga manajemen pengetahun inilah yang dimanfaatkan untuk suksesnya penyuluhan itu sendiri. Contoh lainnya adalah ternyata manfaat knowledge management adalah sebagai peningkatan daya saing dalam bisnis, hingga suatu perusahaan ada yang mengkategorikan terlebih dahulu pengetahuan itu sendiri menjadi : •
Core knowledge, adalah knowledge inti yang diperlukan sebuah bisnis. Contohnya, jika ingin buka bengkel tentu harus mempunyai mekanik yang handal, peralatan yang lengkap, suku cadang dan lain-lain. 34
•
Advanced knowledge, adalah knowledge yang membuat keunggulan bersaing sehingga sekaligus perusahaan dapat mampu berhadapan langsung dengan pesaingnya. Contohnya, selain dapat memperbaiki kendaraan pada umumnya, sebuah bengkel yang terus mengikuti perkembangan teknologi otomotif akan dapat menangani perbaikan kendaraan masa kini yang sebagian besar sudah computerized. Dengan knowledge yang satu atau dua langkah di depan membuat pesaing akan sempoyongan untuk mensejajarkan diri.
•
Innovative knowledge, merupakan knowledge yang membuat perusahaan dapat merubah 'aturan main' dunia bisnis yang digeluti dan membuat perusahaan menjadi pemimpin di bidang bisnisnya. Namun ketiga kategori ini tidak bersifat tetap, perusahaan harus tetap waspada. Sebuah perusahaan yang saat ini berada pada tingkat innovative knowledge, karena adanya cara dan teknologi baru yang diterapkan pesaing dapat merosot menjadi berada di core knowledge sehingga ia kehilangan daya saing. Contoh paling aktual adalah hadirnya teknologi CDMA yang merubah peta persaingan bisnis para operator selular.
4.4. Proses Pembentukan OKMS Adapun proses pembentukan jaringan knowledge OKMS di salah satu unit organisasi LIPI sebagai berikut: 1. proses mengoleksi, mengorganisasi, knowledge
ke
seluruh
unit
kerja
mengklasifikasi, serta diseminasi dalam
suatu organisasi agar
knowledge tersebut berguna bagi siapapun yang memerlukannya, 2. membuat kebijakan, prosedur yang dipakai untuk mengoperasikan database dalam suatu jaringan intranet yang selalu up-to-date, 3. menggunakan ICT yang tepat untuk menangkap knowledge
yang
terdapat di dalam pikiran individu sehingga knowledge itu bisa dengan mudah digunakan bersama dalam suatu organisasi, 4. adanya suatu lingkungan untuk pengembangan aplikasi expert sistems; 5. analisis informasi dalam databases, data mining atau data warehouse 35
sehingga hasil analisis tersebut dapat segera diketahui dan dipakai oleh lembaga, 6. mengidentifikasi
kategori
knowledge
yang
diperlukan
untuk
mendukung lembaga, mentransformasikan basis knowledge ke basis yang baru, 7. mengkombinasikan
pengindeksan, pencarian knowledge
dengan
pendekatan semantics atau syntacs, 8. mengorganisasikan dan menyediakan know-how yang relevan, kapan, dan bilamana
diperlukan, mencakup proses, prosedur, paten, bahan
rujukan, formula, best practices, prediksi dan cara-cara memecahkan masalah. Secara sederhana, intranet, groupware, atau adalah
sarana yang
bulletin
boards
memungkinkan lembaga menyimpan dan
mendesiminasikan knowledge, 9. memetakan knowledge (knowledge mapping) pada suatu organisasi baik secara on-line atau off-line, pelatihan, dan perlengkapan akses ke knowledge.
4.5. Budaya Kerja dalam OKMS Untuk menghasilkan OKMS yang efektif, maka diperlukan terciptanya budaya kerja sebagai berikut: 1. Mengakui peran dari struktur “informal” pada pembelajaran di tempat kerja. 2. Pemberian
penghargaan (reward) bagi pegawai yang melakukan
pembelajaran, saling berbagi knowledge atau penciptaan knowledge. 3. Membentuk waktu dan tempat untuk menciptakan knowledge, berbagi knowledge, dan belajar. 4. Memiliki pegawai senior yang memimpin dan menjadi contoh dari tingkah laku knowledge creating dan knowledge sharing. 5. Mengenalkan sejumlah tekanan yang bersifat kreatif (creative tension) untuk memberikan tantangan bagi pegawai untuk berfikir dalam cara-cara yang baru. 36
6. Memperbolehkan seseorang membuat kesalahan. Sedangkan untuk pembentukan OKMS dapat dilakukan proses sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi apa yang telah diketahui untuk memulai knowledge management. 2. Membuat simpanan/persediaan dari knowledge yang sudah dimiliki. 3. Membuat sistem yang bertujuan membuat knowledge yang ada dimanapun dalam organisasi tersedia kemanapun knowledge tersebut dibutuhkan. 4. Saat suatu knowledge menawarkan perbaikan kinerja organisasi maka organisasi
akan
menerapkannya
dan
menciptakan
sistem
yang
menyertakan knowledge tersebut kedalam prosedur kerja sehari-hari. Hal ini pada akhirnya akan merubah knowledge menjadi modal struktural.
4.6. Dampak Penerapan OKMS OKMS telah membawa perubahan yang sangat mendasar bagi organisasi. Oleh karena itu, OKMS menjadi suatu hal yang sangat penting dalam menentukan daya saing dan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan kinerja bisnis di masa mendatang. Sumber daya yang berkaitan dengan OKMS menjadi sebuah pertimbangan baik itu bagi para manajer dan konsultan, dalam menentukan keberhasilan perusahaan di masa mendatang. Dan dampak bagi anggota dalam suatu organisasi dari penerapan OKMS, antara lain diharapkan: •
Membangun rasa saling percaya di antara para anggota organisasi. Hal ini terlepas dari kedudukan, kecerdasan, dan kinerja.
•
Berempati secara aktif, sehingga setiap anggota organisasi bisa mengetahui apa masalah yang dihadapi yang lain, dan apakah knowledge yang ada saat ini dimiliki dapat membantu anggota tersebut.
•
Akses pada pertolongan, apabila setiap orang dalam perusahaan, terutama orang yang ”lebih” dibandingkan yang lain, menjadikan dirinya menjadi tempat untuk dimintai pertolongan.
•
Cukup toleran dalam mengevaluasi kinerja atau kemajuan orang lain dalam proses belajar. 37
•
Memiliki keberanian untuk berinteraksi, berani untuk bereksperimen, berani mengemukakan
pendapat atau
umpan
balik,
dan berani
menyampaikan gagasan sebagai alternatif solusi masalah.
4.7. Kesimpulan Studi Kasus OKMS sangatlah penting dalam suatu organisasi karena dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas organisasi dalam usaha mencapai tujuannya. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan pendekatan
budaya yang tepat bagi para
anggota organisasi agar dapat memanfaatkan knowledge management yang dapat mendukung kinerja bisnis dan sekaligus proses pembelajaran bagi anggotanya. Dengan
demikian,
SDM
sebagai
aset
utama
organisasi
meningkatkan
kompetensinya dalam suatu komunitas learning organization. Organisasi / institusi baru disebut learning organization, apabila
organisasi/institusi
tersebut
melakukan lima kegiatan utama yaitu: •
penyelesaian masalah yang sistematis,
•
bereksperimentasi kreatif,
•
belajar dari pengalaman masa lalu,
•
belajar dari praktek organisasi/institusi lain yang sukses,
•
mentransfer knowledge secara cepat dan efisien ke seluruh organisasi.
38