BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 1 Ayat 6 menyatakan daerah tujuan pariwisata atau destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Dalam pembangunan nasional, kepariwisataan merupakan bagian integral yang dilakukan secara terencana, sistematis, berkelanjutan dan bertanggung jawab dengan tetap memelihara nilai agama, nilai budaya, alam serta kepentingan nasional. Indonesia mempunyai wilayah yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Indonesia mempunyai daya tarik wisata budaya yang tersebar di seluruh Indonesia, salah satunya Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang mempunyai banyak peninggalan sejarah seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, Situs Purbakala Sangiran, dan masih banyak lagi yang tersebar di Jawa Tengah. Temanggung merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki potensi besar dalam pengembangan pariwista.
1
2
Potensi ini didukung oleh lokasinya yang merupakan jalur perlintasan wisata antara Candi Borobudur dan kawasan Dieng. Sayangnya, saat ini Kabupaten Temanggung hanya memiliki destinasi wisata yang kurang menarik, sehingga untuk pengembangan ke depan perlu diciptakan Obyek dan Daya Tarik Wisata Andalan serta Obyek dan Daya Tarik Wisata pendukung. Dalam laporan penelitian arkeologi 2014 oleh Balai Arkeologi Yogyakarta, permukiman masa Mataram Kuna Situs Liyangan secara adminitrasi berada di Dusun Liyangan, Desa Purbasari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung. Secara geografis, situs ini terletak di lereng Gunung Sindoro pada ketinggian di antara 1.100-1.200 meter dpl. Indikasi keberdaan situs pertama kali dilaporkan oleh seorang warga kepada Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun 2000, yang menemukan susunan memanjang balokbalok batu (Rangkuti dan Tjahjono,2000). Namun, setelah penemuan tersebut Situs Liyangan seperti tidak dihiraukan oleh para peneliti. Penelitian intensif di Situs Liyangan baru dimulai sejak tahun 2008, setelah ditemukan struktur talud, komponen batu candi,dan arca akibat aktivitas penambangan yang terletak lebih ke sebelah hulu, tidak jauh dari lokasi penemuan pada tahun 2000. Signifikasi Situs Liyangan semakin jelas setelah ditemukannya bangunan candi pada tahun 2009. Secara umum berdasarkan hasil penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta, dapat diketahui bahwa Situs Liyangan merupakan situs permukiman yang kompleks dan menempati area luas yang terdiri atas; area peribadatan, area
3
hunian, dan area pertanian. Berdasarkan bukti-bukti pertanggalan relatif dan absolut, Situs Liyangan ditempatkan pada kerangka kronologi masa Mataram Kuna, sekitar kurun abad 9 - 10 Masehi (Riyanto, 2011). Gambar 1.1 Diagram TALC
(Sumber : http://anintroductiontotourism.weebly.com/destination-changeconsequences.html, Februari 2015)
Jika dilihat dari Tourism Area Life Cycle (TALC), Situs Liyangan masih berada dalam tahap penemuan. Tourism Area Life Cycle (TALC) merupakan siklus kehidupan suatu daerah wisata, sehingga posisi pariwisata yang akan dikembangkan dapat diketahui dengan baik dan kemudian dapat ditentukan program pembangunan, pemasaran, dan sasaran dari pembangunan pariwisata
4
tersebut dengan tepat.1 Maksud dari tahap penemuan ini adalah Situs Liyangan menunjukan bahwa ada potensi untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata, selain itu telah ada kunjungan wisatawan dalam jumlah yang kecil dan wisatawan masih leluasa bertemu dan berkomunikasi dengan masyarakat lokal. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Apa saja potensi wisata yang dimiliki oleh Situs Liyangan? b. Bagaimana upaya pengembangan yang dapat dilakukan di Situs Liyangan sebagai daya tarik wisata?
1.3
Tujuan Adapun tujuan penulis dalam melaksanakan penelitian antara lain : a. Untuk mengetahui apa saja potensi wisata yang dimiliki oleh Situs Liyangan. b. Untuk mengetahui seperti apa upaya pengembangan yang dapat dilakukan di Situs Liyangan.
1
I Gusti Bagus Rai Utama 2012. Analisis Siklus Hidup Destinasi Pariwisata Bali: Kajian Ekonomi Pariwisata Terhadap Destinasi. Dalam https://tourismbali.wordpress.com/2012/02/10/analisis-siklushidup-destinasi-pariwisata-bali-kajian-ekonomi-pariwisata-terhadap-destinasi/. Diakses pada 26 Maret 2015.
5
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dapat dijabarkan menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. a.
Manfaat Teoretis Manfaat teoretis bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan, khususnya ilmu kepariwisataan, diharapkan dapat digunakan sebagai dasar studi lanjutan mengenai perencanaan dan pengembangan, dan diharapkan dapat menyumbangkan warna dalam mempelajari ilmu pariwisata, khususnya yang berbasis warisan budaya.
b.
Manfaat Praktis Manfaat praktis bagi penulis, sebagai sarana latihan untuk menuangkan gagasan, ide, ataupun pikiran ke dalam bentuk tulisan. Dapat melatih penulis untuk meningkatkan daya serap informasi mengenai topik yang akan diteliti. Dapat melatih untuk mengolah dan menggabungkan beberapa sumber bacaan dan menuangkannya ke dalam bentuk pemikiran serta memberikan manfaat bagi penulis untuk membangkitkan minat membaca yang serius.
6
1.5
Tinjauan Pustaka Dalam sub bab ini diuraikan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan
penelitian
ini,
khususnya
bagaimana
pemerintah
setempat
merencanakan dan mengembangakan destinasi wisata. Agar lokasi tersebut menjadi tujuan wisata bagi wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Vina Viyata Putri, mahasiswi Universitas Gadjah Mada, Fakultas Ilmu Budaya pada tahun 2013 melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Kawasan Wisata Gili Kondo sebagai Daya Tarik Wisata di Lombok Timur Nusa Tenggara Barat”. Skripsi ini membahas kawasan wisata Gili Kondo. Menurut penulis, kawasan wisata Gili Kondo merupakan suatu kawasan wisata yang memiliki potensi besar untuk menjadi destinasi wisata unggulan di pulau Lombok, namun kendala utama yang dimiliki destinasi ini bahwa gili kondo belum dikembangkan secara maksimal oleh pihak pengelola serta pengetahuan sadar wisata di masyarakat sekitar masih kurang. Asies Sigit Pramujo, mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Arkeologi pada tahun 2011 melakukan penelitian dengan judul “Strategi Pengelolaan Situs Song Tritis di Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Gunung Kidul Melalui Kajian Culture Resource Management (CRM)”. Tujuan penulis adalah untuk mengidentifikasi potensi yang
7
terkandung di Song Tritis dan potensi ancaman yang mungkin muncul di situs ini, kemudian menemukan strategi dan rekomendasi pengelolaan yang tepat untuk dapat diterapkan di Song Tritis. Anisa Nuraini Swadesi, Mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Arkeologi pada tahun 2011 melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Situs Kompleks Goa Pawon Sebagai Museum Situs (Pendekatan Cultural Resource Management)”. Skripsi ini membahas tentang pengembangan situs kompleks Goa Pawon sebagai Museum situs, dijelaskan mengenai kondisi eksisting pengembangan kompkleks Goa Pawon, nilai penting, kelayakan kompleks Goa Pawon menjadi Museum situs dan rancangan pengembangan kompleks Goa Pawon menjadi Museum situs mengacu pada rumusan kode etik ICOM. Dewi Sulistyaningrum, Mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Pariwisata pada tahun 2014 melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Candi Sambisari Sebagai Destinasi Wisata Purbakala dan Budaya”. Skripsi ini membahas tentang Candi Sambisari dilihat dari komponen produk wisata 3A serta konsep pengembangan Candi Sambisari. Penelitian mengenai perencanaan pengembangan yang dilakukan di Situs Liyangan dari sudut pandang pariwisata belum pernah dilaksanakan. Oleh
8
karena itu penelitian ini dilakukan untuk membantu pemerintah daerah dalam pengembangan Situs Liyangan. 1.6
Landasan Teori Suwena dan Widyatmaja (2010:83) menjelaskan bahwa Daerah Tujuan Wisata (DTW) merupakan tempat segala kegiatan pariwisata bisa dilakukan dengan tersedianya segala fasilitas dan atraksi wisata untuk wisatawan. Dalam mendukung keberadaan daerah tujuan wisata perlu ada unsur pokok agar wisatawan bisa merasa tenang, aman, dan nyaman berkunjung. Unsur pokok tersebut adalah: (1) objek dan daya tarik wisata, (2) prasarana wisata, (3) sarana wisata, (4) tata laksana/infrastruktur, (5) masyarakat/lingkungan. Suwena dan Widyatmaja (2010:85) menyebutkan Daya tarik wisata yang juga disebut sebagai objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Sedangkan Marsono (2008) mendefinisikan Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Daya tarik wisata objek wisata dapat menimbulkan wisatawan untuk datang mengunjunginya. Para wisatawan datang untuk mendapatkan kepuasan batin (something to see, something to buy, and something to do).
9
Butler, R. W. 1980. “The Concept of a Tourism Area Life Cycle of Evolution:
Implications for Management of Resources.” The Canadian
Geographer 24(1), p. 8. menjelaskan tahap-tahap TALC, yakni2 Tahap 1, penemuan (Exploration). Potensi pariwisata berada pada tahapan identifikasi dan menunjukkan destinasi memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi daya tarik atau destinasi wisata karena didukung oleh keindahan alam yang masih alami, daya tarik wisata alamiah masih sangat asli, pada sisi lainnya telah ada kunjungan wisatawan dalam jumlah kecil dan mereka masih leluasa dapat bertemu dan berkomunikasi serta berinteraksi dengan penduduk local. Karakteristik ini cukup untuk dijadikan alasan pengembangan sebuah kawasan menjadi sebuah destinasi atau daya tarik wisata. Tahap 2, pelibatan (Involvement). Pada tahap pelibatan, masyarakat lokal mengambil inisiatif dengan menyediakan berbagai pelayanan jasa untuk para wisatawan yang mulai menunjukkan tanda-tanda peningkatan dalam beberapa periode. Masyarakat dan pemerintah local sudah mulai melakukan sosialiasi atau periklanan dalam skala terbatas, pada musim atau bulan atau harihari tertentu misalnya pada liburan sekolah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar, dalam kondisi ini pemerintah local mengambil inisiatif untuk 2
I Gusti Bagus Rai Utama. 2012. Analisis Siklus Hidup Destinasi Pariwisata Bali: Kajian Ekonomi Pariwisata Terhadap Destinasi. Dalam https://tourismbali.wordpress.com/2012/02/10/analisis-siklushidup-destinasi-pariwisata-bali-kajian-ekonomi-pariwisata-terhadap-destinasi/. Diakses pada 26 Maret 2015.
10
membangun infrastruktur pariwisata namun masih dalam skala dan jumlah yang terbatas. Tahap 3, pengembangan (Development). Pada tahapan ini, telah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar dan pemerintah sudah berani mengundang investor nasional atau internatsional untuk menanamkan modal di kawasan wisatawan yang akan dikembangkan. Perusahaan asing (MNC) Multinational company) telah beroperasi dan cenderung mengantikan perusahan local yang telah ada, artinya usaha kecil yang dikelola oleh penduduk lokal mulai tersisih hal ini terjadi karena adanya tuntutan wisatawan global yang mengharapkan standar mutu yang lebih baik. Organisasi pariwisata mulai terbentuk dan menjalankan fungsinya khususnya fungsi promotif yang dilakukan bersama-sama dengan pemerintah sehingga investor asing mulai tertarik dan memilih destinasi yang ada sebagai tujuan investasinya. Tahap 4, konsolidasi (consolidation). Pada tahap ini, sektor pariwisata menunjukkan dominasi dalam struktur ekonomi pada suatu kawasan dan ada kecenderungan dominasi jaringan international semakin kuat memegang peranannya pada kawasan wisataw atau destinasi tersebut. Kunjungan wisatawan masih menunjukkan peningkatan yang cukup positif namun telah terjadi persaingan harga diantara perusahaan sejenis pada industri pariwisata pada kawasan tersebut. Peranan pemerintah local mulai semakin berkurang
11
sehingga diperlukan konsolidasi untuk melakukan re-organisasional, dan balancing peran dan tugas antara sector pemerintah dan swasta. Tahap 5, stagnasi (Stagnation). Pada tahapan ini, angka kunjungan tertinggi telah tercapai dan beberapa periode menunjukkan angka yang cenderung stagnan. Walaupun angka kunjungan masih relative tinggi namun destinasi sebenarnya tidak menarik lagi bagi wisatawan. Wisatawan yang masih datang adalah mereka yang termasuk repeater guest atau mereka yang tergolong wisatawan yang loyal dengan berbagai alasan. Program-program promosi dilakukan dengan sangat intensif namun usaha untuk mendatangkan wisatawan atau pelanggan baru sangat sulit terjadi. Pengelolaan destinasi melampui daya dukung sehingga terjadi hal-hal negative tentang destinasi seperti kerusakan lingkungan, maraknya tindakan kriminal, persaingan harga yang tidak sehat pada industri pariwisata, dan telah terjadi degradasi budaya masyarakat lokal. Tahap 6, penurunan atau peremajaan (Decline/Rejuvenation). Setelah terjadi Stagnasi, ada dua kemungkinan bisa terjadi pada kelangsungan sebuah destinasi. Jika tidak dilakukan usaha-usaha keluar dari tahap stagnasi, besar kemungkinan destinasi ditinggalkan oleh wisatawan dan mereka akan memilih destinasi lainnya yang dianggap lebih menarik. Destinasi hanya dikunjungi oleh wisatawan domestik saja itupun hanya ramai pada akhir pekan dan hari liburan saja. Banyak fasilitas wisata berubah fungsi menjadi fasilitas selain pariwisata. Jika Ingin Melanjutkan pariwisata?, perlu dilakukan pertimbangan dengan
12
mengubah pemanfaatan destinasi, mencoba menyasar pasar baru, mereposisi attraksi wisata ke bentuk lainnya yang lebih menarik. Jika Manajemen Destinasi memiliki modal yang cukup?, atau ada pihak swasta yang tertarik untuk melakukan penyehatan seperti membangun atraksi man-made, usaha seperti itu dapat dilakukan, namun semua usaha belum menjamin terjadinya peremajaan. Destinasi yang dikunjungi dalam kegiatan berwisata setiap tahunnya akan mengalami perubahan. Perubahan yang dilakukan tidak terlepas dari perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Perencanaan (planning) merupakan suatu mata rantai yang esensial antara pemikiran (thought) dan pelaksanaan (action). Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa: thought without action is mere philosophy, action without thought is mere stupidity (pemikiran tanpa aksi merupakan filosofi belaka, aksi tanpa pemikiran merupakan kebodohan) (Yoeti, 2008). Sedangkan menurut I Made Sukarsa (1999) menjelaskan bahwa perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Perencanaan sebagai alat untuk dibuat sedemikian rupa sehingga fleksibel untuk tiap era pembangunan. Salah Wahab dalam A. Yoeti (1996) mengatakan bahwa perencanaan kepariwisataan hendaklah melalui tiga tingkatan atau tahap, tahap pertama dengan tahap berikutnya harus berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan satu lainnya.
13
Ketiga tahap tersebut adalah mengetahui situasi dan kondisi pada suatu periode tertentu, yaitu : - Where am I now? - Where I want to be? - How do I get from where I am now to where I want to be? Untuk itu, sebelumnya harus diketahui tujuan yang akan dicapai (setting objectives),
penelitian
(research),
merumuskan
kesimpulan
(synthesis
conclutions), dan kemudian atas dasar itu disusun konsep (consepts), untuk digunakan sebagai rekomendasi (recomendations). Proses perencanaan dapat dijelaskan melalui tiga pertanyaan diatas. Konsep pengembangan dapat disusun berdasar teori 3A yang merupakan komponen-komponen yang apabila ketiga komponen tersebut disatukan akan menghasilkan suatu produk wisata yang bisa ditawarkan kepada wisatawan. Damanik dan Weber (2006:11) dalam Sulistyaningrum (2014) mengemukakan komponen 3A yang terdiri atas: (i) Atraksi (Attraction). Atraksi dapat diartikan sebagai objek wisata yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan, (ii) Amenitas (Amenity). Amenitas adalah segala macam sarana dan prasana yang diperlukan oleh wisatawan selama berada di daerah tujuan wisata, selain itu juga terdapat pelayanan tambahan yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan,
14
seperti: bank, penukaran uang, telekomunikasi, usaha persewaan (rental), penerbit dan penjual buku panduan wisata, seni pertunjukan (teater, bioskop, pub, dan lain-lain), (iii) Aksesibilitas (Accessibility). Aksesibilitas merupakan keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan dari, ke, dan selama di daerah tujuan wisata, mulai dari darat, laut sampai udara. Akses ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan waktu, kenyamanan, dan keselamatan. Selain komponen 3A, perencanaan pengembangan kelembagaan juga dibutuhkan. Djogo (2003) mengatakan konsep lembaga/kelembagaan telah banyak dibahas dalam sosiologi, antropologi, hukum dan politik. Dalam bidang sosiologi dan antropologi kelembagaan banyak ditekankan pada norma, tingkah laku maupun adat istiadat. Dalam ilmu politik kelembagaan banyak ditekankan pada pada aturan main kegiatan kolektif untuk kepentingan bersama. Dalam ilmu Psikologi menegaskan pentingnya kelembagaan dari sudut pandang tingkah laku manusia. Sedangkan dari ilmu hukum melihatnya dari sudut hukum atau regulasinya serta intrumen dan litigasinya.3 Konsep umum mengenai lembaga menurut Israel meliputi apa yang ada pada tingkat lokal atau masyarakat, unit manajemen proyek, institusi-institusi,
3
Acitya. 2013. Pengertian Lembaga. Sumber : http://acitya-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail74972-ArtikelAN-Pengertian%20Lembaga.html. Diakses pada 12 Februari 2015
15
departemen-departemen di pemerintah pusat dan sebagainya. Sebuah lembaga dapat merupakan milik negara atau sektor swasta dan juga bisa mengacu pada fungsi-fungsi adminitrasi pemerintah. Sedangkan menurut Kartodiharjo et al mendefinisikan lembaga adalah instrument yang mengatur hubungan antar individu. Lembaga juga berarti seperangkat keentuan yang mengatur masyarakat yang telah mendefinisikan bentuk aktifitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak istimewa yang telah diberikan serta tanggung jawab yang harus dilakukan.4 1.7
Metode Penelitian 1.7.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Wardiyanta (2006:5) data yang bersifat kualitatif merupakan metode dengan menyesuaikan jenis penelitaian deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi atas suatu fenomena sosial/alam secara sistematis, faktual dan akurat. Dalam penelitian ini menggunakan hasil wawancara pihak perencana dan pengembangan wisata yaitu Pemerintah Kabupaten Temanggung serta
4
Acitya. 2013. Pengertian Lembaga. Sumber : http://acitya-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail74972-ArtikelAN-Pengertian%20Lembaga.html. Diakses pada 12 Februari 2015
16
tim arkeologi yang terlibat dalam penggalian situs serta wawancara dengan penduduk sekitar dan pekerja penambang pasir di lingkungan Situs Liyangan. 1.7.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Menurut (Wardiyanta, 2006:28) data primer adalah informasi yang diperoleh langsung dari sumber-sumber primer, yakni yang asli, informasi dari tangan pertama pada objek penelitian. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan, wawancara, dokumentasi gambar dan pengumpulan data lain yang sesuai dengan relevansi penelitian. Data primer yang digunakan penulis diperoleh dari informasi yang didapat dari masyarakat sekitar Situs Liyangan atau Pemerintah Kabupaten Temanggung serta tim dari Balai Arkeologi Yogyakarta selaku pihak yang menangani Situs Liyangan. Menurut (Wardiyanta, 2006:28) data sekunder adalah informasi yang diperoleh tidak secara langsung dari responden, tetapi dari pihak ketiga. Data sekunder diperoleh dengan cara mendapatkan data yang sudah diolah dan tersusun serta dapat dipercaya kebenarannya. Dalam penelitian ini, data sekunder yang digunakan adalah berupa data dan jurnal yang diperoleh dari Pemerintah Kabupaten Temanggung dan tim arkeologi Situs Liyangan.
17
Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka, observasi dan wawancara, yaitu: a.
Sumber data studi pustaka, yakni sumber data mengenai Situs Liyangan dengan cara membaca buku-buku terkait ataupun data yang ada di situs internet.
b.
Sumber data observasi, yakni data berlandaskan pada pengamatan langsung terhadap Situs Liyangan.
c.
Sumber data wawancara, yaitu data mengenai Situs Liyangan dengan cara wawancara kepada pihak yang lebih tau mengenai Situs Liyangan .
1.7.3 Teknik Pengambilan Data Teknik pengambilan data dalam melakukan penelitian ini, adalah sebagai berikut; a.
Observasi, yakni mengunjungi Situs Liyangan dengan maksud untuk mengamati secara langung kondisi Situs Liyangan untuk data yang dibutuhkan.
b.
Studi Pustaka, yakni dengan cara membaca buku-buku terkait ataupun data yang terdapat di situs internet.
c.
Wawancara, yakni mengumpulkan data mengenai Situs Liyangan dengan cara wawancara kepada stakeholder mengenai Situs Liyangan .
18
1.7.4 Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah mentransformasi data mentah ke dalam bentuk data yang mudah dimengerti dan ditafsirkan, serta menyusun, menjabarkan dan menyajikan supaya menjadi suatu informasi (Kusmayadi dan Sugiarto, 2000:29). Data dan informasi yang terkumpul, juga akan dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT yaitu metode perencanaan strategis yang digunakan
untuk
mengevaluasi
kekuatan
(Strengths),
kelemahan
(Weaknesses), peluang (Opportunities) dan ancaman (threats) dalam suatu proyek.5 1.8
Sistematika Penulisan Bab I
: Menjelaskan mengenai alasan mengapa penulis mengambil
tema dan lokus peenelitian ini, secara terbuka penulis menyuguhkan gambaran umum mengenai apa yang sedang terjadi. Bab II
: Berisi gambaran umum mengenai Kabupaten Temanggung
dan gambaran umum Situs Liyangan serta pariwisata pada saat ini di Situs Liyangan.
5
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT. diakses pada 12 februari 2015
19
Bab III : Berisi gambaran mengenai potensi wisata Situs Liyangan dan upaya pengembangan Situs Liyangan sebagai daya tarik wisata. Bab IV : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.