1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan selanjutnya disebut UU Perbankan menyatakan bahwa Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kemudian menurut Pasal 1 angka 2 UU Perbankan dinyatakan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Pada dasarnya berdasarkan UU Perbankan tujuan utama dari adanya Perbankan adalah menghimpun dana masyarakat. Sistem Perbankan Indonesia menganut dua sistem perbankan yaitu sistem yakni Bank konvensional dan Bank syariah. Hal ini diakui dan dikenal sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Adanya dua sistem Perbankan ini harapannya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pembiayaan kepada masyarakat.
2
Ketentuan mengenai dua sistem perbankan dijelaskan dalam Pasal 1 angka 3 UU Perbankan yang menyatakan bahwa Bank umum adalah melaksanakan kegiatannya secara konvensional dan berdasarkan prinsip syariah. Perbankan konvensional menjalankan usahanya dengan mengeluarkan kredit. Pasal 1 angka 12 UU Perbankan menyatakan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pasal 1 angka 4 UU Perbankan menyatakan bahwa Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Berdasarkan perkembangannya akhirnya ketentuan yang lebih rinci mengatur perbankan syariah mulai lahir dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Menurut Pasal 1 angka 9 undang-undang ini dinyatakan bahwa Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Menurut Pasal 1 angka 12 undang-undang ini dinyatakan bahwa prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Lembaga yang berwenang tersebut menurut Pasal 26 ayat (2) undang-undang ini ialah Majelis Ulama Indonesia.
3
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).1 Prinsip bank Islam adalah: 1. Melarang bunga, 2. Pembagian yang seimbang, 3. Uang sebagai modal potensial, 4. Melarang gharar, 5. Kontrak yang suci, 6. Kegiatan syariah yang disetujui.2 Selanjutnya prinsip operasional lembaga keuangan syariah, yaitu tidak mengandung unsur:3 1. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (bathil) 2. Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan pada sesuatu yang tidak pasti 3. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas 4. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah 5. Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya Prinsip syariah menurut Pasal 26 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah selanjutnya disebut UUPS ditentukan oleh Majelis Ulama Indonesia.
1
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, 2010, Islamic Banking, PT Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 35 Ibid. 3 Mardani, 2015, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia, Pranadamedia Group, Jakarta, hlm. 6 2
4
Kegiatan
Bank
Syariah
yaitu
menjalankan
penghimpunan
dana,
penyaluran dana, dan produk jasa. Produk pembiayaan dari perbankan syariah setidaknya dapat dibagi dalam beberapa kategori, diantaranya yaitu mudharabah dan musyarakah. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dengan ketentuan pemilik dana menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola dana, keuntungan dibagi berdasar kesepakatan dan kerugian prinsipnya ditanggung oleh pemilik dana selama kerugian bukan karena kesalahan pengelola.4 Ketentuan mengenai pembiayaan mudharabah diatur berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional No: 07/DSN MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah. Menurut fatwa DSN tersebut, pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. Pada pembiayaan mudharabah LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % (seratus persen) kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 dinyatakan bahwa mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau 4
Muhammad Syafii Antonio, 2015, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Gema Insani, Jakarta, hlm. 95.
5
metode
bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak
berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Pasal 6 huruf h Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 menyatakan bahwa Bank menanggung seluruh risiko kerugian usaha yang dibiayai kecuali jika nasabah melakukan kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang mengakibatkan kerugian usaha. Peraturan tersebut kemudian telah dicabut dan diganti dengan Mengacu kepada ketentuan pembiayaan mudharabah sesuai dengan fatwa MUI, maka shaahibul maal atau bank syariah semestinya menanggung kerugian sebesar modal yang dikeluarkannya apabila terjadi kerugian dari usaha mudharib. Tanggung jawab terhadap kerugian dari pembiayaan mudharabah ditanggung oleh pemilik dana (shahibul maal) apabila kerugian dari pembiayaan tersebut bukan atas kesalahan atau kesengajaan pengelola usaha (mudharib). Ketentuan tersebut kemudian diganti dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Pada Pasal 2 peraturan ini dinyatakan bahwa dalam melaksanakan penyaluran dana diharuskan berdasarkan prinsip syariah. Pasal 3 peraturan ini mengatur bahwa penyaluran dana melalui pembiayaan mudharabah juga harus berdasarkan prinsip syariah. Menurut penjelasan Pasal 3 peraturan ini dinyatakan bahwa mudharabah adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah
6
disepakati sebelumnya. Peraturan tersebut di atas kemudian dirubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Berdasarkan Pasal 1 angka 8 peraturan ini dinyatakan bahwa salah satu kegiatan penyaluran dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah mudharabah. Kemudian di Pasal 1 angka 2 jo Pasal 1 angka 6 peraturan ini dinyatakan bahwa dalam menjalankan usahanya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah harus berdasarkan prinsip syariah dan prinsip syariah yang dimaksud dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Menurut Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dinyatakan bahwa lembaga yang berwengang tersebut adalah Majelis Ulama Indonesia. Menurut Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPer dinyatakan keadaan mudharib tidak dapat dipersalahkan dikenal dengan keadaan memaksa. Keadaan memaksa juga dikenal dalam bahasa Belanda dengan nama overmacht.5 Menurut Subekti keadaan memaksa dapat dikategorikan dalam keadaan mutlak dan relatif. Keadaan mutlak adalah keadaan seperti bencana alam atau kecelakaan yang begitu hebatnya sehingga menyebabkan debitor tidak mungkin menepati janjinya. Keadaan relatif adalah posisi debitor yang sebenarnya masih bisa menepati janjinya, namun dengan 5
Andi Hamzah, 1986, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 425.
7
pengorbanan yang begitu besar, sehingga tidak sepantasnya pihak kreditor menuntut pelaksanaan perjanjian. Keadaan relatif ini seperti, secara tiba-tiba dikeluarkan suatu larangan oleh pemerintah bahwa barang yang diperjanjikan tidak diperbolehkan.6 Pada hukum Islam istilah overmacht dikenal dengan istilah al-darurat dan ikhrah yang berarti merusak atau memberi mudarat, keadaan sangat merusak atau sangat memaksa, kebutuhan yang amat mendesak dan amat berbahaya apabila tidak terpenuhi. 7 Berdasarkan kaidah ushul fiqh di dalam Islam, dalam keadaan darurat maka hal yang tidak dilarang menjadi boleh.8 Kaidah ini menekankan bahwa apabila dalam keadaan yang darurat maka seseorang apabila melakukan sesuatu yang dilarang menjadi boleh. Kaidah ini juga didasarkan atas analogi terhadap Al-qur’an surat Al-An’am ayat 119 yang bunyinya Allah sudah menjelaskan apa yang diharamkan, kecuali yang terpaksa kamu makan. PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga yang selanjutnya disebut BPRS Bangun Drajat Warga adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
yang dibentuk oleh Majelis Ekonomi Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 1993.9 Kegiatan usaha BPRS Bangun Drajat Warga salah satunya ialah melakukan pembiayaan 6
Subekti, 1990, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, hlm. 56. Abdul Aziz Dahlan, 2001,Ensiklopedia Hukum Islam, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hlm. 260 8 Roni Nuryusmansyah, “Dalam Kondisi Yang Darurat Hal Yang Terlarang Dibolehkan”, https://muslim.or.id/19369-dalam-kondisi-darurat-hal-yang-terlarang-dibolehkan.html, diakses pada tanggal 08 September 2016 pukul 19.00 WIB 9 Supatmi, 2011 “Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Dalam Akad Pembiayaan Mudharabah Pada PT. BPRS Bangun Drajat Warga Bangun Drajat Warga Di Yogyakarta” Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 63. 7
8
mudharabah. Pada pembiayaan mudharabah, BPRS Bangun Drajat Warga berstatus sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyalurkan dana kepada pengelola usaha (mudharib).10 Pada tanggal 27 Mei tahun 2006 terjadi bencana gempa di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya yang mengakibatkan banyak kerugian pada pelaku usaha. Kerugian dialami juga oleh pelaku usaha yang mendapatkan pembiayaan mudharabah dari BPRS Bangun Drajat Warga. Pelaku usaha yang terkena dampak dari bencana gempa menjadi tidak dapat menjalankan usahanya dengan normal yang berakibat pada macetnya pengembalian dana beserta bagi hasil kepada BPRS Bangun Drajat Warga selaku Shahibul Maal. Kondisi yang dialami pelaku usaha tersebut terjadi karena bencana alam, maka patut diduga kerugian yang muncul dari pembiayaan mudharabah itu terjadi bukan karena kesalahan dari pelaku usaha. Kerugian usaha yang disebabkan oleh gempa bukanlah kesalahan ataupun kesengajaan dari mudharib, oleh sebab itu mudharib tidak dapat dipersalahkan dan shahibul maal menjadi pihak yang menanggung seluruh kerugian. Bank Indonesia membuat aturan terkait perlakuan khusus bagi nasabah pembiayaan yang menjadi korban gempa Yogyakarta. Peraturan tersebut diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/ 10 /PBI/2006 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit Bank Pasca Bencana Alam Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dan Daerah Sekitarnya di Propinsi Jawa Tengah. Konsideran peraturan tersebut menjelaskan bahwa peraturan ini untuk 10
BPR Syariah BDW, “Pembiayaan iB BDW Modal Kerja”, http://www.bprs-bdw.co.id/produkdan-jasa/produk-pembiayaan/pembiayaan-ib-bdw-modal-kerja/, diakses pada tanggal 23 Juni 2016 pukul 12.00 WIB
9
memberikan perlakukan khusus terhadap kredit bank dengan jumlah tertentu dan yang direstrukturisasi. Pasal 2 ayat (6) Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/ 10 /PBI/2006 menyatakan ketentuan kualitas kredit dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut Pasal 1 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/ 10 /PBI/2006 menyatakan kredit atau pembiayaan syariah adalah tagihan atau yang dipersamakan dengan itu. Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/ 10 /PBI/2006 menyatakan kualitas kredit atau yang dipersamakan dengan itu dianggap lancar sampai dengan bulan Juni 2009. Pasal 3 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/ 10 /PBI/2006 menyatakan bahwa ketentuan mengenai restrukturisasi dilakukan dengan ketentuan yang berlaku. Kemudian Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/ 10 /PBI/2006 diperbarui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/ 27 /PBI/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/10/PBI/2006 Tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit Bank Pasca Bencana Alam Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dan Daerah Sekitarnya Di Propinsi Jawa Tengah. BPRS Bangun Drajat Warga sebagai pemilik dana (shahibul maal) pada pembiayaan mudharabah harus berhati-hati karena apabila pembiayaan mudharabah mengalami kerugian, BPRS Bangun Drajat Warga sebagai penyalur dana (shahibul maal) harus menanggung kerugian.11 Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan mengenai “Tanggung Jawab PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun 11
Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
10
Drajat Warga Atas Kerugian Yang Timbul Akibat Mudharib Overmacht Pada Pembiayaan Mudharabah”. Peneliti akan membatasi penelitian tersebut pada kondisi kondisi overmacht mudharib yang diakibatkan bencana gempa di Yogyakarta pada tahun 2006. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga mengklasifikasikan mudharib overmacht pada pembiayaan mudharabah? 2. Bagaimana mekanisme tanggung jawab PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga atas kerugian pada pembiayaan mudharabah akibat mudharib overmacht? C. Keaslian penelitian Sepengetahuan dan sepenelusuran penulis, cukup banyak yang penelitian yang mengangkat mengenai “Tinjauan terhadap akad Mudharabah”. Salah satu yang cukup relevan dengan penelitian ini adalah: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Hilman Syahrial Haq pada Magister Ilmu Hukum sekolah Pascasarjana UGM 2009, dengan judul “Praktek Kemitraan Dalam Akad Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Muamalat
11
Indonesia Cabang Mataram”12. Dengan rumusan masalah sebagai berikut: a)
Bagaimanakah
praktek
kemitraan
dalam
akad
pembiayaan
mudharabah pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Mataram? b) Hambatan-hambatan apakah yang ada dalam penerapan pembiayaan mudharabah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Mataram? Pada penelitian ini hanya membahas praktek kemitraan dan faktorfaktor yang menghambat pembiayaan mudharabah. Praktek kemitraan dalam akad pembiayaan mudharabah pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Mataram belum sepenuhnya menempatkan kedudukan Bank (shahibul maal) dan nasabah (mudharib) sejajar sebagai mitra usaha. Rendahnya itikad baik dari masyarakat menjadi faktor penghambat penerapan pembiayaan mudharabah. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Nisrina Mutiara Dewi pada Program Studi Muamalat Ekonomi Islam (Perbankan Syariah) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014, dengan judul “Aplikasi kontrak mudharabah di PT. Sarana Multigriya Financial Ditinjau Dari Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 07/DSNMUI/IV/2000”13. Dengan rumusan masalah sebagai berikut:
12
Hilman Syahrial Haq, 2009, “Praktek Kemitraan Dalam Akad Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Mataram”Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 13 Nisrina Mutiara Dewi, 2014, “Aplikasi kontrak mudharabah di PT. Sarana Multigriya Financial Ditinjau Dari Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 07/DSN-MUI/IV/2000” Skripsi”, Program
12
a) Bagaimana prosedur kontrak mudharabah di PT. Sarana Multigriya? b) Bagaimana kesesuaian akad mudharabah di PT. Sarana Multigriya pada Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 07/DSNMUI/ IV/2000? Prosedur kontrak mudharabah di PT. Sarana Multigriya
yaitu
pertemuan kedua belah pihak untuk negosiasi kemudian mendapatkan kesepakatan. Isi akad mudharabah terdiri pendahuluan, isi, penutup. Adapun kesesuaian akad mudharabah di PT. Sarana Multigriya pada Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 07/DSNMUI/ IV/2000 di PT. Sarana Multigriya pada umumnya sudah sesuai dengan fatwa MUI. Namun dalam menanggung kerugian dan nisbah bagi hasil pada akad mudharabah di PT. Sarana Multigriya kurang sesuai Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 07/DSN-MUI/IV/2000
Penelitian ini hanya
membahas kesesuaian kontrak mudharabah dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 07/DSN-MUI/IV/2000 dan bagaimana prosedur dalam memulai kontrak mudharabah. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Budi Arta Aris pada Magister Kenotariatan sekolah Pascasarjana UGM 2007, dengan judul “ Pengikatan Jaminan Dengan Hak Tanggungan Sebagai Upaya Meminimalisasi Risiko Side Streaming Pada Pembiayaan Mudharabah
Studi Muamalat Ekonomi Islam (Perbankan Syariah) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
13
( Studi Kasus Pada PT. Bank Rakyat Indonesia Syariah Cabang Padang)”14. Dengan rumusan masalah sebagai berikut: a) Risiko-risiko apa yang dihadapi oleh pihak Bank selaku shahibul maal dalam pembiayaan mudharabah? b) Bagaimana pelaksanaan pengikatan jaminan dengan Hak Tangungan pada pembiayaan Mudharabah? Penelitian ini hanya mengkaji gambaran umum mengenai apa saja yang menjadi risiko dari pembiayaan mudharabah tanpa mengkaji lebih dalam mengenai risiko tersebut. Selain itu penelitian ini meneliti tentang pengikatan jaminan dari pembiayaan mudharabah yang mengikuti jaminan secara konvensional. Risiko yang dihadapi oleh PT. BRI Syariah Cabang Padang dalam menyalurkan pembiayaan mudharabah sangatlah tinggi, karena adanya efek side streaming dari moral hazard yang disebabkan oleh mudharib. Pengikatan jaminan terhadap hak tanggungan pada pembiayaan mudharabah oleh PT. Bank Rakyat Indonesia Syariah Cabang Padang masih mengacu kepada ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan. Berdasarkan pengamatan penulis, penelitian tentang Tanggung Jawab PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga Atas Kerugian Yang Timbul Akibat Mudharib Overmacht Pada 14
Budi Arta Aris, 2009., “Pengikatan Jaminan Dengan Hak Tanggungan Sebagai Upaya Meminimalisasi Risiko Side Streaming Pada Pembiayaan Mudharabah ( Studi Kasus Pada PT. Bank Rakyat Indonesia Syariah Cabang Padang)” Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
14
Pembiayaan Mudharabah sampai saat ini belum pernah ada. Akan tetapi apabila ternyata penelitian di atas ada kemiripan, maka penelitian ini diharapkan dapat melengkapinya. D. Tujuan Penelitian Penelitian dan penulisan landasan pada permasalahan yang telah diuraikan di atas, memiliki beberapa tujuan, yaitu: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis klasifikasi yang dibuat oleh PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga untuk menentukan mudharib overmacht pada pembiayaan mudharabah. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme tanggung jawab PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga atas kerugian pada pembiayaan mudharabah akibat mudharib overmacht. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a) Penelitian digunakan untuk mengaktualisasikan ilmu yang didapat di bangku kuliah terhadap kenyataan-kenyataan di masyarakat. b) Untuk pengembangan teori-teori Perbankan syariah. c) Penelitian dapat dijadikan bahan lebih lanjut terhadap penelitian tentang tanggung jawab Bank syariah terhadap kerugian yang timbul pada pembiayaan mudharabah.
15
2. Manfaat Praktis Penelitian dapat berguna bagi yang berminat untuk melakukan penelitian mengenai tanggung jawab Bank syariah terhadap kerugian yang timbul pada pembiayaan mudharabah atau jenis penelitian yang sejenis.