BAB I PENDAHULUAN
A . Latar Belakang Masalah Penelitian Menurut Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Kurator dalam proses kepailitan memiliki peranan penting. Ketentuan Pasal 15
ayat (1)
Undang Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang disebutkan, Kurator harus diangkat beserta hakim pengawas yang ditunjuk oleh Hakim Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta pailit. Kurator, berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit, terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit di tetapkan. Kewenangan tersebut berlaku meskipun terhadap putusan yang diajukan kasasi atau peninjauan kembali.1 Tugas
Kurator
dalam
melakukan
pemberesan dan pengurusan
sebagaimana dimaksud Pasal 16 Undang Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam praktik sulit sekali dilakukan apabila debitor pailit
melakukan
perlawanan. Perlawanan
yang dimaksud baik
perlawanan dari debitor pailit terhadap Kurator untuk masuk ke tempat harta pailit, debitor atau kreditor melakukan gugatan terhadap Kurator dalam
1
Rahayu Hartini, 2008, Hukum Kepailitan, UMM Press, Malang, hlm.127
2
melaksanakan tugasnya maupun pelaporan Kurator kepada pihak Kepolisian yang dianggap melakukan tindakan merugikan harta palit milik debitor Pailit, sehingga
Kurator
sulit
untuk melakukan pengurusan dan atau pemberesan
harta pailit, misalkan dalam hal
pencatatan harta dan penyitaan harta pailit,
tindakan ini sangat penting dan harus segera dilakukan oleh Kurator mengingat untuk menghindari debitor yang tidak jujur dengan mengalihkan menggelapkan
harta
pailit
yang
mengakibatkan
harta
maupun
pailit menjadi
berkurang. Pada waktu diputuskannya debitor menjadi debitor pailit oleh pengadilan niaga, maka konsekuensi hukumnya yaitu, bagi debitor dijatuhkannya sita umum terhadap seluruh harta debitor pailit untuk menguasai dan mengurus harta pailitnya, sedangkan bagi kreditor akan mengalami ketidakpastian tentang hubungan hukum yang ada antar kreditor dengan debitor pailit, untuk kepentingan tersebut Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (yang selanjutnya akan disingkat dengan UUPKPKU) menentukan pihak yang akan mengurusi persoalan debitor dan kreditor tersebut adalah Kurator, yang akan melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit.2 Artinya keberadaan Kurator sebagai suatu profesi khusus merupakan salah suatu faktor penentu dalam penyelesaian pemberesan harta pailit. Ketentuan Pasal 1 ayat (5) Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan bahwa 2
Imran Nating, 2004, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, PT Raja Grapindo Persada, Jakarta, hlm. 57
3
kurator adalah Balai Harta Peninggalan (yang selanjutnya akan disebut dengan BHP) atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan niaga untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit dibawah pengawasan hakim pengawas. Pasal 15 Undang Undang Nomor 47 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan bahwa dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat kurator dan seorang hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan lebih lanjut Kurator sebagaimana yang dimaksud Pasal 1 ayat (5), yaitu Kurator Balai harta peninggalan (Kurator publik) akan bertindak sebagai kurator apabila debitor atau kreditor tidak mengajukan usulan kurator lainya, selanjutnya yang disebut Kurator lainya (Kurator privat), sebagaimana dimaksud pada Pasal 70 ayat (1) Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah: 1. Orang perseorangan yang berdomisili di indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit. 2. Terdaftarnya pada Kementrian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang – undangan. Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menentukan bahwa debitor pailit maupun kreditor dapat mengusulkan kepada pengadilan untuk menunjuk kurator tertentu untuk mengurus dan membereskan harta pailit setelah adanya putusan pailit,
4
artinya kreditor maupun debitor pailit diberikan hak yang sama dalam mengajukan usulan Kurator untuk mengurus dan membereskan harta pailit. Penunjukan usulan Kurator yang telah mendapat persetujuan dari hakim pengadilan niaga dalam prakteknya dapat menimbulkan permasalah terkait siapa yang mengajukan usulan Kurator yang mendapat persetujuan hakim pengadilan, hal ini dikarenakan dapat menimbulkan ketidak percayaan dari salah satu pihak mengenai proses pengurusan dan pembersan harta pailit yang seimbang antara kepentingan kreditor maupun debitor pailit. Misalkan dalam hal Kurator yang diusulkan oleh kreditor yang mendapat persetujuan Hakim Pengadilan Niaga maka tentu pihak debitor pailit merasa bahwa Kurator tersebut tentu akan lebih memproteksi kepentingan terkait siapa yang mengajukan Kurator tersebut untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit begitu juga sebaliknya apabila Kurator yang disetujui oleh Hakim Pengadilan Niaga adalah Kurator yang diusulkan oleh debitor pailit tentu juga akan menimbulkan rasa ketidak percayaan kreditor terhadap independensi kurator dalam melaksanakan tugasnya mengurus dan membereskan harta pailit tidak seimbang atau akan berpihak. Tahun 2014 sengketa pailit PT Metro Batavia atau dikenal dengan Batavia Air digugat actio pauliana oleh tim Kurator Batavia Air, kemudian Mantan Direktur Utama Batavia YT mengugat balik Kurator karena mengangap memasukkan harta pribadinya dalam budel pailit.3 Gugatan tersebut terdaftar dengan Nomor 77 pada 29 April 2014 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Dalam gugatannya, kuasa hukum YT 3
http://bisniskeuangan.kompas.com/Dirut.Batavia.Air.Gugat.Balik.Tim.Kurator Tanggal 18 Juli 2015
Diakses
5
menggugat tim kurator atas nama TP, AP, PD dan AS. Berita ini menimbulkan perhatian terkait pelaksanaan pekerjaan penanganan proses kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang yang sedang ditangani oleh Kurator, permasalah ini menimbulkan pertanyaan dimana seorang Kurator yang sedang melaksanakan tugasnya justru digugat oleh debitor pailit, diketahui bahwa Kurator tersebut merupakan Kurator yang diusulkan oleh kreditor kepada Hakim Pengadilan Niaga . Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sudah cukup jelas kewenangan
mengatur tugas dan
kepada kurator lainya, Kurator dituntut harus independen,
keberadaan dan kelangsungan profesi kurator bergantung sepenuhnya kepada kepercayaan masyarakat
pada obyektifitas dan independensi kurator dalam
bertindak harus bebas dari pengaruh siapapun dan apapun serta tidak memiliki benturan kepentingan dengan pihak manapun yang terlibat dalam kepailitan dan kewajiban penundaan pembayaran utang.4
Dari contoh kasus diatas, ketika
Kurator dalam hal ini digugat oleh debitor maupun kreditor pada waktu pemberesan harta pailit dimungkinkan adanya masalah ketidak independenan dari Kurator dalam melaksanakan tugasnya, terkait siapa yang mengajukan penujukan Kurator tersebut, artinya gugatan yang diajukan oleh debitor ataupun kreditor dapat dimungkinkan akibatkan ketidak percayaan debitor terhadap proses pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh Kurator yang ditunjuk oleh kreditor meskipun telah mendapatkan persetujuan dari Hakim Pengadilan. 4
Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia, 2002, Standar Profesi Kurator dan Pengurus, AKPI, Jakarta, hlm.3
6
Berdasarkan uraian singkat dari latar belakang masalah penelitian yang diuraikan sebelumnya maka penelitian ini dilakukan.
B . Rumusan Masalah Penelitian 1. Apakah permasalahan independensi Kurator dalam melaksanakan tugas membereskan harta pailit menjadi penyebab munculnya gugatan dari debitor pailit? 2. Bagaimana menentukan tolok ukur
independensi Kurator menurut
Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ? 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Kurator dalam melaksanakan kewenangannya mengurus dan membereskan harta pailit?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini antara lain: 1. Untuk mengetahui dan mengakaji permasalahan independensi Kurator dalam melaksanakan tugas membereskan harta pailit terhadap munculnya gugatan dari debitor pailit. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji bentuk tolok ukur independensi Kurator privat menurut Undang Undang Utang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepalitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran.
7
3. Untuk mengetahui dan mengkaji perlindungan hukum terhadap Kurator
dalam
melaksanakan
kewenangannya
mengurus
dan
membereskan harta pailit. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari rencana penulisan ini mencakup 2 aspek antara lain : 1. Aspek Teoritikal Dilihat dari aspek teoritikal diharapkan dapat memberikan suatu masukan bagi perkembangan ilmu hukum dimasa datang, khususnya bidang hukum kepailitan berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap independensi Kurator (privat) dalam melaksanakan kewenangannya sesuai dengan ketentuan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Kewajiban Penundaan Pembayaran Utang. 2. Aspek Praktikal Diihat dari aspek praktikal diharapkan dapat melindungi kepentingan para pihak khususnya para Kurator Privat dan bahan referensi bagi kalangan praktisi hukum, mahasiswa dan masyarakat pada umumnya dengan memberikan pengembangan mengenai Hukum Kepailitan independensi dan perlindungan terhadap Kurator dalam melaksanakan kewenanganya dalam mengurus dan membereskan harta pailit berdasarkan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
8
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran di perpustakaan UGM, penulisan hukum atau tesis ini belum ditulis oleh siapapun, namun ada beberapa penelitian yang terkait dengan objek penelitian yang sama yang diteliti oleh peneliti antara lain terdapat pada terdapat penelitian,
Nusirwin
yang meneliti Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang Kurator Dalam Melakukan Pemberesan Boedel Pailit PT. Bouraq Indonesia Airlines Menurut Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus Perkara No. 07/ Pailit / 2007/ PN. Niaga. Jkt.Pst) rumusan masalah: 1.
Apakah tugas dan wewenang kurator dalam melakukan pemberesan boedel pailit telah sesuai dengan ketentuan Undang Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?
2.
Apa saja hambatan-hambatan atau kendala yang dihadapi kurator dalam melakukan pemberesan budel pailit?
3.
Sejauh mana tanggung jawab Kurator dalam melakukan pemberesan budel pailit? Kesimpulan dalam penelitian tersebut, bahwa Kurator dalam melaksanakan
tugas dan kewenanganya untuk melakukan pengurusan dan pemberesan budel pailit, masih belum maksimal karena belum tegas, kurator juga belum dapat melaksanakan sebagian wewenangnya sebagaimana telah diatur dalam, Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang misalnya dalam hal debitor yang tidak kooperatif baik dalam memberika dokumen-dokumen yang diminta kurator maupun ketidak hadiran
9
dalam rapat kreditor dan pencocokan piutang, selain itu rasa aman dalam menjalankan tugas kurator ketika melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit belum mendapat perhatian dalam Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sehingga dalam melaksanakan tugasnya banyak mengalami hambatan. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh kurator dalam melaksanakan kewenanganya adalah, debitor yang tidak kooperatif, jumlah aset debitor yang tersebar dibeberapa wilayah ndonesia, pemutusan hubungan kerja kayawan (PHK) oleh debitor, serta perubahan nama dan specimen tanda tangan pada rekening bank debitor dan adanya pihak lain yang menguasai aset pailit. Pertanggung jawaban kurator diatur oleh Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, menentukan bahwa kurator akan bertanggung jawab jika karena kesalahannya atau kelalaiannya mengakibatkan kerugian pada harta kesalahan pailit (Pasal 72), yang mengakibatkan kurang kreatifnya kurator dalam mengusahakan peninggkatan harta pailit, karena khawatir jika terjadi kerugian atas upaya yang dilakukannya maka kerugian menjadi tangung jawab pribadinya. Penelitian diaz nurima sawitri, yang meneliti mengenai pengurusan dan atau pemberesan harta pailit oleh kurator tidak melalui mekanisme pelelangan umum sebagaimana ketentuan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Di PT. Sarwo Indah. Rumusan masalah:
10
1. Apakah tindakan yang dilakukan oleh Kurator PT Sarwo Indah dalam melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta tidak melalui mekanisme pelelangan umum sebagaimana ketentuan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang merupakan perbuatan melawan hukum dan melanggar kode etik profesinya sebagai kurator? 2. Apa peran hakim pengawas dalam proses pembersan harta pailit di PT. Sarwo Indah? Kesimpulan dalam penelitian diatas, bahwa tindakan Kurator PT. Sarwo Indah dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit debitur tidak melalui mekanisme pelelangan umum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 185 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bukan merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran kode etik profesinya sebagai kurator. Hakim pengawas dalam proses pengurusan dan pemberesan harta pailit PT. Sarwo indah sangat berperan penting dalam hal memberikan persetujuan atau izin kepada tim Kurator untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit tanpa melalui mekanisme lelang, kemudian hakim pengawas berperan menekan biaya kepailitan agar tidak terlalu besar dan dapat membebani boedel pailit, selau menuntut Kurator agar bertindak penuh kehati- hatian dan bertanggung jawab dalam melakukan pengurusan dan pembersan harta pailit, selain itu hakim pengwasa berperan sebagai mediator antara pihak Kurator dan pihak konsumen perumahan dan hakim pengawas PT. Sarwo Indah berperan untuk menghadirkan
11
pejabat pembuat akta tanah (PPATK) di depan para konsumen perumahan. PPATK tersebut dihadirkan untuk meberi keterangan dan jaminan serta meyakinakan para konsumen perumahan bahwa proses sertifikasi terhadap tanah dan bangunan perumahan yang mereka tempati saat ini benar-benar akan dilakukan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya,
penelitian ini tidak
hanya mengkaji kewenangan pelaksanaan tugas kurator dalam Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepalitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, secara khusus mengkaji bentuk independensi dan perlindungan hukum terhadap independensi Kurator ketika melaksanakan kewenangannya dalam suatu proses kepailitan dikaitkan dengan munculnya gugatan yang dilakukan oleh debitor terhadap Kurator, menurut Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang saat ini. Dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan oleh penulis atas keasliannya (originalitas).