1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pemberlakuan Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dalam pelaksanaannya memerlukan kesiapan mental dan moral dari masyarakat pemakai jalan. Apabila peraturan perundang-undangan yang dimaksud telah diundangkan, maka seyogyanya setiap anggota masyarakat dianggap mengetahui terhadap norma-norma hukum
yang
diatur
di
dalamnya
dan
wajib
memahami
serta
melaksanakannya dalam kehidupan berlalu lintas di jalan. “Keselamatan jalan merupakan salah satu isu global di dunia saat ini, hal ini terjadi demikian karena ternyata di dunia ini setiap tahunnya sekitar 1 juta orang meninggal dunia dan lebih dari 50 juta orang luka akibat kecelakaan lalu lintas di jalan. Dari korban ini 75% diantaranya terjadi di Negara-negara transisi dan angka ini diperkirakan sekitar 2% sampai 4% dari GDP”.1 Kecelakaan lalu lintas pada tahun 2020 diperkirakan akan menjadi penyebab utama kematian no 3 di dunia setelah kanker dan stroke, oleh karena itu tidaklah mengherankan jika tema WHO pada tahun 2004 adalah Road Safety is No Accident (kenyamanan berkendaraan tanpa adanya kecelakaan). Berdasarkan data dari Laka Lantas Poltabes Yogyakarta, pada tahun 2008 di Yogyakarta telah terjadi 49 kasus tabrak lari dari 618 kejadian kecelakaan lalu lintas dengan kerugian materi sebesar Rp. 660.467.000,00. 1
http//www.anakUi.com/2009/07/15, 21 Oktober2009, 10.40.
2
Pada tahun 2009 hingga bulan Oktober terjadi 43 kasus tabrak lari dari 413 kejadian
kecelakaan
lalu
lintas
dengan
kerugian
materi
sebesar
Rp.491.110.000,00. Permasalahan keselamatan lalu lintas jalan di Indonesia pada saat ini meliputi: masalah umum, masalah operasional, masalah teknis, masalah sosial, dan permasalahan institusional. Masalah umum yang ada pada keselamatan lalu lintas jalan di Indonesia saat ini adalah: “Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap ketertiban berlalu lintas di jalan, belum tersosialisasinya dengan baik public safety awareness, lemahnya system pengawasan dan pengendalian transportasi baik di jalan maupun di terminal, dan belum terciptanya manajemen keselamatan secara komprehensif. Permasalahan operasional saat ini adalah tingginya korban meninggal dunia yang mencapai 30.364 orang per tahun, luka berat 450.000 orang, luka ringan 2.100.000 orang dan kerusakan property sebanyak 13.515.000”.2 “Jika dihitung dengan uang, kerugian akibat kecelakaan lalu lintas tersebut secara nasional diperkirakan mencapai total sebesar 41,396 triliun rupiah per tahun, yang terdiri dari jumlah meninggal dunia sebesar 9,972 triliun rupiah, luka serius sebesar 9,615 triliun rupiah, luka ringan sebesar 12,772 triliun rupiah, dan kerusakan property sebesar 9,037 triliun rupiah. Kerugian total sebesar 41,396 triliun rupiah ini ekivalen dengan 2,91% PDB( produk Domestic Brutto). Seiring dengan peningkatan jumlah kendaraan, angka kejadian kecelakaan mengalami peningkatan tajam, seperti halnya terjadi pada tahun 2004 mengalami peningkatan sebesar 32,4% yang merupakan peningkatan tertinggi selama 30 tahun terakhir”.3 “Permasalahan teknikal yang ada saat ini adalah rendahnya kualitas prasarana jalan dan jembatan, kurangnya fasilitas perlengkapan jalan,
2 3
http//www.anakUi.com/2009/07/15, 21 Oktober2009, 10.40 http//www.anakUi.com/2009/07/15, 21 Oktober2009, 10.40
3
dan
kelayakan
sarana
yang masih
sangat
kurang sehingga
mengakibatkan meningkatnya resiko kecelakaan lalu lintas”.4 Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap manusia punya konsekuensi yang harus dipatuhi yakni bahwa manusia yang satu tidak bisa hidup tanpa sosialisasi, sosialisasi tersebut dilakukan dalam bentuk interaksi sosial, dan dalam melakukan interaksi tersebut tentunya ada perbuatan-perbuatan yang menguntungkan bagi pihak-pihak tertentu dan ada pula perbuatan yang oleh pihak lainnya dianggap sesuatu yang merugikan. Praktek sosialisasi ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari khususnya di jalan raya, yang merupakan salah satu sarana dan prasarana untuk memenuhi kehidupan manusia. Namun sayangnya tidak jarang kita lihat banyaknya pelanggaran hak-hak orang lain dilakukan di sini sehingga dapat menimbulkan kerugian orang itu, bahkan tidak jarang kerugian tersebut berupa hilangnya nyawa dan cacat seumur hidup. Dengan kata lain kerugian yang dialami dalam suatu kecelakaan lalu lintas bukan saja materi, melainkan juga nyawa. Meningkatnya populasi kendaraan saat ini, antara lain disebabkan populasi masyarakat itu sendiri yang selalu bartambah, apalagi di Yogyakarta yang setiap tahun penduduknya selalu bertambah dari berbagai daerah, dimana sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa dan tidak sedikit dari mereka yang menggunakan kendaraan pribadi. Banyaknya pemakainan jalan pada jam-jam sibuk di Yogyakarta menimbulkan
4
http//www.anakUi.com/2009/07/15, 21 Oktober2009, 10.40
4
kemacetan lalu lintas, sehingga dapat terjadi kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda, semua itu pastinya berawal dari sebuah pelanggaran yang dilakukan oleh individu pemakai jalan tersebut. “Sering terjadinya pelanggaran lalu lintas ini, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja mungkin disebabkan karena sanksi yang dijatuhkan kepada para pelaku pelanggaran lalu lintas tersebut terlalu ringan, maka tidak heran jika kian hari kian banyak terjadi peristiwa pelanggaran lalu lintas”.5 Jalan raya dalam bentuk apapun terbuka untuk lalu lintas, sebagai sarana perhubungan yang merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Setiap pemakai jalan turut terlibat dan bertanggung jawab dalam menciptakan situasi dan kondisi lalu lintas yang tertib, lancar dan aman. Dalam hal ini yakni bebas dari segala gangguan yang menghalangi tujuan untuk menggunakan jalan raya secara teratur dan tenteram atau bebas dari terjadinya kecelakaan lalu lintas. Oleh sebab itu perlu adanya perhatian yang serius dari berbagai pihak tidak saja aparat penegak hukum, tapi juga pemakai jalan yakni masyarakat, sehingga angka kecelakaan lalu lintas dapat dikurangi seminimal mungkin.
5
Soejono Soekamto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan, CV. Rajawali, Jakarta, 1982, hlm. 152.
5
“Secara garis besar kecelakaan lalu lintas cenderung disebabkan oleh 4(empat) faktor yang saling berkaitan, yakni faktor manusia, faktor kendaraan, faktor jalan raya dan faktor lingkungan”.6 Dari empat faktor tersebut yang memegang peranan paling penting adalah faktor manusia. Kekurangan-kekurangan yang ada pada manusia sebagai pemakai jalan raya, terutama sekali kurangnya disiplin merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan lalu lintas. Kebiasaan rupanya sudah mempengaruhi masyarakat bahwa orang baru merasa melanggar peraturan lalu lintas jika si pelanggar itu tertangkap oleh petugas. Sebagai contoh adalah saat rambu-rambu menunjukkan bahwa lampu merah tidak boleh jalan ke kiri tetapi karena kebiasaan pengemudi, maka ia tetap jalan terus dan ia baru merasa bersalah setelah ia tertangkap polisi. Kasus-kasus pelanggaran seperti ini banyak kita temui di jalan raya sehingga sering terjadi kecelakaan lalu lintas di jalan. Pelangaran yang dilakukan si pelanggar mungkin termasuk kategori pelanggaran kecil, namun akibat yang ditimbulkannya bagi si korban termasuk besar, seperti hilangnya nyawa, harta, cacat seumur hidup, dan lain sebagainya. Semua itu mungkin bisa diterima asalkan si pelanggar dapat dipidana sesuai kesalahan yang dilakukannya. Namun kenyataannya sungguh berbeda, banyak sekali kecelakaan lalu lintas tabrak lari yang terjadi, begitu polisi tiba di TKP si penabrak sudah tidak ada di lokasi sehingga polisi mengalami kesulitan untuk menangkap si pelaku. Pelaku tersebut seharusnya menolong 6
Soejono Soekamto, Polisi dan Lalu Lintas, (Analisa Menurut Sosiologi Hukum) Mandar Maju, 1986, hlm.27.
6
korbannya, tetapi kebanyakan malah melarikan diri terlebih jika korban tersebut tidak sadarkan diri dan tidak ada satu pun orang yang melihat kejadian itu. Pelaku mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, terlebih terhadap korbannya. Akan tetapi apabila pelaku melarikan diri dan tidak tertangkap, maka hak-hak korban tidak terpenuhi dengan maksimal. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat judul “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tabrak Lari Kecelakaan Lalu Lintas Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah Dengan melihat latar belakang di atas maka kita dapat mengetahui permasalahan yang ada yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap korban tabrak lari kecelakaan lalu lintas menurut peraturan perundang-undangan? 2. Apakah praktek perlindungan hukum terhadap korban tabrak lari kecelakaan lalu lintas di Yogyakarta sudah sesuai dengan standar perlindungan hukum yang diatur dalam peraturan perundangundangan?
7
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi korban tabrak lari kecelakaan lalu lintas menurut peraturan perundangundangan.
2.
Untuk mengetahui praktek perlindungan hukum terhadap korban tabrak lari kecelakaan lalu lintas di Yogyakarta apakah sudah sesuai dengan standar perlindungan hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
D. Manfaat Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas, maka selayaknya ada yang dapat diambil dari penelitian ini terutama bagi ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.
1. Bagi Ilmu Pengetahuan Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai praktek penegakan hukum melalui sistem peradilan pidana pelanggaran lalu lintas berupa tabrak lari, serta untuk mengetahui sejauh mana peranan aparat penegak hukum dalam menangani perkara tersebut sehingga dapat dijadikan bahan rujukan sebagai disiplin ilmu pengetahuan.
8
2. Bagi Pembangunan Untuk menambah pengetahuan dalam rangka praktek penegakan hukum melalui peradilan pidana, khususnya dalam menangani perkara tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
E. Tinjauan Pustaka Masalah lalu lintas adalah masalah kita bersama, kehidupan lalu lintas akan menyangkut berbagai aspek kehidupan berlalu lintas. Cita-cita untuk mewujudkan situasi lalu lintas yang aman dan lancar, terdorong oleh pengalaman-pengalaman masalah dan sekarang ini jumlah kecelakaan lalu lintas menimbulkan korban cukup besar. Kecelakaan lalu lintas di jalan raya dapat menimpa siapa saja, bagi pejalan kaki, maupun pengemudi kendaraan bermotor, semua pengguna jalan raya dapat mengalami kecelakaan dalam berlalu lintas. Kecelakaan merupakan suatu yang tidak dapat dielakkan oleh semua orang, sesuatu yang tidak diharapkan untuk terjadi namun dapat menimpa siapa saja. Pada hakikatnya, KUHAP itu sedikit banyak mengatur nasib, hidup seorang manusia. Oleh sebab itu pemilikan citra yang tepat mengenai manusia dan kemanusiaan oleh para penegak hukum (dalam arti luas) adalah
9
suatu kemutlakan. Citra mengenai manusia yang tepat adalah antara lain sebagai berikut:7 a. Manusia dalam pengertian sesama kita yang sama harkat dan martabatnya dengan kita. b. Sesama manusia dalam pengertian, yang ada bersama dengan kita dalam suatu masyarakat. Dengan memiliki citra mengenai manusia ini, diharapkan kita akan diperbesar rasa tanggung jawab kita terhadap sesama manusia yang bersama dengan
kita
dalam
suatu
masyarakat.
Kita
akan
didorong untuk
memperjuangkan hak dan kewajiban sesama kita secara seimbang dan manusiawi, dalam rangka mengembangkan manusia seutuhnya yang berbudi luhur. Berdasarkan KUHAP yang berwajib dan yang bersangkutan akan memperjuangkan
pelaksanaan
ganti
kerugian
demi
perlakuan
dan
mengembangakan kesejahteraan yang bersangkutan.
1.
Perlindungan hukum Perlindungan hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah “suatu hal atau perbuatan untuk melindungi subyek hukum berdasarkan pada peraturan Perundang-Undangan yang berlaku disertai dengan sanksi-sanksi bila ada yang melakukan wanprestasi”.8 Pengertian perlindungan hukum sebagaimana yang diterangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah “suatu perbuatan (hal atau
7 8
Arif Gosita, Viktimologi dan KUHAP, akademika pressindo, Jakarta, 1987, hlm 9 Soedikno Mertokusumo, Megenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1991, hlm 9
10
peraturan) yang bertujuan untuk menjaga dan melindungi subyek hukum, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.9 Perlindungan hukum merupakan bentuk pelayanan kepada korban dalam usaha pemulihan korban secara emosional. Kepuasan emosional bisa tercipta apabila terdapat kesesuaian antara korban dan pelaku mengenai penyelesaian masalah kejahatan itu dalam peradilan dan dijatuhkannya pidana terhadap pelaku, maka korban akan merasa kepentingannya dilindungi oleh Negara sehingga hal ini akan mencegah korban melakukan tindakan-tindakan yang bersifat pembalasan kepada pelaku kejahatan. Dalam pasal 5 Undang-undang perlindungan saksi dan korban menyatakan bahwa setiap saksi dan korban berhak memperoleh: a. Perlindungan atas keamanan pribadi dan keluarganya dari ancaman fisik atau psikologis, yang berkenaan dengan kesaksian yang akan atau telah diberikan dalam suatu perkara pidana. b. Bantuan hukum c. Informasi mengenai putusan pengadilan d. Biaya yang timbul untuk hadir di pengadilan. Mengenai pentingnya perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana menurut Muladi ada tiga argument dasar yaitu : 1)
Proses pemidanaan dalam hal ini mengandung pengertian baik dalam arti umum maupun dalam arti konkrit. Dalam arti umum,
9
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Utama, Jakarta, 1989, hlm 874
11
proses pemidanaan merupakan wewenang pembuat undang-undang sesuai asas legalitas yang menegaskan bahwa pidana maupun kejahatan harus ditetapkan terlebih dahulu apabila hendak menjatuhkan pidana atas diri seorang pelaku tindak pidana. Dalam arti konkrit, proses pemidanaan berkaitan dengan penetapan pidana melalui infrastruktur penetensir (Aparat Penegak Hukum). Disini terkandung di dalamnya tuntutan moral, dalam wujud keterkaitan filosofis pada satu pihak dan keterkaitan sosiologis dalam kerangka hubungan antara manusia dalam masyarakat pada pihak lain. 2)
Argumentasi lain yang mengedepankan perlindungan hukum bagi korban kejahatan adalah argumentasi kontrak sosial (social contract argument) dan argumentasi solidaritas sosial ((social solidarity argument). Yang pertama menyatakan bahwa Negara boleh dikatakan monopoli seluruh reaksi sosial terhadap kejahatan dan melarang tindakan-tindakan yang bersifat pribadi. Oleh karena itu bila terjadi kejahatan dan membawa korban tersebut, yang disebut terakhir menyatakan bahwa Negara harus menjaga warga negaranya dalam memenuhi kebutuhannya atau apabila warga Negara
mengalami
kesukaran,
melalui
kerja
sama
dalam
masyarakat berdasarkan sarana-sarana yang disediakan oleh Negara. Hal ini bisa dilakukan baik melalui peningkatan pelayanan maupun melalui pengaturan hak.
12
3)
Perlindungan hukum kejahatan biasanya dikaitkan dengan salah satu tujuan pemidanaan yang dewasa ini banyak dikedepankan yakni meyelesaikan konflik yang ditimbulkan dan mendatangkan rasa damai.10
2.
Pengertian tindak pidana lalu lintas Tindak pidana lalu lintas terdiri dari dua kata majemuk yaitu tindak pidana dan lalu lintas. Sifat hubungan antara dua kata majemuk itu berarti kata “lalu lintas” membatasi kata “tindak pidana” yang mengandung pengertian tindak pidana yang berhubungan dengan lalu lintas. Tindak pidana didefinisikan sebagai “perbuatan pidana secara singkat sebagai perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan adanya ancaman pidana bagi siapa yang melanggarnya”.11 Sedangkan dalam undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kata lalu lintas berarti gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan. Tindak pidana lalu lintas merupakan salah satu pelanggaran terhadap perundang-undangan tentang lalu lintas, dari pelanggaran tersebut salah satunya dapat berupa kecelakaan lalu lintas yang sifatnya dapat merugikan orang lain maupun diri sendiri.12 Menurut Soerjono Soekamto:
10
Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, badan penerbit Undip, Semarang, 1997, hlm 176-177 11 Moelyatno, Asas-asas Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 2000, hlm. 54 12 Soerjono Soekamto, Opcit, hlm.20
13
“suatu kecelakaan lalu lintas mungkin terjadi dimana terlibat kendaraan bermotor di jalan umum. Di dalamnya terlibat manusia, benda dan bahaya yang mungkin berakibat kematian, cedera, kerusakan atau kerugian, disamping itu kecelakaan lalu lintas mungkin melibatkan kendaraan bermotor atau kendaraan tidak bermotor saja.”13
Pengertian kecelakaan lalu lintas menurut Ramdlon Naning adalah: “kecelakaan lalu lintas jalan adalah kejadian akhir pada suatu rangkaian peristiwa lalu lintas jalan, baik yang berupa kejahatan maupun pelanggaran yang mengakibatkan kerugian, luka, atau jiwa maupun kerugian harta benda”. 14 Dalam KUHP tidak diatur secara khusus mengenai tindak pidana lalu lintas, hanya mengatur kealpaan yang mengakibatkan orang lain mati atau luka berat, yang diatur dalam pasal 359 KUHP dan pasal 360 KUHP. Pasal
359
KUHP
berbunyi:
“Barang
siapa
karena
kealpaannya menyebabkan matinya orang lain diancam pidana penjara paling lama 5 tahun atau kurungan paling lama satu tahun”. Matinya orang tidak dimaksud sama sekali oleh terdakwa, akan tetapi kematian tersebut hanya merupakan akibat kurang hati-hati atau lalainya terdakwa (delik culpa), misalnya seorang sopir menjalankan kendaraan mobil terlalu kencang sehingga menabrak orang hingga hampir mati. Apabila matinya orang itu dimaksud
13
Ibid, hlm.21 Ramdlon Naning, Menggairahkan Kesadaran Hukum dan Disiplin Penegak Hukum Dalam Lalu Lintas, Mandar Maju, Bandung, 1990, hlm. 19 14
14
oleh terdakwa, maka dia dikenakan pasal 338 atau pasal 340 KUHP). Pasal
360
KUHP
berbunyi:
“Barang
siapa
karena
kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam pidana kurungan paling lama satu tahun”. Walaupun di dalam KUHP tidak diatur secara khusus mengenai pengaturan pidana lalu lintas, namun demikian kedua pasal tersebut menyebutkan
mengenai
seseorang
karena
kealpaannya
mengakibatkan orang lain luka berat atau mati. Jadi mengenai pengaturan pidana lalu lintas dapat digunakan pasal 359 dan 360 KUHP tersebut.
3.
Korban Menurut UU RI Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, bahwa pengertian korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Membahas masalah korban dapat menimbulkan arti yang bermacam-macam, karena yang dinamakan korban dapat diakibatkan oleh perbuatan manusia atau bukan perbuatan manusia. Korban yang diakibatkan oleh perbuatan manusia adalah seseorang yang menjadi korban karena disebabkan oleh perbuatan orang lain yang sengaja maupun yang tidak sengaja sehingga menyebabkan orang lain menjadi objek penderita. Selain itu orang bisa menjadi korban karena perbuatan sendiri yang sengaja atau tidak sengaja berperan serta dalam perbuatan kejahatan. Korban perlu dilindungi karena menjadi korban itu adalah nasib, sedangkan menjadi pelaku itu adalah pilihan.
15
4.
Tabrak Lari kecelakaan lalu lintas Tabrak lari adalah perbuatan tindak pidana kecelakaan lalu lintas dengan meninggalkan korban begitu saja dan tidak memberikan pertolongan untuk menghindari tanggungjawab. Ketentuan tentang tabrak lari diatur di dalam pasal 312 UU no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang berbunyi: “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).”
Pasal 231 UU no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang berbunyi: 1) Pengemudi Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas, wajib: a. menghentikan Kendaraan yang dikemudikannya; b. memberikan pertolongan kepada korban; c. melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat; dan d. memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan. 2) Pengemudi Kendaraan Bermotor, yang karena keadaan memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, segera melaporkan diri kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat.
16
5.
Skema proses penanganan kecelakaan lalu lintas
Laka Lantas
Korban MD/LB Pasal 359 KUHP Pasal 360 (1) KUHP
kerugian materiil/LR pasal 360 (2) KUHP
Acr riksa Biasa pasal 152-202 KUHAP
sepakat ganti rugi materiil
tidak sepakat ganti rugi materiil
Rik Dik Tersangka, saksi, korban
acr riksa cepat pasal 295-210 KUHAP
acr riksa singkat pasal 203-204 KUHAP
kasus tabrak lari
Lapju I Lapju II
JPU
tersangka hadir sidang gugat perdata
sidang pengadilan
Keterangan: MD = meninggal Dunia LB = Luka berat LR = Luka ringan Lapju = Laporan kemajuan Rik Dik = pemeriksaan dan penyidikan JPU = Jaksa Penuntut Umum
17
F. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian Perlindungan hukum terhadap korban tabrak lari kecelakaan lalu lintas 2. Bahan Hukum a. Bahan hukum yang diperlukan i. Bahan-bahan hukum primer, yaitu : a. KUHP b. KUHAP c. Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tantang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. d. Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tantang Perlindungan Saksi dan Korban e. UU No 33 tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang f. UU No 34 tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan g. Peraturan Pemerintah h. Putusan pengadilan ii. Bahan-bahan hukum sekunder yaitu berasal dari literatur-literatur, buku-buku, makalah-makalah yang berkaitan dengan obyek-obyek penelitian. b. Metode pengumpulan bahan hukum:
18
i.
Studi kepustakaan (library research) yaitu dengan menelusuri dan
mengumpulkan
serta
mengkaji
berbagai
peraturan
perundang-undangan atau literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. ii.
Studi Dokumen, yaitu dengan mengumpulkan dokumendokumen dari instansi yang terkait, seperti berkas, laporanlaporan atau dokumen-dokumen yang diperoleh dari Penyidik Laka Poltabes Yogyakarta serta putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta.
c. Nara sumber dan metode pengumpulan bahan hukum: a. Nara sumber: 1. Polisi 2. Jaksa Penuntut Umum 3. Hakim b. Metode: Diperoleh melalui wawancara bebas yang dilakukan secara langsung kepada nara sumber dalam bentuk dialog melalui penyampaian pertanyaan yang sifatnya terbuka yang telah disusun sebelumnya. 3. Lokasi Penelitian di Yogyakarta Pemilihan lokasi penelitian di Yogyakarta didasarkan pada pertimbangan ketersediaan data dan aksesnya yang mudah.
19
4. Metode pendekatan Dalam Penelitian ini penulis akan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang lebih menekankan pada aspek-aspek hukum sebagaimana yang terdapat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan praktek pelaksanaannya. 5. Metode Analisis Analisis bahan hukum dilakukan secara deskriptif, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari hasil penelitian disajikan secara deskriptif bentuk perlindungan hukum terhadap korban tabrak lari kecelakaan lalu lintas dan deskripsi praktek pelaksanaan perlindungan hukum dan pemenuhan hakhak korban tabrak lari kecelakaan lalu lintas di Yogyakarta. Selanjutnya dibahas hubungan antara aturan normatif dalam peraturan perundangundangan dengan praktek pelaksanaannya sebagai bentuk analisis uji terhadap kesesuaian dan ketidak sesuaiannya antara norma hukum dalam undang-undang dengan praktek pelaksanaannya.