BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dua dekade terakhir ini, industri pulp dan kertas di Indonesia berkembang pesat sehingga menyebabkan kebutuhan bahan baku meningkat dengan cepat. Sementara itu, hutan alam sebagai penyedia bahan baku industri pulp dan kertas mengalami penurunan potensi sehingga menyebabkan terjadinya kelangkaan bahan baku. Penurunan potensi yang terjadi pada hutan alam umumnya disebabkan oleh beberapa hal seperti berkurangnya luas kawasan hutan dan terjadinya kerusakan hutan alam karena pemanfaatan sumber daya hutan yang berlebihan. Untuk menanggulangi hal ini, pemerintah melakukan berbagai upaya agar dapat mengatasi permasalahan kelangkaan bahan baku industri dengan mengurangi pemanfaatan hutan alam dan mengoptimalkan pengelolaan hutan tanaman produksi. Hutan tanaman di Indonesia dimulai pada awal tahun 1980-an yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pulp dan kertas (Warren, 1991). Hutan tanaman industri memegang peranan penting dalam menunjang pengembangan industri pulp dan kertas karena pembangunan tersebut diarahkan untuk meningkatkan produktivitas hutan tanaman. Untuk meningkatkan produktivitas hutan tanaman, langkah yang dapat ditempuh adalah dengan meningkatkan riap tanaman melalui upaya penerapan program pemuliaan pohon. Pemuliaan pohon merupakan aplikasi dari perpaduan
1
prinsip-prinsip genetika hutan dan silvikultur untuk menghasilkan tanaman berkualitas (Pudjiono, 2012). Pemuliaan pohon memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan produktivitas hutan tanaman dan salah satu jenis yang hingga saat ini masih dikembangkan melalui program pemuliaan pohon untuk tujuan pulp dan kertas adalah E. pellita. Jenis E. pellita merupakan salah satu jenis tanaman yang diprioritaskan untuk hutan tanaman industri dan berpotensi sebagai jenis alternatif pengganti Acacia mangium yang pada saat ini banyak mengalami kematian akibat serangan jamur akar (root rot disease) didaerah tropika (Bakshi dkk., 1976 ; Barari, 1993 ; Lee, 1993 ; Sonia dan Tiwari, 1993). Jenis ini mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi dan tumbuh cepat, berbatang tunggal, batang lurus, bebas cabang tinggi serta tahan terhadap hama dan penyakit (Pudjiono dan Baskorowati, 2012). Untuk
meningkatkan
ketersediaan
benih
unggul
dan
memaksimalkan
produktivitas hutan tanaman, pada tahun 1994, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) membangun kebun benih semai E. Pellita uji keturunan generasi pertama di Sumatera dan Kalimantan. Uji keturunan generasi pertama di Kalimantan Selatan dibangun dengan 155 famili menggunakan sistem populasi tunggal, sedangkan di Sumatera Selatan dan Riau dibangun dengan sistem sub galur (Pudjiono dan Baskorowati, 2012). Pertumbuhan tinggi tanaman E. pellita di ketiga lokasi uji keturunan generasi pertama dapat mencapai 15 m pada umur 4 tahun dan 20 m pada umur 6 tahun dengan diameter 15 cm pada umur 5 tahun (Leksono dan Setyaji, 2004). Pertumbuhan tersebut lebih baik dibandingkan hasil penelitian E. pellita di
2
Australia, Brazil, Filiphina, Vietnam dan Negara-Negara tropis serta subtropis lainnya yang pada umur 4 tahun hanya mencapai 6-10 m dan umur 5 tahun sekitar 6-13 m (Cracium, 1978 ; Ferreira dan Couto, 1981 ; Glori, 1993 ; Dickinson dan Sun, 1995 ; Kha, 1996 ; Harwood dkk, 1997). Hal tersebut menguntungkan HTI karena menghasilkan riap yang tinggi sehingga bisa menjamin ketersediaan bahan baku kayu secara berkelanjutan untuk industri pulp dan kertas. Program penelitian selanjutnya diteruskan dengan pembangunan uji keturunan generasi kedua mulai tahun 2003 di Kalimantan Selatan dan Riau. Menurut Leksono dkk. (2008), uji keturunan generasi kedua menunjukkan adanya peningkatan genetik dari populasi terseleksi terhadap populasi tidak terseleksi berkisar antara 11 – 21% di Kalimantan dan 16 – 22% di Sumatera. Peningkatan genetik sebesar 18%,15% dan 13% berturut-turut untuk diameter, tinggi dan bentuk batang. Peningkatan genetik pada sifat pertumbuhan relatif konsisten selama lima tahun pengukuran yakni sekitar 15% untuk tinggi dan 18% untuk diameter. Dengan adanya trend peningkatan genetik terhadap sifat pertumbuhan E. pellita diharapkan individu-individu yang sudah terpilih sebagai pohon plus dari jenis ini dapat menurunkan sifat genotip yang baik kepada keturunannya. Penilaian individu-individu pohon plus tersebut tidak terbatas hanya pada sifat genotip pertumbuhan, tetapi juga sifat kayu yang berpengaruh untuk kualitas pulp dan kertas sebagai tindak lanjut dalam pembangunan uji keturunan generasi ketiga. Menurut Henriksson dkk. (2009), sifat-sifat kayu yang berpengaruh dalam produksi pulp dan kertas adalah sifat fisika (berat jenis), sifat anatomi dan dimensi serat (panjang serat, tebal dinding sel, persentase serabut, jari – jari dan
3
parenkim), serta sifat kimia kayu (kandungan selulosa, kandungan ekstraktif dan kandungan lignin). Hingga saat ini penelitian mengenai uji kualitas E. pellita untuk sifat dasar kayu sudah dikembangkan oleh beberapa negara, seperti China (Qi dkk., 2009 ; Bo-yong dkk., 2011), Brazil (Igarza, 2006 ; Pouble dkk., 2011), dan Indonesia (Susilawati dan Fujisawa, 2002 ; Susilawati dan Marsoem, 2006). Penelitian rendemen dan sifat fisik pulp sulfat pada kayu E. pellita sebelumnya sudah dilakukan Anggraeni (2013) yang menyatakan bahwa jenis E. pellita dapat menghasilkan lembaran pulp dengan indeks tarik dan jebol yang baik. Meskipun begitu, E. pellita tersebut menghasilkan indeks sobek dan rendemen rendah. Dilain pihak, industri pulp dan kertas tidak hanya membutuhkan bahan baku yang mampu menghasilkan lembaran kertas dengan indek tarik dan jebol yang tinggi, namun juga membutuhkan bahan baku yang mampu menghasilkan indeks sobek yang baik dan rendemen pulp yang tinggi. Salah satu sifat yang diteliti pada penelitian ini adalah komponen kimia kayu yang berpengaruh terhadap produksi pulp dan kertas. Penelitian ini ditujukan untuk memberikan informasi tambahan mengenai kandungan ekstraktif, selulosa dan lignin pada kayu pohon plus E. Pellita yang berasal dari 6 provenan berbeda. Selain itu, penelitian ini juga ditujukan untuk memilih individu-individu pohon plus terbaik dari 61 pohon plus yang tersedia berdasarkan sifat kimia kayunya. Data penelitian ini nantinya diharapkan bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mendukung program penelitian lanjutan yakni uji keturunan generasi ketiga.
4
1.2 Tujuan Penelitian
Studi komponen kimia kayu pohon plus E. pellita hasil uji keturunan generasi kedua ditujukan untuk : 1.
Mengetahui kandungan kimia kayu per individu pohon plus.
2.
Mengelompokkan berdasarkan kandungan kimia kayu.
3.
Memeringkatkan berdasarkan hasil analisis deskriptif dan analisis gerombol.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai kandungan kimia kayu pohon plus E. pellita uji keturunan generasi kedua. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pohon plus terbaik berdasarkan kandungan kimia kayu yang berpengaruh terhadap kualitas pulp dan kertas sebagai bahan pertimbangan untuk program penelitian selanjutnya yakni uji keturunan generasi ketiga.
5