BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sejak revolusi industri pada tahun 1800-an, strategi efisiensi biaya produksi per unit barang atau jasa diterapkan guna memacu produksi semua jenis barang dan jasa dalam skala besar. Usaha skala besar ini memerlukan energi yang luar biasa besarnya untuk proses produksi, transportasi dan promosi barang dan jasa tersebut. Pemakaian energi dalam jumlah besar berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi yang pesat pada satu sisi dan penipisan sumber energi serta kerusakan lingkungan hidup pada sisi yang lain (Prihandana dkk., 2007). Produksi bahan bakar minyak di Indonesia sejak tahun 1996 menurun dari tahun ke tahun. Sebagai gambaran, pada tahun 2000 produksi minyak bumi sekitar 20,22x104 m3 per hari, kemudian menurun setiap tahun hingga hanya sekitar 13,35x104 m3 per hari pada tahun 2007. Pada saat yang sama, kebutuhan energi terus bertambah akibat pertambahan penduduk, pertumbuhan industri, transportasi dan lain-lain. Konsumsi minyak bumi Indonesia pada tahun 2000 sekitar 16,55x104 m3 per hari, kemudian meningkat setiap tahun hingga menjadi sekitar 20,69x104 m3 per hari pada tahun 2007 (Tambunan dkk., 2008). Dalam konteks global, diperkirakan cadangan energi fosil berupa batu bara akan habis dalam waktu 218 tahun, minyak dalam waktu 41 tahun, dan gas alam dalam 63 tahun (Agarwal, 2007). Pada sisi lain, pertumbuhan ekonomi di
1
2
beberapa negara besar seperti Cina dan India akan mendorong kebutuhan sumber energi yang lebih besar. Pada saat yang sama, perhatian masyarakat dunia terhadap isu lingkungan, termasuk kontribusi minyak bumi bagi pemanasan global, ikut mendorong perlunya mencari sumber energi alternatif terbarukan dan minim polusi (Singhania dkk., 2009). Beberapa jenis sumber energi terbarukan yang dapat dieksploitasi adalah angin, sinar matahari, panas bumi, gas hidrogen, dan biomassa. Biomassa merujuk pada bahan-bahan organik hasil tanaman, termasuk tanaman khusus penghasil energi, tanaman pangan dan pakan, residu dan limbah tanaman pertanian, residu dan limbah kayu, tumbuhan air, limbah hewan, limbah pemukiman, dan bahanbahan limbah lainnya. Energi terbarukan yang diproduksi dari biomassa meliputi bioetanol dan biodiesel (Singhania dkk., 2009). Bioetanol yang dihasilkan dari tanaman merupakan bahan bakar yang menarik karena memiliki kualitas pembakaran yang baik. Bioetanol secara umum telah dicampur dengan bensin (10% etanol dan 90% bensin), tetapi di Brazil, telah berhasil digunakan campuran yang kadar etanolnya jauh lebih tinggi dengan hanya sedikit modifikasi pada kendaraan (Mandil, 2006). Bioetanol dihasilkan dari konversi karbohidrat yang terkandung di dalam biomassa menjadi etanol melalui fermentasi menggunakan mikroorganisme seperti khamir Saccharomyces cerevisiae. Bahan baku bioetanol dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) bahan yang mengandung gula (disakarida dan monosakarida) seperti bit gula, tebu dan sorgum manis; (2) bahan yang mengandung pati seperti gandum, jagung, dan singkong; (3) biomassa
3
lignoselulosa seperti kayu, jerami, dan rumput (Balat dkk., 2008). Salah satu tanaman yang memiliki prospek sangat baik sebagai sumber
bahan baku
pembuatan bioetanol adalah sorgum manis (sorghum bicolor L. Moench). Reddy dkk. (2006) mengemukakan beberapa keunggulan sorgum manis sebagai bahan baku pembuatan bioetanol yaitu antara lain: (1) masa panen jauh lebih singkat daripada masa panen tebu; (2) kebutuhan air jauh lebih rendah daripada kebutuhan air untuk tebu dan jagung; dan (3) biaya pemeliharaan tiga kali lebih rendah daripada biaya pemeliharaan tebu. Selain untuk tujuan produksi bioetanol, budidaya sorgum manis juga akan mendorong pemberdayaan lahan kering yang kurang cocok digunakan untuk tanaman pangan seperti padi dan jagung. Bahkan sorgum manis dapat juga menjadi sumber pangan baru karena biji sorgum dapat dijadikan bahan pangan. Selain itu, ampas batang sorgum setelah diperas untuk mendapatkan nira, dapat dijadikan pakan ternak sapi. Keunggulan tanaman sorgum manis ini sangat cocok dengan kondisi beberapa daerah seperti Nusa Tenggara Timur yang memiliki lahan kering yang luas, kurang air, dan memiliki populasi ternak sapi yang banyak. Kandungan gula secara kasar di dalam nira sorgum manis yang dinyatakan dengan brix berkisar antara 14,32-23,01% (Almodares dan Hadi, 2009). Gula tersebut terutama terdiri atas sukrosa, glukosa, dan fruktosa dengan proporsi yang berbeda-beda bergantung pada varietas dan waktu penanaman (FAO, 1994a; Teetor dkk., 2011), dan waktu panen (Almodares dkk., 2007). Kandungan sukrosa pada umumnya lebih tinggi daripada glukosa dan fruktosa. Berdasarkan beberapa
4
penelitian, kandungan glukosa dan fruktosa kurang lebih sama. Sebagai contoh, pada varietas Jitian 2 kandungan glukosa dan fruktosa berturut-turut sebesar 4,00% dan 3,00%, (FAO, 1994a). Pada varietas KCS105, kandungan glukosa dan fruktosa berturut-turut adalah 2,06% dan 2,17% sedangkan pada varietas FS501, berturut-turut sebesar 2,82% dan 3,68% (Widianto dkk., 2010). Salah satu masalah yang dihadapi pada penggunaan nira sorgum manis sebagai bahan baku pembuatan bioetanol adalah pengawetan nira agar tidak cepat rusak. Kandungan gula di dalam nira sorgum manis akan cepat berkurang jika tidak segera diproses menjadi etanol atau produk lain. Sebagai contoh, Wu dkk. (2009), menemukan bahwa nira sorgum manis kehilangan kandungan gula ratarata sebesar 12,50%, 31,40%, 46,30% dan 52,80% setelah disimpan selama 3, 5, 8, dan 15 hari secara berturut-turut pada suhu kamar. Sukrosa berkurang dengan cepat dan hilang setelah 5 hari sementara kandungan fruktosa sedikit meningkat. Untuk mengatasi masalah keterbatasan wadah penyimpanan serta kerusakan kandungan gula, salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah dengan memproses nira menjadi konsentrat nira sorgum. Konsentrasi gula di dalam konsentrat jauh lebih tinggi sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba disamping menghemat wadah penyimpanan. Bioetanol diproduksi melalui proses fermentasi, yakni proses yang mengkonversi molekul-molekul gula di dalam substrat menjadi molekul-molekul etanol dan senyawa-senyawa lain. Konversi tersebut dapat dilakukan oleh sel-sel mikroorganisme baik dari golongan bakteri maupun golongan jamur. Bakteri yang dapat melakukan fermentasi alkohol antara lain
Clostridium acetobutylicum,
5
Klebsiella pneumoniae, Leuconostoc
mesenteroides, Sarcina ventriculi, dan
Zymomonas mobilis. Golongan jamur yang dapat melakukan fermentasi antara lain adalah Aspergillus oryzae, Endomyces lactis, Kloeckera sp., Kluyveromyces fragilis, Mucor sp., Neurospora crassa, Rhizopus sp., Saccharomyces beticus, S. cerevisiae,
Saccharomyces
Saccharomyces
saki,
dan
ellipsoideus, Torula
sp.
Saccharomyces
(Chemiawan,
2007).
oviformis, Di
antara
mikroorganisme tersebut, yang paling sering digunakan pada pembuatan etanol adalah S. cerevisiae karena mikroba ini dapat memberikan hasil etanol yang banyak dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap etanol serta senyawa penghambat pertumbuhan lainnya (Balat dkk., 2008). Konversi molekul gula menjadi etanol oleh sel-sel S. cerevisiae berlangsung pada kondisi anaerobe melalui serangkaian reaksi biokimia yang disebut jalur Embden Meyerhof Parnas (EMP) atau glikolisis menghasilkan asam piruvat. Selanjutnya piruvat diubah menjadi etanol melalui dua tahap yakni dekarboksilasi piruvat menjadi asetaldehida kemudian reduksi asetaldehida menjadi etanol (Lehninger dkk., 2004). Glukosa dan fruktosa adalah dua jenis gula sederhana yang memiliki rumus molekul sama tetapi strukturnya berbeda. Perbedaan struktur tersebut menyebabkan perbedaan sifat fisika kimia di antara keduanya. Buah-buahan pada umumnya memiliki kandungan glukosa dan fruktosa dalam jumlah yang sama, akan tetapi perubahan iklim akhir-akhir ini menyebabkan proporsi fruktosa meningkat terhadap glukosa (Jones dkk., 2005). Nira sorgum manis juga memiliki kandungan glukosa dan fruktosa yang hampir sama.
6
Selama fermentasi menggunakan khamir, glukosa dan fruktosa dikonversi menjadi beberapa jenis senyawa seperti etanol, karbondioksida, dan gliserol. Akan tetapi, kebanyakan khamir memiliki preferensi yang lebih tinggi terhadap glukosa daripada terhadap fruktosa sehingga terjadi perbedaan antara konsumsi glukosa dan konsumsi fruktosa selama proses fermentasi berlangsung (Tronchoni dkk., 2009). Perbedaan laju fermentasi antara glukosa dan fruktosa dapat disebabkan oleh perbedaan transpor kedua senyawa tersebut melintasi membran plasma (Guillaume dkk., 2007) atau disebabkan oleh perbedaan fosforilasi kedua heksosa tersebut di dalam sel ( Berthels dkk., 2008). Hasil etanol yang diperoleh pada fermentasi bervariasi bergantung pada karakteristik nira serta galur khamir yang digunakan. Teetor dkk.(2010) memperoleh hasil etanol antara 8% hingga 11% dengan tingkat konversi rata-rata sebesar 77%. Konsentrasi etanol yang diperoleh dari fermentasi nira sorgum manis varietas AM-4 dengan kandungan gula 18,2-23,2 0brix adalah sekitar 9% (Liu dkk., 1984). Hasil penelitian Wu dkk. (2010) pada fermentasi nira sorgum manis menunjukkan bahwa nira yang dibekukan, nira yang diotoklaf dan nira yang dipekatkan hingga kandungan gulanya 25%, efisiensi fermentasinya dapat mencapai 90% lebih. Selanjutnya, nira yang dipekatkan hingga kandungan gulanya mencapai 30%, efisiensi fermentasinya hanya 70% lebih. Penelitian Gomez dkk. (2010), pada lima kultivar sorgum manis menunjukkan efisiensi fermentasi berkisar antara 79-85% dengan hasil etanol antara 35 ml.l-1-53 ml.l-1. Secara kasar, hasil maksimum teoritis fermentasi etanol adalah 0,6 kali konsentrasi (brix) gula awal. Dalam prakteknya, hasil yang dapat diperoleh sekitar
7
0,55 kali brix awal (Bisson, 2001). Ini berarti bahwa hasil-hasil yang diperoleh pada beberapa fermentasi etanol di atas masih belum maksimal. Mengingat nira sorgum manis mengandung lebih dari satu jenis gula maka untuk meningkatkan hasil fermentasi tersebut, dalam penelitian ini digunakan biakan campuran dari dua galur khamir.
1.2
Permasalahan
Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa hasil fermentasi etanol dari nira sorgum dipengaruhi oleh karakteristik nira serta galur khamir yang digunakan maka salah satu usaha untuk meningkatkan hasil fermentasi tersebut adalah dengan menggunakan galur khamir yang tepat sesuai dengan karakteristik nira yang ada. Karakteristik nira dalam hal ini setidaknya meliputi besarnya kandungan gula, jenis gula yang ada, jenis-jenis zat lain yang ada, dan pH. Salah satu masalah yang ditemui pada produksi etanol dari substrat yang mengandung fruktosa dengan konsentrasi relatif tinggi seperti nira sorgum manis adalah kurang sempurnanya konversi gula menjadi etanol. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa produksi etanol dari nira sorgum manis belum maksimal dan masih mungkin untuk ditingkatkan. Ketidaksempurnaan konversi gula menjadi etanol terjadi karena khamir yang digunakan dalam fermentasi pada umumnya lebih menyukai mengkonversi glukosa daripada fruktosa. Jika di dalam medium terdapat glukosa dan fruktosa maka laju konversi glukosa lebih besar daripada laju konversi fruktosa sehingga ketika glukosa sudah habis atau hampir habis dan kadar etanol sudah cukup tinggi, fruktosa masih banyak tetapi tidak mampu lagi dikonversi oleh khamir karena sel-sel khamir sudah keracunan oleh
8
etanol yang kadarnya sudah cukup tinggi. Akibatnya, fruktosa tersisa di dalam medium sampai akhir fermentasi. Oleh karena itu diperlukan galur khamir yang memiliki kemampuan tinggi dalam mengkonversi fruktosa ke etanol disamping kemampuannya mengkonversi glukosa dan gula lain ke etanol. Masalah lain yang terjadi akibat bercampurnya sukrosa, glukosa, dan fruktosa di dalam nira sorgum manis adalah cekaman osmotik dan penghambatan substrat. Medium yang mengandung campuran sukrosa, glukosa, dan fruktosa akan memberikan tekanan osmosis yang lebih besar daripada medium yang hanya mengandung sukrosa meskipun konsentrasi total (%) gula di dalam kedua medium tersebut sama. Selain itu, medium yang mengandung lebih dari satu jenis gula dengan konsentrasi yang cukup tinggi dapat menyebabkan penghambatan substrat. Baik cekaman osmotik maupun penghambatan substrat dapat menurunkan hasil fermentasi etanol. Galur khamir yang lebih tahan terhadap cekaman osmotik dan lebih mampu mengatasi penghambatan substrat tentu lebih menguntungkan untuk digunakan dalam fermentasi. Oleh karena jenis gula yang paling banyak di dalam nira sorgum manis adalah sukrosa maka aktivitas enzim invertase yang dihasilkan oleh khamir untuk memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa juga memainkan peran yang penting dalam fermentasi. Khamir yang menghasilkan invertase dengan aktivitas yang lebih tinggi akan lebih menguntungkan daripada galur yang aktivitas invertase-nya lebih rendah. Mendapatkan satu galur khamir yang memiliki semua keunggulan yang dibutuhkan untuk mengatasi semua masalah seperti yang diuraikan di atas
9
merupakan suatu hal yang sulit. Oleh karena itu peneliti menempuh cara lain yaitu dengan menggunakan biakan campuran (mixed culture) yang terdiri atas galurgalur khamir yang masing-masing memiliki keunggulan berbeda dalam beberapa aspek masalah yang diuraikan di atas. Dengan cara ini diharapkan ada sinergi di antara galur yang berbeda tersebut untuk meningkatkan hasil fermentasi menjadi lebih tinggi lagi. Untuk itu maka peneliti merumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu: “Bagaimana meningkatkan hasil fermentasi etanol menggunakan substrat nira sorgum manis” ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti menggunakan biakan campuran yang komponennya diperoleh melalui seleksi dari sembilan galur khamir yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Seleksi galur khamir didasarkan pada kemampuan masing-masing galur tersebut mengkonversi beberapa jenis gula dan campurannya menjadi etanol. Substrat yang digunakan adalah glukosa, fruktosa, sukrosa, campuran glukosa-fruktosa, dan campuran sukrosa-glukosa-fruktosa. Secara lebih spesifik, permasalahan yang diteliti pada penelitian ini diuraikan dalam bentuk kalimat tanya sebagai berikut: 1. Galur apa yang paling unggul pada fermentasi glukosa dan fruktosa ? 2. Galur apa yang paling unggul pada fermentasi sukrosa, campuran glukosafruktosa, dan campuran sukrosa-glukosa-fruktosa ? 3. Apakah biakan campuran yang terdiri atas galur-galur yang terpilih pada no.1 dan 2 di atas dapat memberikan hasil yang baik pada fermentasi substrat campuran sukrosa-glukosa-fruktosa ?
10
4. Bagaimana kinerja biakan campuran tersebut pada fermentasi nira sorgum manis ?
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti di atas maka tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan galur yang paling unggul pada fermentasi glukosa dan fruktosa, 2. Untuk mendapatkan galur yang paling unggul pada fermentasi sukrosa, campuran glukosa-fruktosa, dan campuran sukrosa-glukosa-fruktosa, 3. Untuk mengevaluasi kinerja biakan campuran pada fermentasi substrat campuran sukrosa-glukosa-fruktosa, dan 4. Untuk mengevaluasi kinerja biakan campuran tersebut pada fermentasi nira sorgum manis.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk mengungkap kemampuan galur-galur khamir tertentu dalam fermentasi gula menjadi etanol pada umumnya dan nira sorgum manis pada khususnya. Diharapkan pula hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bagian dari teknik peningkatan hasil fermentasi bioetanol dalam rangka mengatasi masalah kelangkaan sumber energi.
11
1.5 Keaslian dan Kebaruan Penelitian Sebagaimana telah diungkapkan pada bagian permasalahan penelitian ini bahwa hasil fermentasi etanol dari substrat yang mengandung gula dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsentrasi gula, jenis gula, dan jenis khamir yang digunakan. Untuk memperoleh hasil fermentasi yang tinggi, selama ini dilakukan dengan berusaha mencari galur khamir (biakan tunggal) yang dapat mengatasi masalah-masalah tersebut, misalnya: menggunakan galur khamir yang memiliki kapasitas tinggi pada metabolisme fruktosa, menggunakan galur khamir yang memiliki toleransi terhadap konsentrasi etanol yang tinggi, dan menerapkan proses fermentasi yang mengurangi efek penghambatan dari konsentrasi etanol dan gula yang tinggi (Wu dkk., 2010). Sejauh penelusuran referensi yang dilakukan, belum ditemukan adanya usaha meningkatkan hasil fermentasi etanol dari nira sorgum manis dengan menggunakan biakan campuran seperti yang dilakukan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, adanya penelitian ini akan memberikan satu alternatif baru yang dapat ditempuh dalam upaya meningkatkan produksi bioetanol guna mengatasi kelangkaan sumber energi. Unsur kebaruan dan keaslian dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek substrat, biakan khamir, dan proses transformasi. Bahan baku yang digunakan yaitu nira sorgum manis varietas KCS105 dan FS501 merupakan bahan yang masih relatif baru karena bahan baku yang selama ini banyak digunakan untuk produksi etanol adalah nira tebu, molasse, bit, jagung, dan singkong. Dalam kaitannya dengan penggunaan biakan campuran, penelitian yang telah banyak
12
dilakukan menggunakan substrat gula kompleks seperti pati dan selulosa sedangkan dalam penelitian ini, substrat utamanya adalah gula sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Dari aspek biakan mikroorganisme, penggunaan biakan campuran yang telah banyak dilakukan selama ini adalah campuran antara Saccharomyces dengan non Saccharomyces. Dengan demikian maka proses transformasi yang terjadi lebih dari satu tahap, yaitu pembentukan gula sederhana oleh mikrobia non Saccharomyces dan pembentukan etanol oleh Saccharomyces. Berbeda dengan hal tersebut, penelitian ini menggunakan biakan campuran yang terdiri atas khamir Saccharomyces saja dengan galur yang berbeda. Proses transformasi substrat menjadi etanol berlangsung hanya satu tahap. Kombinasi galur khamir yang berbeda dalam penelitian ini lebih dimaksudkan untuk mengatasi masalah perbedaan preferensi suatu galur khamir terhadap jenis gula yang berbeda dan masalah lain akibat bercampurnya lebih dari satu jenis gula, seperti cekaman osmotik, dan penghambatan substrat.