BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Tujuh puluh tahun yang lalu revolusi Indonesia meletus. Revolusi itu terjadi dalam satu kekosongan kekuasaan. Jepang yang menduduki Indonesia sejak tahun 1942 menyerah kepada Sekutu, sedangkan Sekutu sendiri belum mempunyai persiapan apa pun untuk menduduki Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang dikumandangkan oleh proklamator Sukarno - Hatta, bukan berarti perjuangan rakyat Indonesia sudah selesai. Akan tetapi hal itu baru merupakan awal dari perjuangan rakyat untuk mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya. Begitu proklamasi dikumandangkan, berita tersebut disambut oleh masyarakat dengan semangat yang menggebu-gebu. Hampir diseluruh tanah air berdiri laskarlaskar rakyat yang bertekad untuk mempertahankan kemerdekaan agar tidak direbut penjajah kembali. Negara yang sudah merdeka harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan. Rakyat Indonesia sudah bertekad bulat untuk membebaskan diri dari kekuasaan asing. Rakyat sadar akan penderitaan yang dialaminya selama penjajahan sehingga dengan kesadaran penuh mereka berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan. Semangat itu dapat dilihat dari semboyan-semboyan yang membakar semangat rakyat untuk berjuang seperti “sekali merdeka tetap mereka”, “lebih baik
1 Universitas Sumatera Utara
mati berkalang tanah daripada hidup dijajah”, “Merdeka atau mati”, “hancurkan penjajahan Belanda”, dan lain-lain1. Berita proklamasi 17 Agustus 1945 dari Pegangsaan Timur 56 tersebut, menggema ke seluruh daerah Indonesia, termasuk Sumatera Timur. Medan sebagai ibu kota Sumatera Timur ketika itu, ikut bergejolak. Berita proklamasi tersebut baru sampai di Medan pada tanggal 29 Agustus 1945, yang dibawa oleh Mr. Teuku Muhammad Hasan, Dr. Amir, dan Mr. Abbas dari
Jakarta 2 . Berita mengenai
proklamasi kemerdekaan tersebut belum ada yang resmi diumumkan kepada masyarakat di Sumatera Timur, yang ada hanya berita dari mulut ke mulut saja. Terlambatnya berita proklamasi kemerdekaan tersebut dikarenakan keadaan dan situasi pada waktu itu masih berada dalam kekuasaan Jepang walaupun mereka ketika itu sudah menyerah pada sekutu, ditambah lagi ketika itu masyarakat Indonesia masih ragu-ragu dan masih takut untuk bergerak, dan alasan yang paling penting adalah dikarenakan teknologi dan informasi kita masih belum sehebat sekarang3. Keadaan ini ditanggapi oleh tokoh-tokoh masyarakat dan pemuda terkemuka dengan mengadakan pertemuan secara tersembunyi. Pada hari Minggu tanggal 30
1
Muhammad TWH, Sebelum dan Sesudah Proklamasi, (Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 2005), hlm. 169. 2
Edi Saputera, Simalungun Jogja-nya Sumatera, (Medan: U.P. Bina Satria 45, 1978), hlm.
86. 3
H.R. Sjahnan, Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke Kota Medan, (Medan: Dinas Sejarah KODAM-II/BB, 1982), hlm. 10.
2 Universitas Sumatera Utara
September 1945 pukul 08.30 diadakan rapat di Jln. Amplas (Gedung Taman Siswa) untuk meresmikan Barisan Pemuda Indonesia (BPI) yang bertugas untuk membela proklamasi serta mewujudkan proklamasi diwilayah masing-masing. Rapat ini dihadiri oleh 250 orang undangan dengan ditandatangani oleh Ketua Umum BPI Sugondo Kartoprojo, Ketua I Ahmad Tahir, dan Sekretaris M.K. Djusni. Dalam rapat Mr. Teuku Mohammad Hasan menyatakan proklamasi kemerdekaan republik Indonesia kepada seluruh peserta rapat tersebut 4. Setelah BPI resmi didirikan, maka pada tanggal 4 Oktober 1945, BPI beserta seluruh tokoh pemuda dan pemerintahan Republik Indonesia yang telah terbentuk mengadakan sebuah gerakan besar yaitu perebutan kantor-kantor pemerintahan, percetakan, gudang-gudang perbekalan dari tangan Jepang dan dinyatakan sebagai milik Pemerintahan Republik Indonesia. Kemudian pada tanggal 6 Oktober 1945, BPI yang diketuai oleh Ahmad Tahir melakukan mobilisasi massa dan mengadakan rapat akbar untuk mengumumkan secara resmi bahwa Indonesia memang sudah merdeka. Para pemuda beserta hampir seluruh masyrakat Medan dengan penuh soraksorai berkumpul dilapangan Fukuraido (sekarang Lapangan Merdeka)
5
untuk
mendengar dibacakannya teks proklamasi oleh Gubernur Sematera Mr. M. Teuku Muhammad Hasan secara resmi di Medan 6 . Pembacaan teks proklamasi serta 4
Muhammad TWH, op. cit., hlm.84.
5
H.R. Sjahnan, op. cit., hlm. 11.
6
Isi dari pidato Mr. Teuku Mohammad Hasan pada saat itu adalah sebagai berikut: “perlu saya tekankan di sini, sebenarnya pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia telah
3 Universitas Sumatera Utara
berdirinya pemerintahan republik Indonesia di Medan telah membawa perubahan besar bagi rakyat Indonesia khususnya semangat juang pada masyarakat Sumatera Timur. Masyarakat Sumatera Timur menerima kemerdekaan tersebut dengan semangat yang menggebu-gebu, ada yang meloncat-loncat dan memukul-mukul dinding. Seluruh yang hadir pada waktu itu tampaknya sudah dimasuki jiwa baru, yaitu jiwa merdeka yang meluap-luap. Masing-masing telah menjelma menjadi massa yang sadar dan militan yang akan dapat mengatasi segala kesulitan, rintangan dan penderitaan. Mereka telah merasakan bahwa dirinya tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan tingginya harga kemerdekaan yang telah diperjuangkan. Dimana-mana terdengar lagu yang mengutuk kekejaman dan kebengisan para penjajah, misalnya; “Inggeris kita linggis dan Amerika kita setrika”. Begitulah gambaran bagaimana euphoria masyarakat Sumatera Timur pada saat itu menyambut proklamasi kemerdekaan7.
memproklamirkan kemerdekaanya. Tapi barulah sekarang kami dapat sampaikan kepada segenap lapisan masyarakat. Semangat rakyat setelah Perang Pasifik, berlainan sekali dengan semangat rakyat sebelum perang. Pada masa ini rakyat telah membentuk barisan-barisan pemuda di seluruh Indonesia dengan cita-cita untuk mempertahankan kemerekaan. Orang Belanda jangan salah raba, jika mereka masih memikir bahwa keadaan sekarang masih sama dengan semangat dahulu sebelum perang adalah keliru. Belanda lebih baik jangan mencari akal atau mencari kaki tangannya untuk menduduki Indonesia, karena hal itu mengganggu ketenteraman umum. Penduduk Indonesia umumnya dan para pemuda khususnya memandang kaki tangan Belanda itu pengkhianat. Percobaan-percobaan mereka yang sedemikian rupa itu sangat berbahaya baik bagi Belanda apalagi para kaki tangannya. Kalau ada seorang pemimpin Indonesia menjadi cidera akibat dari perbuatan kaki tangan Belanda, maka semua orang-orang Belanda dan kaki tangannya akan disingkirkan dari masyarakat.karena itu kita harap dengan sangat supaya pihak Belanda jangan sekali-sekali melakukan percobaan kea rah itu, untuk menjaga keselamatan bersama”. Muhammad TWH, op. cit., hlm. 90. 7
Biro Sejarah Prima, Medan Area Mengisi Proklamasi, (Medan: Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area, 1947), hlm. 119.
4 Universitas Sumatera Utara
Tiga hari setelah rapat umum di Lapangan Fukuraido, tepat pada tanggal 10 Oktober 1945, tentara Inggeris yang mewakili sekutu dengan dipimpin oleh TED Kelly, mendarat di Belawan 8 . Tujuan kedatangan pasukan ini adalah untuk mematahkan gerakan-gerakan pemuda Sumatera Timur serta melanjutkan usahausahanya untuk menguasai Sumatera Timur kembali. Sebelum kedatangan tentara Inggeris ini, Belanda juga sudah menempatkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam NICA (Netherlands Indies Civil Administration). Pasukan ini dikonsinyir di Pension Wilhelmina, Internatio, Belawan Deli dan Siantar Hotel. Setelah kedatangan tentara sekutu ini, maka NICA merencanakan suatu gerakan intrik militer untuk memancing tindakan dari pihak Inggeris dalam menindas gerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Untuk mencapai maksudnya itu, maka timbullah gerakan-gerakan propokatip yang menimbulkan kerusuhan-kerusuhan dan pertempuran-pertempuran. Sebagai akibatnya, diharapkan akan melahirkan tindakan tegas dari pihak Inggeris dan Jepang untuk menindas gerakan kemerdekaan Indonesia. Tindakan-tindakan inilah yang pada akhirnya menjadi prolog pecahnya peristiwa Jalan Bali dan peristiwa Siantar Hotel serta peristiwa-peristiwa heroik lainnya di Sumatera Timur yang terjadi mulai tahun 1945-1949. Dalam perjuangan kemerdekaan (1945-1949) pada dasarnya yang terlibat di dalamnya, bukan hanya kaum politisi ataumiliter saja, melainkan seluruh masyarakatIndonesia termasuk di dalamnya para seniman. Dengan kata lain tidak 8
Ibid., hlm. 130.
5 Universitas Sumatera Utara
hanya pejuang tentara yang aktif di front-front pertempuran saja yang melakukan perjuangan, melainkan segenap bangsa Indonesia telah memberikan kontribusi yang besar dalam mempertahankan kemerdekaan tersebut. Termasuk usaha-usaha di belakang front yang dipimpin oleh tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, kaum wanita, pemuda, dan termasuk didalamnya kaum seniman. Walaupun partisipasi mereka tidak segegap gempita para politisi atau kaum militer, tetapi peranan para seniman dalam perjuangan kemerdekaan tidaklah kecil artinya dibandingkan dengan para pejuang lainnya. Hal ini dikarenakan penderitaan dan penghinaan selama penjajahan sudah cukup berat, yang menyebabkan seluruh rakyat merasa terpanggil untuk ikut berjuang membela dan mempertahankan kemerdekaan. Dalam hal ini penulis akan mengangkat sisi lain dari perjuangan bangsa kita, dimana perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak hanya dilakukan melalui senjata dan diplomasi saja, namun juga melalui seni. Di Sumatera Timur perjuangan para seniman ini juga tak kalah besar andilnya dalam masa mempertahankan kemerdekaan. Melalui keahlian masing-masing mereka mampu berkontribusi, menghasilkan karya-karya pengobar semangat para pejuang. Melalui karya-karya yang diciptakannya, mereka mengisyaratkan bahwa berjuang tak selamanya harus angkat senjata. Apa yang mereka hasilkan adalah bentuk luapan jiwa yang tulus dan murni, sehingga hasil karya yang dihasilkan mampu menghipnotis dan membakar semangat para pejuang lain untuk habis-habisan membela tanah air.
6 Universitas Sumatera Utara
Penulis melihat begitu besarnya peranan seniman melalui karya-karya seninya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia khususnya di Sumatera Timur, akan tetapi perjuangan para seniman ini kurang mendapat perhatian. Terbukti dengan masih minimnya tulisan ataupun penelitian yang menyangkut perjuangan mereka. Padahal dengan sikap yang sangat berani para seniman melakukan aksinya lewat buah pikiran serta ide-ide kreatif mereka yang terbukti berhasil membakar semangat para pejuang kita. Misalnya, Amir Hamzah yang menggunakan sastra sebagai media perjuangan melalui puisi-puisinya. Sementara Affandi melalui coretan-coretan kuasnya, lalu Hasyim Ngalimun, Djaga Depari, dan Lily Suhairy, melalui lagu-lagu perjuangannya9. Sementara di dalam dunia Teater dan perfilman Sumatera Utara Ani Idrus, Usman Siregar, Zubaedah, M.Tahir Harahap, Yusuf Said dan beberapa seniman pejuang lainnya berjuang lewat penampilan teater mereka di tengah-tengah desingan peluru ketika itu10. Karya-karya mereka telah terbukti mampu menyulut api semangat perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur. Disamping nama-nama tersebut di atas yang memang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia, sebenarnya masih banyak seniman yang ikut berjuang, namun namanya kurang begitu dikenal, walaupun nilai perjuangan mereka tidak kalah dibandingkan dengan seniman-seniman atau pejuang-pejuang lainnya. Banyak hal 9
DPD Seni Budaya Gakari-Golongan Karya TK.I Sumatera Utara, Dinamika Seni Budaya Sumatera Utara, (Medan : DPD Seni Budaya Gakari-Golongan Karya TK.I Sumatera Utara, 1998), hlm. 35. 10
Muhammad TWH, Sejarah Teater dan Film di Sumatera Utara, (Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 1992), hlm. 53.
7 Universitas Sumatera Utara
yang menyebabkan beberapa seniman pejuang tidak begitu dikenal masyarakat luas. Mungkin karena tidak suka popularitas, atau karena karya-karya perjuangannya lebih bersifat lokal, dan lain sebagainya 11. Sebagai contoh, pada awal revolusi muncul lagu “Butet”, sebuah lagu yang berasal dari daerah Tapanuli yang mampu menggelora semangat juang akan tetapi hingga pada saat ini masih belum diketahui siapa sebenarnya pencipta dari lagu ini, namun lagu ini sangat berpengaruh dalam membakar api semangat juang para pahlawan kita. Untuk generasi muda sekarang, maka hal tersebut bisa menjadi contoh yang dapat memotivasi genersi muda untuk lebih bersemangat mengisi kemerdekaan,serta lebih menghargai hasil perjuangan para pahlawan bangsa. Hal tersebut diatas telah mendorong penulis untuk mengadakan penelitian menyangkut peranan seniman dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan khususnya di Sumatera Timur. Untuk itu penulis memilih judul “ Seni dan Politik: Peranan Seniman Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan di Sumatera Timur (19451949)”. Adapun alasan penulis memilih judul ini disebabkan oleh keingintahuan penulis akan pengaruh karya-karya seniman dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur. Sedangkan batasan tahun 1945-1949, diambil oleh karena tahun 1945 merupakan tahun dimana proklamasi dikumandangkan dan menjadi awal perjuangan Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah dicapai itu supaya tidak direbut kembali oleh Belanda. Batas akhir penelitian ini yaitu 11
Adeng, dkk, Partisipasi Seniman Dalam mempertahankan Kemerdekaan Jawa Barat, (Bandung: dalam Jurnal penelitian BKNST Bandung 2004), hlm. 3.
8 Universitas Sumatera Utara
tahun 1949 merupakan tahun berakhirnya peperangan melawan Belanda dengan diakuinya kemerdekaan Indonesia secara penuh oleh Belanda.
1.2 Rumuasan Masalah Perumusan masalah merupakan langkah yang penting karena langkah ini akan menentukan kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah perlu jelas dan tegas sehingga proses penelitian benar-benar terarah dan terfokus ke permasalahan yang jelas. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kondisi Sumatera Timur pada tahun 1945-1949? 2. Apa
keterlibatan
seniman-seniman
perjuangan,
dalam
perjuangan
mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur pada tahun 1945-1949? 3. Apa pengaruh yang ditimbulkan oleh karya-karya seniman yang lahir pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur pada tahun 1945-1949? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti pasti memiliki Tujuan dan manfaat yang akan dicapai. Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kondisi Sumatera Timur pada tahun 1945-1949.
9 Universitas Sumatera Utara
2. Mengetahui apa keterlibatan seniman-seniman perjuangan,dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur pada tahun 1945-1949. 3. Mengetahui apa pengaruh yang ditimbulkan oleh karya-karya seniman yang lahir dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur pada tahun 1945-1949. b. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini secara akademis adalah: 1. Dapat mengetahui apa-apa saja karya-karya seniman yang lahir pada kurun waktu 1945-1949 di Sumatera Timur, dan apa keterlibatan seniman-seniman perjuangan ketika itu, serta apa pengaruh yang ditimbulkan dengan lahirnya karya-karya tersebut. 2. Dapat memberikan sumbangan positif terhadap perkembangan keilmuan di Departemen Ilmu Sejarah mengenai Seni dan Politik: peranan seniman pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur. Di sisi lain, penelitian ini juga berguna untuk memecahkan permasalahan
praktis.
Semua lembaga yang bisa kita jumpai di masyarakat seperti lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta, sadar akan manfaat tersebut dengan menempatkan suatu penelitian sebagai bagian dari integral organisasi mereka. Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah: 1. Dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah, serta menambah wawasan pengetahuan penulis tentang Seni dan Politik: peranan
10 Universitas Sumatera Utara
seniman dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur. 2. Sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana oleh peneliti. 3. Memberikan pengalaman bagi peneliti cara melaksanakan sebuah penelitian, sehingga nantinya dapat melakukan penelitian yang lebih baik lagi. 1.4 Tinjauan Pustaka Dalam penyelesaian tulisan ini perlu dilakukan tinjauan pustaka dengan menggunakan buku yang berkaitan dengan judul tulisan ini yakni tentang Seni dan Politik: Peranan Seniman Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan di Sumatera Timur (1945-1949). Untuk itu penulis menggunakan bebebrapa literatur yang dapat mendukung tulisan ini. Beberapa buku karya dari Muhammad TWH, merupakan referensi yang sangat penting bagi penulis untuk menyelesaikan tulisan ini seperti buku yang berjudul “Simalungun Jogja-nya Sumatera”. Buku ini berisi tentang lintasan sejarah perjuangan-perjuangan di daerah Simalungun pada umumnya hingga menjelang dan masa perjanjian Renville. Buku ini penting bagi penulis karena didalam buku ini terdapat sebuah pembahasan yang menceritakan tentang peranan lain yang menggugah jiwa kemerdekaan, yakni peranan para seniman. Buku “Sejarah Teater dan Film di Sumatera Utara” yang ditulis oleh Muhammad TWH juga merupakan referensi penting bagi penulis. Buku ini berisi tentang pasang-surutnya seni Teater dan perfilman di Sumatera Utara termasuk pada saat mempertahankan kemerdekaan. Selain itu buku Muhammad TWH juga yang
11 Universitas Sumatera Utara
berjudul “Sumatera Utara Bergelora” dan “Sebelum dan Sesudah Proklamasi” juga merupakan sumber penting bagi penulis, dimana buku ini berisi tentang kisah-kisah perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Utara. Selain itu buku beliau juga yang berjudul “Perjuangan Tiga Komponen Untuk Kemerdekaan” adalah salah satu buku penting untuk tulisan ini, dimana buku ini berisi tentang peranan Pers, Pejuang pemuda, dan Seniman dalam mempertahankan Kemerdekaan di Sumatera Utara. Buku-buku ini akan menjadi sumber referensi penting bagi penulis karena buku-buku ini banyak membahas tentang Sumatera Timur pada tahun 1945-1949. AR.Surbakti dalam “Perang Kemerdekaan di Karo Area”, buku ini juga merupakan referensi penting dalam penelitian ini karena buku ini berisi tentang sejarah perjuangan melawan Belanda dan Jepang yang kemudian dilanjutkan dengan perjuangan mengisi proklamasi 17-08-1945, hingga pecahnya perang kemerdekaan I dan tercapainya persetujuan Renville dengan beberapa permasalahannya. Buku “Medan Area Mengisi Proklamasi” yang ditulis oleh Biro Sejarah Prima juga merupakan salah satu sumber penting bagi penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Buku ini mengungkapkan peristiwa-peristiwa awal hingga saat-saat terakhir menjelang pecahnya Agresi Belanda yang pertama (Juli 1947). Mulai dari pertumbuhan ketenteraan, sampai terealisasikannya proklamasi, hingga koordinasi dan penyempurnaan unsur-unsur dan alat-alat perjuangan dan kegiatan-kegiatan angkatan perang di Sumatera Utara dalam mempertahankan kemerdekaan, semuanya dijelaskan dalam buku ini.
12 Universitas Sumatera Utara
Selain buku-buku diatas, salah satu buku penting juga bagi penulis adalah buku “Kisah Dari Pedalaman” yang ditulis oleh Kolonel. Arifin Pulungan S.H. Buku ini menceritakan tentang perjuangan-perjuangan di berbagai daerah Sumatera Utara dan Aceh. Tashadi, dkk dalam bukunya yang berjudul “Partisipasi Seniman Dalam Perjuangan Kemerdekaan di Propinsi Jawa Timur studi kasus di kota Surabaya tahun 1945-1949”, buku ini merupakan referensi penting dalam penelitian ini karena isinya mengatakan bahwa masalahnya menyangkut peranan para seniman di Surabaya dalam perjuangan kemerdekaan ditahun 1945-1949. Buku ini juga membahas bagaimana perjuangan para seniman Surabaya yang melakukan aktivitas kesenian mereka di tengah-tengah pertempuran, dan karya-karya mereka terbukti berhasil menyulut semangat para pejuang kita khususnya di kota Surabaya. Buku ini akan sangat bermaafaat bagi penulis karena akan bisa dijadikan sebagi bahan perbandingan antara peranan seniman di Surabaya dengan di Sumatera Timur dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. H.R. Sjahnan SH, dalam “Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke Kota Medan” berisi tentang keadaan Sumatera Utara mulai dari awal kemerdekaan hingga pengakuan kedaulatan oleh Belanda secara utuh terhadap Indonesia. Buku ini juga berisi berbagai peristiwa yang ada di Sumatera Utara selama masa revolusi sosial. Buku ini akan menjadi referensi juga kepada penulis untuk mengetahui keadaan Sumatera Utara pada masa memperjuangkan kemerdekaan. Buku yang berjudul “Dinamika Seni Budaya Sumatera Utara”, yang di terbitkan oleh DPD Seni Budaya Gakari-Golongan Karya TK.I Sumatera Utara, juga
13 Universitas Sumatera Utara
merupakan referensi yang sangat penting bagi penulis karena buku ini berisi tentang dinamika atau perjalanan seni dan budaya Sumatera Utara dari zaman Belanda hingga setelah kemerdekaan. “Metodologi Sejarah” yang ditulis oleh Kuntowijoyo, menjadi referensi tambahan bagi penulis dalam mendapatkan pengetahuan dasar mengenai kajian sejarah sehingga penulis lebih terarah dalam penelitian ini nantinya. 1.5 Metode Penelitian Dalam menuliskan sebuah peristiwa bersejarah yang dituangkan kedalam historiografi, maka harus menggunakan metode sejarah. Metode sejarah yang dimaksudkan untuk merekontruksi kejadian masa lampau guna mendapatkan sebuah karya yang mempunyai nilai. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman peninggalan masa lampau. 12Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian sejarah antara lain: 1. Heuristik merupakan tahap awal yang dilakukan untuk mencari sumber yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam tahap heuristik sumber dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu studi lapangan (field research) dan studi kepustakaan (library research). Data dari hasil studi lapangan dapat diperoleh melalui wawancara dengan berbagai informan yang terkait dengan penelitian. Dalam penelitian lapangan, penulis menggunakan metode wawancara yang terbuka dengan orang yang berhubungan dengan penelitian
12
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI Press, tanpa tahun terbit), hlm. 32.
14 Universitas Sumatera Utara
ini misalnya Seniman dan Veteran. Studi kepustakaan dapat diperoleh dari berbagai buku, dokumen, arsip, dan lain sebagainya. 2. Kritik, merupakan proses yang dilakukan peneliti untuk mencari nilai kebenaran sumber sehingga dapat menjadi penelitian yang objektif. Dalam tahap ini sumber-sumber yang telah terkumpul dilakukan kritik, baik itu kritik internal maupun kritik eksternal. Kritik internal merupakan kritik yang dilakukan untuk mencari kesesuaian data dengan permasalahn yang diteliti, sedangkan kritik eksternal merupakan kritik yang mencari kebenaran sumber pustaka yang diambil oleh peneliti maupun fakta yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan dengan informan. 3. Interpretasi,
merupakan
tahap
untuk
menafsirkan
fakta
lalu
membandingkannya untuk diceritakan kembali. Pada tahap ini subjektivitas penulis harus dihilangkan paling tidak dikurangi agar analisis menjadi lebih akurat. Sehingga fakta sejarah yang didapat bersifat objektif. 4. Historiografi, yaitu tahap akhir dalam metode sejarah. Dalam tahap ini peneliti menuliskan hasil penelitiannya secara kronologis dan sistematis.
15 Universitas Sumatera Utara