1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Investasi asing langsung atau penanaman modal asing (PMA) dianggap sebagai sumber penting pembangunan berkelanjutan, pertumbuhan pendapatan, dan lapangan kerja bagi negara berkembang. Perusahaan milik asing diyakini memiliki potensi untuk bermanfaat bagi perusahaan domestik karena memberikan spillover berupa pengetahuan teknologi, kemampuan inovasi, pemasaran, dan keterampilan manajemen mereka. Spillover diharapkan menghasilkan peningkatan produktivitas perusahaan domestik. PMA diharapkan tidak hanya menambah diinvestasikannya sumber daya, tetapi yang lebih penting adalah untuk meningkatkan standar teknologi, efisiensi, dan daya saing industri dalam negeri (Aysa Ipek Erdogan, 2011). Hal itu dilengkapi dengan kekuatan perusahaan multinasional (multinational corporation-MnC) dengan andalan teknologi dan relokasi investasi yang cepat. MnC diharapkan membawa spillover lainnya untuk ekonomi negara tuan rumah. Secara umum MnC memiliki keunggulan spesifik sebagai industri yang mungkin berhubungan dengan metode produksi, manajemen kegiatan, cara memasarkan produk/jasa mereka. Setelah MnC menyiapkan anak perusahaan, kemungkinan MnC tidak dapat mencegah beberapa manfaat dari keuntungan adanya spillover ke industri-industri domestik melalui imitasi, akuisisi ketrampilan, kompetisi lokal, dan ekspor. Gorg dan Greenaway (2003) menyatakan bahwa spillover semacam ini memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas dan eksploitasi mereka yang mungkin berkaitan dengan karakteristik
2
struktural ekonomi dalam kapasitas daya serap tuan rumah. Dampak PMA pada ekonomi tuan rumah menjadi salah satu pertanyaan yang paling penting dalam literatur ekonomi. Manfaat efisiensi melalui spillover yang datang bersama dengan PMA dapat menyebabkan peningkatan langsung dalam produktivitas dan perbaikan dalam kinerja industri domestik. Teori berpendapat bahwa manfaat
dari masuknya industri milik asing ke industri
domestik melalui imitasi, kompetisi, transaksi ke hulu, dan perpindahan karyawan (Kokko, 1996). Dalam ilmu ekonomi spillover atau eksternalitas transaksi adalah biaya atau manfaat yang tidak ditularkan melalui harga, tetapi oleh pihak yang tidak terlibat baik sebagai pembeli atau sebagai penjual barang dan jasa yang menyebabkan biaya atau manfaat (Koo, 2005). Menurut Blomstrom et al (2001); Gorg dan Greenaway (2003), spillover adalah eksternalitas positif yang dihasilkan MnC kepada negara tuan rumah yang dapat meningkatkan produktivitas industri domestik. Efek positif ini dapat berupa produktivitas spillover yang mungkin terjadi karena adanya industri milik asing di industri yang sama yang disebut spillovers horizontal dan spillovers vertikal. Spillovers horisontal timbul di mana perusahaan domestik mendapat manfaat dari perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di dalam industri yang sama. Spillovers horisontal dapat terjadi melalui saluran seperti efek demonstrasi dan pergerakan tenaga kerja atau persaingan langsung. Spillovers vertikal.adalah efek yang dibawa PMA pada perusahaan-perusahaan di sektor lain yang berhubungan dalam bisnis dengan perusahaan asing. Ini termasuk perusahaan yang memasok atau menyediakan layanan untuk perusahaan asing, serta
3
perusahaan yang disediakan oleh perusahaan
asing. Sangat mungkin bahwa
perusahaan asing membutuhkan standar yang lebih tinggi dari pemasok mereka. Di sisi lain, itu juga kemungkinan bahwa standar tinggi yang disediakan oleh perusahaan asing juga untuk perusahaan domestik, yang mungkin meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan domestik. Kontak antara pemasok input-antara domestik dengan MnC yang salah satunya adalah melalui alih teknologi langsung dari afiliasi asing kepada pemasok domestik di sektor komplementer dengan memaksakan persyaratan untuk kualitas produk dan manajemen atau teknologi yang lebih tinggi. Disisi lain MnC akan meningkatkan permintaan untuk produk antara, yang memungkinkan pemasok domestik untuk menuai keuntungan dari skala ekonomi (Javorcik, 2004). Spillovers vertical dapat terjadi melalui keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan. Hipotesisnya adalah bahwa melalui keterkaitan ke depan, produktivitas perusahaan asing di sektor pemasok input-antara memberikan inputantara yang lebih baik, yang akan meningkatkan produktivitas industri hilir dalam negeri. Melalui keterkaitan ke belakang, industri milik asing memiliki insentif untuk alih teknologi kepada pemasok input-antara hulu yang diharapkan yang dapat meningkatkan kualitas input-antara Namun, ada eksternalitas negatif dari PMA hasil penelitian Aitken dan Harrison (1999) yang menunjukkan bahwa masuknya industri milik asing yang berorientasi pada pasar domestik dapat mengurangi permintaan dari industri domestik. Dengan demikian mereka akan menurunkan produktivitas industri domestik. Produksi industri domestik akan turun ketika mereka dipaksa kembali pada kurva biaya rata-rata. Akibatnya, produktivitas industri domestik akan
4
menurun. Efek negatif juga dapat muncul dari persaingan di pasar barang: perusahaan asing yang masuk dapat memonopoli pasar dan menarik permintaan dari industri-industri domestik atau membatasi persaingan sehingga industri domestik menjadi kurang menguntungkan sektor industri. Secara umum, konsep produktivitas yang ditimbulkan PMA berkembang dari ide dasar bahwa PMA memiliki dampak makro dan mikro bagi perekonomian negara tujuan. Secara makro, PMA berkontribusi pada peningkatan akumulasi modal, lapangan kerja baru, dan pendapatan dari pajak. Kontribusi makro ini sering dikenal dengan kontribusi langsung, yang dapat langsung terlihat ketika PMA dilakukan. Secara mikro, PMA memberikan kontribusi dalam bentuk eksternalitas pengetahuan (knowledge externalities). Eksternalitas pengetahuan ini merupakan manfaat tidak langsung yang terjadi melalui mekanisme non-pasar (Liu, 2008). Proses eksternalitas ini terjadi ketika pengetahuan yang dialihkan oleh MnC ke cabangnya di negara tujuan memiliki karakteristik barang yang bisa dicontoh dan diimitasi oleh industri domestik. Gorg dan Strobl (2004) menyatakan bahwa efek spillovers pengetahuan dapat berbentuk tiga hal penting, yaitu efek spillovers dalam bentuk peningkatan produktivitas (productivity spillovers), efek spillovers dalam bentuk kemampuan akses pasar internasional (market-access spillovers), dan efek spillovers dalam bentuk peningkatan profit (pecuniary spillovers). Teknologi berhubungan dengan penerapan ilmu pengetahuan secara praktis untuk penciptaan barang industri yang melibatkan berbagai usaha dalam mengkombinasi sumber daya dalam proses produksi untuk menghasilkan barang
5
dan jasa. Perubahan teknologi adalah perubahan fungsi produksi dalam kegiatannya untuk dapat memperbesar hasil dari input tertentu. Tiga hal yang berkaitan dengan teknologi adalah pengalihan, penyebaran, dan pemilihan teknologi. Pengalihan teknologi atau tranfers technology berhubungan dengan kegiatan yang sengaja direncanakan dan mempunyai tujuan untuk mengalihkan teknologi dari satu negara ke negara lainnya. Proses pengalihan teknologi dapat dilakukan melalui PMA atau joint-venture langsung, pemberian lisensi dan hak, subkontrak dan memasok peralatan dan bahan baku. Proses pengalihan teknologi mempunyai efek spillovers pengetahuan melalui empat saluran yaitu kompetisi, efek demontrasi, mobilitas pekerja, dan hubungan vertikal industri. Adanya MnC sejenis mendorong industri domestik untuk mempertahankan pangsa pasarnya dan meningkatkan produktivitas dengan memanfaatkan teknologi baru, metode manajemen baru untuk meningkatkan efisiensi teknis dan meningkatkan efisiensi skala (Gorg dan Greenway, 2003; Suyanto, 2012). Efek demontrasi dapat terjadi jika pengetahuan baru yang digunakan MnC diadopsi perusahaan lokal dalam bentuk inovasi. Mobilitas pekerja dari MnC dapat menjadi media spillovers pada saat pekerja pindah ke industri domestik. Industri dapat menikmati keuntungan produktivitas tidak hanya dari penurunan tarif input yang lebih rendah, tetapi lebih dari varietas input-antara, kualitas input yang tinggi atau efek belajar (Grossman dan Helpman, 1991a). Dengan asumsi bahwa alih teknologi adalah tanpa biaya, Das (1987) menunjukkan bahwa keberadaan MnC membuat kesejahteraan di negara tuan rumah membaik. Karena efek spillover dari anak perusahaan MnC yang
6
menggunakan teknologi yang lebih baik, efisiensi industri domestik juga meningkat, dan secara keseluruhan, bermanfaat bagi negara tuan rumah. Fosfuri et al ( 2001). Wang & Blomstrom (1992) memberikan hipotesis bahwa PMA meningkatkan efisiensi industri di negara tuan rumah, dan karena berhadapan dengan analisis makro, peningkatan efisiensi akan menyebabkan pertumbuhan produktivitas total atau Total Faktor Produksi (TFP). Teori pertumbuhan saat ini menjelaskan bahwa baik modal maupun tenaga kerja di suatu negara dianggap dapat bebas berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain. Hal itu karena sudah ada keterbukaan antara negara yang satu dengan negara yang lain melalui kegiatan perdagangan ekspor dan impor serta PMA. Perkembangan PMA pada industri manufaktur yang disetujui di Indonesia menurut pulau dapat dilihat pada Gambar 1.1. 16,000.00 13,566.70
14,000.00
11,498.80
10,806.50
12,000.00
9,370.50
10,000.00 8,000.00
Jawa
6,976.30
Kalimantan
5,091.70
6,000.00
Sulawesi
4,012.30
4,000.00
Sumatra
Lainnya
2,000.00 0.00
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: Laporan BI Tahun 2011. Gambar 1.1 Perkembangan Investasi PMA Sektor Industri Manufaktur yang Disetujui Menurut Pulau di Indonesia Tahun 2006–2010 (juta rupiah) Sampai saat ini sebagian besar industri manufaktur Indonesia baik domestik maupun asing masih menggunakan bahan baku impor. Penggunaan bahan baku impor pada industri manufaktur secara keseluruhan di Indonesia pada tahun 20002010 mengalami peningkatan seperti terlihat pada Gambar 1.2. Penggunaan
7
Bahan Baku Impor tahun 2000 sebesar 103.474 juta rupiah menjadi 347.788 juta rupiah pada tahun 2010. Secara rata-rata penggunaan bahan baku impor untuk industri manufaktur berdasarkan KBLI 3 digit pada tahun 2010 adalah sebesar 29,98%.
Bahan Baku Impport
400,000.00 350,000.00 300,000.00 250,000.00 200,000.00 150,000.00 100,000.00 50,000.00 0.00 Bahan Baku Import
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
103,474
135,992
140,009
105,728
132,191
169,437
176,347
223,168
278,841
302,723
347,288
Sumber: BPS Tahun 2011, data diolah. Gambar.1.2 Perkembangan Penggunaan Bahan Baku Impor Industri Manufaktur di Indonesia Tahun 2000–2010 (juta rupiah) Efisiensi teknik adalah hubungan antara keluaran produk fisik atau jasa dengan sejumlah masukan fisik yang digunakan dalam suatu proses produksi. Efisiensi dan tingkat produktivitas industri manufaktur yang dapat dilihat pada Gambar 1.3 dan Gambar 1.4 yang menunjukkan bahwa tingkat efisiensi industri manufaktur cenderung menurun sementara produktivitas cenderung meningkat. 0.63 0.62 0.62 0.61 0.61 0.60 0.60 0.59 0.59
Efisiensi
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: BPS Tahun 2011. Gambar 1.3 Efisiensi Industri Manufaktur di Indonesia Tahun 2006 --2010 (persen)
8
Perkembangan tingkat produktivitas industri manufaktur di Indonesia tahun 20002010 dapat dilihat pada Gambar 1.4. 250.00 200.00 150.00 Produktivitas
100.00 50.00 0.00 2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: BPS Tahun 2011. Gambar 1.4 Produktivitas Industri Manufaktur di Indonesia Tahun 2006–2010 (milyar rupiah) Efisiensi merupakan parameter yang mendasari kinerja unit kegiatan ekonomi. Efisiensi terdiri atas dua komponen, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi biaya. Efisiensi teknis mencerminkan kemampuan unit kerja ekonomi dalam memproduksi sejumlah output tertentu dengan menggunakan sejumlah minimal input. Produktivitas merupakan hubungan antara output dan input dalam suatu produksi. TFP mengukur hubungan output dan input secara serentak. Peningkatan produktivitas dapat terjadi karena perubahan efisiensi penggunaan input produksi dan perubahan teknologi. Gambar 1.3 dan Gambar 1.4 menggambarkan perubahan tingkat efisiensi dan produktivitas industri manufaktur Indonesia tahun 2006 – 2010. Efisiensi mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2008 dan menurun sampai dengan tahun 2010, sedangkan produktivitas terus mengalami peningkatan dari tahun 2006 2010. Penurunan efisiensi menunjukkan penurunan kemampuan input dalam memproduksi output tertentu, sementara produktivitas
9
terus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan adanya perubahan teknologi pada proses produksi industri manufaktur. Berdasarkan karakteristiknya, industri di Indonesia dapat dibedakan atas 4 kategori, yaitu (1) industri padat sumber daya alam, (2) industri padat tenaga kerja, (3) industri padat modal, dan (4) industri padat tehnologi. Perhitungan tingkat efisiensi sektor industri manufaktur dilakukan terhadap 3 kelompok sektor industri manufaktur. Industri padat sumber daya alam (SDA) adalah industriindutri yang banyak menggunakan sumber daya alam sebagai bahan baku. Industri padat tenaga kerja adalah industri-industri yang banyak menggunakan tenaga kerja. Untuk dapat mengembangkan produk industri ini diperlukan usaha meningkatkan ketrampilan dan produktivitas tenaga kerja melalui penanaman modal dan penerapan teknologi. Industri padat modal adalah industri-industri yang banyak menggunakan input modal. Untuk mengembangkan produk industri ini diperlukan usaha meningkatkan penanaman modal asing. Industri padat teknologi adalah industriindustri yang banyak menggunakan teknologi sebagai faktor keunggulan dalam bersaing. Untuk mengembangkan produk industri ini diperlukan usaha meningkatkan penguasaan teknologi, baik melalui alih teknologi maupun melalui teknologi yang terdapat pada barang modal yang diimpor (BPS, 2009). OECD (1994) menunjukkan klasifikasi lebih rinci berdasarkan aktivitas teknologi dalam setiap kategori. Pada industri berbasis sumber daya, produk cenderung sederhana dan padat karya (misalnya pengolahan makanan atau kulit sederhana), tetapi ada segmen dengan menggunakan modal, skala, dan teknologi
10
intensif (misalnya penyulingan minyak bumi atau makanan olahan modern), produk berbasis pertanian, dan lain-lain. Klasifikasi industri didasarkan pada indikator yang tersedia dari aktivitas teknologi di bidang manufaktur dan pengetahuan teknologi industri. Klasifikasi ini membedakan kategori berdasarkan teknologi rendah, teknologi menengah, dan teknologi tinggi. Pada teknologi rendah, proses produksi cenderung memiliki teknologi stabil yang sudah lazim digunakan. Teknologi terutama diwujudkan dalam peralatan modal, memiliki persyaratan keterampilan yang relatif sederhana. Teknologi menengah terdiri atas sebagian besar skill dan skala teknologi Intensif pada barang modal dan produk antara. Mereka cenderung memiliki teknologi yang kompleks, di antaranya adalah produk otomotif, proses produksi industri bahan kimia, logam dasar, dan produk rekayasa. Pada teknologi tinggi, produk dihasilkan dengan perubahan teknologi yang cepat, dengan R & D investasi yang tinggi dan penekanan utama pada desain produk. Produk dengan teknologi tinggi di antaranya produk elektronik dan listrik, produk yang menghasilkan peralatan pesawat, instrumen presisi dan obat-obatan. Klasifikasi kategori industri padat sumber daya alam, industri padat tenaga kerja, industri padat modal, dan industri padat teknologi berdasarkan KBLI 3 digit dapat dilihat pada Lampiran 1. Tingkat efisiensi industri manufaktur untuk kategori industri padat sumber daya alam, industri padat tenaga kerja, industri padat modal, dan industri padat teknologi, perusahaan dengan status PMA mempunyai tingkat efisiensi yang lebih tinggi daripada tingkat efisiensi industri manufaktur
dengan status
permodalan dari dalam negeri (PMDN). Demikian juga bila tingkat efisiensi
11
perusahaan dengan status PMA dibandingkan dengan tingkat efisiensi industri secara keseluruhan, tingkat efisiensi perusahaan PMA lebih tinggi (Gambar 1.5). 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
Efisiensi PMA PMDN Industri padat SDA
Industri padat SDM
Industri padat modal
Industri padat tehnologi
Sumber: BPS Tahun 2009. Gambar 1.5 Tingkat Efisiensi Menurut Karakteristik dan Status Permodalan Industri Manufaktur Di Indonesia Tahun 2008 Perlakuan terhadap pertumbuhan teknologi pada teori pertumbuhan neoklasik menjadi masalah karena asumsi pada model (1) bahwa kemajuan teknologi merupakan faktor ekonomi yang tidak ditentukan dalam proses pertumbuhan ekonomi, (2) bahwa difusi teknologi dapat terjadi secara cepat dan tanpa biaya
sehingga model pertumbuhan neoklasik mengganggap teknologi
dapat digunakan bersama oleh beberapa pengguna (non-rivalry) dan nonexcludale barang publik murni. Teori Solow secara khusus menekankan, kemajuan teknologi adalah kekuatan pendorong utama pertumbuhan ekonomi karena kontribusi modal dan tenaga kerja untuk pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan berkurang. Romer
(1990)
memodifikasi
asumsi
untuk
pengetahuan
dalam
pengembangan modelnya, yaitu (1) teknologi merupakan masukan non-rivalry, (2) teknologi sebagian dikecualikan, dan (3) pertumbuhan ekonomi didorong oleh non-rivalry dan sebagian dikecualikan dalam teknologi. Dalam model Romer
12
perubahan teknologi tidak lagi dianggap eksogen, harga harus melebihi biaya produksi. Hal ini menunjukkan bahwa pasar tidak lagi kompetitif sempurna. Romer (1990), Grossman dan Helpman (1991a) juga mengembangkan model endogen dengan meneliti hubungan antara perdagangan, pertumbuhan, dan teknologi. Teori pertumbuhan baru memberikan penjelasan tentang investasi industri swasta. Dengan mendasarkan pada ekonomi eksternal Marshallian, mereka menganggap bahwa pertumbuhan produktivitas tenaga kerja adalah hasil dari akumulatif pengalaman pekerja. Pekerja akan lebih produktif dan memengaruhi petumbuhan ekonomi secara positif saat mereka berada pada lokasi yang sama. Pengetahuan dapat bergerak bebas. Oleh karena itu, manfaat teknologi baru dapat berdifusi dari satu tempat ke tempat lain. PMA dibutuhkan karena diharapkan tidak hanya untuk menambah investasi, tetapi yang lebih penting adalah untuk meningkatkan standar teknologi, efisiensi, dan daya saing industri dalam negeri. Difusi teknologi dari PMA tergantung pada tingkat teknologi industri dan perusahaan, faktor spesifik, kemampuan belajar dari perusahaan dan kapasitas serap perekonomian tuan rumah (Aitken and Harrison, 1999; Kokko et al, 1996). Alih pengetahuan dari PMA sebagai investor kepada industri domestik bertindak sebagai partner dalam industri tersebut. Isu yang berkaitan dengan dampak PMA adalah sebagai berikut. (a) Manfaat efisiensi yang datang bersama dengan PMA dapat menyebabkan peningkatan langsung dalam produktivitas lokal dan perbaikan langsung dalam kinerja domestik melalui spillover.
13
(b) Akibat masuknya teknologi yang lebih efisien di persaingan pasar dapat menyebabkan biaya yang dikeluarkan lebih besar dan menurunkan output yang dihasilkan oleh industri domestik. (c) Kondisi setempat, seperti keterbukaan ekonomi, kerangka kelembagaan,
kesenjangan teknologi, tingkat persaingan, dan tingkat keterampilan tenaga kerja juga dapat memengaruhi ukuran relatif dari biaya dan manfaat. ( Aitken, 1999; Halwani, 2002). Cantwell (1989) meneliti manfaat dari kehadiran investasi asing (USA) dalam industri di Eropa. Tampaknya investasi asing memiliki beberapa kekuatan teknologi. Sebaliknya, industri domestik dengan teknologi yang lebih rendah atau lebih kecil (beroperasi pada skala tidak efisien) seringkali terpaksa melakukan penutupan. Wang dan Blomström (1992) mengembangkan model resmi, yang membahas kondisi industri domestik khusus yang memfasilitasi alih teknologi. Di sisi negatif, industri domestik menfasilitasi proses learning by doing. Hasil studi yang dilakukan oleh Sjoholm (1999) pada sektor industri manufaktur Indonesia menunjukkan bahwa pertumbuhan tenaga kerja dan modal berpengaruh pada pertumbuhan produktivitas baik untuk agregat nasional maupun regional. Adapun faktor spillovers
teknologi untuk tingkat regional kurang
mendukung teori yang menekankan bahwa faktor tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan produktivitas. Blomström dan Sjöholm (1999) memperkirakan bahwa dampak spillovers asing tidak signifikan dalam sektor di Indonesia untuk kompetisi asing karena sektor tersebut sudah beroperasi di bagian atas efisiensi mereka. Di sisi lain, Sjöholm (1999) menemukan bahwa spillovers lebih kuat di sector di Indonesia
14
karena kompetisi domestik lebih tinggi dan teknologi yang kurang canggih. Dalam studi lain, Sjöholm (1999) berpendapat bahwa spillovers pada tingkat daerah mungkin lebih kuat daripada spillovers di tingkat nasional karena eksploitasi hubungan lokal. Hal ini karena kompetisi lebih tinggi di tingkat daerah. Beberapa studi yang telah dilakukan misalnya oleh Gua (1996), Globerman (1979), Blomstrom dan Wolf (1994), dan Djankov Hoekman (2000) menemukan bahwa PMA memiliki efek positif dan lemah pada tingkat produktivitas. Di sisi lain, Kokko et al., (1996), Aitken dan Harrison (1999), menemukan bahwa industri-industri milik asing memiliki efek negatif terhadap kinerja produktivitas yang dimiliki industri domestik.
Studi secara empiris
membuktikan bahwa ada dampak PMA terhadap industri-industri domestik tertentu. Penelitian Girma dan Wakelin (2000) terhadap industri domestik pada 14 daerah di Inggris membahas pengaruh spillovers PMA terhadap industri domestik dan atau sektor pada tingkat daerah. Spillovers pada dimensi regional, secara geografis dekat dengan MnC yang memungkinkan untuk kontak langsung, baik hubungan ke industri hulu maupun industri hilir, yang akan meminimalkan biaya transportasi dan komunikasi. Keuntungan lainnya adalah pelatihan terhadap tenaga kerja akan meningkatkan ketrampilan tenaga kerja. Secara empiris, tingkat teknologi atau daya serap dan kedekatan lokasi mempengaruhi industri domestik untuk mendapatkan spillovers dari MnC (Girma dan Wakelin, 2000; Aitken and Harrison, 1999). Efek meniru memungkinkan terjadi karena kedekatan lokasi (Blomstrom dan Kokko, 1996).
15
Kohpaiboon (2009) membahas spillovers PMA baik vertikal maupun horizontal dengan asumsi bervariasi pada jenis industri. Hipotesis utamanya adalah spillovers horizontal tidak terjadi secara otomatis, tetapi diduga sebagai fungsi dari kebijakan perdagangan dan daya serap domestik. Temuan Blomstrom et al (2000) mendukung asumsi ini, tetapi model empiris mereka secara implisit berasumsi bahwa spillovers horizontal dari PMA adalah identik untuk semua industri yang dapat menciptakan bias. Temuan ini menjadi latar belakang penelitian spillovers teknologi PMA pada industri manufaktur Thailand. Dengan menggunakan data panel survei industri periode 2001 ̶ 2003, analisis ekonometrik dalam
penelitian ini mengukur
spillovers horizontal dan spillovers vertikal,
keterkaitan ke belakang dan ke depan dengan mempertimbangkan akibat langsung dan tidak langsung. Secara umum temuan penting dalam penelitian ini hanya berkenaan dengan spillovers horizontal.Hal ini bertentangan dengan temuan Javorcik (2004) yang melakukaan penelitian untuk Lithuanrean dan sektor manufaktur Indonesia, yang menemukan spillovers vertikal secara statistik signifikan. Erdogan (2011) meneliti spillovers terhadap produktivitas yang mungkin terjadi melalui efek demonstrasi, pengaruh persaingan, dan mobilitas tenaga kerja yang disebut spillovers horizontal. Dampak spillovers dapat terjadi dalam bentuk imitasi dari milik MnC, juga terjadi pada tingkat antar industri, seperti pada pemasok atau pelanggan dalam rantai produksi (spillovers vertikal). Spillovers vertikal dapat diperoleh melalui industri pemasok input baik domestik atau dari luar negeri (impor). Berikut ini adalah beberapa penelitian yang mendukung keberadaan
16
spillovers horizontal positif: Padibandla dan Sanyal (2002) untuk India; Haskel et al. (2007) untuk Inggris; Yasar dan Paul (2007) untuk Polandia; Keller dan Yeaple (2008) untuk Amerika Serikat; Wang dan Zhao (2008) untuk Cina. Wang dan Zhao (2008) menemukan bukti bahwa spillovers horizontal maupun spillovers vertikal mempunyai pengaruh yang positif, dengan dampak spillovers vertikal lebih besar dibandingkan dengan dampak spillovers horizontal. Beberapa penelitian yang dilakukan Aitken dan Harrison (1999) untuk negara Venezuela; Djanakov dan Hoekman (2000) untuk Republik Ceko; Hale dan Long (2006) untuk China memberikan hasil temuan yang berbeda, yang menunjukkan bahwa tidak terjadi spillovers horizontal dan spillovers horizontal yang negatif. Hasil penelitian Girma et al. (2004) menunjukkan bahwa industri milik asing yang berorientasi ekspor yang bekerjasama dengan industri domestik yang kurang kompetitif pada industri yang sama di pasar domestik dapat memengaruhi besarnya dampak spillovers horizontal pada industri-industri domestik tersebut. Bertentangan dengan harapan peneliti, industri milik asing yang berorientasi ekspor menghasilkan dampak spillovers horizontal yang positif. Girma dan Gorg (2005) juga menemukan bahwa industri domestik yang sudah maju menerima dampak spillovers dari industri milik asing yang berorientasi ekspor di pasar domestik. Berikut ini adalah beberapa temuan yang berbeda dengan hasil penelitian tentang
spillovers horizontal dan spillovers vertikal. Damijan et al. (2003)
menemukan bukti dari kedua spillovers positif untuk sepuluh negara transisi. Studi ini menunjukkan bahwa besarnya dampak spillovers vertikal lebih besar
17
dibandingkan dengan dampak spillovers horizontal. Thangavelu dan Pattnayak (2006) menemukan bahwa dampak negatif dari spillovers vertikal di India. Sejumlah penelitian diatas menunjukkan
hasil temuan yang berbeda
sehubungan dengan dampak spillovers horizontal dan spillovers vertikal terhadap industri domestik. Semakin meningkatnya kehadiran PMA di Indonesia diharapkan dapat memenuhi kebutuhan investasi dan meningkatkan teknologi dari spillovers teknologi sebagai eksternalitas yang dibawa PMA. Disisi lain kehadiran PMA kemungkinan akan membawa masalah, seperti berkurangnya pangsa pasar industri domestik dan tenaga kerja lokal. Adanya mayoritas kepemilikan asing telah mengabaikan tujuan PMA untuk mengeksploitasi perbedaan biaya tenaga kerja, karena perusahaan domestik tidak memiliki akses yang sama terhadap teknologi padat modal yang diberikan perusahaan asing.
1.2 Rumusan Masalah PMA bukan hanya merupakan investasi, tetapi juga merupakan sarana yang memungkinkan terjadinya spillovers teknologi dari perusahaan asing kepada perusahaan lokal yang bertindak sebagai bagian dalam industri tersebut. Spillovers teknologi dapat berupa spillovers horizontal dan spillovers vertikal. Spillovers teknologi yang membawa teknologi baru dan metode manajemen baru akan meningkatkan efisiensi teknis dan efisiensi skala dalam proses produksi. Spillovers vertikal dapat terjadi dari penggunaan input antara melalui teknologi yang terkandung dalam input-antara yang diperoleh dari dalam negeri maupun dari luar negeri (impor). Keuntungan manfaat langsung yang timbul dari kualitas yang tinggi dan efek pembelajaran yang dibawa input-antara
18
impor akan meningkatkan produktivitas perusahaan domestik.
Di Indonesia
masih banyak penggunaan input-antara industri manufaktur yang berasal dari luar negeri dengan efek spillovers vertikal, ( Koo, 2005; Koning, 2005). Di antara pengalihan manfaat yang dibawa oleh PMA, spillovers produktivitas menjadi perhatian
besar para pembuat kebijakan yang percaya
bahwa teknologi dan pengetahuan dari perusahaan asing akan digunakan untuk perusahaan
domestik dan meningkatkan produktivitas mereka. Spillovers
teknologi dari PMA terhadap produktivitas perusahaan domestik adalah hasil dari interaksi antara efek positif dan negatif. Ini berarti bahwa dampak keseluruhan positif atau negatif akan tergantung dari sebagian besar efek yang berlaku. Ada beberapa penelitian yang tidak menemukan bukti yang konsisten berkaitan dengan efek spillovers, baik spillovers horizontal maupun spillovers vertikal, dari PMA terhadap produktivitas perusahaan domestik. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba menganalisis dampak spillover dari PMA baik dampak spillovers horizontal maupun spillovers vertikal terhadap produktivitas industri manufaktur di Indonesia.
1.3 Pertanyaan Penelitian Adanya beberapa penelitian yang tidak menemukan bukti yang konsisten berkaitan dengan efek spillovers dari PMA baik spillovers horizontal maupun spillovers vertikal terhadap produktivitas perusahaan domestik, hal ini yang mendasari pertanyaan dalam penelitian ini. 1. Apakah spillovers teknologi dari PMA berpengaruh terhadap total faktor produksi (TFP) industri manufaktur di Indonesia?
19
2. Apakah spillovers vertikal dari bahan baku impor berpengaruh terhadap produksi industri manufaktur di Indonesia? 2. Apakah ada perbedaan pengaruh spillovers horizontal dan spillovers vertikal terhadap produksi industri manufaktur di Indonesia ?
1.4 Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh spillovers teknologi dari PMA dan input-antara impor terhadap produktivitas industri manufaktur di Indonesia. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1. pengaruh spillovers teknologi dari PMA terhadap TFP industri manufaktur di Indonesia; 2. pengaruh spillovers vertikal dari bahan baku impor terhadap produksi industri manufaktur di Indonesia; 3. perbedaan pengaruh spillovers horizontal dan spillovers
vertikal terhadap
produksi industri manufaktur di Indonesia.
1.5 Manfaat Penelitian Dengan tujuan penelitian tersebut diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. dapat memberikan sumbangan secara empiris yang berkaitan dengan dampak spillovers PMA baik spillovers horizontal maupun spillovers vertikal yang diperoleh dari bahan baku impor terhadap produktivitas industri manufaktur di Indonesia;
20
2. dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam membuat kebijakan untuk mengatasi masalah pengaruh
penggunaan PMA dan bahan baku impor
terhadap produktivitas industri manufaktur di Indonesia.
1.6 Keaslian Penelitian Sjoholm (1999) telah mengamati pertumbuhan produktivitas industri di Indonesia
menggunakan model dasar Solow baik tingkat daerah maupun di
tingkat nasional. Penelitian dilakukan terhadap dampak spillovers teknologi pada industri manufaktur Indonesia dengan menggunakan indeks spesialisasi, indeks variasi, dan indeks persaingan. Ketiga indeks diasumsikan berhubungan dengan penyebaran teknologi atau yang sering disebut technologi spillover
yang
memengaruhi pertumbuhan produksi industri. Penelitian menggunakan data industri manufaktur pada tingkat nasional dan daerah. Studi Sjoholm menggunakan terminologi pertumbuhan sehingga secara operasional (A*) dapat menggunakan g dianggap sebagai spillovers teknologi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa spillovers
teknologi industri
pada tingkat regional bahwa faktor spillovers teknologi dapat tidak menpengaruhi pertumbuhan produktivitas. Di sisi lain, Sjöholm (1999) menemukan bahwa spillovers lebih kuat di sektor Indonesia yang menunjukkan bahwa kompetisi domestik lebih tinggi pada industri yang memiliki teknologi yang kurang canggih. Dalam studi lain, Sjöholm (1999) berpendapat bahwa spillovers pada tingkat daerah mungkin lebih kuat daripada spillovers di tingkat nasional. Hal ini dimungkinkan karena eksploitasi hubungan lokal dan kompetisi yang lebih tinggi di tingkat daerah
21
Kajian dampak adanya kebijakan tarif output dan input-antara (impor) terhadap produktivitas industri manufaktur di Indonesia telah diteliti Amiti dan Konings (2007). Penelitian ini difokuskan pada perbedaan peningkatan produktivitas industri manufaktur sebagai dampak penurunan tarif output dan penurunan tarif input-antara.
Penelitian menggunakan data survei industri
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1991 ̶ 2001 berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Estimasi menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas dengan pengembangan estimator yang digunakan Olley dan Pakes (1996) pada tingkat KBLI 3 digit untuk mengestimasi TFP. Estimasi menggunakan regresi pooled dengan metode OLS. Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan menghasilkan penduga terbaik linier dan tidak bias (BLUE) dan tidak efisien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan tarif output menghasilkan keuntungan produktivitas melalui persaingan impor ketat, sedangkan penurunan tarif input-antar impor dapat meningkatkan produktivitas melalui pembelajaran dan kualitas input yang lebih baik. Keuntungan produktivitas juga dapat diperoleh dari eksternalitas dari inovasi teknis, kemampuan manajemen atau spillovers teknologi yang diperoleh industri domestik. Penelitian ini akan menganalisis pengaruh spillovers teknologi sebagai dampak dari PMA, baik spillovers horizontal maupun spillovers vertikal terhadap produktivitas industri manufaktur
di Indonesia. Estimasi dampak spillovers
teknologi dari PMA terhadap produktivitas industri manufaktur di Indonesia akan menggunakan
pendekatan TFP. Dampak spillovers vertikal akan dianalisis
melalui penggunaan input-antara impor. Adanya hubungan antar industri
22
penelitian ini juga akan menganalisis perbedaan produktivitas yang ditimbulkan spillovers horizontal dan spillovers vertikal terhadap industri manufaktur di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data panel pada industri hasil survei industri BPS periode 2000 ̶ 2010 dengan menggunakan metode estimasi Fixed Effect Method (FEM).
1.7 Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
empiris,
metodologi, dan kebijakan. 1. Kontribusi empiris penelitian ini khususnya berkenaan dengan dampak spillovers
teknologi dari PMA baik spillovers horizontal maupun spillovers
vertikal akibat penggunaan bahan baku impor terhadap produktivitas industri manufaktur di Indonesia. 2. Secara metodologi, penelitian ini memberikan kontribusi terhadap metode yang digunakan pada penelitian industri manufaktur di Indonesia. Untuk mengestimasi dampak spillovers dari PMA penelitian ini menggunakan data panel industri manufaktur pada KBLI tiga digit dan lima digit untuk mengestimasi dampak spillovers dari PMA. Metode estimasi yang digunakan model Olley dan Pakes (1996) dalam penelitian Amiti dan Konings (2005) dengan metode FEM. 3. Dari sisi kebijakan, penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan bagi Pemerintah untuk membuat kebijakan dan membuat peraturan yang berhubungan dengan kegiatan PMA di Indonesia. Selain itu, penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penggunaan
23
bahan baku industri manufaktur yang akan lebih meningkatkan produktivitas industri manufaktur.
1.8 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini karena tidak dibedakannya data tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal pada industri manufaktur berdasarkan Indonesia KBLI sehingga pada produktivitas tenaga kerja tidak dapat dianalisis secara terpisah. Data tenaga kerja asing yang tersedia merupakan data tenaga kerja asing sektor industri manufaktur yang memperoleh izin bekerja di Indonesia.
1.9 Sistematika Penulisan Penelitian ini dibagi dalam tujuh bab. Bab I berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penelitian. Bab II berisi tinjauan pustaka yang mengemukakan landasan teori pertumbuhan ekonomi, teori produksi yang berhubungan dengan perubahan teknologi dan skala produksi dengan adanya investasi asing. Pada bab ini akan dibahas tinjauan empirik dan hipotesis. Bab III berisi metodologi penelitian yang akan menjelaskan tentang data dan sumber data yang akan digunakan, unit analisis, variabel penelitian, definisi operasional variabel, dan alat analisis yang digunakan. Bab IV menjelaskan hasil perhitungan dan analisis pengaruh spillovers teknologi dari PMA terhadap TFP industri manufaktur di Indonesia.
24
Bab V menjelaskan hasil perhitungan dan analisis pengaruh spillovers vertikal dari bahan baku impor terhadap produksi
industri manufaktur di
Indonesia. Bab VI menjelaskan hasil perhitungan dan analisis pengaruh spillovers horizontal dan spillovers
vertikal terhadap
produksi industri manufaktur di
Indonesia. Bab VII merupakan kesimpulan dari temuan-temuan dari hasil studi ini dan saran alternatif-alternatif kebijakan industri manufaktur yang berkaitan dengan dampak spillover yang dibawa PMA.