BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Pemerintah Indonesia yang tertuang dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 20112025, adalah menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari sepuluh kekuatan ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2025. Tujuan pemerintah tersebut dicanangkan pada tanggal 20 Mei 2011, dan telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Sementara itu dalam Global Development Horizons 2011 tahun 2011, Bank Dunia menyebutkan bahwa lebih dari lima puluh persen pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 akan disumbang oleh enam kekuatan ekonomi baru, yaitu Brazil, China, India, Indonesia, Korea Selatan dan Rusia. Sejalan dengan Bank Dunia, berdasarkan hasil penelitan McKinsey Global Institute, terkait The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential tahun 2012, disebutkan saat ini Indonesia berada pada urutan ke-16 ekonomi terbesar di dunia, dan pada 2030 Indonesia dapat meraih peringkat tujuh terbesar di dunia. Pada saat itu, diperkirakan pendapatan perkapita berkisar antara USD 14.250-USD 15.500 dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0-4,5 triliun. Untuk mewujudkan hal tersebut, salah satu indikator yang harus dicapai adalah pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan pada tingkat 7 persen sampai 9 persen pertahun. 1
2
Untuk
mencapai
pertumbuhan
ekonomi
yang
tinggi
dan
berkesinambungan, salah satu faktor yang paling penting adalah peningkatan produktivitas, yang berperan sebagai faktor kunci dalam peningkatan hasil produksi. Konsep dari perbaikan produktivitas itu sendiri adalah keinginan dan juga upaya yang dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Menyadari hal tersebut, maka dewasa ini negara-negara di dunia telah melakukan berbagai upaya menerapkan konsep dan prinsip-prinsip produktivitas, meskipun masih banyak pula yang belum menyadari bahwa produktivitas adalah kunci sukses untuk memenangkan persaingan. Pada umumnya, bila yang menjadi tujuan adalah memperbaiki produktivitas, maka diperlukan sebuah pengukuran yang tepat dalam mengetahui tingkat produktivitas. Pengukuran produktivitas berguna untuk menyusun rencana dan strategi organisasi baik pada tingkat makro maupun mikro. Selain itu, dapat berguna sebagai alat untuk mengetahui apakah tujuan dan strategi telah tercapai atau tidak, dan juga pengukuran tersebut berhubungan dengan kinerja produktivitas. Lalu bagaimana hubungan antara produktivitas dengan pertumbuhan ekonomi? Secara
teoritis, pertumbuhan ekonomi didasarkan pada dua
komponen. Pertama yaitu penggunaan lebih banyak input, seperti penggunaan tenaga kerja dan stok kapital yang lebih banyak, sehingga akan menghasilkan output yang lebih banyak. Kedua adalah peningkatan output per unit input, yang kemudian dikenal sebagai produktivitas. Dengan demikian, produktivitas
3
merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara atau daerah diidentikkan dengan jumlah Produk Domestik Bruto (PDB) ataupun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihasilkan pada kurun waktu tertentu. Pertumbuhan PDB dan pertumbuhan PDRB tersebut, dapat dilihat apakah pertumbuhannya dikarenakan pertumbuhan dari faktor-faktor input saja, seperti pertumbuhan tenaga kerja dan akumulasi kapital, ataukah karena pertumbuhan produktivitas dari faktor-faktor input tersebut, yang kemudian dikenal sebagai produktivitas faktor total atau Total Factor Productivity (TFP). Pada awal tahun 1970 hingga pertengahan tahun 1990an, muncul fenomena pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia, yang dikenal dengan “East Asian Miracle”. Tujuh negara yang pada waktu itu oleh Bank Dunia dapat disebut sebagai “Keajaiban Asia Timur” adalah negara-negara; Korea Selatan, Thailand, Hongkong, Taiwan, Singapura, Malaysia dan Indonesia. Di mana negara-negara tersebut mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi melebihi pertumbuhan ekonomi negara-negara maju, yaitu mencapai 6 sampai 7 persen pertahun. Dari fenomena East Asian Miracle tersebut, muncul beberapa pendapat para ekonom, salah satunya adalah Krugman (1994). Krugman menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia yang tinggi (di atas 7 persen) pada kurun waktu tersebut disebabkan karena berhasil dalam mengakumulasi kapital dan tenaga kerja yang sangat tinggi, bukan karena kemampuan dalam
4
penggunaan teknologi yang maju. Dengan begitu negara-negara tersebut kemudian akan mengalami law of diminishing return, artinya tidak akan pernah mampu melampaui negara-negara maju yang tingkat produktivitasnya tinggi. Kim dan Lau (1994) melakukan penelitian dengan menghitung Total Factor Productivity (TFP) di negara-negara Asia Timur tersebut. Penelitian ini menjelaskan bahwa memang negara-negara tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata 6 persen hingga 7 persen per tahun selama 25 tahun, tetapi nilai TFP-nya hanya tumbuh 3-4 persen saja. Artinya, bahwa pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia Timur ini memang tinggi, tetapi karena tidak ditopang oleh nilai produktivitas yang tinggi pula, maka pertumbuhan ekonomi tersebut menjadi tidak berkualitas. Jika pertumbuhan output diakibatkan hanya karena pertumbuhan input (modal dan tenaga kerja) berarti produktivitas tidak meningkat. Pertumbuhan output yang sama dengan pertumbuhan kapital dan tenaga kerja, berarti tidak terdapat sisa output yang bebas dan bisa dibagikan untuk peningkatan pendapatan tenaga kerja dan atau peningkatan returns to capital. Ketika pendapatan per tenaga kerja tidak bisa meningkat, maka tidak ada peningkatan kesejahteraan tenaga kerja. Demikian pula berarti pertumbuhan output hanya cukup untuk membayar returns to capital tidak ada sisa yang dapat digunakan untuk investasi pada tahun berikutnya. Jika investasi atau pinjaman luar negeri berkurang karena terjadi krisis kepercayaan misalnya, maka pertumbuhan ekonomi bisa negatif, seperti yang terjadi pada tahun 1998 di Indonesia.
5
Salah satu publikasi The Asian Productivity Organization (APO) tahun 2000, yang berjudul Total Factor Productivity Growth Survey Report, menyebutkan bahwa hasil perhitungan pertumbuhan TFP Indonesia selama tahun 1980-2000 adalah sebesar -0,8 persen. Publikasi tersebut juga mencantumkan hasil perhitungan TFP dari 12 (dua belas) negara lainnya di Asia. Diantaranya adalah Malaysia yang mencapai angka pertumbuhan TFP sebesar 1,29 persen, Singapura 0,78 persen, Thailand 1,00 persen, Vietnam 3,27 persen, dan Filipina -0,37. Jika dibandingkan dengan nilai pertumbuhan TFP negara-negara tersebut, nilai pertumbuhan TFP Indonesia ternyata lebih rendah. Hal tersebut juga nampak kembali dalam publikasi APO selanjutnya di tahun 2012. Dalam APO Productivity Data Book 2012, disebutkan bahwa selama kurun waktu 2000-2010 pertumbuhan TFP Indonesia adalah sebesar 1,0 persen. Meskipun terjadi kenaikan dari hasil perhitungan di publikasi sebelumnya, namun ternyata angka tersebut masih lebih rendah dari nilai pertumbuhan TFP beberapa negara Asean lainnya. Dalam Gambar 1.1 berikut ini dapat dilihat bahwa nilai pertumbuhan TFP Indonesia selama tahun 2000-2010 adalah 1,0 persen. Sementara pertumbuhan tenaga kerja dan kapital berturut-turut sebesar 1,9 persen dan 2,2 persen. Pertumbuhan TFP Indonesia pada kurun waktu tersebut ternyata masih lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan TFP Malaysia yang mencapai angka 1,5 persen, Filipina sebesar 1,4 persen dan Singapura sebesar 1,4 persen.
6
Sumber: The Asian Productivity Organization (2012) Gambar 1.1 Sumber-sumber Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara, 2000-2010 (persen) Nilai TFP Indonesia yang lebih rendah dibandingkan dengan negara Asia lainnya tersebut, menjadi catatan tersendiri bagi Pemerintah Indonesia. Tantangan pemerintah untuk bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan pada tingkat 7 sampai 9 persen pertahun, dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari sepuluh kekuatan ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2025 adalah dengan cara meningkatkan produktivitasnya. Peningkatan produktivitas tersebut akan berdampak pada tingkat kesejahteraan, meskipun keterbatasan data terkadang menjadi hambatan dalam merumuskan kebijakan. Pertumbuhan ekonomi nasional suatu negara dapat dilihat dari total Produk Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan pada periode tertentu. Nilai PDB tersebut merupakan akumulasi dari nilai PDB yang dihasilkan oleh daerah-daerah
7
ataupun regional yang tergabung dalam negara tersebut yang selanjutnya disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Di Indonesia, PDB merupakan akumulasi dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) seluruh provinsi di Indonesia pada periode tertentu pula. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan nilai PDRB terbesar ketiga setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur sejak tahun 2001 sampai dengan 2012. Hal tersebut bisa dilihat dari persentasenya terhadap PDB nasional sebagai berikut.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 2002-2012 (diolah) Gambar 1.2 Pangsa PDRB Provinsi Terhadap PDB Nasional, 2001-2012 (persen) Dari Gambar 1.2 di atas terlihat bahwa rata-rata nilai pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat menyumbang sekitar 14,46 persen dari total PDB nasional. Untuk share PDRB terbesar pertama adalah Provinsi DKI Jakarta yang mencapai 17,45 persen, kemudian disusul oleh PDRB Provinsi Jawa Timur sebesar 15,15 persen. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 adalah sebesar 6,2 persen, sedikit melambat dari pertumbuhan tahun 2011 yang mencapai angka 6,5 persen. Salah satu penyebabnya adalah menurunnya kinerja ekonomi Sektor Pertanian, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), serta
8
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Meskipun secara keseluruhan, sektor perekonomian Provinsi Jawa Barat didominasi oleh Sektor Industri Pengolahan sebesar 43,1 persen, Sektor PHR sebesar 24 persen dan Sektor Pertanian sebesar 9,6 persen. Selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 1.3 berikut ini.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 2008-2012 (diolah) Gambar 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Sektor Ekonomi, 2008-2012 (persen) Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2012 didominasi oleh konsumsi rumah tangga, yang mencapai 61,8 persen dari keseluruhan pangsa PDRB. Sementara konsumsi pemerintah mencapai angka 5,49 persen. Nilai investasi yang digambarkan oleh nilai Pembentukan Modal Tetap Bruto pada tahun 2012 mencapai angka 18,2 persen, naik dari tahun sebelumnya di tahun 2011 sebesar 17,78 persen. Adapun kontribusi nilai ekspor setelah dikurangi dengan impor adalah sebesar 12,48 persen. Berikut disajikan tabel distribusi persentase PDRB Provinsi Jawa Barat menurut penggunaan Tahun 2008-2012 atas dasar harga konstan tahun 2000.
9
Tabel 1.1 Distribusi Persentase PDRB ADHK 2000 Provinsi Jawa Barat Menurut Penggunaan, 2008-2012 (persen) Uraian Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba
2008
2009
2010
2011
2012
64,02
64,46
60,3
62,89
61,8
0,56
0,9
0,56
0,55
0,54
6,43
6,47
5,81
5,83
5,49
17,26
17,36
17,42
17,78
18,2
2,97
-0,86
-0,34
1,05
1,42
Ekspor
41,97
42,15
44,78
44,78
44,49
Impor
33,21
30,47
31,53
32,87
32,01
100
100
100
100
100
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Stok
PDRB
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 2008-2012 Nilai investasi yang digambarkan oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tersebut, terus mengalami kenaikan. Tercatat pada tahun 2001 nilai PMTB Provinsi Jawa Barat adalah sebesar Rp31.801.627.000.000,- dan pada tahun 2012 menjadi Rp61.535.744.377.000,-. Hasil penelitian dari Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (Partnership for Governance Reform) atau yang lebih dikenal dengan Kemitraan Partnership menyebutkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi paling ramah investasi pada tahun 2012 dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Sementara Provinsi Nusa Tenggara Timur menduduki peringkat paling bawah. Selain potensi tersebut, Provinsi Jawa Barat juga diketahui sebagai provinsi dengan populasi penduduk terbesar di Indonesia. Jumlah populasi penduduk Provinsi Jawa Barat menurut proyeksi tahun 2011 adalah sebanyak 43,38 juta orang. Jumlah tersebut mencapai 18,18 persen dari seluruh populasi
10
penduduk Indonesia yang berjumlah 241,037 juta orang. Hal tersebut tentunya berpengaruh pada jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja pada lapangan pekerjaan utama, yang jumlahnya juga terus bertambah sejak tahun 2001 sebanyak 14.649.647 orang, menjadi 18.321.108 orang pada tahun 2012. Dari potensi yang dimiliki Provinsi Jawa Barat tersebut, tentunya akan berpengaruh terhadap output barang dan jasa yang dihasilkan yang dalam hal ini diukur dengan PDRB sebagai representasi dari pertumbuhan ekonomi. Kemudian perlu dianalisis mengenai sumber-sumber dari pertumbuhan ekonomi tersebut dari sisi produksi. Apakah pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat lebih banyak disumbang oleh pertumbuhan input faktor-faktor produksi seperti jumlah akumulasi kapital dan tenaga kerja, atau karena pertumbuhan produktivitas faktor-faktor produksi diluar faktor aktual yang dapat diukur yang disebut Total Factor Productivity (TFP)? Lalu bagaimana dengan pertumbuhan TFP dari sektor-sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat itu sendiri.
1.2. Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan Total Factor Productivity (TFP) telah banyak dilakukan, namun penelitan mengenai pertumbuhan TFP tingkat regional dan sektoral masih sangat terbatas. Berikut beberapa penelitian mengenai pertumbuhan TFP yang terangkum dalam Tabel 1.2.
11
Tabel 1.2 Hasil Penelitian Terdahulu Terkait dengan TFP No
Nama
Alat Analisis
Kesimpulan
1.
Sigit (2004)
2.
Margono dan Stochastic Sharma (2004) Frontier Analysis
3.
Tjahjono Anugrah (2006)
4.
Van Der Eng Growth Pierre (2010) Accounting
5.
Zheng Xiao Econometric dan Eksternalitas dinamis berpengaruh Ping (2010) Growth terhadap pertumbuhan TFP industri Accounting manufaktur, keuangan, perdagangan dan industri secara keseluruhan. Setiap terjadi konsentrasi dan spesialisasi industri akan meningkatkan pertumbuhan TFP. Setiap 1 persen kenaikan eksternalitas dinamis akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan TFP sebesar 0,417 sampai 0,896 persen.
6.
Askinatin (2011)
Growth Accounting
Pertumbuhan TFP Indonesia pada tahun 1980-2000 adalah -0,8 persen. Perekonomian Indonesia lebih didorong oleh pertumbuhan kapital. Rata-rata efisiensi teknis provinsiprovinsi di Indonesia selama tahun 1993-2000 berkisar diangka 50 persen. Pertumbuhan TFP berada di antara 1,65 persen dan 5,43 persen dengan pertumbuhan rata-rata 3,59.
dan Ekonometrika Rata-rata pertumbuhan TFP dan Growth Indonesia kurun waktu 20 tahun Accounting (1985-2004) adalah sebesar 1,35 persen.
Growth Accounting
Rata-rata pertumbuhan TFP Indonesia selama tahun 1881-2008 adalah 0,2 persen per tahun, dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 6-12 persen.
Rata-rata kemajuan teknologi di Provinsi DKI Jakarta Tahun 19842007 adalah sebesar 0,21 persen.
12
No
Nama
Alat Analisis
Kesimpulan
7.
Prihawantoro, Growth Hutapea dan Accounting Suryawijaya (2012)
Pertumbuhan TFP Indonesia selama tahun 1976-2009 adalah sebesar -0,15 persen. Pertumbuhan TFP sektor pangan sebesar 0,88 persen. Sektor energi -0,80 persen, Sektor transportasi 2,8 persen dan Sektor TIK sebesar -1,04 persen.
8.
Karunaratne, Panel Data Analisis ekonometrika panel data Neil Dias. Econometrics dilakukan untuk menganalisis (2013) hubungan antara TFP dengan FDI untuk 25 negara OECD selama tahun 1983-2007. Hasilnya menunjukkan bahwa baik inward maupun outward FDI memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara OECD. TFP didekomposisikan menjadi perubahan efisiensi teknis, skala perubahan dan residual.
9.
Suphannachart, Wallerat. (2013)
Growth Rata-rata pertumbuhan TFP pada Accounting dan produksi padi di Thailand selama Regresi data tahun 1995-2011 lebih besar dari panel. pertumbuhan kapital dan input produksi lain seperti tenaga kerja, lahan, dan pupuk. Hal ini disebabkan karena tingginya investasi publik untuk penelitian padi, dan karena adanya adopsi varietas bibit unggul.
Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, maka perbedaan penelitian ini dibanding penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menganalisis Total Factor Productivity (TFP) Provinsi Jawa Barat pada tahun 1987-2012 dan pertumbuhan TFP sektoral Provinsi Jawa Barat tahun 2001-2012. Sementara itu, persamaannya adalah menggunakan pendekatan metoda Growth Accounting.
13
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hal-hal sebagai berikut. 1. Pertumbuhan: TFP, kapital, dan tenaga kerja Provinsi Jawa Barat, 19872012. 2. Kontribusi pertumbuhan: TFP, kapital, dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat, 1987-2012. 3. Pertumbuhan TFP sektoral Provinsi Jawa Barat, 2001-2012. 1.3.2 Manfaat penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memberikan informasi mengenai pertumbuhan TFP, kapital dan tenaga kerja Provinsi Jawa Barat, 1987-2012 . 2. Dengan diketahuinya kontribusi setiap faktor input terhadap pertumbuhan ekonomi, dapat bermanfaat dalam menentukan pendorong utama pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. 3. Dengan diketahuinya pertumbuhan TFP sektor-sektor ekonomi, dapat bermanfaat sebagai bahan kebijakan sektoral bagi pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari pendekatan produksi. Selain itu, dapat bermanfaat sebagai bahan referensi bagi pihak lain yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai TFP.
14
1.4 Sistematika Penulisan Tesis ini disajikan dalam empat bab dengan sistematika disusun sebagai berikut. Bab I merupakan pengantar yang menguraikan tentang latar belakang, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II berisi tentang tinjauan pustaka, landasan teori, model analisis dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Bab III menguraikan cara penelitian serta hasil analisis data dan pembahasan. Bab IV kesimpulan dan saran memuat rangkuman dari hasil penelitian secara keseluruhan dan saran.