1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Konteks Masalah Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat,
dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang masih menganut nilai-nilai dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat, serta menghargai norma-norma yang ada. Hal ini menyebabkan dapat mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka. Remaja yang dahulu terjaga kuat oleh sistem keluarga, adat budaya serta nilai-nilai tradisional yang telah ada, telah mengalami pengikisan. Beberapa contoh perilaku negatif yang dilakukan oleh para remaja saat ini antara lain adalah tawuran, memakai narkoba, hingga seks bebas yang berdampak pada kehamilan di luar nikah (www.medanbagus.com) Kehamilan di luar nikah merupakan salah satu hal yang berdampak buruk bagi para remaja. Tidak sedikit dari remaja yang mengalami kehamilan di luar nikah menyebabkan pada akhirnya sebagian dari mereka harus berhenti sekolah, merusak nama baik keluarga, dan diasingkan dalam lingkungan tempat tinggalnya. Tidak selamanya kehamilan di luar nikah berakhir pada pernikahan yang sesungguhnya. Usia yang masih muda, menyebabkan berbagai faktor untuk menolak pernikahan muncul, misalnya faktor materi yang belum mencukupi, kesiapan mental yang belum memadai, serta bayangan takut terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (m.kompasiana.com). Remaja yang hamil di luar nikah merupakan suatu aib bagi keluarga karena dianggap telah merusak nama baik keluarga serta menciptakan persepsi buruk bagi dirinya sendiri serta keluarganya. Hal ini diikuti dengan pernyataan salah seorang informan dalam penelitian ini yang bernama Wita (pra penelitian dengan informan, Desember 2015). “ Pas keluarga besarku tau kalau aku hamil, semua langsung shock. Karena waktu itu umurku masih 16 tahun, masih kelas 2 SMA. Yaudah aku langsung dianggap kayak menjijikkan dan dianggap
1
Universitas Sumatera Utara
2
aib. Tetangga juga gak tau sebenarnya, tapi entah dari mana mereka jadi tau. Yaudalah, orangtuaku dianggap gak becus ngurus anaklah, keluargaku berantakan lah. Ada aja memang yang buat persepsi buruk soal keluargaku jadinya.” Demikian pun, terdapat dua pilihan bagi remaja yang telah hamil di luar nikah, apakah mereka akan tetap mempertahankan bayi yang dikandungnya, atau bahkan mereka harus menggugurkan kandungan tersebut agar mereka bisa menjalani aktifitas seperti biasa dan tidak membuat aib bagi keluarganya. Untuk usia yang masih cukup muda, kebanyakan dari para remaja tersebut akan memilih berbagai cara untuk menggugurkan kandungannya. Mulai dari menggunakan cara meminum obat-obat yang dapat menggugurkan kandungan, hingga melakukan aborsi (Diambil dari tesis Nova Yanti Harefa, 2013 : 2) Pada dasarnya, kehamilan di luar pernikahan dapat terjadi karena dua hal, pertama adalah pemerkosaan sehingga terjadinya hubungan seksual dengan paksaan. Kedua, terjadinya hubungan seksual yang dilandasi atas kemauan bersama antara laki-laki dengan perempuan, atau biasa disebut dengan hubungan seks bebas. Kehamilan di luar pernikahan yang terjadi karena pemerkosaan tidak dapat disalahkan sepenuhnya, karena remaja yang hamil tersebut merupakan seorang korban dan tidak melakukan hubungan seksual tersebut secara sukarela. Sedangkan hubungan seks yang dilakukan secara sukarela oleh kedua belah pihak tersebut tanpa adanya ikatan hubungan suami istri yang sah, merupakan sesuatu hal yang salah dan merusak norma-norma serta nilai-nilai adat. Seks bebas merupakan salah satu faktor terjadinya kehamilan di luar pernikahan. Perilaku seks bebas di kalangan remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Sekitar 1.000.000 remaja pria (5%) dan 200.000 remaja wanita (1%) secara terbuka menyatakan bahwa mereka pernah melakukan seks bebas. Usia remaja pertama kali melakukan hubungan seks bebas aktif bervariasi, antara usia 14-23 tahun dan usia terbanyak adalah antara 17- 23 tahun (Diambil dari tesis Nova Yanti Harefa, 2013 : 2). Dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa salah satu penyebab terjadinya seks bebas adalah ketidakmampuan remaja dalam mengendalikan dorongan biologisnya.
Universitas Sumatera Utara
3
Ketua Komnas Perlindungan Anak menyatakan dalam Forum Diskusi Anak Remaja (2011), “ Remaja yang melakukan seks bebas di luar nikah kebanyakan diusia 15 tahun. Data tersebut ditemukan dengan mengumpulkan 14.726 sampel anak SMP dan SMA di 12 kota besar di Indonesia, antara lain Jakarta, Bandung, Makasar, Medan, Lampung, Palembang, Kepulauan Riau dan kota-kota di Sumatera Barat. Ditemukan juga bahwa sebanyak 21% remaja atau satu diantara 5 remaja Indonesia pernah melakukan aborsi. Mereka mengaku hampir 93,7% pernah melakukan hubungan seks di luar nikah. 83% mengaku pernah menonton video porno, dan 21,2% mengaku pernah melakukan aborsi(www.articlekesproremaja.go.id)” Monks (dalam Sarwono, 1997) menyatakan bahwa masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir berusia 18-21 tahun. Jadi, masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia 12-22 tahun. Di usia tersebut, seseorang sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan yaitu orang-orang di sekitarnya. Karena pada masa remaja seseorang dalam masa pencarian jati diri (Diambil dari tesis Nova Yanti Harefa, 2013 : 2) Seks pranikah atau seks bebas dapat terjadi karena berbagai hal. Diantaranya adalah pengaruh media massa, dimana pada saat ini merupakan lingkungan yang dekat dengan remaja. Sebagian besar remaja pada saat ini sering menghabiskan waktu bersama dengan media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Adanya perkembangan zaman, sangat mudah bagi para remaja untuk mengakses situs-situs pornografi sehingga dapat memuaskan hasrat dan keinginan mereka untuk melihat hal-hal tersebut. Pada dasarnya, di usia remaja yang masih muda dan cukup labil, hal tersebut merupakan sesuatu yang baru dan sangat menimbulkan rasa penasaran bagi mereka. Kebiasaan mengunjungi situssitus pornografi tersebut, tentu lambat laun akan memancing rasa penasaran bagi mereka, sehingga mereka akan mulai mencoba-coba melakukan hubungan seks di luar nikah (Diambil dari tesis Nova Yanti Harefa, 2013 : 4). Bagi sebagian remaja yang memiliki keluarga modern, yaitu keluarga yang dimana para orangtuanya sibuk beraktivitas di luar rumah, seringkali menjadikan media massa sebagai penghibur, pendamping, bahkan pengasuh bagi para remaja. Tayangan pada jam-jam utama sering menyajikan sinetron yang mengangkat
Universitas Sumatera Utara
4
cerita kurang bermutu, seperti roman picisan, intrik-intrik rumah tangga kelas atas,
serta
sinetron
yang
berisikan
adegan
percintaan,
berpenampilan
menggairahkan, berorientasi hidup hedonistik serta berpola hidup serba mewah. Hal tersebut menyebabkan remaja menempatkan media massa sebagai sumber informasi seksual yang lebih penting daripada orangtua dan teman. Hal ini terjadi karena media massa memberikan gambaran yang lebih baik mengenai keinginan dan kemungkinan yang positif mengenai seks dibandingkan permasalahan dan konsekuensinya. Selain itu, pergaulan bebas juga merupakan salah satu faktor pendorong seorang remaja melakukan seks di luar nikah. Terlalu bebas dalam bergaul serta tidak menyeleksi dalam memilih teman, dapat menyebabkan seorang remaja melakukan seks di luar nikah. Melakukan hubungan seks di luar nikah juga bisa terjadi karena imbalan dan dorongan dari pikiran. Hubungan seks tidak hanya muncul karena didukung oleh adanya tempat yang sesuai untuk melakukan hubungan seks tersebut, tetapi karena bayangan akan persetubuhan tersebut telah muncul di pikirannya. Hubungan seks tersebut dapat dilakukan sebagai imbalan dari kebaikan yang telah diberikan oleh kekasihnya. Seperti contoh, hal yang dialami oleh Dyah (nama samaran), remaja berusia 17 tahun ini telah melakukan hubungan seks dengan kekasihnya ketika mereka masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (pra penelitian dengan informan, Januari 2016). Hubungan seks yang mereka lakukan sudah lebih dari puluhan kali, bahkan hampir setiap hari rutin mereka lakukan sepulang sekolah. Dengan kondisi rumah Dyah maupun kekasihnya yang selalu sepi dan tidak pernah ada orangtua di rumah, menyebabkan mereka dapat melakukan hubungan seks tersebut dengan leluasa tanpa takut diketahui oleh siapapun. Dyah mengaku, bahwa kekasihnya merupakan seseorang yang sangat dia cintai sehingga dia rela untuk memberikan apapun yang diminta oleh kekasihnya (pra penelitian dengan informan, Januari 2016). Hal itu terjadi karena remaja putri seringkali mengalami tekanan-tekanan yang mereka dapatkan di rumah, seperti kurangnya perhatian orangtua, perceraian
Universitas Sumatera Utara
5
orangtua, serta tekanan lainnya. Pacar yang mereka jadikan sebagai tempat sandaran dan sumber kenyamanan mampu mengatasi tekanan-tekanan yang mereka rasakan, justru kebanyakan mampu membawa mereka ke dalam kehidupan yang salah dan tidak wajar, mengajarkan mereka sesuatu yang belum mereka ketahui. Dalam konteks berpacaran, imbalan merupakan sesuatu hal atau temuan yang baru. Dengan adanya hal baru yang mereka dapatkan, menyebabkan kedua belah pihak tersebut tidak dapat mengendalikan diri dari dorongan biologisnya (Diambil dari tesis Nova Yanti Harefa, 2013 : 5). Pada dasarnya, remaja laki-laki lebih cepat dan mudah menyerap informasi mengenai seks bebas daripada remaja perempuan. Tidak dapat dipungkiri bahwa remaja laki-laki lebih sering menonton film, video, ataupun situs-situs pornografi. Hal inilah yang menyebabkan mereka lebih paham dan lebih penasaran akan hubungan seks. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa remaja perempuan tidak mempunyai hasrat untuk melakukan hubungan seks. Dengan bermodalkan rasa penasaran dan ingin tahu yang lebih besar daripada remaja laki-laki, sehingga remaja perempuan akan nekat untuk mencoba hubungan seks tersebut dan akan selalu merasa membutuhkan hubungan seks tersebut ketika sudah pernah sekali dilakukan (Diambil dari tesis Nova Yanti Harefa, 2013 : 6) Hal ini diakui oleh Yani (nama samaran), bahwa dia mendapatkan pengetahuan mengenai hubungan seks bukan dari media massa namun melalui kekasihnya. Pada saat itu, Yani masih berusia 14 tahun dan tidak pernah sekali pun menonton video pornografi atau semacamnya. Namun, sejak berpacaran dengan Hans (nama samaran) kekasihnya tersebut kerap kali meminta Yani untuk melakukan hubungan seks dengannya. Yani yang pada saat itu tidak mengerti apaapa dan penasaran, pada akhirnya merelakan dirinya untuk disetubuhi oleh kekasihnya. Sejak saat itu, Yani sering melakukan hubungan seks di luar nikah (pra penelitian dengan informan, Januari 2016). Lingkungan pertemanan juga mempengaruhi terjadinya seks bebas. Tidak dapat dipungkiri bahwa di kota-kota besar sekarang ini sangat marak terjadinya kasus hamil di luar nikah akibat seks bebas. Seorang anak layaknya harus bisa
Universitas Sumatera Utara
6
memilih teman yang baik atau yang buruk baginya, karena hal tersebut dapat mempengaruhi perkembangan seseorang di masa remaja. Masa remaja merupakan masa yang labil dan rentan bagi seseorang. Tidak heran jika sebagian besar hal dianggap salah bagi masyarakat umum, justru dianggap keren atau menjadi trend di kalangan remaja itu sendiri. Seks bebas, mabuk-mabukan, penggunaan narkoba, tawuran, dan tindakan kriminal lainnya merupakan hal yang salah, namun dianggap menjadi sesuatu yang keren. Oleh karena itu, disinilah peran orangtua untuk mengontrol tingkah laku anak mereka dan mengawasi anak-anaknya (Diambil dari tesis Nova Yanti Harefa, 2013 : 7). Pada umumnya, kepribadian bangsa Timur adalah pribadi yang sangat terbuka dan toleran terhadap bangsa lain, tetapi selama masih sesuai dengan norma, etika, serta adat istiadat yang ada. Nilai-nilai budaya yang ditanamkan oleh bangsa Timur jelas sangat berbeda dengan bangsa Barat. Apabila di Negaranegara Eropa, untuk melakukan seks bebas adalah hal yang wajar, namun lain halnya dengan bangsa Indonesia yang masih menganggap hal tersebut telah melanggar norma serta nilai kebudayaan yang ada di masyarakat kita (http://m.kompasiana.com). Indonesia merupakan salah satu negara yang masih berada dalam budaya Timur. Globalisasi menyebabkan masuknya budaya Barat ke dalam bangsa Timur sehingga terjadi perubahan pada budaya Timur sendiri. Salah satunya adalah perubahan budaya dari cara berpakaian, musik, kuliner, hingga seks bebas. Sejak globalisasi terjadi, bukan hal yang asing lagi jika kita melihat berbagai adegan menggairahkan di layar televisi. Hal ini menyebabkan para remaja juga berani mengumbar kemesraan di hadapan publik. Seperti berpegangan tangan, berpelukan, hingga saling mencium pipi ataupun bibir. Bahkan, berciuman hingga melakukan hubungan seks sudah menjadi hal yang biasa dan tidak asing lagi bagi para remaja pada saat ini (Diambil dari tesis Nova Yanti Harefa, 2013 : 6). Bermula dari terjadinya pergeseran pandangan masyarakat di negaranegara barat (Eropa) tentang hubungan seks oleh manusia. Pandangan ini disejajarkan dengan berkembangnya asas kebebasan individu yang dianut masyaraiat tersebut dalam setiap bidang kehidupan, termasuk di dalamnya
Universitas Sumatera Utara
7
kebebasan individu dalam bidang seks. Paham seks saat ini tumbuh subur di negara-negara Eropa, padahal perkembangan agama pada mulanya begitu dominan dalam pemikiran-pemikiran masyarakat Eropa, akan tetapi pandangan tersebut kemudian tergeser oleh pandangan seks bebas. Pada dasarnya, seks bebas merupakan masalah besar bagi negara tersebut, karena pengaruh agama tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Namun, seiring berkembangan zaman, hal tersebut tidak menjadi masalah lagi bagi moral masyarakat, dan mereka pun menerima serta membenarkan tindakan seks bebas tersebut sebagai tindakan yang sah (Diambil dari skripsi Rahmat Fauzi Pulungan, 2006 : 8). Namun, bagi sebagian masyarakat yang masih menganut paham dan menghargai nilai-nilai kebudayaan bangsa Timur tentu akan menganggap asing dan tabu hal semacam itu. Hal itu tentu saja telah bertentangan dengan nilai-nilai kebudayaan dan norma yang ada. Hubungan seks di luar nikah tidak dibenarkan di semua agama yang ada di Indonesia. Kurangnya penanaman nilai budaya dan agama kepada seorang remaja, akan menyebabkan mereka dengan mudahnya terpengaruh oleh kebudayaan luar yang masuk ke Indonesia. Untuk itulah keluarga kembali berperan penting dalam menanamkan nilainilai agama dan kebudayaan kepada seorang anak. Selain memberikan perhatian yang lebih kepada seorang anak remaja, orangtua juga harus bisa memperdalam dan memperkuat nilai agama kepada anaknya. Dengan penanaman nilai kebudayaan dan nilai agama yang kuat, akan cukup berpengaruh untuk menjaga anaknya untuk tidak melanggar norma-norma yang berlaku. Kasus seks di luar nikah yang berakibat kehamilan di luar nikah merupakan salah satu perilaku yang menyangkut masalah moral dan melanggar nilai-nilai kebudayaan yang ada. Masalah moral adalah suatu masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju maupun masyarakat terbelakang. Karena kerusakan seseorang mengganggu ketentraman yang lain. Jika dalam suatu masyarakat banyak yang telah rusak moralnya, maka akan goncanglah keadaan masyarakat tersebut.
Universitas Sumatera Utara
8
Masuknya pengaruh budaya asing ke bangsa Timur yang secara otomatis mengubah budaya Timur itu sendiri, menimbulkan persepsi yang berbeda-beda pada setiap individu. Persepsi merupakan salah satu aktivitas manusia dalam menyatakan pendapat atau memberikan pandangan tentang suatu objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan tersebut. Persepsi setiap manusia unik dan berbeda-beda, karena setiap hari semua individu akan belajar mempersepsikan lingkungannya. (Liliweri, 2001 : 111-113). Persepsi masyarakat terhadap seks bebas dan kehamilan remaja di luar nikah tentunya juga bermacam-macam. Ada yang setuju dan juga tidak setuju, atau bahkan tidak peduli sama sekali. Begitu pula dengan maraknya seks bebas atau hubungan seks di luar nikah yang sudah biasa terjadi di kalangan masyarakat bahkan remaja saat ini. Persepsi buruk yang terbentuk antara lain memandang bahwa para remaja tersebut telah melakukan seks bebas tanpa adanya hubungan atau ikatan suami istri yang sah. Serta persepsi bahwa keluarganya tidak mendidik anak mereka dengan baik sehingga mereka terlibat dengan seks bebas. Persepsi budaya di dalam komunikasi antarbudaya sendiri memiliki tiga komponen penting dalam mendukung proses komunikasi. Ketiganya tersebut ialah yang pertama pandangan dunia, yang terdiri atas agama dan sistem kepercayaan, nilai, dan perilaku. Kedua, ialah sistem lambang yang terdiri atas bahasa. Dan yang ketiga adalah organisasi, yang terdiri atas keluarga dan sekolah. Ketiga komponen ini ialah hal yang mendukung proses komunikasi antarbudaya pada persepsi budaya (Lubis, 2012 : 62-63). Beberapa masyarakat yang masih menganut paham-paham dan nilai kebudayaan serta adat istiadat, tentu akan menentang dan tidak setuju dengan adanya hubungan seks di luar pernikahan dan menyebabkan kehamilan di luar nikah. Namun, bagi masyarakat yang sudah terbiasa dengan pengaruh budaya Barat, berhubungan seks di luar nikah sudah menjadi hal yang lazim dilakukan. Contohnya saja beberapa artis ibukota sudah sangat bersahabat dengan hubungan seks di luar nikah. Bahkan ada beberapa artis yang memiliki anak dari
Universitas Sumatera Utara
9
hubungannya dengan pasangannya, tanpa sebuah pernikahan, atau dapat dikatakan sebagai hamil di luar nikah (Diambil dari tesis Nova Yanti Harefa, 2013 : 8). Apabila ada sejumlah individu yang mempunyai persepsi yang sama terhadap dunia luar, keseluruhan persepsi mereka dapat digolongkan ke dalam persepsi kelompok. Persepsi kelompok adalah keseluruhan atau rata-rata persepsi individu terhadap dunia luar yang lebih kurang sama. Persepsi yang diciptakan oleh manusia bersumber dari latar belakang kehidupan manusia, yakni kebudayaan yang mengajarkan kepadanya kesadaran untuk mencipta, merasa dan mengkarsa (Liliweri, 2001: 113). Pada dasarnya, komunikasi merupakan alat untuk membentuk identitas dan juga mengubah mekanisme. Identitas seseorang, baik dalam pandangan diri sendiri maupun orang lain, dibentuk ketika seseorang secara sosial berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan. Seseorang mendapatkan pandangan serta reaksi orang lain dalam interaksi sosial dan sebaliknya, memperlihatkan rasa identitas dengan cara seseorang mengekspresikan dirinya dan merespon orang lain (Littlejohn dkk, 2011 : 130). Sebagai makhluk sosial, tentu remaja yang hamil di luar nikah juga membutuhkan orang lain untuk diajak berkomunikasi, baik untuk hal yang bersifat pribadi maupun umum. Namun, sebagai seseorang yang berbeda di kalangan masyarakatnya, tentu tidak mudah baginya untuk dapat berbaur dan berkomunikasi dengan masyarakat sekitar lingkungannya. Banyak hal-hal yang seringkali membuat para remaja tersebut merasa malu dan takut untuk kembali berkomunikasi dengan masyarakat. Salah satunya adalah takut tidak diterima oleh masyarakat dan dijadikan bahan cemooh. Orang-orang dapat memiliki sikap yang sama sekali berbeda ketika sebuah diskusi dimulai. Hal ini dapat menjelaskan konflik sering terjadi di antara teman, pasangan dan saudara. Walaupun suatu percakapan dimulai dengan bahasa yang kaku dan tidak fleksibel, konflik tersebut dapat saja diselesaikan melalui kompromi (West dan Turner, 2009 : 6).
Universitas Sumatera Utara
10
Lingkungan juga merupakan situasi ataupun konteks dimana komunikasi terjadi. Lingkungan terdiri dari beberapa elemen, seperti waktu, tempat, periode sejarah, relasi dan latar belakang budaya pembicara dan juga pendengar. Lingkungan juga dapat dihubungkan. Maksudnya, komunikasi dapat terjadi dengan adanya bantuan teknologi. Sangatlah mungkin bahwa komunikasi dalam lingkungan difasilitasi oleh media, misalkan saja melalui email, chatting, ataupun internet (West dan Turner, 2009 : 8). Remaja yang mengalami kehamilan di luar nikah, cenderung memiliki image sebagai seseorang yang melakukan hubungan seks bebas. Sedangkan budaya yang dianut oleh masyarakat Kota Medan adalah budaya timur, dimana seks bebas adalah perbuatan yang melanggar nilai-nilai dan norma budaya yang ada. Melakukan seks bebas, berarti telah melanggar nilai-nilai budaya timur. Hal ini akan menciptakan pandangan yang buruk dari masyarakat terhadap para pelaku seks bebas, termasuk para remaja yang hamil di luar nikah. Sehingga, komunikasi yang terjadi antara para remaja pelaku seks bebas dengan masyarakat tidak akan berjalan baik. Komunikasi tatap muka dengan informan dalam penelitian ini sangat penting, terutama jika akan mengungkapkan diri informan remaja yang melakukan seks bebas dan remaja yang hamil di luar nikah. Karena hal tersebut merupakan sesuatu yang menjadi aib dan memalukan, tentu kebanyakan dari mereka akan lebih tertutup dengan orang lain. Selain itu, informan lainnya yaitu para masyarakat yang cukup ahli pada bidangnya masing-masing dalam kehamilan di luar nikah juga harus dilihat bagaimana cara mereka memberikan pendapat akan kasus remaja hamil di luar nikah tersebut. Berdasarkan konteks masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti persepsi masyarakat terhadap remaja yang hamil di luar nikah di Kota Medan. Penelitian ini akan dilakukan di Medan. Peneliti melihat di Kota Medan cukup banyak remaja yang telah melakukan hubungan seks di luar nikah sehingga tidak sedikit pula dari mereka yang pada akhirnya mengalami kehamilan di luar pernikahan. Hal ini guna untuk mengetahui dan menarik kesimpulan, bagaimana pandangan masyarakat Kota Medan terhadap remaja yang hamil di luar nikah, dan
Universitas Sumatera Utara
11
apakah di mata masyarakat bahwa kasus remaja hamil di luar nikah ini adalah sesuatu hal yang sudah biasa terjadi atau masih dianggap tabu.
1.2.
Fokus Masalah Berdasarkan konteks masalah yang telah diurauikan di atas, maka dapat
ditentukan fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana pandangan masyarakat mengenai seks bebas dan kehamilan di luar nikah?”
1.3.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pandangan masyarakat mengenai seks bebas dan kehamilan di luar nikah. 2. Untuk mengetahui faktor penyebab remaja melakukan seks di luar nikah sehingga berujung pada kehamilan di luar pernikahan.
1.4.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat akademis, penelitian ini diharapkan mampu berkontribusi dalam menambah dan memperluas khasanan penelitian komunikasi dan menjadi referensi tambahan bagi mahasiswanya, khususnya mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU. 2. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan memperluas wawasan yang berkaitan dengan persepsi masyarakat masyarakat terhadap remaja yang hamil di luar nikah di Kota Medan. 3. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait mengenai persepsi masyarakat terhadap remaja yang hamil di luar nikah di Kota Medan. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak lain yang terkait dalam penanganan masalah-masalah dalam ruang lingkup Ilmu Komunikasi.
Universitas Sumatera Utara