BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Internet telah menjelma
sebagai kebutuhan bagi beragam
lapisan
masyarakat. Semenjak kemunculan teknologi yang dikenal sebagai Web 2.0 tersebut, segala informasi dapat dengan cepat dan mudah diakses oleh siapa, kapan dan dimana saja. Penyebaran informasi yang tadinya hanya searah, kini dapat dilakukan dengan banyak arah. Khusus di Indonesia, berbagai riset telah membuktikan bahwa kebutuhan masyarakat akan internet terus berlipat ganda di tiap tahunnya. Salah satunya riset dari M arketeers dan M arkPlus Insight (2013) yang mengatakan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia tumbuh signifikan hingga 22% dari 62 juta di tahun 2012 menjadi 74,57 juta di tahun 2013. D itambah dengan beragam platform media sosial yang ada di dalam nya, internet telah berhasil menyulap gaya hidup masyarakat menjadi kian dinamis. Kedinamisan ini ternyata juga mempengaruhi bidang Public Relations (PR) dalam menjalankan aktivitasnya. Dalam mengelola kegiatan komunikasi perusahaan terhadap publiknya, Putra (2011: 19) menjelaskan bahwa aktivitas PR akan sangat dipengaruhi oleh perubahan dan perkembangan teknologi komunikasi yang ada. Termasuk di dalamnya yaitu pemanfaatan
media yang
terus
berkembang. Sebelum era Web 2.0, aktivitas PR berjalan sangat efektif perihal pemanfaatan media massa konvensional, mainstream dan bersifat satu arah, seperti: media cetak, televisi, radio dan lain-lain. Kajian kehumasan yang biasa disebut dengan istilah PR 1.0 ini memosisikan profesi jurnalis sebagai middle m an di antara publik dan organisasi/brand. Namun, keadaan telah berubah. Bidang kehumasan dituntut juga untuk mampu beradaptasi dengan teknologi komunikasi yang sedang berlangsung. M edia sosial diaplikasikan sebagai ‗corong‘ baru bagi praktisi PR dalam mengemban sebagian fungsinya. Begitu juga
terhadap informasi tentang
organisasi/brand tertentu yang tidak lagi hanya bergantung pada jurnalis, namun 1
juga langsung pada masyarakat yang dapat bertindak sebagai publisher atau bahkan influencer di dunia maya. Oleh karena itu, pemanfaatan media baru dapat menjadi tantangan sekaligus ancaman bagi para praktisi. Penghematan waktu, tenaga serta biaya jelas akan menjadi kuntungan tersendiri bagi korporasi yang menerapkannya secara tepat. M elalui penerapan yang tepat, maka publik akan lebih efektif untuk dijamah terkait media sosial umumnya memiliki database yang tersusun secara sistematis terhadap tiap penggunanya. Namun begitu juga sebaliknya, tanpa identifikasi, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang matang, kampanye ini hanya akan berbuah blunder bagi sebuah korporasi. Interaksi dua arah di dunia maya yang tak mengenal ruang dan waktu ini membutuhkan respon preventif yang cepat dan tepat dari praktisi PR guna menangkal potensi buruk terhadap citra korporasi itu sendiri. Pada umumnya, penggunaan media sosial di Indonesia sendiri bermula sejak awal tahun 2000-an atau pasca orde baru silam. Sebelum mengenal media sosial yang sekarang populer seperti Facebook, Twitter, Youtube dan lainnya, masyarakat Indonesia memulai langka h ‗menyelam‘ mereka salah satunya melalui media bernama Blog. Representasi media blog di masyarakat merujuk pada kepemilikan blog secara personal atau bebas akan kepentingan lain kecuali dari pemiliknya. Dengan kata lain, media yang identik dengan kajian citizen journalism tersebut mempunyai prinsip yang jelas lebih ‗merdeka‘ ketim bang media massa mainstream. Dalam data Social Media Landscape yang dikeluarkan salingsilang.com (2011), jumlah pengguna blog (blogger) di Indonesia mencapai 4,1 juta pada Februari 2011. Sebanyak 80,65% menggunakan blogspot.com dan 14,5% menggunakan
Wordpress.
Sampai
saat
ini,
eksistensi
bloggers
semakin
berkembang, baik dari segi jumlah maupun spesifikasinya. Spesifikasi tersebut berakar dari jenis konten artikel yang berbeda di masing-masing blog. Terdapat blog yang khusus membahas tentang makanan, teknologi, gaya hidup dan lain lain. Tak jarang masing-masing blogger telah memiliki pembaca
setia
(follower) yang rutin mengamati segala artikel yang di-posting oleh sang blogger. 2
Sedikit atau banyak jumlah follower yang dimiliki tergantung pada kualitas dan segementasi informasi yang blogger posting di masing blog-nya. Sehingga para blogger yang telah memiliki banyak pengikut (followers) secara tak langsung dapat dianggap sebagai publisher atau bahkan influencer dalam memberikan informasi berkualitas yang bermanfaat serta dapat mempengaruhi para followersnya. Walau
memiliki
blog
secara
personal,
bloggers
kerap
bertindak
profesional dalam mem uat sebuah artikel ke dalam blog-nya. Profesionalitas tersebut dapat teridentifikasi melalui sajian informasi baik berupa artikel maupun lampiran foto yang terpampang di blog-nya. Bagaimanapun, profesionalitas bloggers tidak melulu tumbuh dengan sendirinya, melainkan juga sebagai buah dari jalinan kerja sama dengan pihak organisasi atau brand tertentu. Kerja sama yang dimaksud senada dengan tindakan A lchemy Creative Communications ketika mewakili brand dari beragam korporasi yang memakai jasanya. Pada umumnya, rangkaian kampanye kehumasan yang d itawarkan oleh sebuah agensi PR terhadap sang client tidaklah jauh berbeda, yaitu seputar: press conference, media m onitoring, media visit, exclusive interview dan lain-lain. Dengan kata lain, beragam program kampanye tersebut hanya melibatkan jurnalis dari media massa m ainstream berkorporasi sebagai m iddle man seperti apa yang telah peneliti bahas sebelumnya. Namun, Indonesian PR Agency yang berdiri sejak tahun 2003 ini hadir dengan hal yang sedikit berbeda. Alchemy kerap menggelar bloggers gathering sebagai salah satu aktivitas dari rangkaian kampanye kehumasannya. Secara singkat, acara ini menghadirkan beberapa pembicara yang ahli dalam bidang tertentu guna memberikan semacam informasi bermanfaat terkait brand yang sedang diusung. Bukan hanya itu, acara pun dikemas semenarik mungkin dalam
upaya
memberikan pengalaman
bermanfaat bagi bloggers yang hadir. Sementara bloggers yang diundang pun ditentukan melalui pengamatan terlebih dahulu berdasar pada kesesuaian konten masing-masing blog, jumlah followers, kualitas penulisan dan lain-lain. Jelas, ajang tersebut digelar dengan harapan bloggers akan melakukan review dan menulis artikel ke dalam blog-nya terkait keberlangsungan acara atau manfaat dari 3
brand yang mereka peroleh. Sehingga informasi tersebut dapat ju ga dibaca oleh banyak follower dari masing-masing blogger. M elalui aktivitas bloggers gathering ini, Alchemy terbilang telah memanfaatkan media baru dalam kampanye kehumasan yang dijalankannya. Tentu bukan tanpa sebab, kampanye ini dijalankan jelas denga n strategi dan target tertentu yang nantinya harus dipertanggungjawabkan pada koorporasi pemilik brand. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk meneliti kasus ini guna mengetahui bagaimana peranan Alchemy Creative Communications dalam melaksanakan bloggers gathering sebagai aktivitas dari kampanye kehumasan.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan turunan dari latar belakang sebelumnya, maka pertanyaan yang akan menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah; ―Bagaimana melaksanakan
peranan
Alchemy
Creative
Communications
dalam
bloggers gathering sebagai aktivitas dari kampanye
kehumasan?‖
C. Tujuan Guna menciptakan hasil penelitian yang komprehensif dan sistematis, maka penelitian ini bertujuan untuk
M endeskripsikan pelaksanakan bloggers gathering sebagai salah satu aktivitas di dalam kampanye kehumasan yang dijalankan oleh Alchemy Communications.
M enganalisa pelaksanakan bloggers gathering sebagai salah satu aktivitas di dalam kampanye kehumasan yang dijalankan oleh Alchemy Communications.
4
D. Manfaat Penelitian Adapun penelitian ini diharapkan mampu memberikan 2 manfaat bagi kajian akademis dan praktis, yakni:
M enambah
referensi
bagi
konsentrasi
kom unikasi
strategis
terkait
keterlibatan bloggers di dalam kampanye kehumasan
M enjadi salah satu bahan tin jauan dalam pemanfaatan media baru di dalam kampanye kehumasan
E. Kerangka Pemikiran
1. Public Relation s: Manajemen dan Kampanye Broom dan Sha (2013: 5) menjelaskan bahwa PR merupakan fungsi manajemen dalam membentuk dan memelihara hubungan saling menguntung kan antara organisasi dan masyarakat yang menjadi sandaran keberhasilan atau kegagalannya. Sementara menurut Jefkins (2004: 10), PR adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Selanjutnya menurut Kasali (2003: 15), PR merupakan suatu fungsi manajemen yang melakukan komunikasi untuk menimbulkan pemahaman dan penerimaan dari publik. dalam p roses penerimaan publik ini, perusahaan perlu memperhatikan hubungan yang harmonis dengan masyarakatnya. Putra
(2008:
1.5)
menerangkan
bahwa
keberagaman
definisi
PR
mencerminkan bahwa belum ada kesepakatan di kalangan praktisi, pelajar dan pemakai jasa kehumasan tentang apa yang dimaksud dengan PR. Namun menurut Wilcox, Ault dan A gee dalam Putra (2008: 1.5-1.7) menekankan bahwa dari berbagai definisi tersebut, ada sejumlah kata kunci yang dapat digunakan sebagai pengingat definisi-definisi yang ada, yaitu: a.
Deliberate
(Sengaja).
mempengaruhi
publik
Fungsi dengan
PR cara
sengaja
dilakukan
berusaha
untuk
meningkatkan
pemahaman publik terhadap organisasi dan berbagai kebijakan, 5
prosedur dan produk atau jasa yang dihasilkan, menyediakan informasi bagi publik te ntang organisasi dan memperoleh umpan balik yang maksimal dari publik. b.
Planned
(Terencana).
Kegiatan
PR
merupakan
kegiatan
yang
terorganisir rapih atau terencana. Jadi harus sistimatis dan dilakukan melalui analis yang cermat dengan bantuan riset. c.
Performance (Kinerja). PR yang efektif harus didasarkan pada kebijakan dan penampilan yang yang sesungguhnyatidak ada kegiatan PR yang efektif tanpa mendasarkan diri pada keresponsifan organisasi terhadap kepentingan publik.
d.
Public Interest (Kepentingan Publik). Alasan mendasar daru suatu kegiatan PR adalah untuk memenuhi kepentingan publik, tidak semata-mata
untuk
membantu
organisasi
dalam
meningkatkan
keuntungan sebesar-besarnya. Secara ideal, kegiatan PR harus dapat menyeimbangkan keuntungan antara perusahaan dan publik. e.
Two-Way Communication (K omunikasi Dua Arah). Banyak yang menganggap tugas pokok PR ialah bersifat satu arah dengan menyebakan informasi tentang perusahaan dan aktivitasnya kepada publik melalui berbagai format informasi dan berbagai media. Pad ahal dapat juga dilakukan dengan berbagai cara yang sistematis, seperti melalui jajak pendapat publik, atau diskusi kelompok terpadu dengan berbagai tokoh kunci yang berada di lingkungan publik.
f.
Management Function (Fungsi M anajemen). PR paling efektif jika menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan dalam sebuah manajemen organisasi. Dalam hal ini, kegiatan yang dapat dilakukan oleh PR meliputi kegiatan konseling dan pemberian saran kepada pihak-pihak lain. Jadi, PR tidak hanya bertugas menyebarkan release atau hanya sekedar mengurusi protokoler perusahaan, atau bahkan hanya sekadar menerima tamu. Tetapi yang sangat penting, PR ikut terlibat membantu mengarahkan kemana organisasi bergerak.
6
Keberagaman definisi PR di atas ternyata juga berpengaruh pada pandangan dan penerapannya di lapangan. Grunig dalam Putra (2011: 8) mengatakan bahwa terdapat dua paradigma ketika kita mendalami PR. Pertama ialah paradigma simbolik atau interpretif yang mengacu pada pandangan bahwa PR merupakan aktivitas penciptaan pesan-pesan, publisitas dan fungsi hubungan media. Dengan kata lain, PR sering ditem patkan sebagai fungsi pendukung atau teknis
yang
membantu
melalui
publisitas
media
atau
dengan
mengombinasikannya bersama iklan untuk mendukung Integrated M arketing Communication (IM C). Secara spesifik, paradigma simbolik ini mengacu pada aktivitas PR berupa penulisan, pembuatan dan penyebaran informasi berupa press release, pidato, situs web, feature, laporan tahunan dan lain-lain. Sementara paradigma kedua ialah paradigma perilaku atau manajemen strategis yang memosisikan PR terlibat dalam pembuatan keputusan strategis untuk mengelola kebijakan organisasi. Hal tersebut terkait salah satu aktivitas PR ialah membangun hubungan organisasi dengan stakeholder –setiap kelompok yang berada di dalam maupun luar perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan perusahaan
(Kasali, 2003: 65). A ktivitas manajemen
bagi bidang PR, menurut Dessler dalam Putra (2008: 1.11) dapat diartikan sebagai penerapan
fungsi-fungsi
yang
ada
pada
manajemen,
yaitu:
planning
(perencanaan), organizing (pengorganisasian), staffing (pengelolaan staf), leading (pengarahan) dan controlling (pengawasan). Lebih dalam mengenai pendekatan manajemen, Broom dan Sha (2013: 268) menjabarkan terdapat empat langkah yang dilakukan dalam sebuah aktivitas manajerial PR, yaitu; Defining PR Problem s (Identifikasi masalah PR), Planning and Program ming (Perencanaan), Taking Action and Comm unicationg (Tindakan dan Berkomunikasi) dan Evaluation the Program (evaluasi Program). a.
Identifikasi masalah PR. Kegiatan
penelitian merupakan cara
yang
dilakukan
untuk
memperoleh informasi seputar permasalahan atau kondisi yang sedang terjadi. Wilcox, Ault, dan Agee (2006: 185) menjelaskan bahwa terdapat
7
lima alasan mengapa penelitian menjadi suatu hal yang perlu dilaksanakan oleh PR, yaitu;
Fragmentasi
publik
yang
memisahkan
publik
menjadi
kelompok dengan kepentingan yang berbeda.
Kerja manajemen puncak jarang melakukan kontak dengan publik, sehingga mereka tidak mengetahui kon disi yang ada.
Penelitian mencegah organisasi untuk membuang waktu, usaha, dan dana untuk menanggulangi permasalahan yang sebenarnya tidak ada.
Untuk memberikan fakta sebagai dasar dari program PR.
Penelitian dengan basis data survei, dapat digunakan sebag ai publisitas.
Broom dan Sha (2013: 278-289) menjelaskan bahwa terdapat dua metode yang dapat digunakan dalam melakukan penelitian, yaitu metode informal dan formal. Penelitian dengan metode informal biasanya berupa kontak pribadi, informan utama, kelompok fokus atau forum komunitas, komite dan dewan penasihat, ombudsman, jalur telepon masuk, analisa surat, sumber online, serta laporan lapangan. Sedangkan penelitian dengan metode formal biasanya berupa analisis sekunder dan database online, analisis isi, dan survey. Lebih lanjut, Kasali (2003: 89) menjelaskan bahwa metode informal lebih sering digunakan oleh praktisi humas. Terkait metode ini mempertimbangkan dua hal; anggaran PR yang belum memadai dan mencegah timbulnya keresahan bila organisasi melakukan p emeriksaan secara formal, maka biasanya penelitian secara formal menimbulkan persepsi bahwa perusahaan telah berjanji melakukan perubahan yang dianggap sebagian orang sebagai ancaman. M etode formal sendiri pada akhirnya, digunakan oleh organisasi untuk melengkapi data-data yang telah mereka himpun secara informal. Data formal yang berbasis kuantitatif ini nantinya digunakan untuk mendukung identifikasi masalah 8
dan digunakan untuk menguatkan bukti berdasarkan angka tentang permasalahan yang ada. Data yang didapatkan melalui tahapan mendefinisikan masalah ini akan menjadi dasar dalam kegiatan selanjutnya, yaitu perencanaan. Penelitian akan membantu PR untuk melihat permasalahan secara detail. Jika tahapan ini tidak dilakukan dengan baik, maka program yang dijalankan oleh PR bisa saja menjadi percuma atau tidak maksimal dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, penelitian dengan mengumpulkan data sebanyak mungkin sangat penting guna praktisi PR untuk membaca masalah yang terjadi secara tepat, dan selanjutnya da pat mengambil kebijakan yang sesuai untuk mengatasi permasalahan.
b.
Perencanaan Data-data yang diperoleh dalam tahap penelitian akan menjadi
dasar dalam perencanaan program. Data -data penelitian harus mampu menyusun perencanaan seperti apa yang hendak dilakukan. Pertimbanganpertimbangan ini tentu harus melibatkan publik yang menjadi sasaran program, media yang digunakan, pesan yang diberikan, juga termasuk permasalahan waktu dan biaya. Putra (2008: 4.1- 4.22) mengungkapkan terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan, yaitu;
Identifikasi
masalah.
Tahapan
ini
dilakukan
PR
untuk
memutuskan permasalahan apa yang dihadapi oleh organisasi. Hal ini biasanya terjadi apabila kondisi atau sikap publik tidak sejalan dengan tujuan organisasi. Karena itu, tahap penelitian penting dilakukan oleh PR untuk melihat situasi yang sedang terjadi dan program apa yang tepat untuk dilaksanakan.
Pernyataan masalah. Setelah mengetahui permasalahan yang sedang
dihadapi
merumuskannya
oleh
dalam 9
organisasi,
pernyataan
kemudian
masalah.
PR
Pernyataan
masalah haruslah dituliskan secara jelas, spesifik, dan dapat diukur.
Hal
yang
perlu
diperhatikan
oleh
PR
dalam
merumuskan pernyataan masalah adalah publik dan outcome. Dimana masing-masing publik memiliki posisi yang berbeda terhadap organisasi, dan outcome berkaitan dengan sikap yang diberikan publik pada organisasi
Analisis situasi. Analisis situasi perlu dilakukan oleh PR untuk melihat faktor apa saja yang menjadi penyebab timbulnya permasalahan eksternal.
tersebut
Disini
PR
baik harus
dari
segi
mampu
internal
maupun
mengkaji
apakah
permasalahan timbul karena kebijakan atau tindakan yang diterapkan
oleh
organisasi
atau
karena
kondisi
sosial
masyarakat yang terpengaruh keberadaan organisasi. Hasil informasi yang d idapat pada analisis situasi, kemudian digunakan
untuk
mengklasifikasikan
(strengths),
kelemahan-kelemahan
kekuatan-kekuatan
(weaknesses),
peluang-
peluang (opportunities) dan ancaman-ancaman (threats).
M enentukan sasaran dan tujuan. Pelaksanaan dari langkah ini berfungsi untuk memberi fokus dan arahan dalam penetapan perencanaan strategis, serta menjadi patokan hasil akhir yang akan digunakan untuk memantau dan mengevaluasi program. Hal yang perlu diperhatiakn dalam menentukan sasaran dan tujuan kegiatan kehumasan adalah adanya perbedaan antara tujuan dan cara. Dimana tujuan menekankan hasil akhir yang ingin didapatkan berdasarkan program yang dijalankan, dan cara menekankan strategi apa yang digunakan untuk mencapai tujuan program.
Agar aktivitas kehumasan dapat berjalan efektif dan efisien, Wilson dan Odgen (2008: 72-73) mengemukakan empat pertimbangan yang harus dilakukan, yakni: 10
Tujuan dan sasaran apa yang harus dilakukan oleh organisasi untuk menjawab kondisi yang ada.
M elalui tujuan dan sasaran yang sebelumnya ditetapkan, publik mana yang perlu disasar atau dipengaruhi.
Pesan seperti apa yang hendak organisasi sampaikan kepada publik.
Perencanaan menjadi aktivitas yang penting
dalam
sebuah
manajemen PR. Hasil dari aktivitas ini akan menjadi panduan ba gi PR dalam
menjalankan
program
sesuai
dengan
tujuannya.
M elalui
perencanaan yang baik, praktisi PR akan lebih mudah melakukan pengawasan di saat program komunikasi dijalankan.
c.
Bertindak dan berkomunikasi Tahap
melaksanakan
ini
merupakan
realisasi
programnya,
praktisi
dari
program
dituntut
PR.
untuk
Dalam dapat
mempertimbangkan berbagai tindakan yang perlu atau tidak perlu untuk dilakukan demi mencapai tujuan tertentu. Smith dalam Putra (2008: 64) menyebutkan terdapat beberapa tindakan sebagai langkah proa ktif yang dapat dilakukan PR, yaitu:
Kinerja perusahaan. Pada dasarnya aktivitas komunikasi yang dijalakan oleh organisasi, bergantung pada kinerja mereka. Oleh karena itu, aktivitas komunikasi hanya akan berjalan dengan baik, apabila didukung dengan kiner ja organisasi yang baik pula.
Partisipasi khalayak. Salah satu cara yang dapat dilakukan PR adalah dengan memberikan kesempatan berkomunikasi secara langsung antara khalayak dengan organisasi.
Special event. Strategi ini dilakukan dengan cara mengadakan ajang khusus yang melibatkan publik dan memiliki potensi untuk mendapatkan perhatian media. 11
Aliansi dan koalisi. Strategi ini dilakukan untuk mencapai tujuan bersama. Dibentuknya kerja sama antar organisasi akan meningkatkan daya mereka dalam memberikan pengaruh, maka hal ini akan menungkatkan efektifitas komunikasi
Sponsorship. Strategi ini dilakukan untuk menampakkan diri dan sekaligus memperoleh penghargaan dari publik melalui keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan publik dalam bentuk penyediaan bantuang keuangan, sumber daya, fasilitas dan lain sebagainya.
Strategic Philantrhopy. A dalah sebuah pendekatan dalam mengimplementasikan tanggung jawab perusahaan (Corporate Social Responsibility) dengan menyediakan komunitas bantuan berupa keuangan secara berkesinambungan dalam bentuk berupa beasiswa, dana dana rutin atau dalam bentuk pelatihan pelatihan peningkatan keterampilan bagi masyarakat.
Aktivisme. M erupakan strategi yang menggunakan pendekatan advokasi
dalam
PR,
dimana
organisasi
terlibat
dalam
memperjuangkan hak dan kepentingan masyarakat.
Tindakan-tindakan perbaikan. Tindakan perbaikan dilakukan untuk menghilangkan sumber masalah yang ada. PR dapat melakukannya dengan memberi masukan dalam melakukan perbaikan
terhadap
kebijakan
dan
tindakan
ya ng
perlu
dilakukan organisasi.
d.
Evaluasi Pada tahap evaluasi, PR akan melihat capaian, kekekurangan dan
efektivitas dari program atau kampanye yang dijalankannya. Broom dan Sha (2013: 344-357) memandang bahwa evaluasi merupakan suatu tahapan yang terstruktur dalam tiga tingkatan yang memberikan hasil pengukuran berbeda. 12
Evaluasi persiapan. Pada tingkat ini, evaluasi dilakukan untuk melihat apakah informasi yang dikumpulkan sudah cukup sebagai latar belakang masalah dalam perencanaan program. Evaluasi ini juga menilai apakah strategi yang digunakan untuk suatu program sudah tepat, yang termasuk didalamnya adalah penilaian terhadap kualitas pesan untuk melihat apakah materi program humas dipahami atau tidak.
Evaluasi pelaksanaan program . Evaluasi ini menilai seberapa efektif program diim plementasikan dan bagaimana pesan dan materi komunikasi disebarluaskan ke publik sasaran. Tahap ini adalah mencatat jum lah pesan yang telah didistribusikan. Setelah
itu
praktisi
menghitung
jumlah
pesan
yang
ditempatkan di media. Penghitungan ini akan memperlihatkan potensi yang dimiliki publik sasaran dalam menerima pesan. Selanjutnya menentukan jumlah orang yang menerima pesan program. Langkah terakhir, adalah menghitung jumlah orang yang memerhatikan pesan.
Evaluasi dampak. Evaluasi ini dilakukan untuk melihat hasil yang diberikan dari program humas, apakah sasaran dan tujuan program humas telah tercapai atau belum. Hal ini dilakukan dengan menghitung jumlah orang yang mengetahui isi pesan untuk mengukur berapa banyak yang memperhatikan isi pesan. Langkah berikutnya adalah menghitung jumlah orang yang mengubah sikapnya sesuai dengan yang diinginkan organisasi. Selain itu, evaluasi juga dilakukan untuk menghitung jumlah orang yang mengulangi atau mempertahanan perilaku yang diharapkan.
Pada umumnya, tidak semua organisasi melakukan seluruh evaluasi tersebut. Sering kali organisasi yang hanya melakukan satu jenis evaluasi saja. Hal ini bisa dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, seperti terbatasnya staf, waktu, serta biaya. Pelaksanaan dari proses evaluasi juga 13
tidak harus menunggu suatu program selesai dilaksanakan, akan tetapi dapat dimulai sejak dilakukannya
perancanaan
serta
implementasi
kegiatan.
Fungsi M anajerial PR tadi dapat diimplementasikan pada tiap jenis kegiatan kehum asan. Hunt dan Grunig dalam Putra (2008: 1.12-1.13) menyatakan bahwa kegiatan kehumasan pada dasarnya dapat dipilah menjadi tiga, yakni: event, program dan campaign. a.
Event adalah kegiatan kehumasan yang terjadi dalam kerangka waktu terbatas dan jelas kapan dimulai dan berakhir. Kegiatan ini ditujukan untuk satu atau beberapa publik terpilih seperti wartawan, warga komunitas dan lain-lain.
b.
Program biasanya terdiri dari berbagai event yang pada umumnya tidak memiliki batasan jelas kapan akan berakhirnya. Seb agai contoh perusahaan mengadakan program hubungan media (media relations), hubungan komunitas (com munity relations), hubungan karyawan (employees relations), hubungan konsumen (consumer relations) dan sebagainya. Program ini biasanya diadakan secara berke sinambungan mengikuti kehidupan sebuah organisasi.
c.
Hampir sama dengan event, namun cam paign diadakan dalam waktu yang lebih panjang dan dapat terdiri dari
berbagai event. Sebagai
contohnya, perusahaan tak jarang menggelar kampanye berupa peningkatan
disip lin
pegawai,
kampanye
sosialisasi
budaya
perusahaan, kampanye hemat energi dan sebagainya. Sementara untuk kegiatan
luar,
kampanye
kehumasan
dapat
diarahkan
untuk
peningkatan penjualan atau sebagainya.
Tentang poin cam paign atau kampanye kehumasan, Sheehan dan Xavier (2009: 2) memperjelas bahwa kampanye merupakan sebuah set sistematis dari kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan maksud spesifik, berjalan dengan
14
jangka waktu dan terkait dengan isu tertentu. M ereka juga menjabarkan langkah langkah dalam m erencanakan kampanye PR (2009: 3-8), yaitu: a.
Problem Statement. Penetapan masalah (atau peluang) merupakan identifikasi terhadap target publik berdasarkan alasan dan masalah yang akan diselesaikan melalui kampanye PR. Prinsip dasar dari hal ini ialah praktisi PR tidak dapat menentukan masalah/peluang tanpa mengetahui siapa target publiknya, apa yang mereka pikirkan dan apa yang mereka lakukan.
b.
Research. Praktisi PR harus meninjau riset yang mereka lakukan sebelum menjalankan rencana kampanye. Dalam risetn ya, praktisi PR biasanya menjalankan beberapa riset baik bersifat primer atau sekunder dan kualitatif dan kuantitatif. Riset kualitatfi dilakukan guna; (1)
mengetahui
target
publik,
(2)
menggali
informasi
untuk
membangunn konstruksi kuesioner kuantitatif b ila nanti diperlukan, (3) menguji efetivitas dari key messages yang telah ditetapkan sebelumnya. Sementara itu, riset kuantitatif dilakukan guna membantu menetapkan landasan sikap publik yang terkait. M elalui landasan tersebut, diharapkan praktisi dapat menempatkan riset sebagai bahan evaluasi. Evaluasi tersebut dapat dilakukan ketika kampanye sedang atau
sudah
berjalan
alih-alih
membantu
praktisi
mengukur
keberhasilan suatu kekurangan dari kampanye. e.
Target Publics. Target P ublik merupakan sekelompok masyarakat atau individual yang dianggap berpengaruh oleh masalah yang dihadapi oleh organisasi. O leh karena itu, praktisi harus melibatkan mereka dalam tindakan komunikasi yang hendak dilakukannya.
f.
Goal and O bjectives. Secara umum, goals merupakan akhir yang dihasilkan dari kerangka pembuatan keputusan. Sementara objectives merupakan berasal dari goals, namun lebih bersifat lebih spesifik dan terukur. Goals sering berupa kebalikkan dari masalah atau peluang karena maksud dari goal ialah untuk mengatasi masalah dari peluang yang
ada.
Acapkali,
objectives 15
menggambarkan
cara
untuk
mengimplementasi beragam komponen dari kebanyakan kampanye. Sebagai
contoh,
goals
berupa
peningkatan
public
awareness,
sementara objectives-nya merujuk pada persiapan dan penyampaia n release media, mengadakan konferensi media dan mengontrak kepada opinion leaders. g.
Strategy and T actics. Tahapan ini menjabarkan (1) problem yang teridentifikasi, (2) objectives yang berdasar masalah yang dihadapi, (3) kenyataan yang harus dihadapi ketika menghadapi publik yang belum disasar, oleh karena itu praktisi harus membuat argumen untuk memenangkan publik tersebut. Untuk mempertahankan taktik terbaik yang akan digunakan, praktisi sebaiknya menanyakan beberapa pertanyaan; (1) apakah medium yang dipilih dapat mengirimkan key message
pada
publik?
(2)
apa
taktik
cadangan
yang
dalam
menyampaikan pesan? h.
Evaluation. Walaupun praktisi telah membuat tenggat waktu dan tolak ukur yang jelas untuk objectives, bagian ini akan memperluas rasionalitas dari keterukuran lebih dari sebelumnya. Keunggulan lainnya ialah kemampuan untuk membandingkan hasil dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumbya. Praktisi diharapkan dapar melihat pada level apa dampak dari kampanye mereka.
2.
Peranan Agensi Kehumasan bagi Perusahaan Seiring pasar dan ekonomi yang semakin mengglobal dan media yang semakin cepat menyampaikan pesan ke seluruh belahan dunia, agensi PR dan segala aspek dalam hubungannya dengan perusahaan juga turut berkembang. Hasilnya, kini agensi PR di kebanyakan kota besar di suatu negara mampu beroperasi secara internasional, baik melalui afiliasi atau subkontrak dengan perusahaan lokal di berbagai negara. Kemegahan Agensi PR bertaraf internasional bahkan tak menutup kesempatan bagi berkembangnya agensi PR lokal. K husus di Indonesia, perkembangan PR agensi lokal semakin menjamur pasca Orde Baru. Reformasi 16
besar-besaran di bidang politik dan ekonomi tersebut berjalan beriringan dengan arus informasi yang deras terkait perkembangan teknologi yang berangsur dinamis. Tak ayal, hal tersebut menyebabkan kebutuhan korporasi bisnis akan jasa konsultasi strategis layaknya kehumasan terus meningkat bahkan memicu pula agensi PR pendatang baru untuk turut berpartisipasi. Terkait definisi, menurut
Public Relations Consulta nts Associations
(PRCA) dalam Jefkins (2004: 39), agensi PR atau konsultan PR adalah penyelenggara
jasa-jasa
teknis dan
kreatif
tertentu oleh
seseorang
atau
sekelompok orang yang memiliki keahlian berdasarkan pengalaman serta latihan yang telah mereka dapatkan sebelumnya, dan dalam menjalankan fungsi-fungsi itu mereka memiliki suatu identitas perusahaan yang sah menurut hukum. Keseluruhan atau pokok penghasilan yang diterima oleh agensi PR tersebut adalah upah atau pembayaran profesional atas jasa pelayanan yang diberikan oleh pihakpihak pelanggan atau klien berdasarkan kontrak konsultansi. Sebelum menggunakan jasa sebuah agensi PR, perusahaan tentu memiliki alasan yang mendorongnya. M enurut Broom dan Sha (2013: 73), motif sebuah perusahaan menjalin kerjasama dengan agensi PR ialah: a.
M anajemen yang ada sebelumnya belum melakukan program PR secara
formal
dan
kurang
memiliki
pengalaman
dalam
mengorganisasikan program PR. b.
Letak perusahaan yang jauh dari pusat komunikasi dan bisnis.
c.
Agensi memiliki banyak kontak yang up-to-date
d.
Sebuah agensi PR dapat menyediakan layanan eksekutif yang berpengalaman, berspesialisasi secara kreatif dan juga bersedia untuk berpindah dari satu kota ke kota lain.
e.
Bila ditangani langsung oleh departemen PR dari internal perusahaan maka
akan
membutuhkan
pelayanan
yang
khusus
dan
juga
mengeluarkan anggaran biaya yang lebih besar. f.
Terkait masalah kebijakan yang krusial yang memerlukan penilaian independen dari luar perusahaan.
17
Agensi
PR
mulai
memberikan
jasanya
setelah
diundang
u ntuk
mempresentasikan sebuah proposal terkait aktivitas kehumasan yang hendak dijalankan. Hal tersebut diawali dengan meneliti situasi masalah yang dihadapi kilen dan dampaknya terhadap masyarkat. Eksplorasi ini tak jarang akan memakan waktu berhari-hari a tau bahkan berminggu-minggu. Setelah melakukan riset, seorang konsultan dari PR agensi akan melaporkan terkait perlu atau tidaknya tindakan PR untuk mengatasi masalah yang ada. Ikhwal kontennya, Broom dan Sha (2013: 74) kembali merangkumkannya berupa: a.
Temuan riset dan analisis situasi dari masalah dan peluang yang ada.
b.
Ancaman dan keuntungan potensial terhadap perusahaan.
c.
Proyeksi ancaman dan peluang yang akan berdampak pada publik.
d.
Tujuan utama program
secara keseluruhan dampaknya terhadap
berbagai publik. e.
Tindakan dan respon komunikasi yang dibutuhkan untuk mengatasi krisis.
f.
Rencana jangka panjang untuk mencapai tujuan dan sasaran.
g.
Evaluasi
perencanaan
untuk
memantau
program
dan
menilai
dampaknya. h.
Perencanaan, anggaran dan jadwal.
Agensi PR akan bersaing satu dengan yang lainnya ketika melakukan presentasi agar dipilih oleh perusahaan berdasarkan kemampuan dalam presentasi dan proposal yang dibuat (pitching). Kembali menurut Broom dan S ha (2013: 74), mereka menjelaskan bahwa terdapat 3 jenis fungsi pelayanan yang dapat ditawarkan oleh agensi PR, yaitu: a.
M enyediakan saran, menyerahkan eksekusi pada staff internal klien.
b.
M emberikan saran dan bekerja bersama staff internal klien untuk mengeksekusi program.
c.
M emberikan
saran
dan
melakukan
menyeluruh.
18
eksekusi
program
secara
Selanjutnya, Broom dan S ha (2013: 75-77) juga menegaskan bahwa terdapat kelebihan sekaligus kekurangan yang dimiliki oleh agensi PR. Ikhwal yang menjadi kelebihannya yaitu; (1) keberagaman bakat dan keteramp ilan seorang konsultan dibanding staf internal perusahaan, (2) objektifitas yang relatif tidak terpengaruh oleh keadaan politik perusahaan, (3) keluasaan terkait pengalaman terdahulu dalam menangani berbagai klien dan masalahnya, (4) cakupan geografis, (5) kemampuan dalam mendorong dan menatar staf internal perusahaan. Sementara yang menjadi kelebihan yang paling utama ialah reputasi dari para konsultan sebuah agensi PR. Reputasi seorang konsultan di kalangan pers dan pejabat pemerintah menjadi keuntungan secara eksternal. Sementara secara internal, pakar dari luar dapat memperkenalkan gagasan baru yang sebelumnya tidak berhasil dilaksanakan staf internal terkait dana yang terbatas. Terkait kekurangan, tak jarang internal perusahaan memandang sebuah agensi sebagai saingan dan tidak mengerti benar tentang seluk beluk perusahaan. Namun sebenarnya bukan itu yang menjadi kekurangan utama dari agensi PR. Adapun yang menjadi kekurangan agensi PR ialah (1) masalah biaya, (2) ancaman dari golongan konservatif dan pembentukan kebiasaan, (3) penolakan terhadap nasihat atau rekomendasi, (4) konflik personal yang tersembunyi (5) kesulitan memberi pemahaman kepada klien tentang fungsi PR dalam mengeksekusi suatu keputusan. Peran PR akan berdampak pada suatu organisasi ketika masyarakat mulai bercerita satu sama lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa kejujuran dalam berkomunikasi adalah kebijakan yang terbaik dan bertanggung jawab secara sosial. Ini berarti bahwa konsesus tentang PR akan mendapatkan suatu tempat dan keyakinan khusus yang tumbuh baik dari staff perusahaan maupun sebuah agensi PR.
3.
Perkembangan Media Baru terhadap Profesi Public Relations Era digital telah memberikan warna baru bagi kajian komunikasi strategis. Oleh karena itu, profesi PR –sebagai turunan dari komunikasi strategis— dituntut untuk dapat merespon dengan cepat dalam hal aksesibilitas dan transparansi 19
ketika mewakili perusahaan atau organisasinya. Goldstein dalam Putra (2011 : 2021) menegaskan bahwa media baru atau internet juga berhasil membawa 3 (tiga) unsur penting yang revolu sioner, yaitu; a.
Internet merupakan bentuk versi elektronik berita yang muncul pada media cetak dan penyiaran. Bahkan, keduanya pun kini telah memiliki website untuk menampilkan kembali secara elektronik dari berita yang sebelumnya telah dimunculkan.
b.
Kemunculan online database menyebabkan semakin menjamurnya berbagai sumber informasi yang dapat dipercaya oleh masyarakat, seperti; karya dan jurnal ilmiah.
c.
Kemunculan weblog murah yang dibuat secara personal. Kebanyakan di antaranya menggunakan berita dari berba gai media sebagai bahan analisis dan komentar yang selanjutnya ditanggapi oleh para pembaca yang mungkin para ahli yang terkait akan isu tertentu.
Sebagai turunan dari kajian komunikasi strategis, PR yang sangat erat dalam pemanfaatan media tentu juga terpengaruh oleh perkembangan media. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Broom dan Sha (2013: 245-249) tentang kemungkinan bagi PR terkait kehadiran media baru untuk; a.
Tetap mengikuti
perubahan teknologi.
Pesatnya
perubahan
dan
transformasi pasar global memaksa kajian PR harus menyesuaikan diri. Fokus baru praktisi PR adalah memastikan bahwa organisasi yang mereka wakili dapat dengan mudah ditemukan oleh publik yang hendak mencarinya. Dengan demikian, Search engine Optimization (SEO) telah alat baru bagi para praktisi. Seiring informasi yang menyebar secara cepat, praktisi harus waspada dalam pemanfaatan media sosial, dimana pendapat buruk dapat berkembang biak dengan cepat. Oleh karena itu, praktisi PR harus terus-menerus memantau organisasinya secara online. b.
M enanggapi permintaan untuk bertindak transparan. Beragam platform media sosial menyediakan cara bagi penggunanya untuk berkomunikasi satu sama lain di seluruh dunia. Tiap organisasi rentan akan 20
pengawasan dari masyarakat yang bersenjatakan me dia sosial beserta kontennya, baik berupa pujian atau kritik, benar atau salah, adil atau bias, siang atau malam dan lokal atau global. Oleh karena itu, organisasi tidak dapat menyembunyikan atau menahan informasi di lingkungan media sosial. c.
Berurusan dengan pengguna media baru yang dapat berkomunikasi secara langsung kepada para stakeholders. Lingkungan media baru juga menyebabkan praktisi harus bekerja dengan gate keeper dan influencer dari media baru, seperti bloggers, yang memiliki kemampuan untuk membentuk lingkungan digital bagi organisasi. Bloggers bekerja sebagai media yang dipercayai oleh masyarakat layaknya wartawan dari organisasi media berita tradisional. Bagi mereka dalam komunitas masyarakat tertentu, blog telah menjadi sumber pilihan untuk saling berhubungan di dunia maya. Akhirnya praktisi prharus mengakui bahwa teknologi baru hari ini menunjukkan bahwa siapa pun dengan ponsel kamera dapat melaporkan sebuah berita. Umum disebut citizens journalism, orang-orang ini kerap diundang oleh media mainstream untuk berbagi berita dengan mengirim kan klip video untuk disebarkan ke khalayak luas.
d.
M erepresentasikan organisasi di lingkungan media baru. M edia sosial memungkinkan melibatkan para stakeholder secara aktif terlibat untuk membuat percakapan, bertukar informasi dan pandangan. O leh karena itu, praktisi harus siap untuk membuat ‗rumah‘ bagi perusahaan di dunia maya untuk menampung pendapat para publik yang hendak menyampaikan atau mencari informasi.
Sementara itu, menurut Van der Verme dalam Putra (2 011: 21), kemunculan internet juga telah mengubah hubungan perusahaan dengan berbagai stakeholder-nya. Para stakeholder kini dapat berkomunikasi di kalangan mereka sendiri terkait situasi dan keadaan perusahaan. Sehingga para praktisi PR harus mengembangkan berbagai strategi yang dapat digunakan untuk menghadapi 21
munculnya kekuatan tertentu di kalangan stakeholder melalui web. M enurut Seitel masih dalam Putra (2011: 21-22), penggunaan internet di masa depan bagi PR akan semakin meningkat dengan 3 (tiga) alasan, yaitu: a.
Konsumen yang semakin pintar VS sasaran penjualan. Konsumen akan menjadi lebih pintar dan kritis dalam menggunakan media yang ada. mereka tahu kapan mereka dikonstruksi oleh promosi oleh karena itu program komunikasi dituntut lebih mengedepankan informasi yang bersandar pada
argumen yan kuat ketimbang sekadar promosi
berlebihan. b.
Kebutuhan akan realtime performance. Di dunia yang bergerak terasa sangat cepat, berbagai masalah muncul bersamaan kehadapan publik melalui berbagai media yang ada. Oleh sebab itu praktisi PR membutuhkan media untuk membantu mereka menyusun pesan dan menyampaikannya kepada publik dengan cepat untuk merespon berbagai isu dan juga perubahannya.
c.
Kebutuhan akan customization. Sebelum era digital, praktisi PR dapat membuat membuat dan menyajikan informasi lebih mudah dan terfokus terkait hanya ada beberapa media cetak dan penyiaran. Namun kini peningkatan jum lah media menyebabkan segmentasi khalayak semakin menyempit. Internet hadir sebagai sarana yang dapat menyajikan pesan dengan cara yang lebih mampu menjangkau jumlah khalayak yang telah tersegmentasi sedemikian rupa.
Secara tradisional, praktisi PR berkomunikasi melalui Influencer yang memberikan mereka dukungan berharga sebagai pihak ketiga. Proses komunikasi yang berjalan akan selalu dikontrol dan dimonitor secara ketat. Sifat dari proses tersebut telah berubah tak peduli profesional komunikasi akan menyukainya atau tidak. Profesional PR tidak lagi hanya berbicara melalui influencer (yaitu media). M eskipun tetap harus mengandalkan influencer, sekarang juga dapat dilakukan secara pendekatan langsung terhadap konsumen melalui alat media sosial.
22
Lebih lanjut, Breakenridge (2008: 17) juga menjelaskan bahwa kehadiran media baru telah mematahkan kebudayaan tradisional dan memungkinkan para profesional komunikasi untuk berpikir, bereaksi dan mempromosikan dengan cara baru. Penonton hari ini adalah jurnalis yang juga merupakan warga di komunitas sosial yang terhubung dengan internet. Profesional PR melalui pemanfaatan media baru dituntut untuk beradaptasi menggunakan kekuatan teknologi, peningkatan bandw idth dan sebuah pola baru melalui seluruh sumber daya sosial media untuk bergabung dalam konservasi PR yang menjangkau Web.
4. Keterlibatan Bloggers dalam Kamp anye Public Relations Seiring perkembangan teknologi media komunikasi, platform media sosial yang terlahir pun semakin beragam. M edia sosial terus bertambah guna memudahkan masyarakat untuk berinteraksi satu dengan yang lain nya di dunia maya. Sebelum mengenal Facebook, Twitter, Linkedin, Instagram dan yang lainnya, masyarakat umumnya lebih dulu mengenal blog sebagai media guna berbagi informasi. M enurut Safko (2012: 149-150), blog –atau web log- adalah sebuah website yang dikelola secara individu oleh pemiliknya (bloggers) melalui pemasangan komentar, pikiran, ide, foto, grafis, suara atau video. Posting yang paling sering ditampilkan sebagai sebuah urutan kronologis terhadap suatu fenomena yang dialami atau dikisahkan oleh bloggers. Blog biasanya memiliki teks, gambar, video dan link ke blog dan website lain yang terkait akan blog itu sendiri. Salah satu fitur yang paling penting dari blog ialah kemampuan pembaca untuk berinteraksi dengan bloggers dalam bentuk komentar. Keseluruhan area tentang blog di internet disebut sebagai blogosphere, sementara kumpuluan blog yang dibagi secara geografis disebut bloghood. Kebanyakan blog menyediakan berita dan konten pada subjek tertentu, sementara sisanya beroperasi sebagai jurnal pribadi. Blog juga dapat membahas topik pribadi, masalah pekerjaan, atau kombinasi keduanya. Sebuah blog pribadi adalah buku harian elektronik di mana seorang bloggers mengungkapkan pikiran dan perasaan sang bloggers.
23
Beragam blog yang tersebar di seluruh dunia dapat menciptakan kesempatan untuk muncul di mesin pencari (search engine). Selain standar mesin pencari seperti G oogle dan Yahoo!, masih banyak jenis lain yang memiliki opsi khusus terhadap blog, seperti: Bloglines, BlogScope dan Technorati. M esin pencari tadi dapat membantu pencarian blog dari yang paling populer dan juga berdasar tag yang terkait. Sebuah blog menurut Philips dan Young (200 9: 12) dapat bersifat personal atau terkait dengan bisnis. Blog bisnis dapat digunakan untuk komunikasi internal kepada karyawan, atau sengaja dirancang untuk dilihat ole h publik. Oleh karena itu, tak jarang blog kini juga digunakan untuk penjualan, pemasaran, branding, PR, dan berkomunikasi dengan pelanggan. Dari sini, kita dapat memahami peluang besar bagi media dan pengguna blog guna kajian bisnis khususnya di kajian komunikasi strategis, yaitu untuk mendongkrak penyaluran infprmasi terkait perusahaan kepada publiknya. M enurut Scott (2013: 100) terdapat empat fungsi blog yang dapat dimanfaat dengan bagi kampanye
PR dalam
merepresentasikan perusahaaanya, yakni; a. Untuk mem udahkan monitoring apa yang jutaan orang katakan tentang perusahaan,
pasar
yang
hendang
disasar
dan
produk.
Dengan
memonitoring apa yang orang katakan tentang perusahaan, pasar yang hendak disasar, kita akan mendapat arti penting dari para bloggers, suara online mereka dan etika dalam blogosphere. b. Untuk berpartisipasi ke dalam percakapan di dalam blog orang seseorang. c. Untuk bekerja bersama bloggers yang menulis tentang industri, perusahaan dan produk yang terkait. d. Untuk memulai membentuk percakapan yang a da dengan membuat blog personal.
Sementara terkait keterlibatan bloggers dalam dunia bisnis, Flynn (2006: 133-138) menjabarkan bahwa terdapat tiga kategori bloggers yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan, yaitu: 24
a. Customer Evanglists. Adalah masyarakat secara nyata yang memberikan kesaksian atau testimoni melalui blog personal yang dimilki. Ada pun testim oni tersebut berisi tentang sebuah produk atau perusahaan yang mereka minati. b. Brand Bloggers. M erupakan masyarakat ‗fanatik‘ yang mengkhususkan dirinya untuk menulis tentang merek favorit di blog personal, dengan biaya dan waktu mereka sendiri. Dalam mengabdikan dirinya, mereka menulis baik dan buruk akan brand yang mereka cintai. Tipe bloggers ini terbiasa dengan membentuk citra merek dengan caranya sendir i dan kerap berubungan dengan blogger lain di seluruh negara yang mencintai merek serupa. c. Pay Bloggers. Terdapat satu cara bergaransi untuk membuat bloggers menulis tentang merek atau perusahaan tertentu dan membuatnya menjadi dengungan ‗keras‘ di blogosphere, ialah dengan membayar mereka. Namun cara instan ini perlu dikaji ulang, terkait dampak jangka panjang yang akan diterima berpotensi negatif bagi diri perusahaan atau brand sendiri.
M enurut Onggo (2004: 54) salah satu tujuan penting dari keterlibatan bloggers dalam suatu kegiatan bisnis tertentu ialah untuk memenangkan kompetisi di urutan search engine. Guna mengalahkan pesaing yang ada di dunia maya, maka digunakanlah keyword yang paling kom petitif dan paling banyak dicari oleh target publik. Keyword merupakan aspek yang paling penting agar suatu hal dapat mudah untuk ditemukan. Idealnya, goal dari mekanisme yang biasa disebut dengan search engine optimization (SEO) ialah menempatkan situs atau pesan tertentu dari perusahaan pada urutan 20 besar atau halaman pertama dari hasil pencarian. SEO merupakan suatu teknik untuk mempertahankan merek dan publisitas secara global yang sangat terjangkau biayanya. Onggo (2004: 57) kembali berpendapat bahwa teknik ini nilai sangat efektif terkait publik yang disasar ialah publik yang otomatis menjadi target dari kampanye perusahaan. Hal tersebut disebabkan publik tertentu akan lebih dulu 25
aktif mencari informasi yang mereka butuhkan mengenai produk atau jasa dari suatu perusahaan tertentu. Situs pencari seperti ini juga dapat menghasilkan konversi
publik
menjadi
pelanggan
yang
cukup
tinggi.
Beberapa
riset
menunjukkan bahwa para pengunjung yang datang melalui bantuan promosi situs memiliki potensi lebih banyak untuk melakukan sebuah transaksi bisnis ketimbang melalui iklan berupa banner atau pop-up. Belum semua agensi menawarkan jasa yang melibatkan peranan bloggers dalam rangkaian kampanye kehumasan. Beberapa agensi PR masih berfokus pada jurnalis dari korporasi media massa ketika ‗menitipkan‘ informasi bagi publik. Namun semakin lama, kian banyak agensi PR yang menyadari potensi dari bloggers. Hal ini disebabkan oleh anggapan positif bahwa konvergensi media merupakan solusi bagi praktisi dari segala bidang komunikasi dalam menghadapi teknologi media yang terus berkembang (pembahasan lebih mendalam tentang pemanfaatan media baru dalam bidang kehumasan akan tersaji lebih mendalam pada BAB II). Salah satunya yang sudah menyadari akan potensi tersebut ialah agensi PR bernama Alchemy Creative Communications. Tidak hanya ber fokus pada jurnalis, mereka juga melibatkan bloggers dalam ‗menitipkan‘ informasi terkait brand dari kliennya kepada publik. Namun, perlu diingat kembali bahwa keterlibatan bloggers ini merupakan salah satu rangkaian dalam kampanye kehumasan yang dijalankan oleh Alchemy. Dengan kata lain, keterlibatan bloggers merupakan salah satu bagian dari kampanye yang digelar guna melengkapi kegiatan lain yang tertuju pada jurnalis dari media massa seperti press conference, media gathering dan lain-lain. M enurut Scott (2013: 105), bloggers menyukai pengalaman yang menarik. Banyak perusahaan yang sukses mengadakan event khusus bagi bloggers. Dimana bloggers yang berpengaruh bagi industri mereka diberikan kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama perusahaan. Di dalam ke sempatan itu pula, para bloggers diberikan informasi seputar produk baru, berpartisipasi dalam blogging competition, pembagian
doorprize, makan siang bersama pegawai, mendapat
kesempatan untuk bertemu CEO atau eksekutif perusahaaan dan lain-lain. 26
Pendapat Scott sesuai dengan keadaan yang ada. Pada umumnya, keterlibatan bloggers dalam sebuah kampanye kehumasan ditandai dengan diselenggarakanya acara blogging competition /contest atau bloggers gathering. Blogging competition merupakan suatu kompetisi yang diselenggarakan bagi bloggers untuk memuat tulisan, gambar atau video ke dalam blog-nya berdasar pada tema tertentu. Tema yang ditentukan oleh pihak penyelenggara (agensi PR) tersebut merupakan hasil dari pengolahan key messagge yang diberikan oleh klien. Key Message ini tentunya sangat sarat akan kepentingan dalam upaya mempengaruhi target publik yang nantinya diharapkan membaca blog para kontestan.
F.
Kerangka Konsep M elalui keranga konsep, peneliti akan mengaplikasikan landasan teoritif
yang terkait sebagai sebuah instrumen bagi penelitian ini. Hal tersebut dilakukan guna membatasi sekaligus menentukan indikator yang akan menuntun peneliti ketika memaparkan analisis tentang keterlibatan bloggers dalam kampanye kehumasan yang dijalankan oleh Alchemy Creative C ommunications. Adapun wujud dari keterlibatan bloggers tersebut merujuk pada aktivitas bloggers gathering yang digelar oleh A lchemy Creative Communications sebagai bagian dari kampanye kehumasan. Instrumen penelitian ini akan menggunakan proses manajemen PR yang dirancang oleh Cutlip dkk dalam (Broom dan Sha, 2013). Hal ini terkait tahapan yang ada di dalam proses manajemen PR milik Cutlip dkk tersebut masih cukup representatif untuk mendeskripsikan segala kegiatan kehumasan. Pembahasan tentang pemanfaatan media yang ada di salah satu tahapannya pun tidak tertutup pada media konvensional saja, melainkan juga pada media baru. Tahapan yang terdiri dari identifikasi, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi ini juga merangkum konsep tahapan pada kampanye PR men urut Sheehan dan Xavier (2009: 3-8). Adapun tahapan kampanye tersebut terdiri dari: Problem Statement, Research, Target Publics, G oal and Objectives, Strategy and Tactics dan Evaluation. Oleh karena itu, dapat dikatakan instrumen manajemen
27
PR miliki Cutlip ini telah teruji memiliki ketebalan teoritif yang cukup memadai untuk penelitian yang mengenai kampanye kehumasan. Bukan hanya itu, Putra (2008: 1.12) menjelaskan bahwa manajemen Humas dapat mencakup; (1) manajemen terhadap seluruh kegiatan kehumasan yang dilakukan oleh organisasi atau (2) manajemen terhadap kegiatan -kegiatan kehumasan yang lebih spesifik atau yang berupa satuan -satuan kegiatan kehumasan. Dari poin kedua, kita dapat memahami bawasannya konsep manajemen humas dapat dijalankan pada salah sa tu kegiatan kehumasan dan tidak harus berkeseluruhan kampanye. Hal ini memperkuat alasan peneliti untuk menggunakan proses manajemen Humas dari Cutlip dkk mengingat bloggers gathering sendiri merupakan salah satu bagian dari rangkaian kampanye kehumasan yang dijalankan oleh A lchemy Creative Communications ketika mewakili suatu brand dari kliennya. Adapun proses manajemen PR kepunyaan Cutlip dkk (Broom dan Sha, 2013) tersebut memiliki 4 (empat) tahapan yang harus dilakukan, yaitu:
Gambar 1.1 4 (empat) Langkah Proses PR menurut Cutlip dkk dalam Broom dan Sha (2013: 269)
28
1.
Identifikasi Proses pertama ini mencakup memeriksa serta memantau pengetahuan, opini, sikap dan perilaku dari mereka yang peduli dan terpengaruh oleh tindakan dan kebijakan dari organisas i. Pada dasarnya, hal tersebut akan memaparkan fungsi dari tiap langkah dalam pemecahan masalah melalui pertanyaan, ―Apa yang sedang terjadi sekarang?‖ Analisis mendetail terkait internal dan eksternal faktor dalam kondisi masalah menyebabkan PR dituntut untuk mengidentifikasi kekuatan (Strenght), kelemahan (Weakness),
peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats)
dari
organisasi. Atau dalam prakteknya, PR harus mengacu pada pendekatan yang biasa disebut dengan analisis situasi SWOT. Beberapa implikasi strategis secara logis mengalir dari anakerangka analisis ini adalah: a.
Strategi SO membangun kekuatan organisasi untuk memanfaatkan kesempatan yang ada.
b.
Strategi ST juga membangun kekuatan organisasi untuk menandingi ancaman yang ada.
c.
Strategi W O berusaha untuk meminimalisasi kelemahan organisasi melalui pemanfaatan peluang yang ada.
d.
Strategi W T
berusaha
untuk meminimalisasi
kelemahan sekaligus
ancaman organisasi.
2.
Perencanaan Informasi yang terkum pul dari langkah pertama sebelumnya akan digunakan dalam pembuatan keputusan terkait program, tujuan, pelaksanaan dan strategi komunikasi, taktik, dan pencapaian. Hal ini mencakup penguraian langkah terhadap kebijakan dan program dari organisasi. Langkah kedua ini akan menjawab proses, ―Berdasarkan situasi yang ada, apa yang harus kita ganti, lakukan atau katakan?‖
29
3.
Pelaksan aan Langkah ketiga mencakup penerapan program melalui pelaksanaan dan perancangan komunikasi untuk mencapai tujuan spesifik terhadap masing -masing publik. Pertanyaan yang harus dijawab dalam langkah ini ialah, ―siapa yang harus melakukan dan mengatakannya, kapan, dimana dan bagaimana?‖
4.
Evaluasi Langkah terakhir proses terkait tentang penilaian mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga hasil program. Penilaian dilakukan ketika program sedang dilaksanakan, berdasarkan dampak dari evaluasi terkait bagaimana dapat atau tidaknya program berjalan. Sehingga program dapat dilanjutkan atau dihentikan setelah mempelajari, ―Bagaimana kita melakukannnya, atau bagaimana kemarin kita melakukannya?‖
G. Metodologi Penelitian 1.
Metode Penelitian Penelitian yang berfokus pada pelaksanaan aktivitas bloggers gathering di
dalam kampanye kehumasan ini menggunakan studi kasus deskriptif sebagai metodenya. Studi kasus sendiri merupakan penyelidikan empiris tentang suatu fenomena kontemporer, yang terjadi dalam sebuah kenyataan, terutama ketika batasan kasus tersebut berada di antara fenomena dan konteks yang tidak terlalu jelas (Y in, 2012: 4). Berangkat dari pemahaman tersebut, sedikitnya peneliti memiliki empat buah ala san kenapa penelitian ini membutuhkan metode studi kasus. Pertama, studi kasus digunakan untuk memberikan batas penelitian berupa aktivitas kehumasan Alchemy Creative Communications yang hanya melibatkan bloggers. Kedua, memperjelas batasan di dalam pelaksanaan bloggers gathering dengan menggunakan tahapan pelaksanaan aktivitas kehumasan milik Cutlip dkk (Broom dan Sha, 2013) yang terdiri dari identifikasi, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Ketiga, batasan penelitian juga merujuk pada lembaga yang menjalankan aktivitas kehumasan yang melibatkan bloggers, yakni Alchemy Creative Communications. Keempat, fenomena nyata dan kontemporer dapat 30
direfleksikan melalui keterlibatan bloggers dalam kampanye kehumasan yang belum umum dilakukan oleh agensi kehumasan di Indonesia. M enurut Denscombe (2007: 93-95), studi kasus dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis yaitu deskripsi, eksplorasi dan perbandingan. Sementara penelitian ini sendiri akan mengarah pada jenis deskripsi yang berati hanya menggambarkan peristiwa apa saja yang terjadi pada saat suatu kasus yang telah berlangsung. Hal ini didasari oleh keinginan peneliti untuk menggambarkan temuan dan analisis secara komprehensif terkait pelaksanaan bloggers gathering dalam
kampanye
kehumasan
yang
dijalankan
oleh
Alc hemy
Creative
Communications secara komprehensif.
2.
Teknik Pengumpulan Data Guna mendapatkan data penelitian, peneliti menggunakan 3 (tiga) metode, yaitu: a.
Wawancara Peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap pihak Alchemy Creative Communications yang bertanggung jawab menjalankan aktivitas bloggers gathering dalam beberapa kampanye kehumasan, yakni;
M itra
Vinda
selaku
Direktur
dari
A lchemy
Creative
Communications
Emiria Shafiananda selaku Manager Divisi Public Relations dari Alchemy Creative Communications
Ludyana Savitri selaku Public Relations Consultant dari Alchemy Creative
Communications
yang
bertanggung
jawab
dalam
kampanye terkait bloggers gathering
b.
Observasi Peneliti melakukan pengamatan dengan terjun langsung ke pihak Alchemy Creative Communications baik pada saat melaksanakan program magang pada bulan Februari – maret 2014, namun juga pada bulan Januari
31
2015. O bservasi ini dilakukan secara tidak terstruktur sehingga diharapkan batasan data yang didapat lebih meluas.
c.
Dokumentasi Kegiatan ini dilakukan dalam upaya mencari data baik berupa gambar maupun dokumen dari pihak A lchemy Creative Communications terkait keterlibatan bloggers dalam kampanye kehumasan berupa bloggers gathering.
3.
Valid itas dan Reliabilitas Uji validitas yang dapat dilakukan dalam studi kasus ialah dengan melakukan teknik trian gulasi data. A dapun teknik ini berupa membandingkan dan mengecek kembali validitas suatu informasi yang diperoleh. Untuk melakukan triangulasi data terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan. Perta ma, membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. Kedua, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi. Ketiga, membandingkan apa yang dikatakan orang orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu. Keempat, membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang. Kelima, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. M erujuk pada langkah-langkah tersebut, maka uji validitas dalam penelitian ini akan dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan peneliti mengenai pelaksanaan bloggers gathering sebagai salah satu aktivitas dalam kampanye kehumasan yang dijalankan oleh Alchemy Creative Communications dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada Direktur, Manager Public Relations dan Public Relations Consultant Alchemy yang secara langsung mengelola dan melaksanakan
aktivitas
bloggers
gathering.
Selain
membandingkan
hasil
pengamatan dengan hasil wawancara, uji validitas dalam penelitian ini juga dilakukan dengan membandingkan hasil wawancara tadi dengan dokumen
32
berkaitan yang didapatkan selama penelitian. Dokumen yang dimaksud disini adalah laporan dan arsip yang terkait pelaksanaan aktivitas bloggers gathering. Selain melaksanakan uji validitas, juga akan melakukan uji reliabilitas. Tujuan umum dilakukan uji reliabilitas adalah meminimalkan error dan bias dalam suatu penelitian. M enurut Y in (2002: 46), cara umum untuk melakukan reliabilitas adalah membuat sebanyak dan seoperasional mungkin langkahlangkah yang ada. Reliabilitas juga dapat dilakukan dengan mendokumentasikan prosedur yang digunakan ketika melakukan penelitian. Dengan pendokumentasian prosedur tersebut, reliabilitas dapat diuji dengan menja lankan prosedur tersebut hingga mendapatkan hasil sama dengan penelitian.
4. Teknik Analisis Yin (2002: 133) berpendapat bahwa teknik analisis data dalam studi kasus terdiri dari pengujian, pengategorian, penabulasian, ataupun pengom binasian kembali bukti-bukti untuk menunjuk proposisi awal suatu penelitian. Dalam penelitian ini teknik analisis data yang akan digunakan adalah penjodohan pola. Dengan menggunakan teknik analisis data penjodohan pola, data yang telah dikategorikan akan dicari kesesuaian pola antara data yang terkum pul dengan kerangka teori dan proposisi penelitian yang telah dibuat. Kemudian dipaparkan penjelasan mengenai permasalahan yang diteliti. Data yang diperoleh dan hasil analisis akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis guna memudahkan pemahaman hasil penelitian. Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan setelah mendapatkan data dari hasil wawancara, observasi dan dokumen yang diperoleh peneliti. Setelah mendapatkan data dari tiga sumber tersebut maka akan dilakukan kesesuaian data dengan teori yang telah dijelasan pada kerangka teori, kerangka konsep dan bab II. Setelah dilakukan penyesuaian tersebut, maka akan dihasilkan deskripsi sekaligus analisa mengenai pelaksanaan bloggers gathering sebagai salah satu aktivitas di dalam kampanye kehumasan yang dijalankan oleh A lchemy Creative Communications.
33