Bab I A. LATAR BELAKANG Bilangan adalah bagian dari matematika yang membahas tentang banyaknya obyek dalam sebuah kumpulan atau urutan suatu obyak dalam sebuah kumpulan. Sebagai banyaknya obyek maka setiap dua bilangan dapat dijumlahkan, dikurangkan, dikalikan, atau dibagi. Sementara sebagai urutan setiap dua bilangan tidak dapat dijumlahkan, dikurangkan, dikalikan, atau dibagi. Sebagai contoh misalnya ”apakah anak kedua ditambah anak ketiga hasilnya sama dengan anak ke lima?”. Tentunya tidak. Sehingga setiap dua bilangan dapat dioperasikan dengan operasi (+, –, , dan :) jika kedua bilangan berasal dari bilangan cacah, bilangan bulat, atau bilangan rasional. Kesulitan yang ditemui pada pelajaran bilangan antara lain seperti sekilas info seperti di atas. Kesulitan lainnya dapat disebabkan oleh kesulitan teman-teman guru dalam menjembatani perubahan dari bentuk kongkrit (obyek sesungguhnya) ke bentuk gambar (semi kongkrit), dan terakhir dari bentuk gambar ke bentuk bahasa matematika yang hanya berupa simbol-simbol atau lambang-lambang. Lambang-lambang yang dimaksud adalah lambang-lambang yang berupa huruf-huruf, angka-angka, lambang-lambang operasi (+, –, , dan :), dan lambanglambang relasi (>, <, dan =). Bruner (1915 – ) seorang psikolog pembelajaran matematika berkebangsaan Amerika dalam bukunya ”Toward a Theory of Learning” menyatakan bahwa secara umum pembelajaran (matematika) akan bermakna dan mencapai tujuannya (kompetensi yang diharapkan) jika dimulai dari tahapan (1) enactive (kongkrit/menggunakan obyek sesungguhnya), (2) econic (semi kongkrit/obyek sesungguhnya diganti dengan gambar-gambar, dan (3) symbolic (abstrak/ obyek sesungguhnya diganti dengan angka-angka). Jika pembelajaran matematika pada setiap topik baru berlangsung seperti itu, Bruner menjamin bahwa seorang anak akan mampu mnegembangkan pengetahuannya jauh melampaui apa yang pernah ia peroleh dari gurunya. B. TUJUAN Berdasarkan pertimbangan seperti di atas, melalui makalah ini secara sekilas info akan ditunjukkan upaya seperti apa yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik untuk mengubah bahasa sehari-hari menjadi bahasa gambar, dan dari bahasa gambar menjadi bahasa matematika, dan sekaligus menentukan penyelesaiannya. Selanjutnya berdasarkan beberapa contoh yang ditunjukkan diharapkan teman-teman guru dapat mengembangkan soal-soal lainnya yang lebih banyak dan lebih bervariasi sehingga peserta didik dapat lebih nyaman dalam menerima pelajaran matematika hingga tujuan mencapai kompetensi yang diharapkan dapat tercapai sesuai target kurikulum. C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup materi yang dibahas pada makalah ini adalah sekilas info tentang contohcontoh kerangka berpikir pemecahan masalah pada bilangan bulat dan operasinya. Contohcontoh yang dimaksud meliputi: 1.
Operasi hitung tunggal (+, – , , :)
2.
Operasi hitung campuran. 1
Bab II BEBERAPA CONTOH MASALAH OPERASI HITUNG TUNGGAL A. PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN Bilangan, khususnya bilangan asli memiliki makna sebagai bilangan urutan. Sebagai urutan tentu tidak ada istilah anak ke nol. Adanya tentu anak kesatu, kedua, ketiga, ... dan seterusnya. Oleh karena itu maka himpunan bilangan asli mulainya dari angka 1, sehingga dalam bentuk himpunan bilangan asli yang dimaksud adalah A = {1, 2, 3, 4, . . . }. Selanjutnya bilangan cacah memiliki makna sebagai bilangan yang bersesuaian dengan banyaknya obyek/benda dalam sebuah kumpulan. Mengapa?, sebab ”cacah” yang dimaksud adalah ”cacahnya berapa”. Sehingga jika kumpulan itu tidak ada obyeknya maka berarti cacahnya tidak ada atau banyaknya obyek sama dengan nol, dandilambangkan dengan angka ”0”. Jika kumpulan itu ada obyeknya maka berarti ”cacahnya ada”, sehingga banyak obyek/cacahnya tidak sama dengan nol ( 0). Artinya kemungkinan bilangannya bisa 1, 2, 3, 4, ... dan seterusnya. Oleh sebab itu maka dalam bentuk himpunan bilangan cacah adalah C = {0, 1, 2, 3, 4, . . . }. Operasi biner (operasi yang menghubungkan dua buah bilangan sehingga dihasilkan sebuah bilangan tunggal) pada bilangan cacah adalah (+, – , , :). Yakni penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Makna ”penjumlahan” adalah penggabungan dua kumpulan benda menjadi sebuah kumpulan benda. Sementara ”pengurangan” adalah pengambilan sebagian anggota dari sebuah kumpulan benda. Berikut beberapa contoh gambaran peragaannya. 1
edo memetik apel
memetik lagi
… 2
apel edo sekarang?
apel
+
berapa
=
…
…
kambing budi sekarang
budi punya kambing
berapa dijual …
–
…
=
…
Perhatikan bahwa contoh 1 adalah contoh paragaan soal cerita penjumlahan dalam bentuk gambar dan contoh 2 adalah contoh paragaan soal cerita pengurangan dalam bentuk gambar.
2
Dari contoh 1 siswa akan memahami dengan jelas bahwa kalimat matematika yang bersesuaian dengan soal cerita ”edo memetik apel 6, memetik lagi apel 3, berapa apel edo sekarang” adalah 6 + 3 = ... dan penyelesaiannya adalah 6 + 3 = 9. Selanjutnya dari contoh 2 siswa akan memahami dengan jelas bahwa kalimat matematika yang bersesuaian dengan ”budi punya kambing 5, dijual 2, berapa kambing budi sekarang” adalah 5 – 2 = ... dan penyelesaiannya adalah 5 – 2 = 3. Catatan Jika soal cerita penjumlahan seperti yang digambarkan pada contoh 1 itu dibuat sebanyak 10 nomor soal dengan berbagai variasi obyek tidak hanya apel yakni obyek lain yang berupa buah-buahan seperti misalnya jambu, jeruk, mangga, dan lain-lain atau obyek lain yang berupa binatang seperti kambing, ayam, kelinci, dan lain-lain yang ada dalam kehidupan anak seharihari maka secara intuisi (kata hati) siswa akan memperleh kesimpulan bahwa: 1.
Digabung, diberi lagi, membeli lagi, meminta lagi, dan seterusnya merupakan katakata kunci untuk penjumlahan
2.
Dampak/akibat dari penjumlahan adalah hasilnya menjadi makin banyak.
Hal yang sama akan berlaku untuk pengurangan. Yakni jika soal cerita pengurangan seperti yang digambarkan pada contoh 2 dibuat 10 nomor dengan berbagai variasi obyek dan variasi kata-kata kunci maka secara intuisi (kata hati) siswa akan memperleh kesimpulan bahwa: 1.
Dijual, diminta, dipinjam, diambil, dan seterusnya merupakan kata-kata kunci untuk pengurangan
2.
Dampak/akibat dari pengurangan adalah hasilnya menjadi makin sedikit.
B. PERKALIAN DAN PEMBAGIAN Perkalian secara konsep matematika adalah penjumlahan berulang dari beberapa bilangan yang sama. Sehingga peragaannya dalam bentuk gambar berupa penggabungan beberapa kumpulan obyek sama banyak menjadi sebuah kumpulan baru. Contoh 1
3 sepeda motor rodanya = ?
1 sepeda motor rodanya = ?
2
+
2
+
2
2 6 3
2
1 becak rodanya = ?
4 becak rodanya = ?
3
+
3
+
3
+
3
3 12 3
1 buku
2.000
3 buku
2.000
2.000 2.000 3 buku = 2.000 + 2.000 + 2.000 = 3 2.000 = 6.000.
Jadi harga 3 buah buku = Rp6.000,00. Ketiga contoh peragaan gambar di atas memperlihatkan bahwa yang dimaksud perkalian adalah penjumlahan berulang dari beberapa bilangan yang sama/senilai. Contoh (1) menggambarkan makna 3 2 = 6 (2) menggambarkan makna 4 3 = 12, dan (3) menggambarkan makna 3 2.000 = 6.000. Dari ketiga contoh gambar peragaan di atas diharapkan peserta didik(siswa) akan lebih mudah memahami apa yang dimaksud dengan perkalian pada dua bilangan. Untuk pembagian konsep awal (pemula) yang dapat diberikan ke siswa di awal menerima pelajaran pembagian adalah meminta mereka untuk praktek membagi 6 buah sedotan minuman sama banyak kepada 2 orang temannya. Siswa bebas melakukannya. Dari cara siswa mencoba, ternyata ada 4 cara yang dapat dilakukan untuk mempraktekkan 6 : 2 = …. Cara (1) dengan memberikan 6 sedotan minuman itu satu demi satu secara bergantian pada kedua temannya hingga habis. Ternyata masing-masing teman mendapat sedotan sebanyak 3. Dari hasil praktek membagi ini guru kemudian memberikan penegasan bahwa hal itu berarti 6 : 2 = 3. Cara (2) dengan langsung memberi sedotan sebanyak tiga-tiga kepada kedua temannya, cara (3) dengan memberi sedotan sebanyak dua-dua kepada kedua orang temannya kemudian 2 sedotan sisanya diberikan satu demi satu, dan (4) dengan mengambil dua-dua sampai habis, dan
4
setiap kali mengambil dua-dua dibagi rata kepada dua orang temannya. Perhatikan bahwa keempat cara tersebut masing-masing akan memberikan hasil bahwa 6 : 2 = 3. Dari keempat cara tersebut guru kemudian memberikan penegasan bahwa cara membagi yang benar menurut aturan matematika adalah cara yang ke-4, yakni ”dengan mengambil duadua sampai habis, dan setiap kali mengambil dua-dua dibagi rata kepada dua orang temannya”. Sehingga peragaan yang benar untuk 6 : 2 = … adalah seperti berikut.
orang I
orang II
orang I
orang II
6 – 2 (2 dibagi rata) belum habis
orang I
orang II
6 – 2 – 2 (2 berikutnya dibagi rata) belum habis
orang I
orang II
6 – 2 – 2 – 2 (2 yang terakhir dibagi rata) ternyata habis. Hasil akhir = 3. Maka 6 : 2 = 3.
Setelah siswa mengetahui aturan membagi yang benar menurut aturan matematika seperti yang diperagakan di atas. Guru kemudian memberikan beberapa soal pembagian (6 soal cukup) dan meminta beberapa siswanya untuk melakukan praktek membagi dan kemudian menemukan jawabannya. Misal (1) 18 : 6 = ...
(4) 12 : 4 = ...
(2) 14 : 7 = ...
(5) 10 : 2 = ...
(3) 15 : 5 = ...
(6) 6 : 1 = ...
Hasil-hasil pembagian selama peragaan ternyarta (1) 18 : 6 = 3
(4) 12 : 4 = 3
(2) 14 : 7 = 2
(5) 10 : 2 = 5
(3) 15 : 5 = 3
(6) 6 : 1 = 6
5
Siswa kemudian diminta melihat pola hubungan antara bilangan depan dengan bilangan yang ada di tengah dengan bilangan yang ada di belakang. ?
? (1) 18 : 6 = 3
(4) 12 : 4 = 3
(2) 14 : 7 = 2
(5) 10 : 2 = 5
(3) 15 : 5 = 3
(6) 6 : 1 = 6
Hubungan yang tampak ternyata seperti berikut.
(1) 18 : 6 = 3 , yakni 18 = 6 3
(4) 12 : 4 = 3 , yakni 12 = 4 3
(2) 14 : 7 = 2 , yakni 14 = 7 2
(5) 10 : 2 = 5 , yakni 10 = 2 5
(3) 15 : 5 = 3 , yakni 15 = 5 3
(6) 6 : 1 = 6 , yakni 6 = 1 6.
Dari pola yang dapat dilihat dan dicermati di atas, guru kemudian mengajak siswa untuk menyimpulkan bahwa: Pada pembagian, bilangan depan = tengah belakang atau bilangan yang dibagi = pembagi hasil bagi. Catatan Jika sebelumnya (saat pelajaran perkalian) siswa sudah ditrampilakan secara mencongak perkalian dasar dari 1 1, 2 1, 3 1, ... dan seterusnya, 1 2, 2 2, 3 2, ... dan seterusnya hingga 10 10. Maka hanya dalam beberapa menit dari bentuk soal latihan sebanyak 30 soal seperti: 1) 32 : 4 = …
11) … : 8 = 3
21) 35 : … = 7
2) 36 : 9 = …
12) … : 5 = 6
22) 30 : … = 5
3) 45 : 5 = …
13) … : 7 = 4
23) 27 : … = 9
4) 40 : 8 = …
14) … : 9 = 3
24) 24 : … = 6.
5) 24 : 3 = ...
15) ... : 4 = 5
25) 36 : ... = 4
6
6) 42 : 6 = ...
16) ... : 3 = 7
26) 21 : ... = 3
7) 81 : 9 = ...
17) ... : 6 = 9
27) 32 : ... = 8
8) 30 : 2 = ...
18) ... : 8 = 3
28) 42 : ... = 7
9) 56 : 7 = ...
19) ... : 7 = 8
29) 54 : ... = 9
10) 72 : 8 = ...
20) ... : 9 = 2
30) 40 : ... = 5
Mereka (para siswa) akan dapat menjawab ke 30 nomor soal di atas secara cepat dan tepat. Silahkan mencoba.
7
BAB III BILANGAN BULAT DAN OPERASINYA A. PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PADA BILANGAN BULAT Bilangan bulat yang dimaksud adalah bilangan yang bersesuaian dengan banyaknya muatan (muatan listrik) dalam sebuah kumpulan. Sebagai muatan listrik ada muatan positif dan ada muatan negatif. Jika sebuah muatan listrik positif bertemu dengan sebuah muatan negatif, maka keduanya akan saling menetralkan. Lawan dari sebuah muatan listrik positif adalah sebuah muatan listrik negatif demikian pula sebaliknya. Oleh sebab itu maka pada bilangan bulat bilangan 0 (nol) memiliki dua makna, yakni (1) jika dalam kumpulan itu muatannya tidak ada, atau (2) jika muatan positif dan muatan negatifnya sama banyak. Untuk memudahkan pemahaman, konsep bilangan bulat untuk 2, 0, – 2 ditinjau dari banyak muatan positif dan negatif pada kumpulan yang memuatnya antara lain adalah seperti berikut.
2
=
=
=
= dll.
Yakni sebuah kumpulan yang berisi 2 muatan positif atau sebuah kumpulan yang muatan positifnya 2 satuan lebih banyak dari satuan negatifnya.
0
=
=
=
= dll.
Yakni sebuah kumpulan kosong/tidak ada isinya atau sebuah kumpulan yang muatan positifnya sama banyak dengan satuan negatifnya.
–2 =
=
=
= dll.
Yakni sebuah kumpulan yang berisi 2 muatan negatif atau sebuah kumpulan yang muatan negatifnya 2 satuan lebih banyak dari muatan positifnya. Dari ketiga contoh peragaan bilangan bulat di atas, guru dapat menunjukkan tiga tipe soal berikut strategi pemecahannya. Tipe 1 Digabung tanpa masalah
8
Digabung dengan
3
hasil
(– 5 )
+
=
–2
Tipe 2 Diambil tetapi barangnya tidak ada diadakan secukupnya tetapi harus diimbangi dengan muatan lain sehingga nilai kumpulannya tetap. diambil
a.
hasil
–
3
(– 2 )
=
Tidak jelas.
diambil
b.
hasil
–
–2
3
=
Tidak jelas.
Penyelesaian diambil
a.
hasil
3
–
(– 2 )
=
5
diambil
b.
hasil
–2
–
3
=
–5 9
Tipe 3 Diambil tetapi barangnya kurang dicukupi tetapi harus diimbangi dengan muatan lain sehingga nilai kumpulannya tetap. diambil a.
hasil
2
–
5
=
Tidak jelas.
diambil b.
hasil
–2
–
(– 5 )
=
Tidak jelas.
Penyelesaian diambil a.
hasil
2
–
5
=
–3
diambil b.
hasil
(– 5pemecahannya ) = tersebut di 3 atas kita dapat mengamati – 2 tipe soal– berikut Kini dari ketiga polanya dan untuk menarik kesimpulan. Tipe 1 Digabung tanpa masalah Tipe 2 a. Penyelesaiannya 3 – (–2) = 5
Karena bilangan paling depan dan paling belakang
10
Di lain fihak
3+ 2 =5
b. Penyelesaiannya –2 – (–5) = 3 Di lain fihak –2 + 5 = 3
dari keduanya sama, maka bilangan di bagian tengahnya juga harus sama. Sehingga akan diperoleh: – (–2) = + 2. Karena bilangan paling depan dan paling belakang dari keduanya sama, maka bilangan di bagian tengahnya juga harus sama. Sehingga akan diperoleh: – (–5) = + 5.
Tipe 3 a. Penyelesaiannya 2 – 5 = – 3 Karena bilangan paling depan dan paling belakang Di lain fihak 2 + (–5) = – 3 dari keduanya sama, maka bilangan di bagian tengahnya juga harus sama. Sehingga akan diperoleh: – 5 = + (–5). b. Penyelesaiannya –2 – (–5) = 3 Di lain fihak –2 + 5 = 3
Karena bilangan paling depan dan paling belakang dari keduanya sama, maka bilangan di bagian tengahnya juga harus sama. Sehingga akan diperoleh: – (–5) = + 5.
Selanjutnya dengan melihat kelima bentuk kesamaan di atas siswa dapat diajak menyimpulkan bahwa secara umum – (– a) = + a
atau
– a = + (– a).
Yakni secara umum: 1. Dikurangi dengan sebuah bilangan negatif sama dengan ditambah dengan lawannya 2. Dikurangi dengan sebuah bilangan positif sama dengan ditambah dengan lawannya. Contoh –2 – (–5) = 3 Hitunglah
Karena bilangan paling depan dan paling belakang
1. 100 + (–25) – (–50) = ... 2. 250 – 80 – (–50) = ... Jawab 1. Ruas kiri = 100 + (–25) – (–50) = 100 – 25 + 50 = 125. 2. Ruas kiri = 250 – 80 – (–50)
11
= 250 – 80 + 50 = 220. Latihan 1.
28 – 15 = ...
2. –18 – 15 = ... 3. –18 – (–15) + 35 = ... 4. –15 – (–18) –25 = ... 5.
15 – (–18) + 5 = ...
B. PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT DENGAN GARIS BILANGAN Pada garis bilangan bilangan bulat digambarkan dengan standar bilangan 0 di tengah dan bilangan-bilangan lainnya yakni bilangan-bilangan positif adalah bilangan-bilangan yang letaknya di sebelah kanan bilangan 0, sebaliknya bilangan-bilangan negatif adalah bilanganbilangan yang letaknya di sebelah kiri bilangan 0.
–5
–4
–3
–2
–1
0
1
2
3
4
5
6
Bilangan bulat digambarkan sebagai tanda panah yang pangkalnya di titik nol (0) dan arahnya ke kanan (untuk bilangan bulat positif). Sebaliknya jika bilangannya berupa bilangan bulat negatif maka akan berupa tanda panah yang pangkalnya di titik nol (0) dan arahnya ke kiri. Aturan operasi tambah dan kurang pada bilangan bulat diberikan seperti berikut. Bermula dari titik pangkal nol dan menghadap ke kanan positip maju tambah terus Bilangan negatip mundur Operasi nol diam kurang balik arah
Contoh (a) – 2 + 5 = …
(b) –3 – (–7) = …
Jawab Berangkat dari titik asal (pangkal) nol dan menghadap ke kanan (a) –2 + 5 = dari nol menghadap ke kanan , mundur 2, terus, maju 5. Hasilnya 3.
12
mundur 2
–3
–2
–1
1
0
2
3
5
4
6
7
8
terus?… maju 5
–3
–2
–1
1
0
2
3
5
4
6
7
8
Sehingga –2 + 5 = 3.
(b) –3 – (–7) = … , dari nol menghadap ke kanan mundur 3, balik arah, kemudian mundur 7. Dari nol menghadap ke kanan, kemudian mundur 3
–3
–2
–1
1
0
2
3
5
4
6
7
8
terus?… dikurang 7 berarti balik arah, kemudian mundur 7
–3
–2
–1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
13
–3
–2
–1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Ternyata hasil akhirnya 4. Jadi –3 – (–7) = 4.
C. PERKALIAN PADA BILANGAN BULAT Ada empat tipe perkalian pada bilangan bulat. Tipe perkalian yang dimaksud adalah seperti berikut. Tipe 1 Bilangan positif negatif Perhatikan bahwa 3 (– 2) = .... artinya adalah ada 3 kumpulan yang masing-masing isinya sama dengan – 2. Semuanya ada berapa? Perhatikan peragaannya berikut ini.
Semuanya ada – 6. Karena isi semuanya = – 6. Maka berarti 3 (– 2) = – 6. Kasimpulan
pos neg = neg .
Tipe 2 Bilangan negatif positif Sebagai contoh misalnya –3 2 = .... artinya adalah ada negatif 3 kumpulan yang masing-masing isinya sama dengan 2. Catatan Karena secara matematika banyaknya kumpulan tak pernah negatif, maka akibatnya adalah perkaliannya tak dapat diperagakan.
14
Karena tidak dapat diperagakan maka cara lain yang diterapkan adalah gunakan pola. Berikut pola yang dimaksud. 3 2 1 0 –1 –2 –3
2 = ... 2 = ... 2 = ... 2 = ... 2 = ... 2 = ... 2 =....
Tipe 3 Bilangan negatif negatif
3 2 1 0 –1 –2 –3
2= 6 2= 4 2= 2 2= 0 2=–2 2=–4 2=–6
neg pos = neg .
8 6 4 2 0 –2 –4 –6 –8
Turun 2 Turun 2 Turun 2
Sebagai contoh misalnya –3 (–2) = .... artinya adalah ada negatif 3 kumpulan yang masing-masing isinya sama dengan –2. Catatan Karena secara matematika banyaknya kumpulan tak pernah negatif, maka akibatnya adalah perkaliannya tak dapat diperagakan. Karena tidak dapat diperagakan, maka sejalan dengan cara di atas, cara lain yang diterapkan adalah dengan menggunakan pola. Berikut pola yang dimaksud. 3 2 1 0 –1 –2 –3
(–2) = ... (–2) = ... (–2) = ... (–2) = ... (–2) = ... (–2) = ... (–2) = ...
3 2 1 0 –1 –2 –3
(–2) = – 6 (–2) = – 4 (–2) = – 2 (–2) = 0 (–2) = 2 (–2) = 4 (–2) = 6
neg neg = pos.
Naik 2 Naik 2 Naik 2 Naik 2 Naik 2 Naik 2
8 6 4 2 0 –2 –4 –6 –8
Naik 2 Naik 2 Naik 2
D. PEMBAGIAN PADA BILANGAN BULAT Seperti yang pernah dikemukakan sebelumnya bahwa secara konsep bilangan pembagi adalah bilangan positip. Bagaimana pengembangannya untuk pembagi yang berupa bilangan negatip, apakah juga dapat dilakukan menggunakan pola seperti perkalian? Jawabnya adalah tidak. Sebab untuk membuat pola akan berhadapan dengan bilangan nol. Padahal pembagian dengan bilangan nol hasilnya tak ada (does not exist). Oleh karena itu akan lebih baik bila ditanyakan ke siswa “apa hubungannya antara bilangan yang dibagi dengan pembagi dan hasil bagi” seperti misalnya apa hubungan antara:
15
a. 15 dengan 3 dan 5 pada pembagian 15 : 3 = 5 b. 12 dengan 4 dan 3 pada pembagian 12 : 4 = 3 c. –6 dengan 3 dan –2 pada pembagian –6 : 3 = -2 dan lain-lain. Setelah siswa menjawab “dikalikan” atau lebih lengkapnya “bilangan yang dibagi = pembagi kali hasil bagi” guru kemudian mengarahkan siswa pada bentuk umum: a : b = c bila dan hanya bila a = b c Pernyataan itu dapat pula ditulis dengan notasi lainnya seperti: a:b=ca=bc
atau
a c a = b c b
Dari bentuk umum itu guru dapat menjelaskan kasus-kasus seperti bilangan (yang dimaksud adalah bilangan tidak nol) dibagi nol, nol dibagi bilangan, dan nol dibagi nol. Hasil yang dimaksud masing-masing adalah: (1)
bilangan tak ada (does not exist) nol
Sebab dari bentuk seperti
5 n 5 = 0 n ternyata tak ada nilai n yang 0
memenuhi. (2)
nol = nol bilangan
Sebab dari bentuk seperti
0 n 0 = 5 n maka n yang memenuhi agar 0 = 5 5
n adalah n = 0. (3)
nol = tak tentu (semua bilangan memenuhi) nol
0 n 0 = 0 n maka berapapun nilai n yang 0 dimasukkan akan selalu memenuhi bentuk 0 = 0 n.
Sebab dari bentuk seperti
Latihan 1. Uraikan jawabannya dengan kata-kata seperti maju sekian, mundur sekian, terus, balik arah, dan hasilnya berapa. a. –2 + 2 = …, 2 disebut lawan dari –2 b. –3 + 3 = …, 3 disebut lawan dari –3 c. 4 + (–6) = … d. 5 + (–3) = … 16
e. f. g. h.
4 – (–3) = … 3 – (–5) = … –2 – (–5) = … –3 × (–7) = …
2. Hitunglah a. 5 × (– 4) = … b. – 4 × (– 20) = … c. – 20 : (– 4) = … d. 100 : (– 4) = …
e. 10 – 4 × (– 2) = … f. 15 + 4 ×(2 – 5) = … g. 25 – 2 ×(10 – 5) = … h. – 5 ×10 + 75 =…
3. Hitunglah a. 10 : (– 2) × 4 + 30 – 3 ×(– 4) = … b. 16 ×( – 4) : 2 – 40 : ( – 4) × 2 = … E. OPERASI HITUNG CAMPURAN Operasi hitung campuran yang dimaksud adalah operasi hitung yang melibatkan lebih dari satu macam operasi dalam suatu perhitungan. Dalam suatu soal hitungan yang menjadi prioritas untuk dihitung terlebih dahulu adalah bilangan-bilangan yang ada di dalam tanda kurung. Nah yang menjadi masalah adalah jika dalam soal operasi hitung campuran itu tidak ada tanda kurung, bagaimana aturan perhitungannya?. Untuk meng-hindari kesimpang siuran dalam penafsiran khususnya kalau dalam soal itu tidak ada tanda kurungnya, secara internasional (dibuktikan menggunakan kalkulator bertanda “Scientific”) diberikan definisi (kesepakatan) sebagai berikut.
1. Tambah dan kurang sama kuat (mana yang lebih depan dikerjakan terlebih dahulu). 2. Kali dan bagi sama kuat (mana yang lebih depan dikerjakan terlebih dahulu). 3. Kali dan bagi lebih kuat dari tambah dan kurang.
Contoh Hitunglah 48 : 3 × 2 + 24 × 4 : 2 – 5 = … Jawab Berdasarkan aturan operasi hitung campuran di atas, maka urutan pemecahannya adalah Ruas kiri = 48 : 3 × 2 + 24 × 4 : 2 – 5 = 16 × 2 + 96 : 2 – 5 = 32 + 48 – 5 = 80 – 5 = 75. 17
Jawaban tersebut dapat diperiksa kebenarannya dengan kalkulator “Scientific”. Jika yang kita gunakan kalkulator yang bukan scientific, hasilnya adalah 107 (perhitungan yang salah). Latihan Hitunglah 1. 24 : 2 3 + 12 3 : 2 = ... 2. 30 – 12 3 : 2 + 5 2 = ... 3. 40 + 5 2 – 12 3 : 2 = ... 4. 5 (–4) : 2 – (– 45) : 3 = ... 5. – 5 6 : (–3) + 18 : (–2) = ...
Kunci: Kunci: Kunci: Kunci: Kunci:
54 22 32 5 –19.
BAB IV PEMBELAJARAN KPK DAN FPB DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL A. Pembelajaran KPK 1. Pendekatan kontekstual untuk KPK. (Soal tentang lampu kedip) Misalkan terdapat sebuah lampu berwarna merah dan sebuah lampu lagi berwarna kuning. Lampu merah berkedip setiap 2 detik sedangkan lampu kuning berkedip setiap 3 detik. Jika kedua lampu dinyalakan bersama-sama a. pada detik ke berapa saja kedua lampu berkedip secara bersamaan. b. pada detik ke berapa kedua lampu untuk pertama kalinya berkedip bersama. 2. Fasilitas yang perlu disiapkan guru Fasilitas yang perlu disiapkan berupa lembar kerja (LK) dalam bentuk tabel seperti berikut Berkedip pada detik ke … Lampu 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Merah Kuning
3. Aktifitas siswa. Bekerja kelompok mengisi LK tersebut dengan tanda-tanda centang () pada kolomkolom yang disediakan. Hasil kerja kelompok yang diharapkan adalah: Berkedip pada detik ke … Lampu 1 Merah Kuning
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Dari tabel dapat dilihat bahwa a. kedua lampu akan berkedip bersama-sama pada detik ke 6, 12, 18, … dan seterusnya. 18
b. kedua bola lampu berkedip bersama pertama kalinya pada detik ke-6. Maka KPK dari 2 dan 3 hasilnya = 6. Ditulis KPK(2,3) = 6. 4. Peran guru sebagai fasilitator. Menyiapkan soal, menyiapkan LK, mengawasi kerja kelompok, memberikan klarifikasi/kejelasan tentang jawaban mana yang benar/paling benar. 5. KPK secara matematis (oleh guru). Soal: Berapakah kelipatan persekutuan dari bilangan 2 dan 3? Berapakah kelipatan persekutuan yang terkecil (KPK) dari bilangan 2 dan 3? Jawab: Kelipatan 2 2, 4, 6 , 8, 10, 12 , 14, 16, 18 , 20, 22, 24 , … Kelipatan 3 3, 6 , 9, 12 , 15, 18 , 21, 24 , 27, … Kelipatan persekutuan dari 2 dan 3 adalah 6, 12, 18, 24, … terkecil Maka KPK (2, 3) = 6. 6. Pemberian soal-soal lain untuk KPK (oleh guru). Soal: Tentukan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari bilangan-bilangan berikut a. 4 dan 6 b. 10 dan 15 c. 15 dan 20 d. 5 dan 10 e. 25 dan 50 Jawaban yang diharapkan adalah: a. kelipatan persekutuan dari 4 dan 6 adalah 12, 24, 36, 48, … sehingga KPK (4, 6) = 12. b. kelipatan persekutuan dari 10 dan 15 adalah 30, 60, 90, … sehingga KPK (10, 15) = 30. c. kelipatan persekutuan dari 15 dan 20 adalah 60, 120, 180,… sehingga KPK (15, 20) = 60. d. kelipatan persekutuan dari 5 dan 10 adalah 10, 20, 30, … sehingga KPK (5, 10) = 10. e. kelipatan persekutuan dari 25 dan 50 adalah 50, 100, 150, … sehingga KPK (25, 50) = 50. 7. Cara cepat memperoleh KPK (oleh guru).
19
Guru mengajak siswa mengamati uraian jawaban dari 5 soal tentang KPK pada langkah 6. Ternyata KPK = Kelipatan persekutuan yang pertama kali muncul Dengan ciri tersebut maka uraian singkat untuk mencari KPK dari 2 bilangan adalah seperti berikut. a. KPK (4, 6) = … Kelipatan 4 4, 8, 12, … KPK (4, 6) = 12 Kelipatan 6 6, 12, … 12 adalah kelipatan persekutuan yang pertama kali muncul. b. KPK (10, 15) = … Kelipatan 10 10, 20, 30, … KPK (10, 15) = 30 Kelipatan 15 15, 30, … d. KPK (5, 10) = … Kelipatan 5 5, 10, 15, … KPK (5, 10) = 10 Kelipatan 10 10, 20, … 8. Pembinaan keterampilan/mencongak untuk KPK (oleh guru). Guru mempersiapkan soal-soal KPK dari 2 bilangan atau 3 bilangan yang bisa dicongak. Kerangka berpikir untuk mencongaknya seperti pada langkah 7 di atas. Soal-soal yang dimaksud misalnya tentukan KPK dari bilangan-bilangan. a. 20 dan 25 e. 3, 4 dan 6 b. 50 dan 75 f. 6, 9 dan 12 c. 100 dan 150 g. 5, 8 dan 10 d. 150 dan 200 h. 15, 20 dan 30 B. Pembelajaran FPB 1. Pendekatan kontekstual untuk FPB. (Soal tentang membagi sama banyak kepada beberapa orang). Misalkan ada 12 jambu dan 18 rambutan. Jambu dan rambutan sebanyak itu akan dibagi rata (sama banyak) kepada beberapa orang. Pertanyaan: a. Yang memungkinkan jambu dan rambutan itu dapat dibagi sama banyak kepada berapa orang? (1 orang, 2 orang, 3 orang, 4 orang, 5 orang, 6 orang, dan lain-lain). b. Dari hasil-hasil penyelidikan tersebut, paling banyak kepada berapa orang jambu dan rambutan itu dapat dibagi secara merata (sama banyak).
20
c. Adakah cara yang paling singkat untuk memperoleh jawaban yang ditanyakan pada pertanyaan b? 2. Fasilitas yang pelru disiapkan. Untuk siswa setiap kelompok harus menyediakan kerikil-kerikil sesuai dengan warna dan jumlah yang dimaksud, sedangkan guru mempersiapkan LK berupa isian tentang kemungkinan-kemungkinan tentang kedua kelompok kerikil itu dapat dibagi sama banyak kepada 2 orang, 3 orang, 4 orang, 6 orang dan 8 orang seperi berikut. 2 orang A dan B 3 orang A, B, dan C 4 orang jambu ramb jambu ramb jambu ramb A A A B B B C C D Ada sisa/tidak Ada sisa/tidak Ada sisa/tidak 6 orang 8 orang jambu rambutan jambu rambutan A A B B C C D D E E F F G H Ada sisa/tidak Ada sisa/tidak 3. Bentuk kegiatan. Siswa secara berkelompok mengerjakan lembar kerja, guru mengawasi kegiatan siswa dan terakhir memberikan klarifikasi tentang jawaban yang benar. Jawaban yang diharapkan. 2 orang A dan B Jambu Ramb 18 12 9 6 A 9 6 B
3 orang A, B, dan C Jamb Ramb 18 12 6 4 A 6 4 B 6 4 C
Tanpa sisa jadi habis dibagi rata pada 2 orang
Tanpa sisa jadi habis dibagi rata pada 3 orang
6 orang jamb ramb 18 12
8 orang jamb 12
4 orang Jamb Ramb 18 12 4 3 A 4 3 B 4 3 C 4 3 D Rambutan sisa 2 jadi tak habis dibagi rata pada 4 orang
ramb 18
21
A B C D E F
2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3
Tanpa sisa jadi habis dibagi rata pada 6 orang Kesimpulan:
2 1 A 2 1 B 2 1 C 2 1 D 2 1 E 2 1 F 2 1 G 2 1 H sisa sisa 4 sisa 2 Ada sisa, jadi tidak mungkin dibagi 8 org. dibagi 8 orang
Maksimal jambu 12 dan rambutan 18 dapat dibagi rata (sama banyak) pada 6 orang. Maka FPB(12,18) = 6.
Guru kemudian menanyakan, adakah cara yang lebih cepat untuk memperoleh jawaban tersebut, yakni maksimal jambu dan rambutan itu dapat dibagi rata (sama banyak) kepada 6 orang? Jawabannya: Ada (oleh guru) Yaitu FPB (12, 18) = 6, barulah membahas FPB secara matematika. 4. Pembahasan FPB secara matematika. FPB (12, 18) = …? Jawab: Dari data akan dipeorleh 12 18 Faktor dari 12 1 , 2 , 3 , 4, 6 , 12 1 12 1 18 26 29 Faktor dari 18 1 , 2 , 3 , 6 , 9, 18 34 36 Faktor persekutuan dari 12 dan 18 ialah 1 , 2 , 3 , 6 terbesar Maka FPB (12, 18) = 6 Sehingga 12 jambu dan 18 rambutan itu dapat dibagi sama banyak maksimal pada 6 orang. Sesudah itu guru dapat memberikan soal-soal lainnya untuk dapat dikerjakan dengan cara yang sama. Siswa boleh bekerja sama dalam memecahkan masalah tersebut. Contoh:
22
Paling banyak (maksimal) dapat dibagi sama banyak kepada berapa orang sekumpulan benda-benda berikut. a. 30 kelereng merah dan 20 kelereng putih. b. 40 bola merah dan 60 bola putih. c. jeruk 12 buah, duku 16 buah dan rambutan 20 buah. d. telur puyuh 40 buah, telur ayam 30 buah, telur bebek 20 buah. Jawaban akhir yang diharapkan adalah a. FPB (30, 20)
= 10, maka maksimal kelereng-kelereng itu dapat dibagikan sama banyak kepada 10 orang. b. FPB (40, 60) = 20, maka maksimal bola-bola itu dapat dibagikan sama banyak kepada 20 orang. c. FPB (12, 16, 20) = 40, maka maksimal jeruk, duku, dan rambutan itu dapat dibagikan sama banyak kepada 4 orang. d. FPB (40, 30, 20) = 10, maka maksimal telur-elur itu dapat dibagikan sama banyak kepada 10 orang. 5. Cara cepat menentukan FPB (oleh guru). Dari contoh-contoh yang telah dipelajari, siswa diajak mengamati hasilnya, ternyata nilai FPB yang dimaksud adalah FPB = bilangan terbesar yang dapat membagi habis bilangan-bilangan itu. Contoh: FPB (12, 18) = … Jawab: 3 membagi habis (tanpa sisa) bilangan 12 3 membagi habis (tanpa sisa) bilangan 18. Tetapi FPB (12, 18) 3 sebab masih ada bilangan lain yang lebih dari 3 yang dapat membagi habis 12 dan 18. Bilangan itu adalah 6. Maka FPB (12, 18) = 6. 6. Pembinaan keterampilan menentukan FPB. Kaidah yang digunakan untuk membina keterampilan, yakni menentukan FPB dari 2 bilangan atau lebih secara mencongak adalah seperti pada langkah 5. Guru kemudian memilih dan mempersiapkan bilangan-bilangan yang mudah dicongak dalam mencari FPB. Bilangan-bilangan itu misalnya: Tentukan FPB dari a. 20 dan 30 b. 20 dan 40 c. 25 dan 50 d. 50 dan 75 e. 100 dan 150 dan lain-lain.
23
Jawaban yang diharapkan secara cepat (mencongak) adalah a. FPB (20, 30) = 10 b. FPB (20, 40) = 20 c. FPB (25, 50) = 25 d. FPB (50, 75) = 25 e. FPB (100, 150) = 50 7. Menentukan KPK dan FPB dengan faktorisasi prima Faktorisasi prima digunakan untuk menyelesaikan permasalahan mencari KPK dan FPB dari bilangan-bilangan yang sulit dibayangkan/diangankan. Teknik menentukan KPK dan FPB dengan faktorisasi prima dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu KPK = hasil kali faktor prima yang ada maupun tak ada pasangannya FPB = hasil kali faktor prima yang ada pasangannya KPK = hasil kali faktor prima gabungan pangkat yang terbesar FPB = hasil kali faktor prima sekutu pangkat yang terkecil Contoh Tentukan KPK dan FPB dari bilangan-bilangan 300 dan 350. Jawab 1. Berdasarkan fakta yang ada (konsep), maka Kelipatan 1 2 3 4 5 6 7
300 600 900 1200 1500 1800 2100
350 700 1050 1400 1750 2100 KPK = 2100
FPB(300,350)
10 (kurang besar) 20 (salah) sebab 20 sukses membagi 300 tetapi tidak sukses membagi 350 25 (kurang besar) 50 (tepat) Maka FPB(300,350) =50 (tepat)
2. Dengan pemfaktoran prima yang dimaksud adalah 350 300 yang ada pasangannya 2 175 2 150 35 300 = 2 × 2 × 3 × 5 × 5 = 22×3×52 5 75 2 350 = 2 × 5 × 5 × 7 = 2×52×7 5 7 3 25 yang ada/tak ada pasangannya 5 5 Dengan demikian maka dari faktorisasi prima teknik 1, diperoleh 24
KPK (300,350) = hasil kali faktor prima yang ada dan yang tidak ada pasangannya = 2×2×3×5×5×7 = 2.100 FPB (300,350) = 2×5×5 = 50. 3. Dengan faktorisasi prima teknik 2 dapat diterapkan dengan melihat diagram Venn yang bersesuaian dengan faktorisasi prima tersebut. 300 3
350 2 5
7
KPK (300, 350) = hasil kali faktor prima gabungan pangkat yang terbesar. = 31 22 52 7 = 3 4 25 7 = 2100 FPB (300, 350) = hasil kali faktor prima sekutu pangkat yang terkecil. = 21 52 = 2 25 = 50. Teknik lain untuk menentukan KPK dan FPB dari dua bilangan atau lebih juga dapat dilakukan dalam berbagai cara (Edi Prayitno, 1997) antara lain: 1. Bagilah semua bilangan itu dengan faktor/faktor prima persekutuannya 2. Setelah semua bilangan menjadi prima relatif satu sama lain (nilai FPBnya = 1), bagilah hasil-hasilnya dengan faktor-faktor prima yang mungkin (untuk bilangan yang terbagi tentukan hasil baginya, sedang yang tak terbagi tetaplah ditulis apa adanya), hingga hasil bagi terakhirnya = 1. Contoh Tentukan KPK dan FPB dari bilangan-bilangan 300, 350, dan 400. Jawab 300 350 400 40 35 30 10 FPB 8 7 6 5 KPK
2 2 2 3 7
3 3 3 1 1
7 7 7 7 1
4 2 1 1 1
Dari gambaran itu dapat disimpulkan bahwa: FPB (300, 350, 400) = 10 5 = 50
25
KPK (300, 350, 400) = 10 5 23 3 7 = 8.400 8. Terapan KPK dan FPB dalam kehidupan dan permasalahan lain yang relevan Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya dalam pendekatan kontekstual (di awal pembelajaran) lampu kedip merupakan salah satu terapan untuk KPK sedangkan pembagian rata yang dapat dilakukan secara maksimal pada sejumlah orang merupakan salah satu terapan dari FPB. Terapan lain yang sudah dikenal umum untuk KPK adalah dalam hal menyamakan penyebut pada operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan. Sementara terapan FPB yang umum adalah dalam menyederhanakan pecahan ke bentuk yang paling sederhana.
Contoh a. Hitunglah
2 1 1 ... 3 4 6 72 . 96
b. Nyatakan dalam bentuk yang paling sederhana untuk pecahan Jawab 2 1 1 a. ... 3 4 6 KPK penyebut = KPK (3, 4, 6) = 12. Maka 2 1 1 ... ... ... 8 3 2 7 . 3 4 6 12 12 12 12 12 12 12 b. Dengan faktorisasi prima 72 2
96 2
36 18
2 2
48 2
9 3
24
2 3
12 6
2 2
Sehinga
3
72 2 2 2 3 3 3 3 . 96 2 2 2 2 2 3 2 2 4
Perhatikan bahwa bagian yang dicoret adalah FPB dari 72 dan 96 yakni FPB (72, 96) = 2 2 2 3 = 24 26
Dengan begitu bila kita sudah mengetahui bahwa FPB (72, 96) = 72 72 : 24 menyederhanakan pecahannya dilakukan dengan cara 96 96 : 24
24 maka untuk 3 . 4
Ada contoh terapan lainnya yang cukup menarik untuk pelajaran matematika SD adalah terapan KPK dalam perhitungan jarak, waktu, dan kecepatan. Contoh 1 Ali bersepeda dari kota P ke kota Q dengan kecepatan rata-rata 20 km/jam berangkat pukul 07.00. Satu setengah jam kemudian Budi menyusul Ali menggunakan sepeda motor dengan kecepatan 30 km/jam. Pada km berapa dan pada pukul berapa Budi menyusul Ali? Jawab 1 Selisih waktu perjalanan antara Ali dan Budi = 1 jam. Selisih waktu itulah yang 2 nantinya akan dipakai sebagai dasar perhitungan KPK. Perhatikan bahwa: 1 1 Ali 1 jam menempuh jarak 20 km 1 jam = 1 20 km = 30 km. 2 2 1 1 Budi 1 jam menempuh jarak 30 km 1 jam = 1 30 km = 45 km. 2 2 1 1 jam 2
1 1 jam 2
1 1 jam 2
07.00 Ali |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0 08.30 Budi
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 1 jam 2
| 100 km
1 1 jam 2
Diagram jarak, waktu, dan kecepatan yang digambarkan di atas ternyata cukup dapat memberikan kejelasan bahwa a) Budi menyusul Ali tepatnya pada km 90 = KPK (30, 45) b) Waktu Budi menyusul Ali adalah Untuk Ali waktu dihitung dari pukul 07.00, yakni 1 1 pukul 07.00 + 3 1 jam = 07.00 + 4 jam = 11.30 2 2 Untuk Budi waktu dihitung dari pukul 08.30, yakni 1 pukul 08.30 + 2 1 jam = 08.30 + 3 jam = 11.30 2 Contoh 2
27
Ali bersepeda motor berangkat dari kota P pukul 07.00 menuju kota Q yang berjarak 250 km dengan kecepatan rata-rata 40 km/jam. Pada saat yang bersamaan Budi berangkat dari kota Q menuju kota P dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam. Pertanyaan a. Pada km berapa dan pada pukul berapa Ali dan Budi berpapasan di jalan? b. Jika waktu berangkatnya tidak bersamaan, yaitu Ali berangkat pukul 07.00 sementara Budi berangkatnya pukul 08.30. Pada km berapa dan pukul berapa Ali dan Budi berpapasan di jalan? Jawab
150 km
100 km P
2
1 2
jm
250 km
40 km/jam
07.00
2
1 2
jm
60 km/jam
Ali a. Ali 1 jam menempuh jarak Budi 1 jam menempuh jarak
Q 07.00 Budi
40 km (dari kiri) 60 km (dari kanan)
Ali dan Budi 1 jam menempuh jarak 100 km. Karena jarak yang harus mereka tempuh berdua = 250 km maka waktu tempuhnya = 250 1 jam = 2 jam. Itu berarti Ali dan Budi berpapasan di jalan setelah keduanya 100 2 1 melakukan perjalanan selama 2 jam yakni 2 1 pukul 07.00 + 2 jam = 09.30. 2 Tempat keduanya berpapasan adalah km 1 Ali = 40 2 jam = 100 km (dari kiri/dari kota P) jam 2 km 1 Budi = 60 2 jam = 150 km (dari kanan/dari kota Q) jam 2 Total = 250 km + b.
P
R
60 km 40 km/j
07.00 Ali
190 km 40 km/j
60 km/j
Q 08.30 Budi
08.30
28
Karena waktu berangkatnya tidak sama maka perhitungannya dimulai dari saat 1 keduanya mulai berjalan, berarti pukul 08.30 yaitu 1 jam dari Ali mulai bergerak 2 barulah Budi mulai bergerak. Dari pukul 08.30 km 1 Ali telah menempuh jarak 40 1 jam = 60 km (tiba di R). Kini jarak yang jam 2 harus ditempuh keduanya = 250 km – 60 km = 190 km. Karena 1 jam Ali dan Budi menempuh total jarak 100 km maka waktu pertemuannya 190 dicapai saat keduanya menempuh perjalanan selama jam = 1,9 jam = 1 jam 54 100 menit. Waktu keduanya berpapasan adalah 1 Ali = pukul 07.00 + 1 jam + 1 jam 54 menit 2 = 07.00 + 1 jam 30 menit + 1 jam 54 menit = 10.24 Budi
= 08.30 + 1 jam 54 menit = 10.24
Jarak keduanya berpapasan adalah km 9 Ali = 60 km + 40 1 jam = (60 + 76) km = 136 km jam 10 km 9 Budi = 60 1 jam = (60 + 54) km = 114 km jam 10 Total
+
= 250 km
Latihan 3 1. Tentukan FPB dan KPK dari bilangan-bilangan berikut a. 9 dan 12 b. 8 dan 20 c. 8 dan 16 d. 12 dan 16 e. 20 dan 24
f. g. h. i. j.
10 dan 30 20 dan 25 40 dan 60 50 dan 60 80 dan 120
k. l. m. n. o.
4, 6, dan 9 8,10, dan 12 40,50, dan 60 200,400, dan 600 250,300, dan 400.
2. Ali berkunjung ke bank sekali dalam 10 hari, Budi sekali dalam 15 hari. Jika sekarang ia bertemu di bank itu, dalam berapa hari lagi mereka akan saling bertemu? 3. Ali bersepeda dari kota A ke kota B dengan kecepatan 20 km/jam, berangkat pukul 07.00. satu setengah jam kemudian Budi menyusul berangkat dari tempat yang sama (kota A) dengan kecepatan 30 km/jam. Pada km berapa dan pukul berapa Budi menyusul Ali? (Kunci: km 90 pukul 11.30) 29
4. Dodi bersepeda motor dari kota A ke kota B yang berjarak 125 km dengan kecepatan 20 km/jam berangkat pukul 07.00. Pada saat yang bersamaan Eka berangkat dari kota B ke kota A denagn kecepatan 30 km/jam. Pada km berapa dari kota A dan pada pukul berapa keduanya berpapasan di jalan? (Kunci: km 50 pukul 09.30) 5. Jika untuk soal nomor 2 (jarak kota A ke kota B adalah 125 km) Eka berangkat dari kota B menuju kota A pukul 07.00 dengan kecepatan rata-rata 30 km/jam. Sementara Dodi berangkatnya dari kota A menuju kota B pada pukul 08.30. Pada km berapa dari kota A dan pada pukul berapa Dodi dan Eka berpapasan di jalan? (Kunci: km 32 pukul 09.06)
30
BAB V ANGKA ROMAWI A. PENGETAHUAN TENTANG ANGKA ROMAWI 1. Angka Dasar Angka Romawi Angka Desimal
I 1
V 5
2. Angka Kelipatan dari 1.000 (seribu) Angka Romawi X V Angka Desimal 5.000 10.000
X 10
L 50.000
L 50
C 100.000
C 100
D 500
D 500.000
M 1000
M 1.000.000
3. Ketentuan Menulis Suatu Bilangan dengan Angka Romawi (1) Penulisan angka dasar secara berturut-turut hanya untuk bilangan-bilangan satuan, puluhan, ratusan, ribuan, … dst. Contoh: II = 2; CC = 200; XX = 20 (2) Penulisan angka secara berturut-turut pada ketentuan (1) hanya dibolehkan paling banyak tiga kali Contoh: III = 3 (benar) IIII = 4 (salah) CCC = 300 (benar) VV = 10 salah, sebab angka dasar yang digunakan bukan salah satu dari ketentuan (1). (3) Sebuah angka dasar pada ketentuan (1) menyatakan pengurang angka yang lebih besar, jika letaknya di kiri angka yang lebih besar itu. Pengurang adalah angka-angka pada ketentuan (1) dan letaknya paling jauh 2 tingkat dari angka yang dikurangi Contoh: IX = 10 – 1 = 9 (benar) IL = 50 – 1 = 49 (salah), sebab L (angka lima puluh Romawi) terletak tiga tingkat di atas I (angka satu) XL = 50 – 10 = 40 (benar) VL = 50 – 5 = 45 (salah), sebab V (angka lima Romawi) di luar ketentuan (1) (4) Penulisan angka pada ketentuan (2) menyatakan penambah angka dasar yang lebih besar, jika letaknya di kanan angka dasar yang lebih besar itu. Contoh: VII = 5 + 1 + 1 = 7 (benar) LXXX = 50 + 10 + 10 + 10 = 80 (benar) CII = 100 + 1 + 1 = 102 (benar)
31
4. Contoh-contoh pemakaian Contoh 1 : Tulis dalam bentuk desimal CLXII Jawab : CLXII = 100 + 50 + 10 + 1 + 1 = 162 Contoh 2 : Tulis dalam bentuk desimal DCXLVI Jawab : DCXLVI = 500 + 100 + (50 – 10) + 5 + 1 500 + 100 + 40 + 5 + 1 = 646 Contoh 3 : Tulis angka 289 dalam bentuk angka Romawi Jawab : 289 = 200 + 80 + 9 = 100 + 100 + 50 + 10 + 10 + 10 + 9 = 100 + 100 + 50 + 10 + 10 + 10 + (10 – 1) = CCLXXXIX B. PENGAJARAN BILANGAN DENGAN ANGKA ROMAWI (Matematika Kls4) Pengajaran tentang bilangan Romawi di SD mulai dikenalkan di kelas IV Cawu 2. Dapat Anda temukan pada Matematika 4 untuk SD hal. 148 s.d. 150. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut: Bilangan Romawi 1 (1) sampai dengan 50 (L) Lambang dasar bilangan Romawi sampai dengan 50 adalah: I melambangkan bilangan satu V melambangkan bilangan lima X melambangkan bilangan sepuluh L melambangkan bilangan limapuluh Lambang bilangan yang lain merupakan gabungan dari lambang dasar yang ditulis secara berdampingan. Bila sebuah bilangan ditulis dengan dua angka, sedangkan angka yang sebelah kanan menyatakan bilangan yang kurang dari bilangan di sebelah kirinya, maka susunan itu menyatakan penjumlahan. Misalnya VI melambangkan bilangan enam, yaitu lima tambah satu. Bila angka yang sebelah kiri menyatakan bilangan yang kurang dari bilangan yang di sebelah kanannya, maka susunannya itu menyatakan pengurangan. Misalnya IV melambangkan bilangan empat yaitu lima kurang satu. Pada prinsip pengurangan ini, I hanya dapat digunakan untuk mengurangi V dan X saja. IV melambangkan bilangan 4 yaitu 5 – 1 IX melambangkan bilangan 9 yaitu 10 – 1 X hanya dapat digunakan untuk mengurangi L XL melambangkan bilangan 40 yaitu 50 – 10 Berdasarkan aturan di atas maka 49 tidak boleh ditulis dengan lambang IL yaitu 50 – 1. Cara yang benar adalah: 49 = 40 + 9 = (50 – 10) + (10 – 1) Jadi lambang Romawi dari 49 adalah XLIX
32
Ingat a) 10 tidak boleh ditulis dengan lambang VV (atau 5 + 5) 10 harus ditulis dengan lambang X b) 7 tidak boleh ditulis dengan lambang IIIX (atau 10 – 3) 7 harus ditulis dengan lambang VII (atau 5 + 2) c) 8 tidak boleh ditulis dengan lambang IIX (atau 10 – 2) 8 harus ditulis dengan lambang VIII (atau 5 + 3) Latihan 4 1. Ubahlah angka desimal berikut ini kedalam bentuk angka Romawi a. 38 d. 1995 b. 95 e. 9463 c. 1978 f. 15.748 2. Ubahlah lambang bilangan desimal berikut menjadi lambang bilangan Romawi. Contoh: 46 = XLVI a) 14 = … d) 44 = … b) 26 = … e) 28 = … c) 39 = … f) 47 = … 3. Ubahlah lambang bilangan Romawi di bawah ini dengan lambang desimal. Contoh: XXVI = 26 a) XIX = … e) XLII = … b) XXI = … f) XLIV = … c) XXXIII = … g) XXVI = … d) XXXIV = … h) XVII = … 4. Ubahlah angka Romawi berikut ini ke dalam bentuk angka desimal a. CXVII d. MCMLXVI b. MDCCXII e. X DCLXXIX c.
V MMDCII
Kunci: 1. a. XXXVIII e. M X CDLIII 4. a.117 f. 501.609
f. D MDCIX
b. XCV c. MCMLXXVIII f. X V DCC XLVIII b. 1712
c. 7602
d. MCMXCV
d. 1966
e. 1679
33
BAB VI BILANGAN PERSEGI, BILANGAN KUBIK, MENARIK AKAR A. BILANGAN KUADRAT/PERSEGI (SQUARE NUMBER) Sebagai pendekatan kontekstual, pertama perhatikan pola pada 4 persegi berikut
, I
,
A . . .
, III
II
IV
Gambar Perhatikan bahwa panjang sisi dan luas dari masing-masing persegi itu adalah: Gambar I : Panjang sisi = 1, Luas persegi I = 1 Gambar II : Panjang sisi = 2, Luas persegi II = 4 Gambar III : Panjang sisi = 3, Luas persegi III = 9 Gambar IV : Panjang sisi = 4, Luas persegi IV = 16. Selanjutnya bilangan-bilangan 1, 4, 9, 16, . . . dan seterusnya masing-masing disebut bilangan persegi. Amati bahwa hubungan antara pola persegi dengan luas persegi itu (banyaknya persegi satuan penyusunnya) adalah seperti berikut.
Pola Luas
, 1
,
, 4
,
, 9
,
16
,
. . .
,
. . .
Gambar 2. 2 Bila bilangan-bilangan persegi tersebut dilanjutkan, akan didapatkan pola seperti 1, 4, 9, 16, 25, 36, 49, 64, 81, 100, . . . Pola itu dikenal sebagai pola bilangan persegi, dan bilangan yang tertulis disebut 10 bilangan persegi yang pertama.
34
Nah sekarang bagaimana kita dapat menentukan bilangan persegi berikutnya atau bagaimana kita dapat menentukan bilangan-bilangan persegi yang lain? Jawabannya adalah pola dari 1, 4 , 9 , 16, 25, 36, 49, 64, 81, 100, . . . sama dengan 12, 22, 32, 42 , 52, 62, 72 , 82, 92 , 102 , . . . Sehingga bilangan persegi (square number) juga disebut sebagai bilangan kuadrat yakni bilangan yang diperoleh dengan menguadratkan suatu bilangan asli. B. BILANGAN KUBIK (CUBE NUMBER) Sebagai ilustrasi, perhatikan pola dari 4 kubus dengan 4 macam ukuran seperti berikut .
I
,
,
,
, II
,
III
,
, . . . IV
,
. . .
Gambar Jika disediakan sejumlah kubus satuan, maka untuk membentuk kubus yang panjang rusuknnya 1 satuan, 2 satuan, 3 satuan, 4 satuan, dan seterusnya masing-masing akan diperlukan sebanyak 1, 8, 27, dan 64 kubus satuan. Sehingga hubungan antara panjang rusuk dan volum dari masing-masing kubus itu adalah: Gambar I : Panjang rusuk = 1 satuan, Volum kubus Gambar II : Panjang rusuk = 2 satuan, Volum kubus Gambar III : Panjang rusuk = 3 satuan, Volum kubus Gambar IV : Panjang rusuk = 4 satuan, Volum kubus
I = 1 satuan II = 8 satuan III = 27 satuan IV = 64 satuan.
Selanjutnya 1, 8, 27, 64, . . . dan seterusnya masing-masing disebut bilangan kubik. Dengan begitu bilangan kubik bersesuaian dengan volume kubus yang satuan ukuran panjang rusuknya bulat.
Hubungan antara pola kubus dan volum kubus yang ditunjukkannya adalah sebagai berikut:
35
Pola
Volum
, 4
1
,
8
,
9
6 1
, . . .
,
,
,
27
,
64
,
. . .
Gambar Bila bilangan-bilangan kubik tersebut dilanjutkan, akan didapatkan pola seperti 1, 8, 27, 64, 125, 216, 343, 512, 729, 1000, . . . Kesepuluh bilangan yang tertulis di atas disebut 10 bilangan kubik yang pertama. Nah sekarang bagaimana kita dapat menentukan bilangan kubik berikutnya atau bagaimana kita dapat menentukan bilangan-bilangan kubik lainnya? Jawabannya adalah pola dari 1 , 8 , 27, 64, 125, 216, 343, 512, 729, 1000, . . . 13, 23, 33, 43 , 53 , 63 , 73 , 83 , 93 , 103 , . . .
sama dengan
sehingga bilangan kubik (cube number) juga disebut sebagai bilangan berpangkat tiga yaitu bilangan yang diperoleh dengan memangkatkan tiga suatu bilangan asli.
C. TEKNIK MENGUADRATKAN DAN MENARIK AKAR 1. Teknik Menguadratkan Dilanjutkan Menarik Akar Kuadrat Teknik menguadrtkan telah dibahas di bagian depan, teknik menarik akar (akar kuadrat) pertama kali ditemukan oleh Calandra (seorang matematikawan India) pada tahun 1491. Untuk menarik akar (akar kuadrat ) digunakan teknik seperti berikut.
36
Teknik menarik akar pisahkan angka-angka dari bilangan yang ditarik akarnya dua angka-dua angka dari belakang kerjakan mulai dari angka terdepan (setelah ada pemisahan) nyatakan angka terdepan itu sebagai perkalian dua bilangan yang sama besar, hasil kali 2 bilangan yang sama itu tidak boleh melebihi bilangan yang dimaksud, sama adalah yang paling diharapkan cari sisa dari bilangan pertama dikurangi dengan hasil kali dua bilangan sama yang dikalikan itu, kemudian turunkan sekaligus dua angka yang ada di belakang angka pertama yang diproses untuk dijadikan sebagai angka kedua yang akan diproses jumlahkan dua angka sama besar itu untuk disambungkan dengan suatu bilangan 1 angka yang bila dikalikan dengan bilangan 1 angka yang dimaksud, hasilnya tidak melebihi bilangan pada angka kedua yang diproses cari sisa dari bilangan pada angka kedua yang diproses dikurangi dengan hasil kali yang dimaksud di atas
Contoh 1
Teknik menarik akar
2062 = … 2062
4.24.36 212
206
200 6
2 2 +
6 2062 = 200 212 + 62 = (2212) 100 + 36 = 42400 + 36 = 42436
4
0
0
= 4 0 24 =
+ 40 6
−
0
−
24 36 6
= 24 36
Sisa terahir =
−
0 2
0
6
Maka:
42436 = 206
37
Contoh 2 4252 = … Teknik menarik akar 4252
18.06.25
450
425
400
4 25
25 4252 = 400 450 + 252 = (4451000 + 625 = 180.000 + 625 = 180.625
8 2
+
4
2
= 16
= 1 64
+ 84 5
−
2 06 −
42 25 5
=
42 25
4
−
0
Sisa terakhir =
2
5
Maka: 180.625 = 425
Agar anda lebih tertantang cobalah untuk membuat soal sendiri misal 4152 = …, carilah hasilnya dengan teknik seperti yang telah dicontohkan di atas kemudian gunakan teknik penarikan akar yang dimaksud. 3. Teknik Menarik Akar Pangkat Tiga Bilangan Kubik
Berbeda dengan penarikan akar kuadrat, penarikan akar pangkat tiga tidak memiliki teknik yang bersifat umum seperti halnya penarikan akar pangkat dua (akar kuadrat). Sudah banyak matematikawan yang berusaha ke arah itu diantaranya adalah matematikawan Italia Gerolamo Cardano (1501 – 1576) di tahun 1535. Namun hingga kini belum ditemukan teknik yang berlaku secara umum. Ada suatu teknik menarik akar pangkat tiga dan teknik itu hanya berlaku efektif untuk penarikan akar pangkat tiga bilangan kubik hingga 1.000.000. Teknik yang dilakukan menggunakan daftar seperti berikut.
38
13 23 33 43 53 63 73 83 93 103
Bilangan Kubik Dasar 1 8 27 64 125 216 343 512 729 1000
103 203 303 403 503 603 703 803 903 1003
Bilangan Kubik Ribuan 1.000 8.000 27.000 64.000 125.000 216.000 343.000 512.000 729.000 1.000.000
103.823
Contoh penggunaan tabel Tentukan akar pangkat tiga dari bilangan kubik 103.823, yakni tentukan 3 103.823 = … Jawab Letak bilangan kubik 103.823 adalah 64.000 < 103.823 < 125.000, maka 40 < 3 103.823 < 50
atau
3
103.823 = empat puluh sekian = 4 Langkah-langkah penyelidikan lebih lanjut adalah Lihat angka terakhir dari bilangan kubik itu Angka terakhir dari 103.823 adalah 3 Lihat bilangan kubik dasar yang angka terakhirnya sama dengan itu Bilangan kubik dasar yang angka terakhirnya 3 adalah 343 Lihat akar pangkat tiga dari bilangan kubik dasar yang dimaksud Berdasar tabel, diperoleh 3
3
103.823 =
343 = 7. Maka satuannya = 7. Sehingga di-simpulkan bahwa 4 7
= 47.
Latihan 5 1. Hitunglah penguadratan berikut secara mencongak dengan cara seperti di atas. Setelah hasil penguadratan diperoleh tarik akarnya dan periksa hasilnya. a. 142 = ...
b. 232 = …
c. 462 = …
d. 2072 = …
e. 4252 = …
2. Tentukan luas masing-masing persegi yang panjang sisinya diketahui seperti berikut 39
a.
b.
c.
d.
14 cm 25 cm 55 m 94 m
3. Tentukan panjang sisi masing-masing persegi yang luasnya diketahui seperti berikut: a. b. c. d. 169 cm2
784 cm2
18.225 cm2
99.225 cm2
4. Tentukan volume kubus yang panjang rusuk-rusuknya adalah a. 14 cm b. 25 cm c. 45 dm d. 75 dm e. 8 satuan f. 18 satuan g. 53 satuan h. 65 satuan. 5. Hitunglah akar pangkat tiga dari bilangan-bilangan kubik a. 6.859 b. 13.824 c. 32.768 d. 97.336 e. 148.877 f. 592.704 g. 804.357 h. 941.192. 6. Tentukan panjang rusuk kubus yang volumenya a. 50.653 cm3 b. 140.608 cm3 c. 405.224 cm3
d. 804.357 cm3.
7. Dengan menggunakan cara menguadratkan seperti yang telah dicontohkan sebelumnya, cobalah untuk menguadratkan bilangan-bilangan berikut kemudian tariklah akarnya a. 19 b. 26 c. 48 d. 57 e. 65 f. 75 g. 85 h. 88 i.96 j. 108 k. 225 l. 512 8. Dengan menggunakan sifat a2 = (a + b)(a – b) + b2 , sifat a3 = a2 a, dan perkalian menggunakan batang Napier, tentukan (coba tanpa kalkulator) pangkat tiga dari a. 16
b. 25
c. 36
d. 49
e. 64
f. 81
Setelah hasil ditemukan cobalah tarik akar pangkat tiga dari bilangan-bilangan yang Anda hasilkan itu. 9. Tanpa menggunakan kalkulator hitunglah akar pangkat tiga dari masing-masing bilangan kubik berikut. a. b. c. d.
2197 2744 4913 9261
e. f. g. h.
50653 59.319 79.507 97.376
i. 205.379 j. 636.056 k. 778.688 l. 941.192.
40
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Bilangan asli, cacah, dan bulat yang kita kenal sebagai bilangan ACB pada matematika Sekolah Dasar meliputi konsep bilangan dihubungkan dengan banyaknya banyaknya satuan (unit) benda dalam suatu kumpulan, operasi penjumlahan, pengu-rangan, perkalian, dan pembagian termasuk penjumlahan, pengu-rangan, perkalian, dan pembagian pada bilangan bulat. Suatu lingkup bahasan yang cukup luas untuk dibahas dalam diklat guru Sekolah Dasar. Namun semuanya ternyata dapat dilalui secara menarik dan menyenangkan. Resep apa sebenarnya sehingga membuat matematika yang dibahas pada kegiatan diklat dapat menarik dan menyenangkan? Jawabnya tidak lain adalah karena sajian materinya diawali secara kontekstual (berangkat dari konteks kehidupan siswa sehari-hari) dan mengikuti teori Bruner, yakni pembelajaran berangkat dari kongkrit, ditindaklanjuti dengan gambar-gambar (semi kongkrit), dan barulah dia-khiri dengan lambang yang sifatnya abstrak. Menurut Bruner, jika pembelajaran berjalan seperti itu, maka siswa akan dapat mengembangkan pengetahuannya jauh lebih luas dari apa yang pernah mereka terima dari gurunya. Apabila itu semua dialami oleh peserta diklat (guru), mengapa siswa tidak mengalaminya?. Semuanya tentu tergantung kepada komitmen (niat baik) dan realisasi (pelaksanaan riil/ sesungguhnya) saat kembali ke tempat tugas masing-masing. B. SARAN Bagi para alumni diklat yang berkomitmen untuk merealisasikan komitmennya pada anak didik agar mereka menjadi senang dengan pelajaran matematika diberikan saran-saran sebagai berikut. 1. Laporkan kepada atasan langsung tentang pengalaman apa saja yang menarik selama menerima sajian akademik dalam kegiatan pelatihan 2. Pikirkan perangkat kerja apa saja yang mendesak untuk dibuat dan segera diterapkan/diimplementasikan di lapangan, jika sebagai guru pertama adalah yang untuk diterapkan di kelas yang diampunya, kemudian kepada sesama guru di sekolahnya, kemudian lagi pada kegiatan KKG dan terakhir barulah cita-cita ke lingkup yang lebih luas 3. Ciptakan segera perangkat tersebut dengan niat baik, tulus, dan iklas demi anak bangsa di masa depan 4. Diskusikan rencana tindak lanjut Anda pasca pelatihan kepada kepala sekolah dan kepada pengawas 5. Bersemboyanlah “ Apa yang terbaik yang saya miliki dan dapat saya perbuat untuk kemajuan bangsa ini sebagai andil dalam rangka mencerdaskan bangsa”. Tuhan maha mengetahui dan pasti akan memberikan ganjaran yang patut disyukuri berupa sesuatu yang tak terduga di masa depan. Amin.
41
DAFTAR PUSTAKA
Burton, David M. (1980). Elementary Number Theory. Boston : Allyn and Bacon, Inc. Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 (Standar Kompetensi Mata pelajaran Matematika SD/MI). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. -------------. (2006). Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Estiningsih, Elly. (1994). KBM Matematika di Sekolah Dasar (Makalah Penataran). Yogyakarta: PPPG Matematika. Edi Prayitno. (1997). KPK dan FPB (Paket Pembinaan Penataran). Yogyakarta : PPPG Matematika. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Niven, Ivan–Zuckerman, Hurbert S. (1978). An Introduction to the Theory of Numbers (Third Edition). New York : John Wiley & Sons, Inc. Sukardjono. (1996). Berhitung Cepat di SD (Paket Pembinaan Penataran). Yogyakarta : PPPG Matematika. Wirasto. (1993). Matematika Untuk Orang Tua Murid Dan Guru (Jilid I). Jakarta : PT. Indira.
42