BAB I P E N D A H U L U A N
A. P e r m a s a l a h a n. A. 1. Latar Belakang Masalah. GKJW adalah sebuah Gereja pribumi yang tumbuh dari dua usaha pekabaran kini
Injil
menjadi
Jombang,
Jawa
di
sebuah Timur.
masa
lampau, yaitu oleh Coolen di Ngoro, -
ibukota Usaha
kecamatan-, yang
lain
di
wilayah
dilakukan
Kabupaten
oleh
Emde
di
Surabaya. Kedua usaha itu boleh dikata terjadi pada waktu yang hampir bersamaan, namun tidak berhubungan satu dengan yang lainnya. Seringkali kedua tokoh ini dipersandingkan. Walaupun keduanya dapat dikatakan sebagai tokoh yang saling berseberangan. Bagaimana tidak? Kelompok Emde dicap sebagai pelaku-pelaku Eropanisasi1, dengan tajam menentang
unsur-unsur
budaya
Jawa,
seperti
misalnya
pertunjukan
wayang, tarian, dan musik tradisional Jawa, tetapi juga ajaranajaran mistik. Pada pihak lain, pikiran Coolen bergerak dalam pikiran suasana Jawa, dan ia berbicara dalam bahasa simbolis yang dipakai di Jawa dalam rangka menyampaikan ajaran keagamaan.2 Perseberangan dua tokoh
1
Lihat Hendrik Kraemer, From Missionfield to Independent Church, SCM Press LTD, London, 1958, khususnya The Javanese Christian Congregations of East Java, hal. 73-93. 2
Ph. van Akkeren, Dewi Sri dan Kristus, Sebuah Kajian tentang Gereja Pribumi di Jawa Timur, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1994, hal. 92.
tersebut
harus
diakui
telah
saling
melengkapi,
berakar
menjadi
persemaian, bertumbuh, dan berkembangnya Injil di Jawa Timur secara dinamis. Secara normatif tercatat, hari Jumat, 11 Desember 1931 telah ditetapkan berdirinya Majelis Agung Greja Kristen Jawi Wetan (MA GKJW). Lembaga Majelis Agung (Great Assembly/Synod/Sinode) dibentuk sebagai wadah pemersatu sejumlah Jemaat yang saat itu sudah berdiri di wilayah Jawa Timur. Namun, penetapan berdirinya MA GKJW itu tidak
dapat
ditetapkan
sebagai
satu-satunya
tonggak
waktu
terpenting riwayat kekristenan di Jawa Timur. Kurun waktu 75 tahun ini sebenarnya telah didahului oleh perjalanan 88 tahun3 sejarah komunitas Kristen Jawa, yang menjadi cikal bakal Greja Kristen Jawi Wetan.
Rentang
waktu
tersebut
tentunya
diwarnai
oleh
dinamika
dengan kekayaan sejarah yang memiliki makna tersendiri. Dalam sebuah refleksi pergumulan teologis GKJW, Bambang Ruseno Utomo, pada seminar peringatan 75 tahun GKJW, menyoroti berbagai situasi dan kondisi berkenaan dengan konteks GKJW saat ini. Antara lain menyinggung berbagai ketegangan yang seringkali muncul dalam praksis
hidup
indikasi adanya
adanya
berbagai
warga
jemaat.4
Berdasarkan
ketegangan-ketegangan pertanyaan
yang
pengamatan
seperti
seringkali
itu
muncul
penulis5,
nampak
dengan
dalam
materi
3
Didasarkan pada peristiwa baptisan kudus pertama terhadap sekelompok orang Jawa di Surabaya, 12 Desember 1843. Kelompok ini dianggap sebagai cikal bakal Greja Kristen Jawi Wetan. Lihat, Majelis Agung, Tata dan Pranata GKJW, khususnya bagian Pembukaan, MA-GKJW, Malang, 1996, hal. 2. 4
Bambang Ruseno Utomo, GKJW Kini dan Ke Depan, Transformasi Sosial dan Alih Generasi, Sebuah Refleksi Pergumulan Teologis GKJW, Makalah Seminar HUT GKJW ke-75, Malang, 4 Desember 2006. 5
Kesempatan mengamati situasi seperti ini dialami oleh penulis pada saat menjadi anggota Majelis Daerah (1999-2004) dan anggota Majelis Agung (2000-2004).
2
persidangan di tingkat Majelis Daerah/Klasis, bahkan di tingkat Majelis Agung/Sinode. Misalnya, apakah orang Kristen boleh menjadi pemain kuda lumping? Apakah orang Kristen boleh menyelenggarakan wilujengan6/religious
festive
meals?
Wilujengan
serta
berbagai
budaya lainnya nampaknya telah menyertai hidup orang-orang Jawa. Sikap hidup dan budaya Jawa dapat bermakna bahwa orang Jawa cinta kerukunan, keserasian, keselarasan, keseimbangan yang tidak suka
ekstrim-ekstriman,
pengkutuban
dan
konfrontasi.
Menjadi
Kristen bagi orang Jawa, bukan berarti harus kehilangan ke-Jawaannya. Pada sisi yang lain, menjadi Kristen bukan berarti mengadopsi budaya Barat (Belanda), yang seringkali diidentikkan dengan budaya Kristen.
Sehingga
muncullah
ungkapan
bernada
olok-olok,
menjadi
Kristen bagi orang Jawa dipandang sebagai melu londo atau melu kapir (ikut Belanda atau ikut kafir=terj. as), ingin menjadi tuan gendjah,
londo
urung,
atau
djawa
tanggung
(tuan
besar,
Belanda
batal atau setengah Jawa, setengah Belanda=terj. as).7 Kekristenan dianggap sebagai agama orang Belanda, pertobatan dianggap sebagai “masuk Belanda”. Pergumulan yang berkenaan dengan hidup keberagamaan seperti diuraikan di atas semakin memberikan kesan kuat bahwa agama-agama yang hidup di Indonesia tidak bertemu dengan kenyataan kosong, ke
6
Wilujengan/kenduri biasanya diadakan oleh suatu keluarga dalam acara khusus untuk memohon keselamatan kepada para leluhur desa. Keluarga yang sedang wilujengan mengundang perwakilan keluarga tetangga, menaikkan doadoa bersama dipimpin oleh tetua adat, diikuti acara makan berbagai jenis makanan secara bersama-sama. 7
Hendrik Kraemer, From Missionfield to Independent Church, SCM Press LTD, London, 1958, hal. 82.
3
tempat yang sudah mempunyai atau berada dalam bentuk dan isinya sendiri.
Ia
berakar
berakar
kepada
pada
situasi
kebudayaan
dan
tertentu,
kondisi dan
tertentu,
kebudayaan
berarti
ini
bisa
mengandung aspek-aspek religius.
A. 2. Rumusan Masalah. Mencermati berbagai wacana yang dikemukakan pada bagian latar belakang, maka permasalahan utama yang hendak digali melalui tesis ini adalah: 1.
Bagaimana budaya spiritual, yang bisa mengandung aspek-aspek religius
tersebut,
yang
menjadi
konteks
sejarah
persemaian
Injil, tempat pertumbuhan dan perkembangan Injil, hingga sebuah Gereja, dalam hal ini
Greja
Kristen
Jawi
Wetan
(GKJW)
berdiri, berpadu-padan dalam gerak langkah GKJW secara dinamis? 2.
Bertolak dari sejarah penyebaran berita Injil yang dimulai oleh tokoh-tokoh perintis komunitas Kristen Jawa Timur hingga awal berdirinya
Greja
Kristen
Jawi
Wetan,
adakah
ihwal
identitas
GKJW dapat dikukuhkan?
A. 3. H i p o t e s i s. 1. Penulis menduga akan menemukan roots historisitas Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW), sekaligus routes yang sedang dijalaninya. Sebagai Gereja yang bertumbuh dan berkembang secara teritorial di bumi Jawa Timur, GKJW nampaknya memiliki kekhasannya yang dinamis.
4
2. Penulis menduga adanya proses perjumpaan dan negosiasi antara budaya
spiritual
dengan
komunitas
Kristen
di
Jawa
Timur,
sehingga dapat melahirkan suatu identitas yang khas pula bagi Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
identitas
adalah
ciri-ciri
atau
keadaan
khusus
seseorang; jati diri8. Namun demikian, pengertian identitas juga banyak dipakai di dalam suatu organisasi, terutama jika suatu organisasi tentang
tersebut
siapa
mereka
hendak dan
menjelaskan apa
yang
kepada
mereka
orang
lain
maksudkan.
Jika
pengertian identitas dikaitkan dengan GKJW, maka identitas GKJW hendak menentukan baik bagi bertindaknya
ke luar maupun bagi
strukturalisasi ke dalam. Pelayanan ke luar, berkenaan dengan pelayanan
GKJW
merupakan
batu
terhadap sendi
dunia.
bagi
GKJW.
Sedang Ia
ke
dalam,
berhubungan
identitas
erat
dengan
semua unsur lain di lingkup GKJW, seperti tujuan, nilai-nilai yang ada di dalamnya.
A. 4. T u j u a n. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari tesis ini adalah untuk: Pertama,
memberikan
deskripsi
tentang
historisitas
Greja
Kristen Jawi Wetan (GKJW). Mengingat sempitnya kesempatan untuk memerikan
sejarah
secara
menyeluruh,
maka
periodisasi
waktu
8
Lihat, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3, Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2001, hal. 417.
5
dimulai
sejak
masa
perintisan
pekabaran
Injil
di
lingkungan
orang Jawa di Jawa Timur (1843), Majelis Agung GKJW dibentuk (1931) ujian
sampai
dengan
pertama
bagi
konteks
jamannya.
tahun GKJW,
Tentu
1946,
yang
sebagai
saja
disebut-sebut
Gereja
periodisasi
di
ini
sebagai
tengah-tengah tidak
bersifat
kaku, sebab dalam banyak hal akan menyebut tahun-tahun sebelum maupun sesudah periodisasi yang ditentukan. Melaluinya, diharapkan dapat mengungkapkan tujuan kedua, yaitu menggali
kemungkinan
adanya
pengaruh
budaya
spiritual
dalam
pertumbuhan dan perkembangan komunitas Kristen di Jawa Timur. Ketiga, berangkat dari roots GKJW seperti yang diuraikan pada tujuan
sebelumnya,
maka
tujuan
selanjutnya
adalah
menemukan
ihwal identitas GKJW di tengah routes yang sedang dijalaninya. Pada
muaranya
pertambahan
tujuan-tujuan
historiografi9,
tersebut -yaitu
akan
sampai
histoire-recité,
pada
sejarah
sebagaimana ia dikisahkan, yang mencoba menangkap dan memahami histoire-realité,
sejarah
sebagaimana
terjadinya-,
Greja
Kristen Jawi Wetan.
B. J u d u l. Mencermati
pandangan
yang
telah
dikemukakan
di
atas,
maka
tesis ini akan diberi judul:
9
Lihat Taufik Abdullah dan Abdurrachman Surjomihardjo, Ilmu Sejarah dan Historiografi, Arah dan Perspektif, Gramedia, Jakarta, 1985, hal. ix-xxiv.
6
“M e r e n t a s
I d e n t i t a s10”
Suatu Telaah Historis - Sistematis tentang Identitas Greja Jawi
Kristen
Wetan (GKJW), pada Periode 1843-1946
C. M e t o d e. Perihal metode, penulis menerapkan metode deskriptif-kritis. Sesuai
dengan
pengertiannya,
deskriptif
yang
berasal
dari
kata
deskripsi, berarti tulisan; (pe)lukisan; yang kemudian diartikan sebagai upaya yang menekankan proses untuk mempresentasikan objek atau peristiwa tertentu. Berkenaan dengan hal ini, maka tesis ini akan memerikan rangkaian sejarah Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Dalam rangka hal tersebut, maka upaya deskripsi dila11kukan dengan bersandar pada informasi pustaka. Antara lain dapat disebut adalah
Sejarah
Gereja
pada
umumnya,
arsip,
hasil
penelitian,
teks/dokumen. Demikian
juga
upaya
penyingkapan
sejumlah
peristiwa
dan
gagasan yang melatarbelakangi peristiwa historis, maka penggalian historisitas
GKJW,
metode
oral
history/sejarah
lisan
akan
memperluas cakrawala penulisan tesis ini. Melaluinya, sumber-sumber lisan digali. Penulis
berupaya menggali informasi
dengan metode
pendekatan pengalaman hidup bersama tokoh yang bekerja di GKJW dan atas cerita orang-orang yang mengalami sendiri dan membuat sejarah
10
Kata merentas=merintis. Berkenaan dengan penulisan tesis ini, merentas dipergunakan sejajar dengan menggagas. Menggagas jalan kecil, membangun suatu identitas Greja Kristen Jawi Wetan. Sedangkan makna identitas, dalam rangka penulisan tesis ini terkandung proses perjumpaan dan negosiasi. Identitas menolak pemangkiran ataupun pengabaian yang sewenang-wenang terhadap jati diri. Dalam identitas ada pilihan-pilihan tanpa henti. Jadi, merentas identitas dalam kaitan tesis ini, menggagas suatu identitas bagi GKJWdalam rangkaian historisitasnya. Tentu saja sebagai hasil proses kontestasi-kontestasi sementara terhadap yang lain, bukan sebagai fiksasi.
7
GKJW.
Melaluinya
dokumen-dokumen
hidup
akan
mewarnai
deskripsi
Dengan demikian penulis dimungkinkan untuk menarik
sejumlah
dalam tulisan ini.
relevansi
dari
peristiwa-peristiwa
historis,
-yang
terjadi
pada
masa silam-, demi hidup aktual yang berorientasikan ke masa depan.
D. S i s t e m a t i k a. Bab I. P E N D A H U L U A N Bab ini mengetengahkan permasalahan, latar belakang masalah, rumusan
masalah,
hipotesis,
tujuan,
judul,
metode,
dan
sistematika penulisan.
Bab II. KONTEKS RELIGIO-HISTORIS BUMI JAWA TIMUR DAN KONTEKS AWAL PERSEMAIAN INJIL Bagian ini memaparkan historisitas Greja Kristen Jawi Wetan. Guna mengamati perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu,
maka
pemaparan
periodisasi
dimulai
dari
waktu
ditentukan.
konteks
Pada
religio-historis
bagian Jawa
ini Timur
sebagai ladang persemaian Injil. Guna mendalami konteks, maka budaya spiritual dipaparkan pada bagian ini. Dilanjutkan dengan awal
mula
Timur,
pertumbuhan
beserta
berpengaruh
dan
latar
terhadap
perkembangan
belakang
pandangan
Warta
Injil
lembaga-lembaga
teologi
maupun
di
misi
Jawa yang
spiritualitas,
sampai dengan berdirinya Majelis Agung/Sinode GKJW (1843-1931).
8
Bab
III.
GREJA
KRISTEN
JAWI
WETAN;
penulis
memaparkan
PROSES
TUMBUH,
MENUJU
KEMANDIRIANNYA Pada
bagian
ini
periodisasi
selanjutnya,
masa kemandirian GKJW, yang ditandai dengan berdirinya Majelis Agung (1931) sampai dengan GKJW bertumbuh dan berkembang dalam masa pembangunannya, hingga 1946.
Bab IV. M E R U M U S K A N
I H W A L
I D E N T I T A S
GKJW Bab IV berisi upaya pemerian perjumpaan dan negosiasi antara budaya spiritual dengan komunitas Kristen di Jawa Timur/Greja Kristen
Jawi
Wetan,
dalam
rangka
merumuskan
ihwal
identitas
GKJW.
Bab V. K E S I M P U L A N Akhirnya dari pembahasan dalam bab-bab terdahulu akan ditarik beberapa
kesimpulan,
terutama
yang
memperlihatkan
dinamika
padu-padan antara konteks/’lahan yang tidak kosong’, di mana sejarah
persemaian
Injil
di
bumi
Jawa
Timur
terjadi
dengan
hidup Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Demikian juga berkenaan dengan suatu identitas GKJW, sebagai sebuah kontestasi, akan dikemukakan pada bagian ini.
9