Bab 5 Ringkasan
Agama Shinto merupakan salah satu agama tertua dan dianggap sebagai kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak terputus dari zaman pra sejarah sampai saat ini. Dalam Shinto dikenal adanya kami yang dipercaya sebagai roh leluhur atau nenek moyang. Kami secara umum menunjuk pada suatu hal yang misterius dan gaib yang mempunyai kekuatan yang melampaui kekuatan manusia di dunia. Orang-orang di Jepang rutin mengadakan persembahan yang bertujuan untuk melakukan penghormatan kepada roh-roh leluhur ini dan berharap bisa mendapatkan perlindungan. Permohonan doa yang dipanjatkan juga bermaksud untuk menghindari malapetaka, kesialan serta untuk mendapatkan hasil panen yang baik. Matsuri merupakan salah satu bentuk perwujudan dari kepercayaan orang jepang terhadap agama Shinto. Sebagai salah satu bentuk dari empat penegasan dalam Shinto, maka ritual maupun kegiatan dalam perayaan matsuri memiliki pengaruh Shinto di dalamnya. Matsuri adalah suatu prosesi atau upacara yang ditujukan untuk memuja rohroh leluhur, alam serta perayaan untuk mengucapkan doa dan rasa syukur demi kemakmuran dan keselamatan. Dalam setiap perayaan matsuri terdapat upacara yang dilakukan dengan memberikan sajian suci untuk kami serta hiburan-hiburan atau pertunjukan tarian untuk menghibur kami. Terdapat tiga matsuri terbesar di Jepang, salah satunya adalah festival Tenjin Matsuri di Osaka yang diadakan untuk mengusir roh-roh jahat pada musim panas dan dinyatakan sebagai bentuk doa untuk roh Sugawara Michizane. Tenjin Matsuri dimulai 53
tanggal 1 Juni tahun 951. Tenjin pada dasarnya memiliki arti Dewa surgawi (heavenly god) tetapi kemudian kata ini secara khusus mengarah pada roh seorang sarjana dan Udaijin istana yang bernama Sugawara Michizane. Terdapat pengaruh Shinto dalam tujuan dilaksanakannya Tenjin Matsuri, yaitu dalam ajaran Shinto dipercaya bahwa matsuri dapat digunakan untuk mengusir roh jahat dan diperuntukkan untuk menentramkan dewa serta ajaran Shinto mempercayai adanya suatu hal yang misterius dan gaib yang mempunyai kekuatan yang melampaui kekuatan manusia di dunia yang disebut dengan kami Tenjin Matsuri diselenggarakan setiap tahun di kota Osaka oleh kuil Osaka Temmangu pada tanggal 24 Juli (yoimiya) – 25 Juli (honmiya). Honmiya terbagi ke dalam dua bagian, yaitu berupa (riku-togyo) dan (funa-togyo). Berikut rincian singkat mengenai rangkaian ritual perayaan Tenjin Matsuri yang memiliki pengaruh Shinto di dalamnya, yaitu: 1. Yoimiya (Pembukaan Festival) terdiri dari yoimiyasai dan hokonagashi-shinji. Yoimiyasai adalah ritual pembukaan pintu kuil Temmangu yang diikuti oleh penyucian, persembahan makanan dan pembacaan norito dan tarian miko serta iringan musik gagaku. Konsep Shinto yang terdapat di dalamnya adanya upacara pembukaan
pintu
kuil
menggambarkan
kegiatan
zaman
dahulu
yaitu
mengundang kami untuk turun ke bawah. Urutan ritual yang dilakukan pada yoimiyasai memiliki persamaan dengan ritual Shinto dan hubungan Shinto dalam tarian miko dan alat musik gagaku yaitu bahwa dalam kepercayaan Shinto musik dan tarian bertujuan untuk memberikan kesenangan kepada kami serta berasal
54
dari mitos Shinto sebagai cara untuk menarik keluar dewi Amaterasu yang bersembunyi di dalam sebuah gua. Hokonagashi-shinji adalah ritual berupa penghanyutan hoko. Terdapat konsep Shinto di dalamnya, yaitu hoko merupakan salah satu benda dalam agama Shinto yang dipercaya dapat melindungi kami dari roh jahat dan sebagai simbol kekuatan kami untuk melindungi keadilan dan kedamaian. 2. Honmiya (Puncak Perayaan) terdiri dari natsu taisai, riku-togyo dan funa-togyo dan kangyo-sai. a. Natsu taisai merupakan upacara mendoakan keselamatan peserta festival dan ritual pemindahan go-shinrei (roh dewa) ke dalam gohoren. pengaruh Shinto yang dimiliki, yaitu terdapat pada ritual pemindahan go-shinrei yang merupakan roh dewa Tenjin ke dalam gohoren dimana pemindahan roh kami ke dalam sebuah tempat yang biasanya disebut mikoshi merupakan salah ritual yang terdapat dalam matsuri dimana yang dipakai dalam festival ini adalah gohoren. b. Riku-togyo (Prosesi Darat) Moyo-oshidaiko dan Danjiri-bayashi merupakan kelompok permainan musik dalam festival Tenjin Matsuri. Pengaruh Shinto yang terdapat di dalamnya adalah sebagai salah bentuk persembahan untuk menghibur kami yang disebut kan-nigiwai (hiburan kami).
55
Sarutahiko adalah salah satu pengisi parade dalam riku-togyo, yaitu berupa orang yang memakai kostum sarutahiko. Pengaruh Shinto yang terdapat di dalamnya adalah bahwa sarutahiko merupakan salah satu Kami dalam Shinto, yaitu dewa petunjuk jalan. Shojo-dashi adalah kendaraan festival yang membawa boneka shojo yang sedang memegang sebuah kipas dan memiliki wajah serta rambut yang merah. Pengaruh Shinto terdapat pada diikutsertakannya shojo yang dihubungkan dengan adanya tujuan dalam Tenjin Matsuri, yaitu untuk mengusir setan atau roh jahat. Fuuryu-hanagasa merupakan sebuah kumpulan hiasan bunga berbentuk payung. Di depan barisannya terdapat nishiki-bata yang adalah barisan yang membawa bendera. Pengaruh Shinto yang terdapat di dalamnya, yaitu hubungan yang dimiliki oleh kedua benda di atas yang merupakan salah satu dari benda kami. Ushihiki-doji adalah sapi yang ditarik oleh anak laki-laki. keterkaitan antara ushihiki-doji dengan Shinto adalah sapi merupakan hewan yang memiliki hubungan dengan salah satu kami Shinto, yaitu Tenjin. Shishimai merupakan tarian ritual Shinto yang memakai topeng berbentuk singa. Hubungannya dengan Shinto adalah adanya kepercayaan dalam Shinto bahwa tarian shishimai dapat digunakan untuk mengusir roh jahat atau roh jahat yang berada di rumah dan dapat menghasilkan panen yang banyak pada tahun tersebut.
56
Uneme adalah barisan para wanita yang memakai pakaian zaman Heian dan kain tipis di atas kepalanya. Chigo adalah anak usia 3 sampai 7 tahun yang memakai eboshi
atau tenkan (sebuah mahkota emas) yang biasa
dipakai oleh para dewi dan malakat-malaikat. uneme dan chigo memiliki hubungan dengan pengaruh Shinto, yaitu dilihat dari segi fungsi mereka sebagai pelayan Dewa Tenjin. O-masakaki adalah tiga ratus pohon sakaki yang didedikasikan untuk festival Tenjin Matsuri. Pengaruh Shinto yang dimiliki adalah sakaki merupakan tumbuhan sakral atau suci yang biasanya dipakai sebagai salah satu simbol penyucian dalam upacara Shinto. Bunsha adalah sebuah kendaraan hias yang membawa buku-buku sebagai bacaan untuk dewa Tenjin di otabisho. Pengaruh Shinto yang dimiliki adalah terlihat pada tujuan dibawakannya buku bacaan tersebut untuk menghibur dewa Tenjin sebagai dewa pendidikan dan kaligrafi dalam agama Shinto. Kamihoko-dashi adalah hoko yang dibawa dengan kendaraan hias. Pengaruh Shinto di dalamnya adalah hoko merupakan salah satu benda dalam agama Shinto yang dipercaya dapat melindungi kami dari roh jahat dan sebagai simbol kekuatan kami untuk melindungi keadilan dan kedamaian Otori-mikoshi diatasnya dihiasi dengan burung phoenix sedangkan tamamikoshi memiliki hiasan bola emas di atas atapnya. Pengaruh Shinto yang
57
dimiliki, yaitu mikoshi merupakan salah satu bagian yang penting dalam suatu kegiatan matsuri. Mikoshi berfungsi sebagai kuil kecil bagi dewa c. Funa-togyo (Prosesi Perahu) Omukae-ningyo-bune adalah boneka berpakaian tradisional dengan tinggi 2 meter yang dipasang di atas lunas perahu yang mengikuti prosesi perahu dalam Tenjin Matsuri. Dalam boneka omukae-ningyo terdapat pengaruh Shinto karena tujuan dipajangnya boneka omukae-ningyo adalah digunakan untuk menjemput roh kami. Bunraku-sen, Nohgaku-bune, Rakugo-sen
dan Kagura honousen
merupakan kelompok drama dan tarian dalam funa-togyo. Terdapat pengaruh Shinto, yaitu sebagai hiburan bagi kami. d. Kangyo-sai adalah ritual menggembalikan dewa dari tempat sementara ke tempat semula yaitu jinja. Dalam ritual ini dewa yang dipindahkan dari otabisho dengan menggunakan gohoren dikembalikan kembali ke kuil Temmangu. Dalam ritual kangyo-sai terdapat konsep Shinto di dalamnya karena di dalam ajaran Shinto, pada ritual terakhir matsuri terdapat kami okuri yaitu berkenaan dengan pengiriman kembali kami ke tempat di mana mereka berasal.
58