Bab 5 Ringkasan
Pada bab ini, penulis akan memberikan ringkasan dari beberapa bab yang sudah penulis kemukakan diatas, yaitu dimulai dari bab pertama pendahuluan hingga bab empat ringkasan dan saran. Bab pertama berisi latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Pada bagian latar belakang penelitian, penulis menjelaskan sedikit mengenai teknologi di Jepang. Dimana sekarang ini negara Jepang sudah mulai mengembangkan teknologi yang disebut dengan robot. Karena perkembangan tersebutlah, maka negara Jepang mendapat sebutan sebagai “negara robot” dan negara “cinta mesin”. Hal-hal tersebut tidak akan tercapai jika orang Jepang tidak bekerja secara bersama-sama. Begitu pula dalam hal pekerjaan, dalam bekerja juga dibutuhkan suatu kerjasama. Bagi orang Jepang, bekerja itu sudah merupakan bagian dari hidup mereka. Oleh karena itu, muncullah istilah yang disebut dengan kaisha ningen yang berarti orang yang menghabiskan atau mencurahkan hidupnya hanya untuk perusahaan. Dengan adanya kaisha ningen ini, produksi perusahaan di Jepang meningkat pesat. Akan tetapi, kesadaran mereka untuk bersosialisasi selain di kantor semakin hilang karena mereka hanya terfokus pada pekerjaan mereka. Seorang kaisha ningen bekerja mulai dari pagi hingga malam, karena itulah waktu mereka untuk bersosialisasi selain di kantor hampir tidak ada, karena waktu mereka habis hanya untuk bekerja. Dalam hal ini, kaisha ningen hampir memiliki pengertian yang sama dengan workaholic. Dimana workaholic adalah kecanduan seseorang untuk bekerja dan mereka lebih mengutamakan 47
pekerjaan daripada keluarga, kerabat, maupun temannya. Sedangkan kaisha ningen adalah orang yang bekerja dengan sangat keras demi kepentingan dan kemajuan organisasi. Workaholic sendiri dibedakan menjadi lima jenis, dyed in the wool, converted, situational, pseudo-workaholic, escapist as workaholic. Di Jepang sendiri, banyak dorama yang mengkisahkan mengenai kehidupan seorang workaholic dyed in the wool yang sesungguhnya. Salah satunya adalah dorama yang berjudul Hataraki Man. Tokoh utama dalam dorama ini adalah seorang wanita yang bekerja disebuah perusahaan penerbitan. Tokoh utama ini juga adalah seorang yang senang bekerja, dimana dicerita ini dikatakan bahwa dia mampu bekerja selama tiga hari tiga malam tanpa berhenti. Setelah melihat dorama ini, penulis menjadi tertarik untuk meneliti apakah benar tokoh utama tersebut memanglah seorang workaholic dyed in the wool atau bukan. Tidak hanya itu, penulis sendiri juga ingin lebih memahami mengenai kehidupan orang Jepang dalam sebuah perusahaan. Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah mengetahui kehidupan seorang workaholic dyed in the wool dilihat dari tokoh utama dorama Hataraki Man. Manfaat yang dari penelitian ini adalah memahami mengenai masyarakat Jepang dan workaholic dyed in the wool yang terjadi di Jepang. Selain itu juga, dapat lebih memahami pentingnya kehidupan bersosialisasi baik dalam hal pekerjaan maupun dalam hal kehidupan bermasyarakat dan kehidupan pribadi. Metode penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode kepustakaan dan metode deskriptif-analitis. Dimana metode kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca, dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Metode kepustakaan ini dibagi menjadi dua, yaitu riset lapangan dan riset kepustakaan. Sedangkan metode deskriptif-analitis adalah penggambaran atau pelukisan secara 48
otomatis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki secara terperinci untuk menghasilkan rekomendasi untuk keperluan masa yang akan datang. Bab kedua adalah mengenai landasan teori yang digunakan oleh penulis dalam meneliti permasalahan. Teori yang akan digunakan oleh penulis adalah teori psikologi, konsep kaisha ningen, konsep masyarakat Jepang, dan teori penokohan. Dalam teori Psikologi, penulis menjelaskan mengenai pengertian psikologi melalui pendapat berbagai ahli. Para ahli tersebut adalah Hamilton yang mengatakan bahwa psikologi itu adalah ilmu yang mempelajari tentang kejiwaan. Kemudian pengertian psikologi menurut Wertheimer adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan binatang. Penulis juga mengemukakan sedikit mengenai teori psikologi kerja dan teori workaholic. Pada teori workaholic, Oates berpendapat bahwa workaholic adalah gerakan yang dilakukan demi diri sendiri yang berpusat pada suatu ketagihan. Disini Oates kemudian membagi workaholic menjadi lima jenis. Workaholic dyed in the wool adalah workaholic yang memiliki tingkat profesionalitas yang tinggi, pengabdian yang tinggi, dan tanggung jawab yang besar pada perusahaan tempat dia bekerja. Converted adalah Seorang workaholic yang akan bekerja dengan sangat keras jika dia mendapatkan suatu imbalan sebagai gantinya. Workaholic in situational adalah Seorang workaholic yang akan bekerja dengan sangat keras sesuai dengan kondisi perusahaan tempat dia bekerja. Psedo-workaholic adalah seorang workaholic seperti dyed in the wool, tapi dia tidak memiliki suatu pengabdian yang tinggi pada perusahaan tempat dia bekerja. Escapist as workaholic adalah seseorang yang tetap tinggal di kantornya karena tidak ingin pulang atau mengambil bagian dalam suatu hubungan sosial. 49
Kemudian dalam konsep kaisha ningen, penulis memaparkan pendapat-pendapat dari beberapa ahli yang mengungkapkan mengenai pengertian kaisha ningen. Para ahli tersebut adalah Kimoto Kimiko dan Masao. Kimiko berpendapat bahwa kaisha ningen adalah orang yang bekerja sangat keras, dapat dipercaya, dan harus mencurahkan semuanya demi perusahaan. Sedangkan menurut Masao, kaisha ningen adalah orang yang memiliki komitmen yang kuat terhadap organisasinya. Dalam Konsep ini juga, penulis menjelaskan mengenai konsep etos kerja Jepang. Penulis juga menjelaskan sedikit mengenai konsep masyarakat Jepang. Kemudian landasan teori terakhir yang dipakai penulis adalah teori penokohan. Pada teori ini dijelaskan sedikit mengenai apa itu penokohan dan teknik-teknik yang digunakan dalam menggambarkan penokohan. Menurut Nurgiantoro, penokohan adalah pelukisan penggambaran atau karakter yang jelas tentang seseorang yang di tampilkan dalam sebuah cerita. Nurgiantoro juga membagi teknik penokohan menjadi dua yaitu teknik cakapan dan teknik tingkah laku. Teknik cakapan disini lebih dikenal dengan teknik verbal dan teknik tingkah laku lebih dikenal dengan teknik nonverbal. Bab ketiga adalah mengenai analisis data dari dorama yang digunakan oleh penulis. Sebelum memulai analisis, penulis menceritakan mengenai jalan cerita dari dorama yang akan dianalisis oleh penulis. Penulis juga membatasi penelitian yang dilakukan hanya pada episode pertama dorama Hataraki Man. Setelah selesai menceritakan jalan cerita tersebut, penulis kemudian menganalisis dorama yang ada dengan menggunakan teknik verbal dan nonverbal. Dalam penganalisisan tersebut, penulis juga memaparkan mengenai bukti-bukti yang menyatakan bahwa tokoh tersebut memang seorang workaholic dyed in the wool. Pada analisis verbal, ada tujuh jenis percakapan yang terjadi dan membuktikan bahwa tokoh utama dorama Hataraki Man adalah seorang 50
workaholic dyed in the wool. Kemudian pada analisis nonverbal, ada lima jenis tingkah laku yang menggambarkan bahwa tokoh utama dorama Hataraki Man juga merupakan seorang workaholic dyed in the wool. Bab keempat adalah simpulan dan saran dari penulis. Dalam simpulan, penulis memberitahukan bahwa tokoh utama dorama ini memang seorang workaholic dyed in the wool dan sudah dibuktikan pada bab tiga analisis data yang dilakukan. Setelah selesai menulis simpulan, dilanjutkan pada saran-saran yang diberikan oleh penulis untuk para peneliti selanjutnya yang akan membahas mengenai permasalahan yang sama. Selain itu juga, penulis juga memberikan saran kepada para peneliti selanjutnya yang akan meneliti permasalahan yang sama, untuk meneliti dari dorama Hataraki Man episode selanjutnya. Hal ini dikarenakan penulis meneliti permasalahan ini hanya pada episode pertama dorama Hataraki Man.
51