Bab 5 Ringkasan
Bunga sakura merupakan bunga nasional negara Jepang dan bunga yang sangat dicintai oleh masyarakat Jepang. Ada istilah dalam bahasa Jepang yang mengatakan “hana to ieba, sakura no koto”, yang berarti, apabila menyebut tentang bunga, maka bagi masyarakat Jepang, yang dimaksud adalah bunga sakura. Bunga sakura merupakan simbol negara Jepang yang familiar diseantero dunia. Kartu pos yang menggambarkan pohon-pohon sakura sedang mekar penuh, dengan latar belakang gunung Fuji, mungkin merupakan imej yang paling dikenal secara umum mengenai lansekap negara Jepang. Pada saat bunga sakura bermekaran sempurna dimusim semi, masyarakat Jepang akan melakukan perayaan yang disebut hanami, yaitu berpesta di bawah pohon sakura sambil menikmati keindahan bunga sakura. Bagi masyarakat Jepang, sakura menjadi simbol dari berbagai macam fenomena kehidupan. Banyak hal yang menjadi inspirasi dan dapat dipelajari dari filosofi sakura. Sejak dulu hingga sekarang, perasaan yang diwakilkan oleh sakura, seringkali dituangkan kedalam karya sastra dan kesenian seperti misalnya puisi, sajak, lukisan, dan lagu yang terinspirasi dari sakura. Salah satu kesusastraan Jepang yang paling banyak menjadikan sakura sebagai objek adalah haiku. Diperkirakan bahwa terdapat ratusan ribu lebih haiku Jepang yang berhubungan dengan sakura. Dilandasi dengan ketertarikan terhadap berbagai keistimewaan bunga sakura dalam kehidupan masyarakat Jepang, serta banyaknya haiku Jepang yang bertemakan sakura, maka penulis memutuskan untuk melakukan penelitian haiku yang berhubungan dengan bunga sakura.
96
Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis haiku yang di dalamnya terdapat kata sakura, untuk mendapatkan makna keseluruhan dari haiku tersebut. Oleh karena makna keseluruhan haiku sangat berkaitan erat dengan makna simbol sakura dalam haiku tersebut, maka untuk mendapatkan makna keseluruhan haiku, penulis harus dapat memahami makna dari simbol sakura di dalam haiku tersebut. Dikarenakan ada sangat banyak sekali haiku Jepang yang berhubungan dengan sakura, maka penulis memutuskan untuk lebih membatasi penelitian ini dengan hanya menganalisis tiga haiku saja yang di dalam masing-masing haiku tersebut terdapat kata sakura. Penulis melakukan analisis ini bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan pemahaman akan makna secara keseluruhan dari masing-masing haiku, dan mengetahui makna simbol sakura dalam haiku tersebut, tapi penulis juga berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak untuk menambah pengetahuan pembaca, sehingga penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam kemajuan terhadap pengetahuan akan kesusastraan dan kebudayaan Jepang. Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode kajian kepustakaan dan metode deskriptif analisis. Metode kajian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi dari berbagai sumber seperti buku-buku, internet, dan media sejenis, sedangkan metode deskriptif analisis dilakukan untuk menguraikan makna haiku dan memberikan pemahaman dan penjelasan yang dapat dimengerti. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori dan konsep yang digunakan untuk analisis korpus data, yaitu, konsep filosofi masyarakat Jepang
97
mengenai sakura, konsep mengenai agama Buddha, teori tentang haiku, teori semantik tentang makna, teori majas, serta teori pengkajian puisi. Dalam analisis data, penulis menjabarkan analisis terhadap ketiga haiku yang sudah dipilih. Dalam analisis masing-masing haiku ini, pertama-tama penulis menganalisis setiap kata, frase, dan klausa dalam haiku tersebut. Lalu penulis juga menghubungkan makna simbol sakura dalam haiku tersebut dengan konsep makna simbol sakura dalam masyarakat Jepang untuk mendapatkan makna haiku secara keseluruhan. Pembuktian analisis makna didukung dengan penggunaan diagram segitiga makna Ogden dan Richards di dalam setiap analisis haiku. Berdasarkan makna simbol sakura dalam ketiga haiku tersebut, dimana simbol sakura pada haiku pertama melambangkan kesucian, simbol sakura pada haiku kedua melambangkan kematian, dan simbol sakura pada haiku ketiga melambangkan ketidakkekalan, maka hasil yang didapat dari keseluruhan analisis ketiga haiku tersebut adalah makna referensial secara keseluruhan dari masing-masing haiku sebagai berikut: Pada analisis haiku pertama, objek keseluruhan dari haiku ini adalah Sang Buddha yang diumpamakan bagai bunga sakura dalam malam yang disinari oleh cahaya bulan. Dalam haiku ini, Bunga sakura merupakan pemataforaan dari kesucian. Lalu Sang Buddha yang di dalam haiku ini diibaratkan sebagai sakura, memiliki suatu kesamaan dengan sakura, yaitu keduanya memiliki konsep simbol kesucian. Menurut ajaran agama Buddha, Sang Buddha mencapai kesucian tertinggi karena Sang Buddha telah mendapatkan pecerahan sempurna. Pencerahan yang dicapai Sang Buddha didalam haiku ini dimetaforakan sebagai terang bulan. Makna referensial secara keseluruhan yang didapat oleh penulis dari haiku pertama ini adalah kesucian Sang Buddha yang telah mendapatkan pencerahan sempurna. 98
Pada analisis haiku kedua, objek keseluruhan dari haiku ini adalah bunga sakura yang mekar digunung, berguguran jatuh mengalir ke kincir air yang terus-menerus berputar disebuah sungai kecil. Dalam haiku ini, sakura gunung yang berguguran merupakan pemetaforaan dari kematian, sedangkan kincir air yang terus menerus berputar oleh aliran sungai merupakan pemetaforaan dari roda samsara, sebuah konsep dalam ajaran agama Buddha tentang siklus kelahiran kembali setelah kematian yang terus berulang. Diibaratkan bagai bunga sakura gunung yang berguguran dan jatuh mengalir ke kincir air, begitupula keadaan setelah seseorang mengalami kematian, dia akan menjalani roda perputaran kelahiran kembali. Makna referensial secara keseluruhan yang didapat oleh penulis dari haiku kedua ini adalah setelah kematian akan ada kelahiran kembali (siklus samsara yang terus berulang). Pada analisis haiku terakhir, objek keseluruhan dari haiku ini adalah kawanan unggas air yang memencar didekat bunga sakura yang sedang bermekaran di tepi sungai. Dalam haiku ini, kawanan unggas air merupakan pemetaforaan dari orang-orang yang dikasihi. Karakteristik dari unggas air yang melakukan pengasuhan anakan, berpasangan secara permanen dan hidup berkelompok memiliki kesamaan dengan karakter manusia sebagai mahluk sosialis yang hidup dalam kelompok. Fenomena memencarnya kawanan unggas air merupakan pemetaforaan dari perpisahan dengan orang-orang yang dikasihi. Bunga sakura dalam haiku ini merupakan pemetaforaan dari ketidakkekalan. Ketika melihat fenomena kawanan unggas air yang memencar, yang mengibaratkan perpisahan dengan orang-orang yang dikasihi, maka dengan melihat bunga sakura yang mekar didekatnya kita diingatkan akan ketidakkekalan segala sesuatu didunia ini, yang merupakan salah satu inti ajaran agama Buddha. Keindahan bunga sakura yang mekar tidak bisa bertahan untuk selamanya, karena dalam beberapa hari yang singkat dia pasti 99
akan segera gugur. Tidak ada yang bisa selamanya kekal tidak berubah. Sama halnya dengan perpisahan dengan orang-orang terkasih yang merupakan hal yang pasti terjadi dalam hidup manusia. Makna referensial secara keseluruhan yang didapat oleh penulis dari haiku ketiga ini adalah adanya perpisahan dengan orang-orang yang dikasihi adalah merupakan suatu bagian dari ketidakkekalan. Dari hasil keseluruhan analisis pada makna ketiga haiku ini, penulis mengambil kesimpulan bahwa makna simbol sakura dalam ketiga haiku tersebut merupakan tiga konsep makna dari sembilan konsep makna simbol sakura bagi masyarakat Jepang yang telah berhasil ditemukan penulis, dan hal ini menunjukkan bahwa para penulis haiku memang menggunakan simbol-simbol tertentu untuk menyiratkan makna sebenarnya yang ingin disampaikan dalam sebuah haiku. Penulis juga menyimpulkan bahwa makna referensial secara keseluruhan dari ketiga haiku yang berhubungan dengan simbol sakura tersebut memiliki kaitan dengan ajaran dalam agama Buddha dan penulis berkesimpulan bahwa hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh latar belakang para penulis dari masing-masing haiku tersebut yang ketiga-tiganya merupakan biarawan dan biarawati Buddha.
100