BAB II RAGAM KESANTUNAN MEMOHON BAHASA JEPANG DAN KURIKULUM
B.
RAGAM KESANTUNAN DALAM MEMOHON BAHASA JEPANG Menurut Kaneko Shiro dalam Susanti (2007:28-36) ragam memohon bahasa
Jepang dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu:
4. お願いをする Onegai wo Suru (Membuat Permohonan) Ragam memohon ini di dalam penggunaanya mengandung sifat mulai dari hikui ‘rendah’ sampai permohonan yang bersifat takai ‘tinggi’. Permohonan ini dibagi atas beberapa bagian, yaitu: A. ~て ( ~te ) Merupakan perubahan bentuk verba dari bentuk kamus ke dalam bentuk ~te. Berikut adalah contohnya: ちょっと来て。 ‘Ke sini sebentar.’
B. ~てもらえる (~ te moraeru) Digunakan ketika memohon sesuatu pada lawan bicara. Pada umumnya lawan bicara adalah teman akrab atau orang yang lebih muda. Seperti contoh berikut.
Universitas Sumatera Utara
ここに来てもらえる? ‘Tolong ke sini?’
C. ~てくれる (~ te kureru) Bentuk ~ kureru adalah ungkapan memohon yang digunakan kepada lawan bicara atau kepada seseorang yang berada di sebelahnya. Lawan bicara atau adalah teman akrab, seusia, dan orang yang lebih muda. Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ini.
D. ~てもらえない ( ~ te moraenai) Bentuk memohon yang lebih sopan dari bentuk ~ te moraeru. Bentuk ini merupakan bentuk negatif dari moraeru, tetapi tidak menunjukkan makna negatif. Shiro mengelompokkan bentuk ini ke dalam ragam yang digunakan kepada orang dekat seperti teman, keluarga, dan lain-lain. Shiro juga tidak memberikan contoh untuk ragam ~te moraenai.
E. ~てくれない ( ~ te kurenai) Shiro mengelompokkan bentuk ini kedalam ragam memohon yang digunakan kepada orang yang dekat hubungannya dengan penutur seperti teman, keluarga dan lain-lain. Bentuk ini berasal dari bentuk ~te kureru dan diubah kedalam bentuk negatif. Seperti contoh berikut. 辞書、かしてくれない? ‘Pinjam kamusnya?’
Universitas Sumatera Utara
F. ~てください ( ~ te kudasai ) Bentuk ~ te kudasai lebih halus dari bentuk ~te kure. Shiro menambahkan bentuk ini digolongkan lagi kepada ungkapan memohon yang bersifat lebih umum ‘mottomo ippanteki’. Lawan bicara atau petutur beranggapan bahwa hal yang diinginkan oleh penutur adalah hal yang wajar. Bentuk ini merupakan bentuk permohonan yang bersifat sopan. Seperti contoh berikut. 明日は朝9時に集まってください。 ‘Besok tolong kumpul pukul 9 pagi.’
G. ~てもらえますか ( ~ te moraemasuka ) Bentuk ini lebih halus dari bentuk ~te moraeru. Adanya kata bantuk kata kerja ~masu menunjukkan kesopanan ungkapan tersebut. Seperti contoh berikut. ペンチを貸してもらえますか。 ‘Boleh pinjam tang?’
H. ~てくれますか ( ~ te kuremasuka ) Bentuk ini lebih sopan dari bentuk ~te kureru. Adanya kata bantu kata kerja ~masu menunjukkan makna sopan. Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ini.
I.
~てもらえませんか ( ~ te moraemasenka ) Bentuk ini lebih sopan dari ~te moraemasuka dan merupakan bentuk
negatifnya, ~masu dihilangkan lalu ditempel ~masen dan ditambah ka sebagai
Universitas Sumatera Utara
penanda kalimat tanya. Shiro menambahkan ragam ini dikelompokkan kedalam yaya teinei ‘agak sopan’. Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ini.
J.
~てくれませんか ( ~ te kuremasenka ) Bentuk ini lebih halus dari ~ te kuremasuka. Perubahan kedalam bentuk
negatif ~masenka,
menunjukkan ungkapan tersebut
lebih sopan. Shiro
menambahkan ragam memohon ini dikelompokkan kedalam yaya teinei ‘agak sopan’. Seperti contoh berikut. ペンチを貸してくれませんか。 ‘Boleh tidak pinjam tangnya?’
K. ~ていただけますか ( ~te itadakemasuka) Verba bentuk ~te jika diikuti oleh itadaku adalah bentuk tuturan yang sopan dan dengan berubah menjadi ~te itadakemasuka menunjukkan makna yang lebih sopan. Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ini.
L. ~てくださいますか ( ~ te kudasaimasuka) Berasal dari bentuk ~ te kudasaru, ru mengalami konjugasi menjadi ~saimasu dan ditambah dengan penanda kalimat tanya ~ka. Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ini.
M. ~ていただけませんか ( ~ te itadakemasenka ) Berasal dari bentuk ~te itadaku, kemudian diubah menjadi itadakemasenka menunjukkan tingkatan yang lebih sopan lagi, sehingga dikatakan bentuk ini
Universitas Sumatera Utara
adalah bentuk yang sangat sopan. Menurut Shiro dikelompokkan kedalam hijouni teinei ‘sangat sopan’. Seperti contoh berikut. 推薦状を書いていただけませんか。 ‘Bisa tolong tuliskan surat rekomendasi?’
N. ~てくださいませんか ( ~ te kudasaimasenka ) Bentuk ini berasal dari ~ te kudasaru dan lebih sopan dari ~ te kudasai. Sama seperti ~ teitadakemasenka, bentuk ini mengandung makna yang sangat sopan. Shiro mengelompokkan lagi kedalam hijouni teinei ‘sangat sopan’. Seperti contoh berikut. 推薦状を書いてくださいませんか。 ‘Bisa tolong tuliskan surat rekomendasi?’
5. 許可をお願いする Kyoka wo Onegai Suru (Memohon Izin) Kelompok kedua ini, digunakan pada waktu memohon izin sesuatu. Menggunakan bentuk verba を~(させて)wo ~sa (sete). Shiro memberikan beberapa contoh seperti berikut. A. ~さ(せて)~ sa (sete) 写真、撮らせて(友達に) ‘Fotokan’ (kepada teman)
Universitas Sumatera Utara
B. ~さ(せて)くれる ~sa (sete) kureru 電話、使わせて / 使わせてくれる?
(友達に)
‘Boleh pinjam telepon?’ (kepada teman)
C. ~さ(せて)くれない ~sa (sete) kurenai 留学させてくれない?(親に) ‘Izinkan saya belajar di luar negeri? (kepada orang tua)
D. ~さ(せて)ください ~sa (sete) kudasai ‘Tolong izinkan saya belajar di luar negeri.’
E. ~さ(せて)もらえますか
~sa (sete) moraemasuka
意見を言わせてもらえますか。 ‘Izinkan saya mengeluarkan pendapat saya.’
F. ~ さ ( せ て ) い た だ け ま せ ん か / く だ さ い ま せ ん か ~sa (sete) itadakemasenka/ kudasaimasenka 明日、使わせていただけませんか / くださいませんか ‘Besok, bolehkah saya menggunakannya?’
Universitas Sumatera Utara
6. そのほかのお願いの表現
Sono Hoka no Onegai no Hyougen
(Ungkapan Memohon yang Lainnya) Kelompok ketiga ini, menunjukkan ungkapan yang digunakan untuk memaparkan keadaan sekarang seperti perasaan, keadaan, dan keinginan. Hal tersebut dilakukan agar penutur memahami hal yang diinginkan. Kalimat yang di dalam kurung adalah kalimat yang sebenarnya ingin diucapkan. Seperti contoh berikut. •
のどがカラカラなんですけど...(水を飲ませてください) ‘Kerongkongan saya kering...’ (izinkan saya minum)
•
子供が寝ているので...(静かにしてください) ‘Anak saya sedang tidur...’ (mohon tenang)
Berikut ini tabel ragam ungkapan memohon dari Kaneko Shiro Kelompok
Tingkat
Ragam
Kesantunan Onegai suru
HIKUI
~te ~te moraeru?
~te kureru?
~te moraenai? ~te kurenai? → tomodachi ya kazokunado shitashii hito ni taishite
↑
TEINEIDO
~te kudasai
→ mottomo ippanteki
Universitas Sumatera Utara
↓
Kyoka
wo
~te moraemasuka ~te kuremasuka ~te moraemasenka
~te kuremasenka → yaya teinei
~te itadakemasuka
~te kudasaimasuka
TAKAI
~te itadakemasenka ~te kudasaimasenka →hijouni teinei
HIKUI
~Sa (sete)
Onegai suru
~Sa (sete) kureru ↑
~Sa (sete) kurenai
TEINEIDO
~Sa (sete) kudasai
↓
~Sa (sete) moraemasuka ~Sa (sete) kudasaimasenka
TAKAI
~Sa (sete) itadakemasenka
Sono Hoka
Contoh :
no
4.
Onegai
no Hyougen
Nodo ga kara kara nan desuga... (Mizu wo Nomasete Kudasai)
Selain teori di atas, Yone Tanaka (2002: 100) juga menambahkan ragam ~ てもいいですか (~Te mo ii desuka) yang mengatakan bahwa ungkapa ~te mo ii desu apabila menjadi kalimat pertanyaan, maka akan menjadi ungkapan yang menyatakan memohon/ meminta izin. Tingkat kesantunannya setara dengan bentuk Teineido dalam ragam memohon izin diatas. Kedua teori inilah yang akan menjadi acuan di dalam melakukan penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
C.
RAGAM KESANTUNAN MEMOHON BAHASA JEPANG DALAM KURIKULUM DEPARTEMEN SASTRA JEPANG USU
Untuk mempermudah penelitian ini, penulis mempersempit ragam kesantunan memohon bahasa Jepang yang akan diteliti hanya sebatas pada yang telah dipelajari dalam kurikulum departemen sastra Jepang USU hingga semester empat saja. Hal ini disebabkan populasi yang diteliti hanya sebatas mahasiswa semester V dan semester VII saja. Buku pelajaran yang dijadikan referensi dalam kurikulum ini adalah buku Minna No Nihongo Shokkyu I Honron Suri E Nettowaku dan Minna No Nihongo Shokkyu II Honron Suri E Nettowaku. Berikut ragam kesantunan memohon bahasa Jepang yang dipelajari dalam kurikulum departemen Sastra Jepang USU: 1) ~てください Referensi
: Minna No Nihongo Shokkyu I Pelajaran 14
Mata Kuliah
: Bahasa Jepang I dan Percakapan II
Dipelajari pada semester
: Satu (Bahasa Jepang I), Dua (Percakapan II)
Pertemuan
: 14 (Bahasa Jepang I), 2 (Percakapan II)
2) ~てもいいですか Referensi
: Minna No Nihongo Shokkyu I Pelajaran 15
Mata Kuliah
: Bahasa Jepang II dan Percakapan II
Dipelajari pada semester
: Dua
Universitas Sumatera Utara
Pertemuan
: 1 (Bahasa Jepang II), 3 (Percakapan II)
3) ~てくれますか Referensi
: Minna No Nihongo Shokkyu I Pelajaran 24
Mata Kuliah
: Bahasa Jepang II dan Percakapan II
Dipelajari pada semester
: Dua
Pertemuan
: 13 (Bahasa Jepang II), 13 (Percakapan II)
4) ~ていただけませんか Referensi
: Minna No Nihongo Shokkyu II Pelajaran 26
Mata Kuliah
: Bahasa Jepang III dan Percakapan III
Dipelajari pada semester
: Tiga
Pertemuan
: 1 (Bahasa Jepang III), 1 (Percakapan III)
5) ~てくださいませんか Referensi
: Minna No Nihongo Shokkyu II Pelajaran 41
Mata Kuliah
: Bahasa Jepang IV dan Percakapan IV
Dipelajari pada semester
: Empat
Pertemuan
: 2 (Bahasa Jepang IV), 2 (Percakapan IV)
Universitas Sumatera Utara
6) ~さ(せて)いただけませんか Referensi
: Minna No Nihongo Shokkyu II Pelajaran 48
Mata Kuliah
: Bahasa Jepang IV dan Percakapan IV
Dipelajari pada semester
: Empat
Pertemuan
: 10 (Bahasa Jepang IV),10 (Percakapan IV)
Selain ragam kesantunan diatas, juga dipelajari perubahan bahasa sopan ke bahasa biasa pada buku Minna No Nihongo Shokkyu I pelajaran 20 di semester dua pada mata kuliah Bahasa Jepang II dan Percakapan II. Namun, penulis tidak menemukan penjabaran pola kesantunan memohon di dalam bab pola kalimat, melainkan terdapat di berbagai contoh kalimat pada bab Renshuu. Untuk itu, penulis mengambil kesimpulan bahwa ragam kesantunan memohon dengan skala rendah yang telah dijelaskan dalam teori Kaneko Shiro tersebut telah dipelajari dalam kurikulum departemen Sastra Jepang USU. Berikut penjelasan kurikulum mata kuliah tersebut:
7) Bahasa Sopan dan Bahasa Biasa Referensi
: Minna No Nihongo Shokkyu I Pelajaran 20
Mata Kuliah
: Bahasa Jepang II dan Percakapan II
Dipelajari pada semester
: Dua
Pertemuan
: 6 (Bahasa Jepang IV), 6 (Percakapan IV)
Universitas Sumatera Utara
D.
FAKTOR
PENENTU
KESANTUNAN
BERBAHASA
DALAM
BAHASA JEPANG Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, kesantunan bertutur merupakan bagian yang sangat penting bagi masyarakat Jepang. Menurut Ide Sachiko dan Megumi dalam Susanti (2007: 41-42) kesantunan digunakan untuk menghindari terjadinya konflik dengan lawan bicara dan menciptakan komunikasi tersebut terlihat lebih sopan. Kesantunan direalisasikan dalam bahasa verbal dan nonverbal. Aspek yang terdapat dalam kesantunan berbahasa ada dua, yaitu wakimae ‘dicerment’ artinya berbahasa berdasarkan pilihan, dan volition artinya berbahasa berdasarkan kehendak atau kemauan. Wakimae, mengacu pada norma-norma sosial. Oleh karena itu, masyarakat Jepang diharapkan untuk menyadari adanya hubungan antara konteks situasi dan konteks sosial. Konteks situasi meliputi hubungan antara interpersonal peserta tutur dengan keformalan situasi. Hubungan interpersonal dipengaruhi oleh kedekatan sosial dan psikologi di antara peserta tutur. Faktor lain yang mempengaruhi hubungan tersebut adalah usia, status sosial, dan tingkatan lainnya yang
menentukan
kedekatan
psikologi dan
sosial.
Kedekatan
tersebut
dikelompokkan kedalam uchi ‘dalam kelompok’ dan soto ‘luar kelompok’. Uchi cenderung pada hubungan kedekatan yang erat dan perasaan kebersamaan di dalam kelompok. Soto memiliki hubungan kerapatan yang lebih jauh. Pengguna bahasa yang mengacu pada wakimae menunjukkan bahwa penutur melakukan tuturan dengan merendahkan dirinya.
Universitas Sumatera Utara
Volition, pada aspek ini kesantunan berbahasa penutur dituturkan dengan ekspresi. Tujuan dari ekspresi tersebut adalah untuk mengungkapkan kesantunan. Penutur pun menggunakan berbagai strategi agar tuturannya dapat dikabulkan oleh petutur. Volition dalam bahasa Jepang ternyata sesuai dengan teori dari Brown dan Levinson dalam Susanti (2007: 42), yaitu strategi kesantunan meliputi kesantunan positif dan kesantunan negatif. Muka positif berhubungan dengan keinginan untuk permintaan, persetujuan, atau penetapan suatu hal dan ditujukan pada strategi kesantunan positif. Muka negatif cenderung pada need ‘kebutuhan’ karena penutur tidak ingin adanya rasa ditekan, dihalang-halangi, dan dipaksa. Hal tersebut ditujukan untuk strategi kesantunan negatif. Penutur merancang perilaku berbahasa untuk menjaga muka penutur maupun petutur. Pendapat Sachiko Ide dan Megumi Yoshida menjelaskan adanya faktor yang menentukan kesantunan berbahasa di dalam wakimae. Hal tersebut dipertegas lagi oleh Mizutani dan Mizutani dalam Susanti (2007: 43-44), bahwa ada tujuh faktor penentu kesantunan berbahasa dalam bahasa Jepang di dalam buku mereka How to be Polite in Japanese. Adapun ketujuh faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tingkat Keakraban, misalnya ketika berbicara dengan orang yang baru dikenal, seseorang akan menggunakan bentuk sopan seperti はじめまして、 私はパイジョです 。 どうぞよろ しく。 ’senang berkenalan dengan Anda, saya Paijo.’ 2. Usia, orang yang lebih tua usianya akan berbicara dengan ragam biasa kepada orang yang lebih muda, sedangkan orang yang lebih muda akan berbicara dengan ragam sopan kepada orang yang lebih tua usianya. Jika
Universitas Sumatera Utara
seusia, mereka menggunakan ragam percakapan biasa. Hubungan SenpaiKohai ‘senior-junior’ ternyata sangat kuat di antara pelajar Jepang, khususnya di antara pelajar yang berada dalam satu kelompok maupun di perusahaan dan lingkungan kerja. Senpai akan menggunakan ragam biasa dan kohai harus menggunakan bahasa sopan. 3. Hubungan Sosial, maksudnya adalah hubungan antara majikan dan pekerja, penyedia jasa dan pengguna jasa, guru dan murid. Hubungan ini disebut hubungan profesionalitas. Pada umumnya orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi akan menggunakan ragam bahasa biasa dan bawahan akan menggunakan ragam sopan atau sangat sopan. 4. Status Sosial. Orang yang status sosialnya tinggi akan menggunakan bahasa sopan seperti keluarga kaisar, kantor berita, dan sebagainya. 5. Jenis Kelamin. Tuturan akan dianggap lebih akrab jika berbicara dengan sesama jenis kelamin. 6. Keanggotaan Kelompok. Orang Jepang menggunakan ekspresi dan istilah yang berbeda bergantung kepada siapa mereka berbicara. Misalnya seorang suami akan menyebutkan nama istri ketika berbicara tentang dia dengan seseorang. Pada faktor keenam ini ada dua pengelompokan yaitu in-group ‘dalam kelompok’ dan out-group ‘luar kelompok’. Anggota dalam kelompok seperti keluarga dan teman sekantor. Sedangkan luar kelompok, yaitu orang-orang yang mempunyai hubungan jauh dengan penutur.
Universitas Sumatera Utara
7. Situasi. Orang-orang akan menggunakan tingkatan bahasa yang berbeda bergantung pada situasi, bahkan ketika berbicara dengan orang yang satu tingkat. Ketika mereka bertengkar bahasa yang digunakan dapat berubah dari bentuk sopan menjadi akrab atau dari akrab menjadi sopan.
Universitas Sumatera Utara