BAB 5 PENUTUP
Bab penutup ini akan memaparkan temuan-temuan studi yang selanjutnya akan ditarik kesimpulan dan dijadikan masukan dalam pemberian rekomendasi penataan ruang kawasan lindung dan resapan air di DAS. Beberapa kelemahan studi juga dibahas dalam bab ini dan kemudian diberikan saran untuk studi lanjutan. Saran untuk studi lanjutan diharapkan dapat memperbaiki dan melengkapi studi ini.
5.1 Temuan Studi Setelah melakukan penelitian ini, maka diperoleh temuan-temuan studi sebagai berikut: •
Penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu menurut RTRW terdiri dari kawasan hutan produksi (38,85%), perkebunan (22,37%), permukiman (18,49%), pertanian lahan basah (7,49%), pertanian lahan kering (5,69%), dan tanaman tahunan (4,39%). Adapun daerah yang termasuk pusat kota sebesar (2,70%).
•
Penggunaan lahan di DAS Ciliwung Bagian Hulu terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya seperti hutan (34,06%), kebun teh (18,71%), sawah (16,97%), permukiman (12,35%), kebun campuran (10,28%), tegalan (4,71%), semak belukar (2,87%), dan hutan campuran (0,75%). Penutupan lahan terbesar adalah hutan sebesar 34,06%.
•
Adanya penyimpangan penataan ruang yang terjadi di DAS Ciliwung Bagian Hulu, yaitu konversi kawasan lindung/resapan air menjadi kawasan budidaya dan kegiatan pertanian menjadi non pertanian. Kegiatan-kegiatan yang tidak mendukung fungsi kawasan lindung/resapan air terjadi di daerah-daerah yang sudah ditetapkan sebagai kawasan non budidaya menurut undang-undang.
•
Konversi tersebut antara lain adalah pembukaan lahan hutan dan perkebunan menjadi lahan pertanian masyarakat, pembangunan permukiman di tepi sungai Ciliwung, dan pembangunan villa, hotel, resort, serta tempat peristirahatan lainnya.
92 •
Terjadinya penyimpangan penggunaan lahan sampai 36,99% dan aktivitasnya masih didominasi oleh kinerja ekonomi dibanding kinerja lingkungan. Perubahan pada kawasan lindung dan resapan air sendiri paling banyak terjadi, yaitu menjadi kawasan permukiman dan pertanian. Masih banyak terdapat pembangunan fisik dan nonfisik tanpa mengindahkan serta menghormati peraturan hukum, tata tertib, dan standar yang sudah ditentukan, terbukti dari banyaknya perumahan, villa dan bangunan-bangunan lainnya yang tidak memiliki IMB (izin mendirikan bangunan), izin lokasi, PBB (pajak bumi dan bangunan).
•
Penyimpangan penataan ruang ini memberikan dampak yang buruk pada ekosistem DAS, antara lain terjadinya banjir, longsor, degradasi lingkungan, peingkatan lahan kritis, kekeringan, erosi, sedimentasi, penurunan kesuburan tanah, penurunan produktivitas pertanian, penurunan kualitas air, ketidakmerataan pembangunan, dan pengurangan lapangan pekerjaan di sektor pertanian, dan lainlain.
•
Faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu antara lain adalah faktor ekonomi, hukum dan peraturan, wadah koordinasi, hubungan pemerintah-masyarakat, masyarakat, dan pendanaan.
•
Fungsi kontrol dalam pengelolaan DAS Ciliwung Bagian Hulu tidak berjalan, sedangkan penegakan hukum lemah dan tidak konsisten. Pemerintah yang berwenang melakukan pengendalian penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu tidak berani untuk menertibkan pembangunan villa yang semakin menjamur. Padahal, pembangunan villa jelas dapat mengancam kawasan korservasi. Apalagi jumlah villa di kawasan tersebut begitu banyak dan menjadi beban bagi DAS Ciliwung Bagian Hulu.
•
Kelembagaan pengelolaan DAS Ciliwung masih lemah. Koordinasi antar lembaga terkait dengan pengelolaan DAS juga kurang berjalan. Koordinasi sebaiknya tidak hanya dilakukan antar Pemerintah Kabupaten-Kota, tetapi juga dengan Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat telah membentuk badan pengelolaan sendiri untuk menangani masalah DAS seperti Balai Pengelolaan DAS Citarum Ciliwung dan Induk Pelaksana Kegiatan Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung
93 Cisadane (IPK-PWSCC). Kegiatan harus dijalankan secara koordinatif melalui lintas sektor dan lintas kabupaten-kota. •
Kurangnya sosialisasi program kepada masyarakat sehingga masyarakat kurang mengetahui kegiatan yang dilakukan pemerintah. Masyarakat kurang menjaga kelestarian alam padahal hal itu bukan hanya tugas pemerintah saja.
•
Peran serta masyarakat masih relatif rendah. Masyarakat selama ini hanya sebagai pemanfaat program pemerintah saja. Prinsip kemitraan belum terbangun antara pemerintah dan masyarakat sehingga masyarakat belum dilibatkan secara penuh dalam merencanakan dan mengambil keputusan bersama dengan pemerintah.
•
Budaya masyarakat yang kondusif dengan konservasi (perilaku masyarakat). Masyarakat perdesaan juga membangun permukiman tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan dan tidak mengetahui dampaknya bagi kawasan hilir sungai. Masyarakat pendatang juga sama saja, mereka membangun villa, real estate, usaha perhotelan, restoran seenaknya. Banyak bangunan yang dibangun dengan menyalahi aturan dan tanpa IMB.
•
Aspek pendanaan dalam pengelolaan DAS Ciliwung Bagian Hulu juga masih menjadi persoalan karena membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Pembiayaan pengelolaan DAS secara terpadu dapat menggunakan alokasi dana yang ada di setiap departemen yang terkait, baik yang berasal dari APBN, APBD, atau bantuan luar negeri. Untuk dana yang berasal dari APBD, dana dapat diambil dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), atau Dana Alokasi Khusus (DAK).
5.2 Kesimpulan Sehingga dapat disimpulkan mengenai pengelolaan kawasan lindung dan resapan air di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengambil kasus di DAS Ciliwung Bagin Hulu adalah sebagai berikut: •
Menurut UU No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan, penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai (DAS). Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% dari luas DAS
94 dengan sebaran yang proporsional. Penggunaan lahan untuk hutan di DAS Ciliwung Bagian Hulu masih kurang mencukupi (34,06%) karena daerah tengah dan hilir DAS Ciliwung pun minim hutan. Oleh karena itu penggunaan lahan untuk hutan di DAS Ciliwung Bagian Hulu harus lebih dari 30%, bisa saja sampai 50% atau lebih. Apalagi dengan adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di bagian hulu maka dikhawatirkan luas hutan menjadi semakin berkurang. •
Kegiatan yang dapat merusak dan tidak menunjang fungsi kawasan lindung dan resapan air masih terjadi di DAS Bagian Hulu. Meskipun sudah diatur pengelolaan kawasan lindung pada DAS dalam peraturan, pelanggaran kerap terjadi dan hal ini menandakan bahwa penegakkan hukum lemah dalam menindak pelaku pelanggaran. Pembangunan permukiman yang tidak menunjang fungi kawasan lindung seperti villa, resort, dan real estate di DAS Ciliwung Bagian Hulu harus ditindak tegas.
•
Sistem punishment belum berjalan dalam proses pengendalian penataan ruang di DAS. Padahal sanksi telah ditetapkan untuk menindak setiap kegiatan yang mengganggu usaha konservasi kawasan lindung dan resapan air di DAS. Sanksi yang diberikan berupa sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana.
•
Strategi pengelolaan DAS berupa pengendalian kawasan lindung memiliki banyak hambatan terutama karena perilaku masyarakat yang kurang mendukung usaha konservasi seperti yang terjadi di DAS Ciliwung Bagian Hulu ini. Penyimpangan yang dilakukan masyarakat seperti perambahan hutan untuk membuka lahan pertanian baru terjadi di DAS Ciliwung Bagian Hulu. Penggunaan lahan untuk pertanian lahan basah melebihi 9,48% lahan yang ditetapkan oleh RTRW dan untuk pertanian lahan kering juga lebih sebesar 9,30%.
•
Penggundulan hutan yang terjadi dapat mengganggu keseimbangan alam sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan. Hal yang perlu dilakukan dapat berupa upaya-upaya untuk mengembalikan fungsi hutan dengan vegetasi yang sesuai dalam bentuk penanaman kembali atau reboisasi dan rehabilitasi hutan.
•
Wadah koordinasi dalam pengelolaan DAS belum optimal dimanfaatkan untuk menjaga keberlangsungan DAS. Kegiatan yang dilakukan hanya bersifat proyek saja sehingga pemeliharaannya oleh masyarakat kurang diperhatikan. Masyarakat
95 sendiri kurang mengetahui program pemerintah sehingga badan koordinasi pengelolaan DAS yang dibentuk oleh pemerintah seharusnya dapat berfungsi sebagai sarana untuk mempublikasikan kegiatan penanganan DAS kepada masyarakat. Badan koordinasi pengelolaan DAS tidak hanya mengambil informasi dari masyarakat, tetapi juga mengembalikan lagi informasi kepada masyarakat. •
Pemerintah dan masyarakat seharusnya bekerjasama dalam pengelolaan DAS sehingga akhirnya pengelolaan dilakukan melalui kegiatan yang berbasis komunitas. Non government organization dapat membantu pemerintah untuk menggerakkan masyarakat untuk turut melestarikan sungai.
•
Untuk DAS yang melewati dua wilayah atau lebih, pengelolaan DAS diperlukan adanya koordinasi berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik. Di DAS Ciliwung misalnya, koordinasi dilakukan secara lintas Kabupaten-Kota antara Kabupaten Bogor dan DKI Jakarta.
5.3 Rekomendasi Menurut Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang disebutkan bahwa dalam rangka pelestarian lingkungan, pada rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai. Kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT) perlu dilakukan sebagai upaya meningkatkan luas kawasan hutan di DAS. Rehabilitasi lahan kritis juga harus dilakukan untuk memulihkan kesuburan tanah, melindungi mata air, dan melestarikan daya dukung lingkungan ditingkatkan melalui konservasi tanah dan reboisasi. Upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis, konservasi tanah, rehabilitasi sungai, danau, rawa, hutan bakau, pelestarian gua-gua alam, karang laut, flora dan fauna langka, serta pengembangan fungsi daerah aliran sungai perlu ditingkatkan. Sumber alam harus digunakan secara rasional dan tidak merusak tata lingkungan hidup manusia serta memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang (untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran). Dalam Undang-undang No.26 Tahun 2007 juga dikatakan bahwa salah satu bentuk kawasan lindung nasional adalah kawasan hulu daerah aliran sungai yang menurut peraturan perundang-undangan pengelolaannya merupakan kewenangan Pemerintah
96 Pusat. Kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah sudah seharusnya dilakukan Pemerintah Pusat. Upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah ini sendiri sudah dilakukan oleh Pemerintah Pusat Republik Indonesia. Dalam upaya mencegah dan mengurangi dampak bencana jangka menengah dan jangka panjang, Presiden RI telah menetapkan arah kebijakan yang harus ditempuh yaitu segera memperbaiki lingkungan melalui rehabilitasi
dan reboisasi hutan dan lahan secara nasional dengan
mendayagunakan segenap kemampuan dan memprioritaskan pada lahan-lahan kritis. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan bertujuan untuk mewujudkan perbaikan lingkungan dalam upaya penanggulangan bencana alam banjir, tanah longsor, dan kekeringan secara terpadu, transparan dan partisipatif, sehingga sumber daya hutan dan lahan berfungsi optimal untuk menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air DAS, serta memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat. Rekomendasi lain yang dapat diberikan mencakup usulan untuk masyarakat hulu, dunia usaha (developer), dan usulan tindak lanjut bagi masyarakat hulu. Usulan tersebut antara lain: •
Penegakan hukum yang tegas dan berani menindak segala pelanggaran yang terjadi di DAS bagian hulu. Pemerintah harus menindak tegas pembangunan permukiman liar di tepi sungai dan pembongkaran villa yang menyalahi aturan dan tidak memiliki IMB. Pembongkaran villa yang sangat mengganggu fungsi lindung dan resapan air harus secepatnya dilakukan tanpa pandang bulu mengingat kebanyakan villa adalah milik orang-orang besar di Jakarta.
•
Menghidupkan budaya malu pada masyarakat yang tinggal di DAS bagian hulu atas kerusakan yang telah diperbuat. Kegiatan yang tidak mendukung fungsi kawasan lindung terbukti telah menurunkan kualitas air dan menimbulkan bencana di daerah hilir seperti bencana banjir di DAS Ciliwung Bagian Hilir (DKI Jakarta). Pemilik villa yang sebagian besar adalah pejabat di ibukota juga seharusnya malu telah melanggar peraturan dengan membangun villa di kawasan lindung dan resapan air.
•
Peningkatan fungsi koordinasi dan fungsi kontrol lembaga pengelolaan DAS. Kegiatan yang dilakukan di daerah hulu sebaiknya disinergiskan dan ditindaklanjuti oleh kegiatan di daerah tengah dan hilir sungai. Pengelolaan DAS
97 yang dilakukan secara terpusat oleh Pemerintah Pusat yang berkedudukan di ibukota juga harus diimplementasikan ke daerah (top down). Misalnya, Pemerintah Pusat mengirimkan ahli-ahli pengelolaan DAS untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan terhadap masyarakat di daerah. •
Kegiatan sosialisasi program pengelolaan DAS dilakukan agar masyarakat mengetahui dan ikut menjaga lingkungan DAS. Masyarakat dapat mengerti pentingnya keberadaan DAS dan tidak melakukan pembukaan hutan untuk lahan pertanian bagi mereka.
•
Peningkatan peran serta masyarakat melalui berbagai insentif langsung maupun tidak langsung. Bagi masyarakat atau kelompok masyarakat tertentu yang berhasil menjaga lingkungan DAS dan mendukung program dari pemerintah dapat diberikan penghargaan.
•
Para developer hendaknya mentaati peraturan yang berlaku dalam pengelolaan DAS. Dunia usaha sebaiknya tidak membangun bangunan yang tidak mendukung fungsi tata air dan pelestarian kawasan lindung dan resapan air. Pembangunan villa, real estate, resort, dan tempat peristirahatan lainnya dilakukan mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam pengelolaan kawasan lindung dan resapan air di DAS dan membangun dengan adanya izin (IMB).
•
Dunia usaha tidak hanya membangun untuk kepentingan mereka namun juga membantu pendanaan bagi pengelolaan DAS secara terpadu yang memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mengambil peran (take part) juga dalam pengelolaan. Dunia usaha juga dapat ikut aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan seperti kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, konservasi tanah dan air, reboisasi, serta penghijauan.
•
Pihak swasta tidak membuang limbah ke sungai. Penurunan kualitas air semakin menjadi karena adanya pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab membuang sampah industri mereka ke sungai. Hal ini sangat merugikan masyarakat karena masih menggunakan air sungai untuk konsumsi pribadi dan cadangan air bersih bagi PDAM.
•
Pengelolaan DAS akan lebih efektif dan efisien jika pemerintah menjalin kerjasama dengan masyarakat. Forum Pengelolaan DAS juga perlu dibentuk
98 untuk menarik aspirasi masyarakat sebagai pengguna DAS itu sendiri dan pelayanan publik bagi pemerintah. •
Perlu dibuat program pengelolaan DAS yang menyeluruh atau di luar negeri disebut sebagai Integrated River Basin Management. Program pengelolaan ini mencakup perencanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang di DAS bagian hulu agar
tercapai
keserasian
alam
dengan
pembangunan
untuk
mencapai
kesejahteraan masyarakat. •
Koordinasi antar lembaga/instansi terkait antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan dinas. Dinas-dinas yang terkait antara lain adalah pertanian, kehutanan, lingkungan hidup, keuangan, dan lain-lain yang berada di setiap daerah sebagai wakil dari departemen yang berkedudukan di pusat.
•
Adanya kejelasan manfaat bagi stakeholders terutama pihak swasta dan masyarakat agar mereka mau bekerjasama dalam pengelolaan DAS bagian hulu. Pihak swasta yang memang bertujuan mencari keuntungan dapat diajak untuk mengelola DAS, bukan hanya mengembangkan real estate yang merugikan ekosistem DAS. Pihak swasta yang memiliki kelebihan dalam permodalan dapat mengambil keuntungan dari proyek pengelolaan DAS yang direncanakan pemerintah. Masyarakat sudah seharusnya menjaga kelestarian lingkungan karena DAS merupakan tempat tinggal mereka.
•
Pemerintah segera mensosialisasikan UU, Perda yang terkait dengan pengelolaan DAS (Teknis dan Sanksi). Undang-undang dan peraturan yang dibuat harus disebarluaskan kepada masyarakat agar mereka sadar dan mengerti pentingnya keberadaan DAS buat mereka. DAS mendukung kehidupan dan penghidupan masyarakat karena mereka memanfaatkan DAS secara langsung dan tidak langsung. Penjelasan mengenai teknis pemanfaatan ruang di DAS dan sanksi yang diberikan jika terjadi pelanggaran harus disosialisasikan dengan jelas. Pemberian sanksi juga harus dilakukan agar para pelanggar UU dan peraturan jera.
•
Pemberdayaan masyarakat dengan cara bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan perguruan tinggi. LSM merupakan perwakilan rakyat dan setiap kegiatannya dibiayai oleh pemerintah. oleh karena itu LSM seharusnya dapat menjadi media penyambung pemerintah dan masyarakat. Perguruan tinggi
99 sebagai pencetak anak-anak bangsa yang berpendidikan sudah seharusnya berbakti pada negara. Perguruan tinggi dapat saja melakukan penelitian mengenai DAS terutama cara pengelolaannya. •
Perlu segera dilakukan survey lapangan/inventarisasi/identifikasi permasalahan lingkungan di tingkat kelurahan/RW, serta pembebasan lahan di sempadan sungai dan daerah resapan. Sempadan sungai sudah seharusnya dibebaskan dari segala kegiatan masyarakat. Keberadaan bangunan dan permukiman di sempadan sungai memberikan pengaruh buruk pada sungai secara langsung. Daerah resapan air juga demikian, hal ini dilakukan agar tanah mampu menyerap air lebih banyak sehingga tidak terjadi bencana banjir di hilir sungai. Hubungan antara sasaran, analisis, kesimpulan, dan rekomendasi studi dapat
dilihat pada tabel V.1.
5.4 Kelemahan Studi Dalam melakukan evaluasi penataaan ruang kawasan lindung dan resapan air di DAS yang mengambil contoh kasus di DAS Ciliwung Bagian Hulu ini tentu saja ditemukan hambatan yang menjadi kelemahan studi yang dilakukan. Kelemahan studi ini antara lain: •
Evaluasi ini hanya dilihat dari satu sisi saja, yaitu evaluasi penataan ruang untuk kawasan lindung dan resapan air dari sisi pemerintah saja. Evaluasi dilihat dari penataan ruang yang dilakukan oleh pemerintah melalui RTRW dan dibandingkan dengan keadaan nyata di lapangan. Stakeholder lain seperti dunia usaha dan masyarakat kurang diakomodir sehingga kurang memperkuat hasil evaluasi yang dilakukan. Evaluasi dilihat dari adanya penyimpangan penataan ruang di lapangan terhadap penataan ruang di RTRW dilakukan untuk menghemat waktu karena wilayah yang luas dan kemungkinan akan menghabiskan biaya yang sangat besar.
•
Peraturan dan kebijakan mengenai pengelolaan kawasan lindung dan resapan air di DAS kurang spesifik. Peraturan kawasan lindung misalnya, lebih banyak memuat kriteria kawasan lindung secara umum tanpa proporsi yang jelas untuk sebuah DAS. Peraturan dan kebijakan yang ada juga belum mendetail dalam
100 pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang terjadi, hal ini masih tergantung pada kebijakan daerah masing-masing DAS. •
Data-data mengenai kasus penyimpangan di DAS Ciliwung Bagian Hulu masih terintegrasi dalam data mengenai kasus penyimpangan di kawasan puncak. Padahal kawasan puncak tidak hanya mencakup DAS Ciliwung Bagian Hulu saja, akan tetapi mencakup Kecamatan Pacet di Kabupaten Cianjur.
5.5 Saran Studi Lanjutan Dengan mempertimbangkan dan mengingat hasil evaluasi yang dilakukan dan kelemahan studi yang dihadapi, maka saran yang diajukan untuk melakukan studi selanjutnya mengenai pengelolaan DAS ini adalah: •
Studi lanjutan evaluasi pengelolaan DAS di bagian hulu yang memperhitungkan peran dunia usaha dan masyarakat dalam pelestarian kawasan lindung dan resapan air yang ada. Hasil evaluasi ini akan lebih kuat karena didukung pendapat dari seluruh stakeholder.
•
Studi lanjutan berupa pengelolaan DAS di daerah tengah dan hilir atau studi DAS terpadu yang mencakup daerah hulu, tengah, dan hilir. Pengelolaan DAS saling berkaitan antara daerah satu dengan yang lain. Kegiatan yang dilakukan di daerah hulu juga harus didukung oleh keberlanjutan kegiatan di daerah tengah dan hilir.
•
Studi lanjutan juga dapat berupa evaluasi kawasan budidaya yang ada di DAS, baik itu di daerah hulu, tengah, dan hilir. Evaluasi ini dapat dijadikan sebagai pembanding dengan usaha pengendalian penataan ruang di DAS pada kawasan lindung. Manakah usaha pengendalian yang sudah tepat mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan DAS.
Tabel V.1 Hubungan Sasaran, Analisis, Kesimpulan, dan Rekomendasi Studi No. Sasaran 1. Mengidentifikasi penataan ruang DAS Ciliwung Bagian Hulu menurut RTRW
Analisis Analisis deskriptif yang memberikan gambaran penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu menurut RTRW
2.
Mengidentifikasi penggunaan lahan di DAS Ciliwung Bagian Hulu saat ini Menganalisis penyimpangan penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu
Analisis deskriptif yang memberikan gambaran penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu saat ini Analisis perbandingan antara penataan ruang menurut RTRW dengan yang ada di lapangan saat ini
Mengetahui faktor-faktor penyebab penyimpangan penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu
Analisis perbandingan dari penyimpangan penataan ruang di DAS Ciliwung Hulu yang saat ini sudah tidak sesuai dengan penataan ruang dalam RTRW
3.
4.
Kesimpulan Penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu menurut RTRW terdiri dari kawasan hutan produksi (38,85%), perkebunan (22,37%), permukiman (18,49%), pertanian lahan basah (7,49%), pertanian lahan kering (5,69%), dan tanaman tahunan (4,39%), dan pusat kota sebesar (2,70%). Penggunaan lahan di DAS Ciliwung Bagian Hulu terdiri dari hutan (34,06%), kebun teh (18,71%), sawah (16,97%), permukiman (12,35%), kebun campuran (10,28%), tegalan (4,71%), semak belukar (2,87%), dan hutan campuran (0,75%). Terjadinya penyimpangan penggunaan lahan sampai 36,99% seperti adanya permukiman liar di pinggir sungai, pembangunan villa/resort pada kawasan non budidaya, penggundulan hutan, penggunaan lahan berlebih dari lahan pertanian penduduk, dll. Faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian penataan ruang di DAS Ciliwung Bagian Hulu antara lain adalah faktor ekonomi, hukum dan peraturan, wadah koordinasi, hubungan pemerintah-masyarakat, masyarakat, dan pendanaan.
Rekomendasi Peningkatan fungsi koordinasi dan kontrol; Pemerintah segera mensosialisasikan UU, Perda dan program yang terkait dengan pengelolaan DAS Ciliwung (Teknis dan Sanksi). Melakukan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah karena luas hutan sudah sangat kritis (34,06%) dan mewujudkan penggunaan lahan sesuai RTRW. Menindak tegas permukiman liar di pinggir sungai; membongkar villa yang menyalahi aturan; rehabilitasi lahan dan konservasi tanah untuk mengurangi luas lahan pertanian penduduk. Peningkatan peran serta masyarakat; membentuk Forum Pengelolaan DAS Ciliwung; membuat program pengelolaan DAS yang menyeluruh; adanya kejelasan manfaat bagi stakeholders; Pemberdayaan masyarakat (kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perguruan Tinggi).