BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan Setelah melakukan analisis terhadap temuan-temuan di lapangan pada bab IV,
pada bab ini saya akan menyimpulkan seluruh temuan yang diperoleh dari hasil penelitian studi kasus kedukaan “X” mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua. Bagian kesimpulan ini terdiri dari respon X terhadap kematian kedua orang tua dan tahapan-tahapan kedukaan X pasca kematian kedua orang tua. 5.1.1
Respon X terhadap Kematian Kedua Orang Tua Peristiwa kehilangan yang disebabkan karena kematian kedua orang tua sering
menimbulkan kedukaan bagi anak-anak yang ditinggalkan, dengan kata lain kedukaan merupakan respon terhadap kehilangan yang dihadapi oleh anak-anak. Kedukaan selalu mempengaruhi aspek fisik, mental, sosial dan spiritual dari penduka. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kasus kehilangan yang disebabkan karena kematian kedua orang tua, X mengalami beberapa gejala. Gejala-gejala yang diperlihatkan oleh X dalam kasus ini memberikan informasi penting tentang bagaimana kedukaan yang dialami X sebagai respon terhadap kematian kedua orang tua, sambil mengingat bahwa kehilangan yang dihadapi masing-masing individu memiliki keunikan tersendiri.
1
Secara fisik, X memperlihatkan dua gejala sebagai respon kedukaannya yaitu menangis dan hiperaktif. Gejala menangis diperlihatkan X sebagai respon awal terhadap peristiwa kehilangan yang dialaminya, sehingga menangis menjadi gejala universal yang dilakukan oleh setiap penduka. Temuan lain yang saya peroleh ialah X sempat dilarang oleh ibunya untuk tidak menangis ketika kematian sang ayah, hal ini disebabkan karena dalam pandangan masyarakat tertentu menangis masih dianggap sebagai hal yang tidak perlu saat menghadapi kehilangan karena kematian. Selain menangis, X juga begitu hiperaktif dalam beraktivitas, hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengalihkan pikiran dan perhatian X terhadap peristiwa kehilangan yang dialami. Secara mental, X mengalami dua gejala yaitu: merasa sedih dan rindu akan seseorang atau sesuatu yang hilang. Gejala memimpikan kedua orang tua yang dialami X dipicu oleh rasa rindu terhadap kehadiran kedua orang tua. Kerinduan yang tidak tersampaikan sering menimbulkan perasaan sedih, karena semasa hidup X memiliki hubungan dekat dengan kedua orang tua yang telah meninggal. Secara sosial, gejala yang diperlihatkan X ialah berani untuk kembali bersosialisasi dengan lingkungannya, hal ini dilatarbelakangi oleh dua faktor yaitu kemauan X sendiri dan besarnya daya dukung dari lingkungan. Pada gejala ini terjadi kesenjangan dengan teori Worden, sehingga saya menyimpulkan bahwa perbedaan karakteristik setiap individu akan berimbas pada berbedanya cara menyikapi kehilangan yang dialami.
2
Secara spiritual, X sempat menggugat Tuhan terhadap kehilangan yang dialaminya, namun gugatan X tidak mengubah keyakinan X bahwa ada rencana Tuhan dibalik peristiwa kehilangan yang dialaminya. Keyakinan X ini menurut saya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu latabelakang X yang adalah anak seorang pendeta dan status X sebagai salah satu mahasiswi Teologi. 5.1.2
Tahap-Tahap kedukaan X pasca kematian kedua orang tua Dalam menganalisa kasus X, saya menggunakan teori dari Granger Westberg
untuk melihat bagaimana tahapan-tahapan kedukaan yang dilalui oleh X pasca kematian kedua orang tua. Menurut Westberg terdapat 10 tahapan kedukaan yang akan dilalui oleh seorang penduka antara lain: (1) shock, (2) mengungkapkan emosi, (3) merasa depresi dan kesepian, (4) muncul gejala-gejala fisik, (5) panik, (6) perasaan bersalah, (7) permusuhan dan kebencian, (8) kembali ke kebiasaan awal, (9) berpengharapan, dan (10) menerima kenyataan. Beradasarkan temuan yang diperoleh di lapangan, X hanya menjalani delapan tahapan dari teori Westberg yaitu: 1.
Tahapan pertama: shock.
2.
Tahapan kedua: mengungkapkan emosi.
3.
Tahapan ketiga: merasa depresi dan sangat kesepian.
4.
Tahapan keempat: munculnya gejala-gejala fisik
5.
Tahapan keenam: perasaan bersalah.
6.
Tahapan kedelapan: kembali ke kebiasaan awal.
7.
Tahapan kesembilan: berpengharapan.
3
8.
Tahapan kesepuluh: menerima kenyataan. Tahapan-tahapan yang dilewati oleh X di atas tidak terjadi secara teratur dari
satu tahap ke tahap lain, namun sering berubah-ubah dalam tenggang waktu yang berbeda, sehingga memperlihatkan bahwa kedukaan yang dialami oleh setiap penduka umumnya berbeda dan bagaimana seorang penduka mampu mengelola kedukaannya dengan baik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: sifat dari penduka, keterampilan, lingkungan, gaya berduka dan jenis kehilangan. Dalam kasus yang dialami X, faktor yang memiliki peranan bagi X dalam menjalani tahap demi tahap kedukaannya ialah kepribadian X itu sendiri dan lingkungan dimana X bertumbuh. 5.2 Rekomendasi Berdasarkan hasil analisis terhadap temuan-temuan di lapangan, saya menyadari bahwa terdapat kelemahan di dalam penelitian ini diantaranya partisipan yang introvert dan terbatasnya literatur kedukaan anak karena kematian kedua orang tua. Saya berharap kelemahan-kelemahan ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian
selanjutnya.
Terlepas
dari
kelemahan-kelemahan,
penelitian
ini
berkontribusi kepada X, sahabat-sahabat X, penulis, pendeta, pendamping pastoral dan penelitian selanjutnya:
4
5.2.1
“X” Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
X
mampu
melewati
tahapan
kedukaannya dengan baik walau tidak secara urut, sehingga melalui penelitian ini peneliti ingin menyarankan kepada X untuk terus menjalani kehidupannya dengan baik pasca kematian kedua orang tua, dan kembali memfokuskan pikiran kepada pendidikan yang sementara dijalani di Fakultas Teologi UKSW, sehingga keinginan untuk membanggakan kedua orang tua yang belum sempat dilakukan dapat tercapai. 5.2.2
Sahabat-sahabat X Mengingat pentingnya daya dukung orang-orang sekitar terhadap peristiwa
kehilangan yang dihadapi oleh X, saya menyarankan agar dukungan terhadap X tidak terbatas disini saja, namun dapat terus diberikan bagi X yang kini tidak lagi memiliki kedua orang tua. 5.2.3
Penulis Bagi saya penulisan ini dapat dijadikan salah satu literatur dalam studi
kedukaan, mengingat bahwa masih minimnya literatur kedukaan pada anak yang mengalami kematian kedua orang tua. Di sisi lain, penulisan ini juga dapat membantu saya dalam proses pendampingan bagi anak-anak yang mengalami kehilangan karena kematian orang tua. 5.2.4
Pendeta Secara spiritual seseorang yang mengalami kehilangan cenderung mengalami
keterpurukan, mudah rapuh dan meragukan pemeliharaan Tuhan. Penulisan ini
5
diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi para pendeta untuk menjalankan fungsi merawat bagi anak-anak yang mengalami kehilangan karena kematian orang tua. 5.2.5
Pendamping Pastoral Pendampingan pastoral bagi anak-anak yang mengalami kehilangan karena
kematian orang tua, hingga kini belum intent dilakukan. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi penting kepada para pendamping pastoral agar segera melakukan pendampingan kepada anak-anak yang mengalami kehilangan karena kematian orang tua. 5.2.6
Penelitian Selanjutnya Diharapkan penulisan ini dapat menjadi pijakan bagi penelitian selanjutnya dan
bagi peneliti selanjutnya agar dapat mengambil kriteria penduka dengan kasus yang lebih beragam. Dengan berbekal konsep konseling kedukaan dari para ahli serta prinsipprinsip dasar kehilangan yang sudah dijelaskan, diharapkan tulisan ini mampu menjadi panduan bagi setiap penduka yang mengalami kehilangan karena kematian orang tua agar tidak larut dalam kedukaan, namun dapat mengambil sikap aktif dalam mengelola kedukaannya.
6