141
BAB 5 KESIMPULAN STUDI PENGEMBANGAN KAWASAN MONUMEN KAPAL PLTD
Kawasan monumen Kapal PLTD yang ingin dibangun sebagai sebuah museum merupakan salah satu bagian dari pengembangan kawasan warisan tsunami di Banda Aceh. Pada saat penelitian ini dilakukan, kondisinya konsep perancangan makro sudah dibuat dan sedang menunggu kajian studi mikro oleh Dep.ESDM. Pada bab 1, telah disebutkan bahwa studi ini bertujuan untuk mengidentifikasikan persepsi dan preferensi stakeholders sebagai masukan bagi penyusunan konsep pengembangan kawasan monumen Kapal PLTD. Peran persepsi dan preferensi stakeholders dalam pengembangan kawasan monumen dibahas pada bab 2. Keterlibatan stakeholders dapat mengurangi resiko kegagalan suatu proyek publik. Dalam perjalanannya, untuk mengenal karasteristik kawasan dilakukan kajian mengenai gambaran umum, serta potensi dan permasalahan pada bab 3. Persepsi dan preferensi stakeholders yang terdiri dari penduduk desa, pengunjung kapal, pemerintah, konsultan, pemerhati kawasan warisan tsunami, analisis konsistensi persepsi, kajian motivasi dan partisipasi stakeholders secara detail telah dibahas pada bab 4. Analisis-analisis tersebut telah melalui proses reduksi data, kategorisasi dan sintesisasi. Adapun bab 5 ini merupakan kesimpulan dan implikasi dari seluruh bab sebelumnya. Dalam bab ini dirumuskan pemberian masukan penyusunan konsep pengembangan yang disusun berdasarkan persepsi dan preferensi stakeholders dan pertimbangan lain yaitu kondisi terkini kawasan, analisis konsistensi persepsi stakeholders, penilaian tingkat partisipasi, serta teori yang relevan. Konsep pengembangan
yang
dimaksud
meliputi
aktivitas
kawasan
dan
partisipasi
stakeholders yang mempertimbangkan kajian model LEAP. Metode analisis yang digunakan yaitu penarikan kesimpulan dari hasil-hasil sintesisasi sebelumnya. Kemudian pembahasan pada bab ini dimulai dengan temuan studi dari bab-bab sebelumnya dan ditutup dengan kesimpulan, keterbatasan studi dan saran studi lanjutan.
142
5.1
Temuan Studi
5.1.1
Persepsi Stakeholders
•
Jenis kegiatan yang dianggap sesuai dengan karakteristik monumen Kapal PLTD ini adalah museum dokumentasi tsunami, taman peringatan/ edukasi tsunami, tempat renungan, gedung pameran, dan toko souvenir. Aspek fisik dari jenis kegiatan ini dapat menjadi masukan bagi perumusan program ruang kawasan monumen Kapal PLTD nantinya,
•
Para pemerhati lebih metitikberatkan pada fungsi yang ingin diadakan dalam kawasan. Berdasarkan identifikasi persepsi yang telah dilakukan, fungsi yang dapat diusulkan adalah pusat dokumentasi, fungsi penyaluran IPTEKS, fungsi penikmatan karya seni, cerminan sejarah, membentuk jaringan internasional, fungsi pembinaan dan pendidikan masyarakat, sarana untuk bertaqwa & berbudaya, serta fungsi komersil,
•
Prioritas dari sekian fungsi tersebut adalah fungsi pendidikan ke masyarakat luas, bentuknya bisa bermacam-macam seperti, ruang pameran dokumentasi, ruang museum, ruang pengetahuan mengenai bencana dan mitigasinya, dll. Fungsi komersil dapat diadakan tapi skalanya harus jauh lebih kecil dari fungsi pendidikan, jangan sampai perhatian orang teralihkan dari tujuan utama pengembangan monumen,
•
Kapal PLTD sendiri sebagai suatu objek yang memiliki banyak pembagian ruang, dapat menjadi lokasi bagi fungsi kegiatan,
•
Fungsi kegiatan yang disebutkan di atas harus dirancang sedemikian rupa agar dalam pengembangannya kawasan monumen ini tidak memancing perbuatan-perbuatan tercela yang dikhawatirkan stakeholders. Oleh karena itu perlu dibentengi dengan kegiatan yang religius yaitu memanfaatkan Mesjid Subulussalam yang tidak jauh dari kapal. Fungsi interospeksi dan cerminan diri diharapkan juga dapat ditampilkan dalam kawasan monumen ini nanti,
•
Masyarakat secara umum dan penduduk setempat harus diajak berperan serta, terutama dalam tahap pengelolaan ke depannya. Dibutuhkan proses
143
dua arah yang berjalan dengan memanfaatkan perangkat desa dan struktur sosial di masyarakat, dan •
Pentingnya peran serta masyarakat luas (publik) untuk mendukung fungsi bank data di kawasan warisan tsunami. Keterlibatan seperti ini memicu rasa memiliki publik terhadap pengembangan kawasan warisan tsunami di masa mendatang.
5.1.2 •
Preferensi Stakeholders Potensi yang dimiliki kawasan ini menurut stakeholders adalah kemungkinan untuk dijadikan objek wisata karena merupakan bukti terbesar tsunami dan lokasinya cukup dekat dengan pusat kota,
•
Menurut
pemerhati
berpotensi
untuk
dikembangkan
menjadi
suatu
perusahaan yang bergerak di bidang heritage (dalam jangka panjang) sehingga dapat menjadi kebanggaan di dunia internasional. Namun sebaiknya ide untuk membentuk suatu company ini dikesampingkan dulu saat ini. Perlu proses yang sangat panjang sebelum sampai ke sana. Memang dalam pengembangan kawasan monumen ini sebaiknya melihat jangka panjang sehingga ide tersebut dapat ditargetkan, •
Permasalahan pertama yaitu kondisi lingkungan yang kurang bersih dan kondisi infrastruktur yang masih sebatas cukup. Tidak adanya TPS atau tempat sampah menyebabkan banyak pengunjung dan penduduk yang membuang sembarangan. Kondisi jalan dan listrik juga dinilai stakeholders masih harus diperbaiki dan ditambah pasokannya untuk mengantisipasi pembangunan monumen,
•
Permasalahan kedua yaitu keterlibatan masyarakat yang sejak awal tidak diperhatikan oleh pemerintah. Penduduk merupakan pihak yang paling dirugikan dalam kasus ini karena mereka tidak memiliki kepastian tinggal dimana jika sudah mulai tahap pembangunan. Pengunjung juga tidak ditanyakan pendapatnya mengenai pengembangan ini, padahal merekalah yang
diperkirakan
akan
menikmati
dan
mengunjunginya
(walaupun
responden yang ditanyakan belum tentu melakukannya). PT.MACON juga
144
tidak diajak berkoordinasi mengenai perubahan dalam rencana tata ruang yang diperkirakan akan muncul, •
Melihat kondisi ini, para pemerhati kawasan menekankan pentingnya pemberdayaan
penduduk
setempat
dalam
manajemen
pengelolaan
monumen ke depan. Bisa dengan cara mempekerjakan mereka atau melakukan pembinaan dan pelatihan menjadi interpreter. Hal ini dianggap dapat mengobati kekecewaan yang diterima oleh penduduk, minimal mereka mendapatkan suatu manfaat dari tanah yang sebelumnya dimiliki secara turun temurun dari generasi ke generasi, dan •
Mungkin definisi keterlibatan menurut pemerintah berbeda, kegiatan sosialisasi dalam musyawarah desa dan presentasi hasil kerja konsultan sudah dianggap melibatkan penduduk, padahal sebenarnya belum cukup.
•
Mendukung bentuk monumen berupa ruang publik dengan tetap mengacu pada konsep heritage trails di Banda Aceh sehingga semua lapisan masyarakat
bisa
mengunjunginya,
memperoleh
pengetahuan
dan
memperoleh semangat untuk terus membangun bumi Serambi Mekah, •
Seluruh jaringan infrastruktur harus ditambah atau diperbaiki, serta disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan monumen ke depan,
•
Preferensi konsultan tentang perubahan yang diperkirakan terjadi pada rencana tata ruang yang telah disusun, diketahui bahwa perlu dilakukan penyesuaian. Terutama terhadap lingkungan permukiman dan infrastruktur sekitar yang sudah sempat dibangun kembali. Selain itu pembatasan kawasan monumen dengan wilayah luarnya juga harus diperhatikan untuk mencegah pertumbuhan kota yang semakin meningkat di masa depan, dan
•
Diketahui preferensi konsultan mengusulkan perancangan view point yang bagus dari dan ke kapal.
5.1.3 •
Penilaian Derajat Konsistensi Persepsi Diketahui bahwa opini dari wakil konsultan dan para pemerhati tergolong tinggi. Kondisi ini dipengaruhi oleh kekonsistenan mereka dalam menjawab pertanyaan wawancara. Terutama salah satu responden pemerhati yang
145
sudah berkompeten di bidangnya sehingga persepsi yang diperoleh dapat dijadikan acuan yang cukup kuat, dan •
Derajat
konsistensi
sedang
diperoleh
responden
pengunjung
kapal,
penduduk desa dan wakil instansi pemerintah. Diantara ketiga stakeholders tersebut yang lebih konsisten dalam menjawab pertanyaan kuesioner adalah pengunjung kapal dan penduduk desa. Oleh karena itu aspirasi dan harapan yang diutarakan oleh pengunjung dan penduduk desa harus lebih didengar dan diperhatikan. Terutama mengenai pengembangan monumen yang dapat bermanfaat dengan membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan ekonomi masyarakat setempat dan sekitarnya, khususnya penduduk yang terkena gusur tanah & rumahnya.
5.1.4 •
Penilaian Tingkat Motivasi Stakeholders Diketahui bahwa aktor/pihak yang paling tinggi motivasinya ialah penduduk desa. Kemudian berikutnya adalah para pemerhati kawasan yang juga tergolong tinggi. Responden pengunjung kapal mendapat nilai sedang, dan pada urutan terendah yaitu wakil dari konsultan dan instansi pemerintah.
5.1.5 •
Penilaian Tingkat Partisipasi Stakeholders Diketahui bahwa stakeholder dengan tingkat partisipasi yang tergolong kuat adalah pengunjung kapal. Berikutnya yang tergolong sedang adalah responden penduduk desa dan para pemerhati kawasan. Di peringkat bawah yang dinilai lemah partisipasinya adalah wakil instansi pemerintah dan konsultan PT.MACON.
5.1.6 •
Penerapan Model LEAP dalam Pengembangan Monumen Kapal PLTD Dari 10 langkah aktivitas LEAP yang menjadi model peningkatan partisipasi dalam kawasan bersejarah, seluruhnya dapat menjadi acuan persepsi dan preferensi, namun dengan penyesuaian dengan kondisi wilayah studi. Keduanya saling melengkapi dan mendukung sehingga dapat dirumuskan ke
146
dalam suatu prosedur/langkah dalam pengembangan monumen Kapal PLTD, dan •
Langkah-langkah model LEAP mayoritas belum (dapat) dilaksanakan oleh stakeholders. Hanya langkah (f) yang dinilai sudah cukup berjalan, namun masih perlu ditingkatkan. Sedangkan langkah (b) & (e) masih membutuhkan waktu untuk melegalkan RTRW ke dalam Perda/Qanun dan baru dapat berjalan jika sudah mulai tahap pembangunan.
5.1.7 •
Konsistensi Tingkat Partisipasi Stakeholders terhadap Motivasi Stakeholder yang terbukti konsisten adalah pengunjung kapal, instansi pemerintah dan konsultan PT.MACON. Sedangkan yang tidak konsisten yaitu penduduk desa dan para pemerhati kawasan. Namun demikian, kekonsistenan instansi pemerintah dan konsultan lebih ke arah negatif dalam pengembangan monumen. Berbeda dengan pengunjung kapal yang lebih positif dalam berpartisipasi. Demikian temuan-temuan studi yang merupakan catatan penting dalam
menyusun masukan bagi pengembangan kawasan monumen Kapal PLTD. Stakeholders memiliki beragam opini yang sepaham maupun bertentangan satu sama lain. Pada akhirnya harapan stakeholders terhadap monumen ini dapat dijaga dan manajemen pengelolaannya kelak harus memperhatikan kesejahteraan penduduk sekitar.
5.2
Kesimpulan Studi Selama keberjalanan rencana pengembangan monumen Kapal PLTD ini,
pemerintah terkesan bekerja sendiri dan tidak memperhatikan persepsi dan preferensi stakeholders lain, khususnya penduduk desa yang selalu dirugikan. Hasil dari studi ini adalah identifikasi persepsi dan preferensi stakeholders sebagai masukan penyusunan konsep pengembangan monumen Kapal PLTD yang mengadaptasi Model LEAP. Secara umum, persepsi dan preferensi stakeholders sebagian besar sesuai dan didukung oleh pernyataan teori-teori pengembangan monumen dan partisipasi stakeholders.
147
Konsep pelestarian situs tsunami di Banda Aceh yang dikemukakan responden pemerhati kawasan dapat menjadi dasar pengembangan kawasan monumen, dimana setiap situs bersejarah dan tsunami membentuk cerita menyeluruh tentang budaya dan perjuangan rakyat Aceh dari dulu hingga sekarang. Hal ini didukung oleh Arief (2006), pemugaran situs-situs tersebut diusulkan membentuk heritage trails bagi Banda Aceh yang dirancang menyeluruh dan terpadu dengan situs bersejarah lainnya. Berdasarkan hasil identifikasi persepsi dan preferensi tersebut, diketahui bahwa pembangunan monumen Kapal PLTD harus mulai mengajak peran serta stakeholders lainnya. Temuan ini senada dengan pendapat Gunawan (2006) yang menekankan pemberdayaan masyarakat dalam penataan kawasan warisan tsunami. Selama ini permasalahan yang terjadi diakibatkan kurangnya pelibatan stakeholders lain dalam pengembangan monumen Kapal PLTD. Penduduk hanya dilibatkan dalam sosialisasi dan penetapan harga tanah, bukan perihal pengembangan monumen. Menurut Salim (2003), partisipasi seperti itu masuk dalam golongan partisipasi pasif, padahal yang harusnya dilakukan adalah partisipasi interaktif dan konsultasi.
Pada
akhirnya
pihak
yang
harus
menjembatani
komunikasi
antarstakeholders ini adalah BRR. Mengingat BRR yang bertanggung jawab terhadap semua proses rekonstruksi pasca tsunami, termasuk pemberdayaan masyarakat dan aparatur pemerintah. Sebelum BRR habis masa kerjanya pada akhir 2008, pembentukan lembaga yang bertanggungjawab untuk melindungi monumen Kapal PLTD ini penting untuk dilakukan segera (Wen, UN-Habitat 1989). Lembaga ini bisa berupa bagian institusi pemerintah atau independen. Selanjutnya tujuan jangka panjang dapat mulai diformulasikan oleh lembaga ini bersama masyarakat. Dalam keberlanjutan ke depannya, penduduk desa harus diberikan porsi peran serta yang lebih besar agar dapat ikut menjaga dan mengelola kawasan monumen ini.
5.3
Pengembangan Kawasan Monumen Kapal PLTD Secara umum, pengembangan kawasan monumen Kapal PLTD harus
diintegrasikan dengan situs kawaan bersejarah/tsunami lainnya secara terpadu
148
sehingga membentuk suatu rangkaian alur cerita yang menarik bagi perkembangan wisata kota di Banda Aceh. Pada akhirnya dapat menjadi kebanggaan rakyat Aceh dan bangsa Indonesia di dunia internasional. Berdasarkan temuan studi di atas yang meliputi persepsi dan preferensi stakeholders; fungsi kegiatan, keterlibatan masyarakat, potensi dan permasalahan kawasan, perbaikan infrastruktur dan pengembangan monumen di masa akan datang. Serta analisis konsistensi persepsi stakeholders, motivasi dan penilaian partisipasi mereka selama ini dengan menggunakan Model LEAP, maka rekomendasi yang dapat diajukan adalah,
5.3.1
Rekomendasi Aktivitas Kawasan Aktivitas di sini diartikan sebagai fungsi kegiatan dan hal penting lainnya
yang diusulkan untuk diterapkan dalam kawasan monumen Kapal PLTD. Ke depannya dapat menjadi masukan bagi program ruang konsep perancangan mikro yang sedang dalam proses penyusunan. Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, rekomendasi yang diajukan adalah: a. Fungsi pendidikan, fungsi pendidikan ini berangkat dari tujuan pencerdasan kepada publik akan bencana gempa dan tsunami serta bagaimana cara mitigasinya. Oleh karena itu kegiatan yang dilakukan merupakan turunan dari tujuan ini seperti kegiatan pameran, dokumentasi sejarah, mengenang tsunami, fungsi pelatihan dan pembinaan penduduk sekitar. Selain itu fungsi lain yang diinginkan oleh stakeholders adalah fungsi dokumentasi, pameran, pembelajaran budaya, sarana bertaqwa, serta fungsi bisnis/perdagangan, b. Fungsi sosial, sebuah kawasan monumen bersejarah juga harus mempunyai ruang bagi pengunjung untuk berinteraksi secara sosial. Fungsi ini dapat berupa ruang publik yang dikemas bersama dengan kegiatan pendidikan seperti membuat taman edukasi tsunami, plaza sebagai ruang publik, dll, c. Memberi kesempatan bagi penduduk dalam berperan serta dalam tahap pengelolaan sangat penting dilakukan. Misalnya dengan mempekerjakan, memperbolehkan berdagang atau membina mereka menjadi interpreter. Hal ini merupakan masukan bagi Dep.ESDM agar lebih memperhatikan aspirasi dan
149
pendapat dari penduduk desa. Pembangunan yang direncanakan seharusnya ditransparansikan kepada publik, d. Kapal PLTD sendiri sebagai sebuah benda yang di dalamnya terdapat pembagian ruang berpotensi untuk dikembangkan menjadi lokasi fungsi kegiatan pendidikan, pameran, pembelajaran seni budaya, dll. Jadi dengan kata lain, bangunan museum itu adalah kapal sendiri, e. Mesjid Subulussalam yang berada di dalam kawasan dapat menjadi tempat bagi fungsi ketaqwaan sebagai cerminan refleksi bagi diri dan masyarakat, f.
Pengembangan kawasan monumen Kapal PLTD dapat dirancang sebagai ruang publik di Banda Aceh. Hal ini disetujui oleh seluruh stakeholders yang menginginkan suatu ruang sosial dapat dinikmati oleh beragam lapisan masyarakat. Ruang publik di sini dapat juga diintegrasikan dengan situs warisan tsunami lainnya di Banda Aceh atau dengan ruang publik yang sudah ada sebelumnya seperti Lapangan Blang Padang atau Mesjid Baiturrachman,
g. Kebutuhan akan perbaikan infrastuktur desa, terutama jalan desa dan jaringan listrik di kawasan kapal dan Dusun Tuanku di Balik Ayei pada umumnya yang diungkapkan para stakeholders juga harus diperhatikan. Terutama lahan parkir yang cukup luas untuk menampung kendaraan pengunjung yang datang, h. Perlu dicari lokasi (spots) yang mempunyai view point yang bagus dari dan ke kapal. Untuk menjaga pandangan dan ciri khas situs, diperlukan juga zona perlindungan di sekeliling kawasan (misalnya ±100 m) agar efek monumentalitas Kapal PLTD tetap terjaga, i.
Pembatasan kawasan monumen dengan permukiman di sekitarnya perlu dilakukan, misalnya disekeliling kawasan monumen dibangun jalan lingkungan yang membatasi pertumbuhan kota, dan
j.
Penyesuaian terhadap perubahan pada rencana tata ruang desa sebelumnya berupa penataan kembali perumahan dan infrastruktur yang ada dalam kawasan monumen.
150
5.3.2
Rekomendasi Partisipasi Stakeholders Partisipasi yang dimaksud adalah tindakan yang sebaiknya dilakukan tiap
stakeholders dalam
pengembangan monumen Kapal
PLTD ke depannya.
Perumusan ini berdasarkan pemahaman mengenai teori-teori partisipasi yang telah disampaikan di bab 2, derajat konsistensi persepsi, motivasi dan hasil penilaian partisipasi stakeholders yang telah dilakukan. Selain itu juga mengacu pada langkah-langkah model LEAP serta persepsi dan preferensi stakeholders. Model LEAP sebagai konsep pengembangan monumen Kapal PLTD memerlukan adaptasi dengan persepsi dan preferensi stakeholders. Untuk itu sebagai upaya meningkatkan partisipasi stakeholders di monumen Kapal PLTD ini, akan direkomen-dasikan prosedur pengembangan dan saran yang sebaiknya dilakukan oleh stakeholders di masa yang akan datang. Mengingat model LEAP yang belum pernah diterapkan di Indonesia, peneliti mengajukan rekomendasi prosedur yang dimotori oleh pemerintah (dalam hal ini BRR), karena UNESCO sebagai pencetusnya tidak terlibat dalam pengembangan monumen Kapal PLTD. Prosedur yang disarankan secara berurutan yaitu: •
BRR menginisiasi pertemuan seluruh stakeholders, Pihak terkait yaitu wakil dari penduduk desa (Geuchik dan beberapa warga), Dep.ESDM, Pemkot & Bappeda Banda Aceh, Disbudpar Banda Aceh, para pemerhati kawasan, PT.MACON, dan LSM yang bergerak di bidang konservasi sejarah dan lingkungan. Pengunjung kapal tidak mungkin diajak karena tidak ada organisasinya, sehingga menjadi peran LSM untuk menyalurkannya. Pertemuan ini mediskusikan keinginan dan pendapat tiap aktor terhadap gambaran monumen Kapal PLTD di masa depan. Saat ini masih dilakukan tahap penyusunan mikro oleh Dep.ESDM sehingga kehadirannya sangat penting. Meskipun tim yang dibentuk ESDM juga terdiri dari berbagai aktor, namun pembahasannya tidak transparan dan tidak menanyakan keinginan penduduk desa dan pengunjung kapal. Pertemuan ini diharapkan rutin dilakukan hingga terbentuknya lembaga atau institusi pengelola monumen.
151
•
Merumuskan
konsep
secara
bersama-sama
mengenai
pengembangan
monumen Kapal PLTD khususnya, dan heritage trails Banda Aceh pada umumnya, Kapal PLTD sebagai bagian dari rangkaian warisan tsunami perlu dirancang sedemikian rupa dengan situs bersejarah lainnya agar membentuk suatu konsep terpadu. Hal ini akan menjadi daya tarik wisata perkotaan yang baru dan mendukung visi walikota Banda Aceh dalam mewujudkan bandar wisata Islami. •
Merumuskan fungsi kegiatan dalam museum dan monumen Kapal PLTD saat ini dan jangka panjangnya, Terutama fungsi pendidikan yang harus menjadi dasar konsep pengembangan dan ditunjang dengan fungsi lainnya seperti perdagangan, bank data, sarana refleksi diri, dll. Ruangan-ruangan yang ada dalam kapal dapat menjadi program ruang tersendiri seperti museum, ruang data, ruang pameran, dll.
•
Melakukan pelatihan dan pembinaan penduduk desa, terutama yang terkena gusur, Bentuknya dapat berupa pelatihan menjalankan usaha bisnis kecil bidang pariwisata dengan menggunakan potensi lokal atau pembinaan untuk menjadi interpreter agar dapat bekerja dan berperan serta dalam pengelolaan monumen.
•
Menyesuaikan perumahan dan insfrastruktur lainnya di dalam dan sekitar kawasan dengan konsep pengembangan monumen
Kapal PLTD yang telah
ditetapkan, Setelah dirumuskan fungsi dan program ruangnya, dapat diketahui kebutuhan akan infrastruktur dan penyesuaiannya dengan permukiman sekitar. •
Menetapkan situs-situs warisan tsunami menjadi museum atau monumen skala nasional (melalui Peraturan Pemerintah atau Keppres), Sebagai upaya peningkatan kesadaran akan pentingnya museum dan monumen tsunami bagi rakyat Indonesia dan Aceh khususnya. Di samping dapat menentukan sumber pendanaan dari pusat, yang lebih stabil dibanding kas daerah.
•
Mengakomodasi kawasan warisan tsunami dalam RTRW Banda Aceh dan menyusun RDTR Kec.Jaya Baru ,
152
Dokumen perencanaan diperlukan sebagai pedoman dan kontrol terhadap penataan ruang di sekitar kawasan warisan tsunami dan Kapal PLTD khususnya. Efek monumentalitas kapal harus dijaga dengan membatasi zona perlindungan dan mengatur ketinggian bangunan di sekitarnya. •
Merumuskan manajemen pengelolaan dan bentuk lembaga/institusi yang disesuaikan dengan kebutuhan serta fungsi yang ditetapkan, Di dalamnya termasuk mekanisme pendanaan monumen dengan pertimbangan kas pusat. Pada awalnya dapat berupa lembaga bentukan pemerintah dengan menjalankan fungsi yang ditetapkan. Lembaga tersebut terdiri dari wakil stakeholders
dengan
proporsi
penduduk
setempat
yang
lebih
besar.
Lembaga/institusi museum dan monumen Kapal PLTD selanjutnya akan memegang peranan penting dalam pencapaian target jangka panjang. •
Menjalankan slogan partisipasi dan pentingnya meningkatkan kesadaran publik, Peran masyarakat luas (publik) dapat diakomodasi dalam fungsi pengumpulan bank data di setiap situs bersejarah. Dapat berupa foto, benda, video atau apa pun yang semakin memperkaya koleksi museum tsunami dan meningkatkan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap keberadaan situs dan monumen bersejarah. Masyarakat umum yang memilki cerita tentang proses terdamparnya Kapal PLTD sewaktu tsunami juga dapat diajak berperan serta sebagai interpeter, atau menuliskannya menjadi dokumen perjalanan kapal.
•
Mengembangkan kurikulum pendidikan baik formal dan non-formal mengenai sejarah lokal dan konservasi warisan budaya, Dapat dialokasikan melalui pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah dan mendirikan pusat-pusat kajian gempa dan tsunami di perguruan-perguruan tinggi.
Prosedur pengembangan monumen Kapal PLTD di atas dapat diperkaya dengan masukan yang berasal dari penilaian tingkat partisipasi stakeholders. Rekomendasi yang harus dilakukan oleh tiap stakeholder yaitu, sebagai berikut: a. Penduduk desa yang tergolong sedang tingkat partisipasi, namun tinggi motivasinya selama ini harus ditingkatkan. Maksudnya terus memperjuangkan hak mereka terhadap tanah yang pernah dimiliki, terutama mengenai
153
kesempatan berperan serta dalam pengelolaan monumen kapal di masa datang. Meskipun usaha yang dilakukan selama ini sepertinya belum cukup menarik perhatian pemerintah, penduduk sebaiknya tetap membuka kesempatan diskusi dan terus mewacanakan pengembangan monumen ini demi kepentingan masyarakat luas. Aparatur dan tokoh desa dapat lebih berperan menguatkan mental dan membangun komnukikasi dengan pemerintah. Meskipun nanti ada penduduk yang pindah rumah ke tempat lain, hak-hak mereka juga harus diperjuangkan untuk diprioritaskan dalam manajemen pengelolaan kelak, b. Para pemerhati kawasan diharapkan juga dapat meningkatkan dedikasinya terhadap pemikiran bentuk pengembangan monumen. Di samping melakukan kajian tentang manajemen pengelolaan seperti apa yang memihak seluruh stakeholders. Selain itu dengan mulai mengingatkan, memberi saran dan mengkritisi pemerintah perihal mengajak seluruh stakeholders agar dapat berperan serta dalam pengembangan monumen ke depan. Yang perlu diperhatikan adalah pemerhati di sini tidak hanya ditujukan kepada responden saja, tetapi juga pihak lain yang dapat berperan sebagai pemerhati misalnya LSM, Dewan Kesenian Aceh, dll, c. Para pengunjung kapal yang kerap mendatangi kapal dengan tingkat partisipasi kuat sebaiknya dapat mempertahankan simpati terhadap permasalahan di kawasan atau yang dialami oleh penduduk desa. Perbuatan sederhana sewaktu berkungjung adalah menjaga kebersihan lingkngan kapal dan memanfaatkan toko atau warung penduduk. Contoh lainnya bisa dengan membuat petisi atau tulisan di media massa yang ditujukan ke pemerintah sebagai upaya mendukung penduduk yang digusur agar memperoleh kompensasi yang setimpal. Mungkin kampanye ini dapat digagas oleh LSM dengan mengajak partisipasi pengunjung sebagai upaya mengkritisi pemerintah, d. Konsultan PT.MACON sebagai pihak yang pernah mendampingi penduduk dalam menyusun rencana tata ruang desa sebaiknya dengan inisiatif sendiri dapat mulai memantau perkiraan dampak yang akan terjadi. Kemudian hasilnya dapat menjadi masukan bagi pemerintah terutama Dep.ESDM dalam melihat kondisi eksternal kawasan. Selain itu juga membuka jalur konsultasi bagi
154
penduduk di sekitar kawasan monumen kapal yang tanahnya bermasalah atau bersinggungan dengan pengembangan monumen. Sisi konsultan yang berstatus perusahaan privat sangat mempengaruhi peran sertanya. Sulit sekali jika menunggu PT.MACON untuk berinisiatif, diharapkan pemerintah (BRR) dapat mewacanakan perihal penyesuaian dengan tata ruang desa ini, dan e. Instansi pemerintah sebagai stakeholders yang berkuasa dalam konteks ini seharusnya mulai membuka pintu sebesar-besarnya agar terjalin koordinasi antar lembaga (BRR,Pemkot dan Dep.ESDM). Selain itu pentingnya partisipasi masyarakat jangan hanya menjadi slogan dan dilihat dari sudut pandang yang sempit.
Melainkan
lebih
kepada
kearifan
untuk
duduk
bersama
dan
mempertimbangkan persepsi dan preferensi stakeholders lain yang berkaitan. Fokus selanjutnya yaitu harus segera dipikirkan bentuk manajemen pengelolaan monumen Kapal PLTD akan seperti apa, terutama jika nanti BRR sudah selesai masa kerjanya. Bisa dalam bentuk lembaga pemerintah dibawah Dinas Kebudayaan Pariwisata atau lembaga independen khusus museum dan monumen Kapal PLTD. Pada pembahasan manajemen pengelolaan tersebut harus memprioritaskan kesempatan kerja bagi penduduk setempat—terutama yang digusur tanah & rumahnya—dan kesempatan publik untuk berperan serta. Jangan hanya dibahas di dalam lingkungan salah satu instansi pemerintah. Seharusnya BRR lebih peka terhadap kasus harga ganti rugi tanah yang menyulitkan penduduk setempat. Bantuan donor asing dan pemerintah harus dialokasikan dengan adil dan memihak masyarakat khususnya penduduk desa sebagai korban tsunami.
5.4
Keterbatasan Studi dan Saran Studi Lanjutan Studi mengenai identifikasi persepsi dan preferensi stakeholders sebagai
masukan bagi konsep pengembangan kawasan monumen Kapal PLTD ini memiliki keterbatasan-keterbatasan sebagai berikut: a. Keterbatasan waktu, dana dan tenaga selama proses pengambilan data primer di lapangan mempengaruhi pengambilan sampel kuesioner penduduk desa,
155
b. Rentang waktu yang singkat, menghambat peneliti dalam melakukan analisis kelompok stakeholders secara detail. Selain itu pembatasan kelompok stakeholders pada bab 1 memberi kemungkinan ada persepsi dan preferensi yang tidak terakomodasi, c. Tidak diperolehnya data dan opini dari pihak LSM sebagai aktor independen dalam pengembangan monumen Kapal PLTD karena terjadi kesalahpahaman peneliti tentang PT.MACON yang awalnya diperkirakan berstatus LSM. Kemudian dalam analisis partisipasi disadari bentuknya sebagai perusahaan konsultan, dan d. Sulitnya bertemu dengan pemerhati yang memang berkaitan langsung dengan pengembangan monumen ini dan instansi Dep.ESDM sebagai pihak pemerintah yang belum memberi kepastian untuk dimintai keterangan, sedikit banyak mempengaruhi hasil persepsi dan preferensi secara umum. Berdasarkan keterbatasan-keterbatasan tersebut maka saran studi lanjutan untuk melengkapi studi pengembangan kawasan monumen Kapal PLTD ini adalah: a. Menganalisis stakeholders lain yang belum tersentuh yaitu LSM yang memperhatikan
permasalahan
konservasi
tsunami,
para
pemerhati
dan
Dep.ESDM, b. Kajian konsep pengembangan Kota Banda Aceh sebagai living museum secara umum dan terpadu yang di dalamnya terdapat kawasan warisan tsunami dan situs bersejarah lainnya, dan c. Kajian terhadap manajemen pengelolaan kawasan monumen Kapal PLTD yang dapat berkelanjutan.