BAB 4 TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Secara garis besar, penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu merumuskan indikator dan konsep pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan setelah menganalisis standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam standar isi, pengembangan level makroskopik, mikroskopik dan simbolik serta pengembangan strategi pembelajaran intertekstualitas pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan.
A. Merumuskan Indikator dan Konsep pada Submateri Pokok Kenaikan Titik Didih Larutan Sebelum merumuskan indikator dan konsep, dilakukan analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar materi kenaikan titik didih larutan yang terdapat dalam standar isi. Selanjutnya, kesesuaian antara indikator dengan kompetensi dasar dan indikator dengan konsep dari indikator dan konsep yang telah dirumuskan divalidasi.
1) Analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam Standar Isi Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang tertuang dalam standar isi menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam standar isi, submateri pokok kenaikan titik didih larutan terdapat dalam Standar Kompetensi Nomor 1 dan Kompetensi Dasar Nomor 1.1 dan
31
32
1.2 Kelas XII Semester 1 seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1 Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar Materi Kenaikan Titik Didih Larutan 1.
Standar Kompetensi Menjelaskan sifat- sifat koligatif larutan nonelektrolit dan elektrolit
Kompetensi Dasar 1.1 Menjelaskan penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku larutan, dan tekanan osmosis termasuk sifat koligatif larutan 1.2 Membandingkan antara sifat koligatif larutan non elektrolit dengan sifat koligatif larutan elektrolit yang konsentrasinya sama berdasarkan data percobaan
Kata kerja operasional “menjelaskan” yang digunakan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar Nomor 1.1 termasuk ke dalam ranah kognitif kedua (pemahaman) dari Taksonomi Bloom. Kata kerja operasional yang digunakan dalam kompetensi dasar Nomor 1.2 “membandingkan” termasuk ke dalam ranah kognitif keenam (evaluasi) dari Taksonomi Bloom (Depdiknas, 2003). Ranah kognitif pemahaman mencakup kemampuan menangkap arti dari informasi yang diterima, antara lain menafsirkan bagan, diagram atau grafik, menerjemahkan suatu pernyataan verbal kedalam formula matematis, memprediksikan berdasarkan kecenderungan tertentu (interpolasi dan ekstrapolasi), serta mengungkapkan suatu konsep atau prinsip dengan katakata sendiri. Berbeda dengan ranah kognitif pemahaman, ranah kognitif evaluasi jauh lebih dalam yakni mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjaan, berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan, misalnya memilih kesimpulan yang didukung oleh data dan menilai suatu karangan
33
berdasarkan kriteria penilaian tertentu (Firman, H. 2000). Kemampuankemampuan yang tercakup dalam kedua ranah kognitif tersebut merupakan makna tersirat dari standar kompetensi dan kompetensi dasar pada Tabel 4.1 dan
merupakan
kemampuan-kemampuan
yang
diharapkan
untuk
dikembangkan melalui pembelajaran kenaikan titik didih larutan di sekolah. Oleh sebab itu, agar pembelajaran kenaikan titik didih larutan sesuai dengan makna tersirat di atas, indikator yang dikembangkan pun disesuaikan dengan kemampuan-kemampuan tersebut. Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian. Penyusunan indikator harus juga disesuaikan dengan konsep yang dikembangkan dan kegiatan pembelajaran yang diharapkan agar kompetensi dasar tercapai. Berdasarkan kompetensi dasar di atas dirumuskan beberapa indikator dan konsep yang akan digunakan dalam pengembangan strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan. Rumusan indikator dan konsep sebelum validasi pertama dapat dilihat pada Tabel 4.2.
34
Tabel 4.2 Rumusan Indikator dan Konsep Sebelum Validasi Pertama Indikator 1.1 1 Menjelaskan bahwa kenaikan titik didih merupakan salah satu sifat koligatif larutan
1.1.2 Menjelaskan penyebab kenaikan titik didih larutan
1.2.1 Menentukan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit dan elektrolit melalui data hasil percobaan
Konsep a. Larutan adalah campuran homogen dari dua atau lebih zat. b. Titik didih adalah suhu saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan atmosfer. c. Kenaikan titik didih adalah titik didih larutan dikurangi titik didih pelarut murni. Pada larutan encer, kenaikan titik didih sebanding dengan konsentrasi (molalitas) larutan d. Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang hanya bergantung pada jumlah zat terlarut relatif terhadap jumlah total zat dan tidak bergantung pada jenis zat terlarut. a. Titik didih larutan dengan zat terlarut sulit menguap lebih besar dari titik didih pelarut murni b. Keberadaan zat terlarut sulit menguap mengakibatkan rendahnya tekanan uap. Artinya hanya sedikit molekulmolekul pelarut yang meninggalkan larutan (menguap) karena keberadaan zat terlarut menurunkan jumlah relatif molekul pelarut pada permukaan larutan. c. Oleh karena itu, hanya sedikit pula molekul yang dibutuhkan untuk proses kondensasi dan kesetimbangan tercapai pada tekanan uap yang rendah. d. Rendahnya tekanan uap larutan mengakibatkan larutan sulit mendidih, sehingga larutan membutuhkan suhu lebih tinggi agar tekanan uapnya menjadi sama dengan tekanan atmosfer. Kenaikan titik didih suatu larutan baik larutan nonelektrolit maupun elektrolit dapat ditentukan melalui percobaan. Hubungan antara titik didih larutan dengan titik didih pelarut murni dihubungkan melalui Persamaan (1). ∆Tb = Tb - Tb*
1.2.2 Membandingkan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit dan elektrolit pada konsentrasi yang sama melalui data hasil percobaan
(1)
Keterangan: - ∆Tb = kenaikan titik didih larutan - Tb = titik didih larutan - Tb* = titik didih pelarut murni Pada konsentrasi yang sama larutan elektrolit mempunyai kenaikan titik didih yang lebih besar dibandingkan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit.
35
Indikator 1.2.3 Menjelaskan penyebab kenaikan titik didih larutan elektrolit lebih besar daripada larutan nonelektrolit untuk konsentrasi yang sama 1.2.4 Menghitung kenaikan titik didih larutan, massa molar zat terlarut, massa pelarut, atau massa zat terlarut pada larutan nonelektrolit dan elektrolit melalui persamaan ∆Tb = m Kb i
Konsep Senyawa elektrolit dalam larutannya dapat mengalami ionisasi sehingga jumlah partikel zat terlarut lebih banyak dibandingkan jumlah partikel zat terlarut pada larutan nonelektrolit. Semakin banyak jumlah partikel zat terlarut, semakin besar kenaikan titik didihnya. a. Untuk larutan nonelektrolit encer, besarnya i = 1 karena tidak mengalami ionisasi sehingga kenaikan titik didih sebanding dengan jumlah zat terlarut relatif terhadap massa pelarut sesuai dengan Persamaan (2) ∆Tb = m Kb Keterangan : - m = molalitas - Kb = tetapan kenaikan titik didih molal
(2)
Molalitas dapat dinyatakan dengan Persamaan (3) atau (5) (3)
dengan atau
(4)
m=
(5)
Keterangan: - ni = jumlah mol i zat terlarut - wA = massa pelarut - wi = massa zat terlarut - Mi = massa molar zat terlarut - Mb = massa molar zat terlarut - wb = massa zat terlarut b. Untuk larutan elektrolit encer, besarnya kenaikan titik didih sebanding dengan jumlah zat terlarut relatif terhadap massa pelarut sesuai dengan Persamaan (6). ∆Tb= m Kb i
(6)
(7)
i = atau i = 1 + (n-1) α
(8)
Keterangan : i = Faktor van’t hoff n = jumlah ion yang dapat dihasilkan oleh satu satuan rumus senyawa elektrolit α = derajat ionisasi elektrolit
36
Indikator 1.2.5 Menentukan kenaikan titik didih melalui diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air.
Konsep
Diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air (Brady, 1999) Keterangan: Kurva I untuk air (pelarut) Kurva II untuk larutan Diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air ini menggambarkan kenaikan titik didih dan penurunan titik beku larutan yang menggunakan air sebagai pelarutnya. Dari kedua kurva dapat terlihat titik didih larutan lebih besar daripada titik didih air.
2) Validasi Kesesuaian Indikator dengan Kompetensi Dasar dan Indikator dengan Konsep Tahap validasi ini dilakukan untuk melihat kesesuaian antara kompetensi dasar dengan indikator dan konsep dengan indikator yang telah dirumuskan. Tahap validasi kesesuaian indikator dengan standar kompetensi dan konsep dengan indikator dilakukan sebanyak dua kali. Pertama, validasi dilakukan sebelum tahap pengembangan level makroskopik, mikroskopik dan simbolik. Kedua, validasi dilakukan setelah tahap pengembangan level makroskopik, mikroskopik dan simbolik. Validasi kedua dilakukan karena terdapat tambahan indikator dan konsep setelah analisis buku dan Pengembangan level makroskopik, mikroskopik dan simbolik. Hasil validasi pertama dan kedua dapat dilihat pada Lampiran 1.1 dan 1.2.
37
Validasi pertama dilakukan oleh dua orang guru dan tiga orang dosen kimia. Setelah dilakukan validasi pertama, terdapat banyak masukan dan perbaikan baik dari guru maupun dosen kimia untuk indikator dan konsep yang telah dirumuskan. Hasil validasi tersebut didiskusikan dengan dosen pembimbing. Dengan mempertimbangkan hasil validasi serta saran dan masukan dari hasil diskusi dilakukan beberapa perbaikan, yaitu: a. Pada indikator 1.1.1 terdapat konsep “Pada larutan encer, kenaikan titik didih sebanding dengan konsentrasi (molalitas) larutan” di point c. Konsep ini telah tercakup dalam indikator 1.2.4 yaitu “Untuk larutan nonelektrolit encer, besarnya
i = 1 karena tidak mengalami ionisasi sehingga kenaikan
titik didih sebanding dengan jumlah zat terlarut relatif terhadap massa pelarut” sehingga pada indikator 1.1.1 konsep ini tidak lagi dicantumkan. b. Menurut Dosen 2 sebaiknya konsep di point c pada indikator 1.1.1 menjadi ”Kenaikan titik didih adalah selisih titik didih larutan dari titik didih pelarut murninya.". Namun, istilah selisih dalam termodinamika terkesan ambigu dan mempunyai makna yang berbeda. Dalam termodinamika, nilai dari hasil selisih dapat bernilai positif dan negatif. Untuk mendapatkan hasil positif atau negatif didapat dari cara yang berbeda. Padahal untuk mendapatkan besarnya kenaikan titik didih dapat dilakukan dari satu cara yaitu mengurangi besarnya titik didih larutan dengan titik didih pelarut murninya. Hasilnya pun selalu positif. c. Menurut Dosen 3, istilah volatil dan sulit menguap untuk siswa SMA harus dipertimbangkan lagi. Setelah menganalisis buku ternyata terlihat
38
bahwa pada umumnya buku-buku teks kimia SMA tidak menggunakan istilah nonvolatil tetapi lebih sering menggunakan istilah sukar menguap, sulit menguap dan tidak mudah menguap. Dengan alasan ini, maka istilah nonvolatil pada konsep point a dan b indikator 1.1.2 dirubah menjadi sulit menguap. d. Pada indikator 1.1.2 terdapat konsep “Keberadaan zat terlarut sulit menguap mengakibatkan rendahnya tekanan uap. Artinya hanya sedikit molekul-molekul pelarut yang meninggalkan larutan (menguap) karena keberadaan zat terlarut menurunkan jumlah relatif molekul pelarut pada permukaan larutan” di point b. Konsep ini diperbaiki menjadi “Keberadaan zat terlarut sulit menguap menurunkan tekanan uap larutan sebab adanya molekul-molekul zat terlarut pada permukaan larutan menurunkan jumlah relatif molekul pelarut yang dapat meninggalkan larutan membentuk fasa uap (menguap)” karena alasan keefektifan kalimat. Oleh karena itu konsep pada point c menjadi tidak dituliskan secara terpisah karena sudah tertuang dalam konsep point b. e. Indikator 1.2.1 “Menentukan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit dan elektrolit melalui data hasil percobaan” dihilangkan karena indikator ini mempunyai tujuan yang sama dengan indikator 1.2.2 “Membandingkan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit dan elektrolit pada konsentrasi yang sama melalui data hasil percobaan”. Ketika siswa membandingkan kenaikan titik didih larutan elektrolit dan nonelektrolit, secara otomatis siswa juga menentukan kenaikan titik didih larutan. Lagipula konsep pada
39
indikator 1.2.1 merupakan representasi simbolik dari konsep pengertian kenaikan titik didih di indikator 1.1.1 point c, sehingga tidak perlu diulang kembali. f. Menurut Dosen 2, kata "Besar" pada konsep “Pada konsentrasi yang sama larutan elektrolit mempunyai kenaikan titik didih yang lebih besar dibandingkan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit” diganti dengan kata “tinggi". Namun, konsep setelah validasi tidak dirubah dengan alasan bahwa kata “besar” menunjukkan jumlah sesuatu, lebih sesuai untuk kenaikan titik didihnya. Sedangkan kata “tinggi” menunjukkan tingkatan, lebih sesuai untuk titik didihnya. g. Menurut Dosen 1, konsep pada indikator 1.2.2 belum menggambarkan kaitannya dengan hasil percobaan. Padahal dalam indikatornya terdapat frase “Melalui data hasil percobaan”.
Oleh karena itu, konsepnya
ditambahkan frase “Berdasarkan hasil percobaan” pada awal kalimat untuk menggambarkan kaitannya dengan percobaan. h. Konsep yang terdapat dalam indikator 1.2.3 belum menggambarkan bahwa penyebab kenaikan titik didih larutan elektrolit lebih besar dari kenaikan titik didih larutan nonelektrolit pada konsentrasi yang sama sehingga pada konsep baru dicantumkan frase tambahan “Untuk konsentrasi yang sama”. i. Menurut Dosen 3, konsep pada indikator 1.2.4 masih dipertanyakan karena masih terdapat frase “Untuk larutan encer”. Menurutnya, “Apakah sifat koligatif hanya berlaku untuk larutan encer?”. Jawabannya tidak, tetapi untuk siswa SMA pembahasan sifat koligatif hanya pada larutan ideal.
40
Agar suatu larutan sifatnya mendekati larutan ideal, maka harus dibuat encer. Penggunaan persamaan ∆Tb = m Kb mempunyai beberapa asumsi antara lain larutannya ideal dan encer, dan selisih titik didih pelarut dan larutannya tidak terlalu besar. j. Indikator 1.2.5 belum jelas apakah menggambarkan penentuan kenaikan titik didih dari diagram fasa secara kualitatif atau kuantitatif sehingga ditambahkan frase baru pada indikator yakni “Secara kualitatif”. k. Menurut Guru 2, Konsep diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air disajikan dalam dua kurva yaitu untuk larutan elektrolit dan nonelektrolit. Sesuai dengan saran tersebut, dalam deskripsi pembelajaran konsep ini, siswa diminta untuk memikirkan bagaimana kurva untuk larutan elektrolit dan nonelektrolit. Setelah siswa mempunyai jawabannya, diagram ini baru ditunjukkan kepada siswa. l. Setelah dilakukan analisis buku dan pengembangan level makroskopik, mikroskopik dan simbolik, terdapat konsep yang belum tergali yaitu konsep mendidih dan keberlakukan sifat koligatif pada zat terlarut sulit menguap dan mudah menguap. Oleh karena itu, diputuskan untuk menambah indikator dan konsep serta perubahan beberapa konsep. Begitu pula dengan urutan penyampaiannya diperbaiki agar sesuai dengan sistematika
berpikir
siswa.
Indikator
yang
ditambahkan
yaitu
“Mendeskripsikan proses mendidih”, “Menjelaskan pengertian titik didih”, “Menjelaskan pengertian kenaikan titik didih”, dan “Menyebutkan syarat berlakunya sifat koligatif larutan”.
41
Berdasarkan perbaikan-perbaikan diatas, didapat rumusan indikator dan konsep baru seperti yang tercantum dalam Tabel 4.3. Tabel 4.3 Rumusan Indikator dan Konsep Setelah Validasi Pertama Indikator 1.1.1 Mendeskripsikan proses mendidih
1.1.2 Menjelaskan pengertian titik didih 1.1.3 Menjelaskan pengertian kenaikan titik didih larutan
1.1.4 Menjelaskan bahwa kenaikan titik didih merupakan salah satu sifat koligatif larutan 1.1.5 Menyebutkan syarat berlakunya sifat koligatif larutan 1.1.6 Menjelaskan penyebab kenaikan titik didih larutan
Konsep Saat mendidih, gelembung-gelembung terbentuk didalam cairan. Ketika tekanan uap sama dengan tekanan udara luar, gelembung-gelembung naik kepermukaan cairan dan meletup-letup tetapi bila tekanan uap masih lebih kecil dari tekanan udara, gelembung-gelembung akan pecah. Titik didih adalah suhu saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan atmosfer. a. Larutan adalah campuran homogen dari dua atau lebih zat. b. Kenaikan titik didih adalah titik didih larutan dikurangi titik didih pelarut murninya. Kenaikan titik didih merupakan salah satu sifat koligatif larutan karena sifat ini hanya bergantung pada jumlah zat terlarut relatif terhadap jumlah total zat dan tidak bergantung pada jenis zat terlarut. Sifat koligatif larutan berlaku untuk larutan yang zat terlarutnya sulit menguap dan larutannya dianggap ideal. a. Keberadaan zat terlarut sulit menguap menurunkan tekanan uap larutan sebab adanya molekul-molekul zat terlarut pada permukaan larutan menurunkan jumlah relatif molekul pelarut yang dapat meninggalkan larutan membentuk fasa uap (menguap). b. Rendahnya tekanan uap larutan mengakibatkan larutan sukar mendidih, sehingga larutan membutuhkan suhu lebih tinggi agar tekanan uapnya menjadi sama dengan tekanan atmosfer.
1.2.1 Menentukan kenaikan titik didih melalui diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air secara kualitatif.
Diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air (Brady, 1999) Keterangan: Kurva I untuk air (pelarut) Kurva II untuk larutan
42
Indikator
1.2.2 Membandingkan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit dan elektrolit pada konsentrasi yang sama melalui data hasil percobaan 1.2.3 Menjelaskan penyebab kenaikan titik didih larutan elektrolit lebih besar daripada larutan nonelektrolit untuk konsentrasi yang sama
Konsep Diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air ini menggambarkan kenaikan titik didih dan penurunan titik beku larutan yang menggunakan air sebagai pelarutnya. Dari kedua kurva dapat terlihat titik didih larutan lebih besar daripada titik didih air. Berdasarkan hasil percobaan, pada konsentrasi yang sama larutan elektrolit mempunyai kenaikan titik didih yang lebih besar dibandingkan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit.
Senyawa elektrolit dalam larutannya dapat mengalami ionisasi sehingga jumlah partikel zat terlarut lebih banyak dibandingkan jumlah partikel zat terlarut pada larutan nonelektrolit untuk konsentrasi yang sama. Semakin banyak jumlah partikel zat terlarut, semakin besar kenaikan titik didihnya. a. Untuk larutan nonelektrolit encer, besarnya i = 1 1.2.4 Menghitung kenaikan titik karena tidak mengalami ionisasi sehingga kenaikan titik didih larutan, massa molar zat didih sebanding dengan jumlah zat terlarut relatif terlarut, massa pelarut, atau terhadap massa pelarut sesuai dengan Persamaan (1) massa zat terlarut pada larutan nonelektrolit dan elektrolit ∆Tb = m Kb melalui persamaan ∆Tb = m (1) Kb i Keterangan : - m = molalitas - Kb = tetapan kenaikan titik didih molal Molalitas dapat dinyatakan dengan Persamaan (2) atau (4) (2)
dengan
(3)
atau m=
(4)
Keterangan: - ni = jumlah mol i zat terlarut (mol) - wA = massa pelarut (g) - wi = massa zat terlarut (g) - Mi = massa molar zat terlarut (mol/g) - Mb = massa molar zat terlarut (mol/g) - wb = massa zat terlarut (g) b. Untuk larutan elektrolit encer, besarnya kenaikan titik didih sebanding dengan jumlah zat terlarut relatif terhadap massa pelarut sesuai dengan Persamaan (5).
43
Indikator
Konsep ∆Tb= m Kb i
(5)
i=
(6) atau i = 1 + (n-1) α
(7)
Keterangan : i = Faktor van’t hoff n = Jumlah ion yang dapat dihasilkan oleh satu satuan rumus senyawa elektrolit c. α = Derajat ionisasi elektrolit.
Karena terdapat penambahan indikator dan konsep pada hasil validasi pertama maka diputuskan untuk melakukan validasi lagi. Validasi kedua dilakukan oleh satu orang guru dan tiga orang dosen kimia. Hasil validasi kedua didiskusikan kembali dengan dosen pembimbing. Selanjutnya dengan mempertimbangkan saran dan masukan dari dosen pembimbing dan validator, telah dilakukan beberapa perbaikan. Beberapa perbaikan yang dilakukan yaitu: a. Konsep yang terdapat pada indikator 1.1.1 dirubah menjadi “Mendidih adalah proses perubahan fasa dari cair menjadi gas pada saat titik didih tercapai”, karena konsep lama hanya menjelaskan saat mendidih saja, sedangkan indikatornya menuntut siswa untuk mendeskripsikan proses mendidih. b. Konsep point a yang terdapat pada indikator 1.1.3 yakni “Larutan adalah campuran homogen dari dua atau lebih zat” tidak dituliskan dalam rumusan konsep karena konsep ini merupakan konsep prasyarat untuk mempelajari kenaikan titik didih larutan. Konsep mengenai larutan diganti
44
dengan konsep “Titik didih larutan dengan zat terlarut sulit menguap lebih tinggi daripada titik didih pelarut murninya”. Hal ini disebabkan karena konsep pada indikator 1.1.5 tidak dapat dijelaskan pada siswa SMA, karena terkesan sudah membahas konsep keidealan suatu larutan. c. Indikator 1.1.5 dan konsepnya tidak dicantumkan karena sudah tercantum dalam indikator 1.1.3 yang sudah diperbaiki. Setelah dilakukan beberapa perbaikan, dirumuskan indikator dan konsep baru setelah validasi kedua yang tertuang dalam Tabel 4.4. Indikator dan konsep setelah validasi kedua digunakan dalam pembuatan deskripsi pembelajaran. Tabel 4.4 Rumusan Indikator dan Konsep Setelah Validasi Kedua Indikator 1.1.1 Mendeskripsikan proses mendidih 1.1.2 Menjelaskan pengertian titik didih 1.1.3 Menjelaskan pengertian kenaikan titik didih larutan 1.1.4 Menjelaskan penyebab kenaikan titik didih larutan
1.1.5 Menentukan kenaikan titik didih melalui diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air.
Konsep Mendidih adalah proses perubahan fasa dari cair menjadi gas pada saat titik didih tercapai. Titik didih adalah suhu saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan atmosfer. a. Titik didih larutan dengan zat terlarut sulit menguap lebih tinggi daripada titik didih pelarut murninya b. Kenaikan titik didih adalah titik didih larutan dikurangi titik didih pelarut murninya. a. Keberadaan zat terlarut sulit menguap menurunkan tekanan uap larutan sebab adanya molekul-molekul zat terlarut pada permukaan larutan menurunkan jumlah relatif molekul pelarut yang dapat meninggalkan larutan membentuk fasa uap (menguap). b. Rendahnya tekanan uap larutan mengakibatkan larutan sukar mendidih, sehingga larutan membutuhkan suhu lebih tinggi agar tekanan uapnya menjadi sama dengan tekanan atmosfer.
45
Indikator
1.1.6 Menjelaskan bahwa kenaikan titik didih merupakan salah satu sifat koligatif larutan 1.2.1 Membandingkan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit dan elektrolit pada konsentrasi yang sama melalui data hasil percobaan 1.2.2 Menjelaskan penyebab kenaikan titik didih larutan elektrolit lebih besar daripada larutan nonelektrolit untuk konsentrasi yang sama 1.2.3 Menghitung kenaikan titik didih larutan, massa molar zat terlarut, massa pelarut, atau massa zat terlarut pada larutan nonelektrolit dan elektrolit melalui persamaan ∆Tb = m Kb i
Konsep Diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air (Brady, 1999) Keterangan: Kurva I untuk air (pelarut) Kurva II untuk larutan Diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air ini menggambarkan kenaikan titik didih dan penurunan titik beku larutan yang menggunakan air sebagai pelarutnya. Dari kedua kurva dapat terlihat titik didih larutan lebih besar daripada titik didih air. Kenaikan titik didih merupakan sifat koligatif larutan karena hanya bergantung pada jumlah zat terlarut relatif terhadap jumlah total zat dan tidak bergantung pada jenis zat terlarut. Berdasarkan hasil percobaan, pada konsentrasi yang sama larutan elektrolit mempunyai kenaikan titik didih yang lebih besar dibandingkan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit.
Senyawa elektrolit dalam larutannya dapat mengalami ionisasi sehingga jumlah partikel zat terlarut lebih banyak dibandingkan jumlah partikel zat terlarut pada larutan nonelektrolit untuk konsentrasi yang sama. Semakin banyak jumlah partikel zat terlarut, semakin besar kenaikan titik didihnya. a. Untuk larutan nonelektrolit encer, besarnya i = 1 karena tidak mengalami ionisasi sehingga kenaikan titik didih sebanding dengan jumlah zat terlarut relatif terhadap massa pelarut sesuai dengan Persamaan (1) ∆Tb = m Kb (1) Keterangan : - m = molalitas - Kb = tetapan kenaikan titik didih molal Molalitas dapat dinyatakan dengan Persamaan (2) atau (4) (2)
dengan
(3)
atau m= Keterangan: - ni = jumlah mol i zat terlarut (mol) - wA = massa pelarut (g) - wi = massa zat terlarut (g) - Mi = massa molar zat terlarut (mol/g) - Mb = massa molar zat terlarut (mol/g) - wb = massa zat terlarut (g)
(4)
46
Indikator
Konsep b. Untuk larutan elektrolit encer, besarnya kenaikan titik didih sebanding dengan jumlah zat terlarut relatif terhadap massa pelarut sesuai dengan Persamaan (5). ∆Tb= m Kb i
i=
(5)
(6)
atau i = 1 + (n-1) α
(7)
Keterangan : i = Faktor van’t hoff n = Jumlah ion yang dapat dihasilkan oleh satu satuan rumus senyawa elektrolit α = Derajat ionisasi elektrolit.
B. Pengembangan Level Makroskopik, Mikroskopik dan Simbolik pada Submateri Pokok Kenaikan Titik Didih Larutan Pengembangan level makroskopik, mikroskopik dan simbolik merupakan suatu proses yang dapat dilakukan bila telah melewati beberapa tahapan, yaitu analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam standar isi, validasi kesesuaian indikator dengan kompetensi dasar dan indikator dengan konsep serta analisis buku. 1) Analisis Buku Analisis buku dilakukan untuk mengetahui level makroskopik, mikroskopik dan simbolik materi kenaikan titik didih larutan yang terdapat dalam buku-buku teks kimia SMA dan Universitas. Hasil analisis buku dapat dilihat pada Lampiran 1.3. Berikut ini penjabaran level makroskopik, mikroskopik dan simbolik pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan pada buku-buku teks kimia.
47
a. Penjabaran Level Makroskopik, Mikroskopik Submateri Pokok Kenaikan Titik Didih Larutan
dan
Simbolik
Pada konsep mendidih, level makroskopik yang muncul hanya pada Buku 1, 4, 5 dan 6. Isinya hampir sama yakni munculnya gelembung saat proses
pendidihan
air.
Namun,
hanya pada Buku
1
yang level
makroskopiknya dimunculkan dalam bentuk gambar seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Level Makroskopik Konsep Mendidih
Pada gambar di atas terlihat gelembung-gelembung yang keluar dari fasa cair dan molekul-molekul air yang berada di atas permukaan cairan. Level makroskopik dan mikroskopik ditampilkan dalam satu gambar. Bila tampilan molekul-molekul air sebagai level mikroskopik disatukan dengan gelembung-gelembung sebagai level makroskopik dikhawatirkan terjadi miskonsepsi saat siswa melihat gambar tersebut. Miskonsepsi yang mungkin terjadi, siswa menganggap bahwa gambar bulatan-bulatan di atas permukaan cairan adalah bulatan-bulatan gelembung yang keluar dari fasa cair. Selain itu juga, siswa mungkin mengira bahwa molekul-molekul air yang menguap dapat terlihat dengan jelas secara kasat mata. Padahal, kenyataannya tidak
48
begitu. Mata manusia tanpa alat bantu tidak bisa melihat molekul-molekul air satu per satu. Untuk menghindari miskonsepsi-miskonsepsi tersebut, solusinya adalah setiap bagian penting pada gambar yang digunakan untuk menunjukkan level makroskopik diberi keterangan. Model yang digunakan untuk menunjukkan level mikroskopik adalah dengan memperbesar salah satu bagian di atas permukaan cairan, kemudian gambar molekul-molekul air ditampilkan pada hasil perbesarannya. Pemilihan gambar untuk molekulmolekul air juga perlu diperhatikan. Untuk menghindari miskonsepsi siswa, baiknya penggambaran molekul-molekul air dalam air saja digambarkan lengkap dengan atom oksigen dan hidrogennya (H2O). Selama ini, siswa menganggap bahwa air dalam fasa gas terdiri dari molekul-molekul oksigen (O2) dan hidrogen (H2). Selain itu siswa bisa saja menganggap uap air terdiri dari ion H+ dan ion OH-, atom oksigen (O) dan atom hidrogen (H) atau bahkan campuran dari berbagai kemungkinan tersebut. Berbeda dengan Buku 1, buku lainnya yang memunculkan level mikroskopik (Buku 3 dan 5) hanya menjabarkannya dalam bentuk kalimat. Kedua buku itu menyebutkan bahwa semakin banyak molekul-molekul yang lepas dari fasa cair maka tekanan uap semakin tinggi. Saat tekanan uapnya mencapai tekanan udaranya maka cairan akan mendidih. Pernyataan tersebut benar adanya. Namun, kurang lengkap kiranya bila hanya dijelaskan dalam bentuk kalimat saja. Kita semua tahu bahwa daya bayang ruang setiap siswa berbeda. Bagi siswa yang daya bayang ruangnya tinggi, penjabaran dengan kalimat saja tidak begitu bermasalah. Namun bagi siswa yang daya bayang
49
ruangnya rendah, hal ini dapat menyebabkan kesulitan siswa untuk memahami konsep mendidih. Sementara itu, Level simbolik konsep ini sama sekali tidak dimunculkan pada buku-buku yang dianalisis. Level makroskopik pada konsep “Titik didih adalah suhu saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan atmosfer” dijelaskan secara eksplisit pada Buku 2, 5, dan 6, tetapi tidak ada level makroskopik yang secara jelas menggambarkan suhu pada saat tekanan uap sama dengan tekanan atmosfer merupakan titik didih. Pada Buku 1, 3, dan 4 hanya ditunjukkan titik didih berbagai cairan pada tekanan-tekanan tertentu. Level mikroskopik konsep titik didih ini hanya muncul pada Buku 6 yang jabarkan dalam bentuk kalimat berikut ini “Cairan yang gaya tarik antar molekulnya kuat, titik didihnya tinggi dan sebaliknya bila gaya tarik lemah titik didihnya rendah”. Penjelasan ini berkaitan dengan konsep gaya antara molekul. Siswa dianggap sudah mengetahuinya sehingga tidak dibahas pada pembelajaran konsep kenaikan titik didih larutan. Buku 4 dan 5 menampilkan simbol yang sama yaitu kurva hubungan titik didih dengan tekanan untuk air, etanol dan dietil eter. Kurva hubungan titik didih dengan tekanan ini menunjukkan kesebandingan titik didih dengan tekanan. Semakin tinggi tekanan udara, semakin tinggi pula titik didihnya. Konsep kesebandingan ini perlu dibahas dalam pembelajaran agar siswa mengetahui penyebab fenomena proses pendidihan air di gunung lebih cepat dibandingkan pendidihan air di pantai pada kecepatan pemberian kalor yang sama. Berbeda dengan Buku 4 dan 5, Buku 1 menampilkan simbol dalam
50
bentuk diagram fasa air. Gambar diagram fasa air yang muncul pada Buku 1 dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Diagram Fasa Air
Dalam diagram tersebut skala yang digunakan tidak konsisten, jarak antara angka 0 dan 0,0098 pada garis absis tidak proporsional. Padahal angka tertingginya 100. Oleh sebab itulah, gambar ini tidak digunakan dalam deskripsi pembelajaran kenaikan titik didih larutan. Level makroskopik konsep “Titik didih larutan dengan zat terlarut sulit menguap lebih tinggi daripada titik didih pelarut murninya” dijelaskan pada Buku 1, 2 dan 4. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa pelarut yang ditambahkan zat terlarut sulit menguap akan memiliki titik didih lebih besar daripada pelarut murninya. Level mikroskopik dan simbolik konsep ini tidak dijelaskan pada buku yang dianalisis. Konsep “Kenaikan titik didih adalah titik didih larutan dikurangi titik didih pelarut murninya” pada Buku 1 dan 3 diuraikan sebagai selisih titik didih larutan dan dan titik didih pelarut. Sedangkan pada Buku 2, 4, 5, dan 6 tidak
menggunakan
kata
“selisih”,
melainkan
menggunakan
kata
51
“mengurangi” dan “dikurangi”. Oleh karena itu diputuskan bahwa konsep kenaikan titik didih tidak menggunakan kata selisih dengan alasan bahwa dalam termodinamika, istilah selisih terkesan ambigu dan mempunyai makna yang berbeda. Dalam termodinamika, nilai dari hasil selisih dapat bernilai positif dan negatif. Untuk mendapatkan hasil positif atau negatif didapat dari cara yang berbeda. Padahal untuk mendapatkan besarnya kenaikan titik didih dapat dilakukan dari satu cara yaitu mengurangi besarnya titik didih larutan dengan titik didih pelarut murninya. Hasilnya pun selalu positif. Pada umumnya, buku yang dianalisis menjelaskan secara eksplisit konsep kenaikan titik didih larutan tetapi tidak menggambarkannya dalam bentuk yang terlihat oleh panca indera. Level mikroskopik konsep ini tidak dijelaskan pada semua buku yang dianalisis. Pada semua buku kecuali Buku 6, konsep “Kenaikan titik didih adalah titik didih larutan dikurangi titik didih pelarut murninya” disimbolkan dengan persamaan matematis dibawah ini. ∆Tb = Tb larutan - Tb pelarut Buku 1-5 menunjukkan kesamaan penggunaan simbol untuk titik didih yaitu Tb. Pengugunaan subscript “b” pada simbol Tb berarti boiling yang berarti mendidih. Perbedaannya pada Buku 2 dan 4, simbol untuk titik didih pelarut murni digunakan simbol Tbo. Penggunaan superscript “o” pada simbol Tbo mempunyai arti titik didih itu untuk pelarut murni. Namun, dalam termodinamika, penggunaan superscript tersebut bermakna untuk keadaan standar bukan untuk keadaan murninya. Oleh karena itu dalam penjabaran
52
konsep digunakan simbol “*” untuk menunjukkan keadaan murni pelarut. Pada Buku 6, simbol untuk kenaikan titik didih berupa diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air. dalam diagram fasa tersebut, keterangan untuk kurva dituliskan didekat kurva dalam diagram tersebut sehingga terkesan keterangan itu untuk daerah yang menunjukkan fasa. Agar siswa mudah dalam membaca diagram, sebaiknya keterangan untuk kurva dituliskan di luar diagram. Level makroskopik konsep ”Keberadaan zat terlarut sulit menguap menurunkan tekanan uap larutan sebab adanya molekul-molekul zat terlarut pada permukaan larutan menurunkan jumlah relatif molekul pelarut yang dapat meninggalkan larutan membentuk fasa uap (menguap)...” dijelaskan secara eksplisit di semua buku. Setiap buku menjelaskan bahwa adanya zat terlarut sulit menguap dalam larutan menyebabkan rendahnya tekanan uap. Namun, redaksi kalimatnya berbeda-beda. Pada Buku 1, 2 dan 3 digunakan kata “sukar menguap”, sedangkan pada Buku 4 dan 5 digunakan istilah “nonvolatil”. Pada Buku 6 digunakan istilah “tak atsiri”. Istilah nonvolatil dan tak atsiri tidak digunakan untuk siswa SMA karena kurang familiar. Level mikroskopik konsep ini tidak dijelaskan pada Buku 2 dan 3. Konsep ini secara mikroskopik dijelaskan lebih rinci pada Buku 5 dan 6. Pada Buku 5 dijelaskan bahwa ketika zat terlarut nonvolatil ditambahkan ke dalam pelarut, maka jumlah pelarut di bagian permukaannya berkurang sehingga sedikit penguapan yang terjadi. Gambar dibawah ini menunjukkan molekul-molekul pelarut dan zat terlarut di bagian perbatasan fasa larutan.
53
Gambar 4.3 Gambaran Mikroskopik Penguapan Larutan Dengan Zat Terlarut Sulit menguap
Di Buku 6 dijelaskan bahwa pada pelarut saja jumlah molekul yang menguap dan mengembun lebih banyak daripada larutannya. Semakin banyak jumlah molekul yang menguap maka semakin tinggi tekanan uapnya. Gambar dibawah ini menunjukkan pengaruh zat terlarut terhadap tekanan uap larutan.
(a)
(b)
Solut
Gambar 4.4 (a). Kesetimbangan cair uap untuk pelarut murni. (b). Bila mengandung zat terlarut yang tidak menguap (tak atsiri), kecepatan penguapan pelarut akan menjadi kecil dan tekanan uapnya menjadi rendah. Gambar (a) dan (b) kurang tepat karena gambar molekul-molekul pelarut dan zat terlarut digambarkan langsung pada wadahnya. Pemodelan mikroskopik yang seperti ini sebaiknya tidak digunakan karena dapat menimbulkan miskonsepsi. Miskonsepsi-miskonsepsi yang mungkin timbul
54
sudah terbahas pada bagian sebelumnya (Halaman 44). Kemudian keterangan pada gambar tersebut kurang lengkap, tidak ada keterangan untuk molekul pelarut. Level makroskopik konsep “Rendahnya tekanan uap larutan mengakibatkan larutan sukar mendidih, sehingga larutan membutuhkan suhu lebih tinggi agar tekanan uapnya menjadi sama dengan tekanan udara luar” dijelaskan pada semua buku yang dianalisis. Level mikroskopik dan simbolik konsep ini tidak dijelaskan di semua buku yang dianalisis. Level makroskopik dan mikroskopik konsep “Diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air” tidak ditampilkan pada setiap buku yang dianalisis. Level simbolik konsep ini tentu saja ditampilkan dengan diagram fasa. Diagram fasa yang ditampilkan pada setiap buku berbeda-beda. Baik dari warna, kemiringan, cara pemberian keterangan, maupun bahasa. Pada Buku 1, skala untuk kenaikan titik didih dan penurunan titik beku sama. Padahal, pada konsentrasi molal yang sama penurunan titik beku lebih besar daripada kenaikan titik didih. Selain itu, satuan tekanan yang digunakan adalah kilo pascal (kPa). Satuan yang lebih umum digunakan pada tingkat SMA adalah atmosfer (atm) dan milimeter raksa (mmHg). Pada Buku 2, diagram fasa yang ditampilkan untuk konsep kenaikan titik didih larutan saja. Gambar tersebut sangat tidak jelas. Bila gambar ini ditunjukkan kepada siswa, banyak miskonsepsi yang terjadi. Misalnya, diagram fasa tersebut tidak terdapat daerah untuk fasa padat, sehingga dikhawatirkan siswa menganggap diagram fasa yang sebenarnya seperti gambar pada Buku 2.
55
Pada Buku 3, skala yang digunakan untuk menunjukkan kenaikan titik didih dan penurunan titik bekunya tidak proporsional. Kemiringan garis fasa padatcair juga sangat tidak wajar melebihi yang sebenarnya. Pada Buku 4 dan 5, skala untuk menunjukkan kenaikan titik didih lebih kecil dari skala yang digunakan untuk menunjukkan penurunan titik bekunya. Hal ini benar adanya. Namun, kemiringan garis fasa padat-cair masih tidak wajar. Pada Buku 6, kemiringan garis fasa padat-cair lebih wajar daripada gambar-gambar di buku lain tetapi skala yang digunakan untuk menunjukkan kenaikan titik didih dan penurunan titik beku masih sama. Hal-hal inilah yang menjadi alasan untuk tidak menggunakan gambar diagram fasa larutan relatif terhadap pelarutnya dari buku-buku yang dianalisis. Oleh karena itu, dalam pengembangan level makroskopik, mikroskopik dan simbolik konsep diagram fasa Peneliti memutuskan untuk menggunakan diagram fasa dari buku lain yang kesalahannya lebih sedikit. Level makroskopik pada konsep “Kenaikan titik didih merupakan sifat koligatif larutan karena hanya bergantung pada konsentrasi larutan dan tidak bergantung pada jenis zat terlarut” dijelaskan hampir pada semua buku kecuali pada Buku 3. Pada Buku 1, konsep ini dijelaskan dengan pernyataan seperti berikut ini “Sifat-sifat larutan yang tidak bergantung pada jenis zat terlarut, tetapi hanya pada konsentrasi partikel zat terlarutnya disebut sifat koligatif”. Frase “konsentrasi partikel zat terlarutnya” dapat mengandung makna seolah-olah konsentrasi tidak melibatkan jumlah pelarutnya. Padahal pengertian konsentrasi sendiri adalah kuantitas zat terlarut per satuan
56
kuantitas pelarut dalam larutan (Daintish, 1990). Pada Buku 2, 3 dan 4 dijelaskan bahwa sifat koligatif bergantung pada jumlah zat terlarut, sedangkan pada Buku 5 tidak ada penjelasan kebergantungan sifat koligatif terhadap jumlah partikel. Level mikroskopik konsep ini sedikit dijabarkan pada Buku 1, 4 dan 5. Pada Buku 4, dijelaskan bahwa sifat koligatif bergantung pada jumlah kehadiran partikel zat terlarut tanpa memperhatikan apakah mereka adalah atom, ion atau molekul. Level simbolik konsep ini tidak dijelaskan di semua buku yang dianalisis. Pada Buku 1, 2, 4 dan 5 level makroskopik konsep “Berdasarkan hasil percobaan, pada konsentrasi yang sama larutan elektrolit mempunyai kenaikan titik didih yang lebih besar dibandingkan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit” dijelaskan dalam bentuk kalimat. Pada Buku 1, dijelaskan bahwa sifat koligatif larutan elektrolit lebih besar dari sifat koligatif larutan nonelektrolit tidak ada keterangan “pada konsentrasi sama”. Padahal sifat koligatif larutan elektrolit lebih besar dari sifat koligatif larutan nonelektrolit terjadi pada konsentrasi yang sama. Pada Buku 2, penjelasan konsep ini dipaparkan dengan diberikan contoh beberapa tiga larutan elektrolit dengan konsentrasi 0,1 M dan satu larutan nonelektrolit pada konsentrasi 0,2 M memiliki sifat koligatif sama. Bila penjelasannya seperti ini, konsep yang sebenarnya terlihat bias. Sebaiknya diberikan contoh beberapa larutan elektrolit dan nonelektrolit pada konsentrasi sama tetapi memiliki sifat koligatif yang berbeda. Pada Buku 4, hanya dijelaskan bahwa
57
mempelajari sifat koligatif larutan elektrolit menggunakan pendekatan yang sedikit berbeda dibandingkan dengan mempelajari sifat koligatif larutan nonelektrolit. Pada Buku 5, penjelasannya dipaparkan dengan memberikan contoh larutan elektrolit (NaCl) dan larutan nonelektrolit (Glukosa) dengan konsentrasi sama akan mempunyai sisat koligatif yang berbeda. Penjelasan semacam inilah yang digunakan pada deskripsi pembelajaran yang dikembangkan. Level mikroskopik konsep ini dijelaskan pada Buku 2 dan 5. Namun, penjelasannya hanya dalam bentuk kalimat. Fenomena makroskopik dijelaskan dengan fenomena mikroskopik berupa penjelasan ionisasi senyawa larutan elektrolit. Penjelasan ini lebih tepat digunakan pada konsep yang akan dibahas selanjutnya karena konsep selanjutnya merupakan konsep penyebab kenaikan titik didih larutan elektrolit lebih besar dari kenaikan titik didih larutan nonelektrolit. Level simbolik konsep ini tidak dijelaskan pada semua buku yang dianalisis. Level makroskopik konsep “Senyawa elektrolit dalam larutannya dapat mengalami ionisasi sehingga jumlah partikel zat terlarut lebih banyak dibandingkan jumlah partikel zat terlarut pada larutan nonelektrolit untuk konsentrasi yang sama. Semakin banyak jumlah partikel zat terlarut, semakin besar kenaikan titik didihnya” pada Buku 2 dijelaskan dalam bentuk data kenaikan titik didih berbagai larutan elektrolit dan nonelektrolit pada konsentrasi yang sama. Pada Buku 4, 5 dan 6 pun dijelaskan dalam bentuk kalimat. Ketiga buku tersebut menjelaskan bahwa sifat koligatif larutan
58
elektrolit lebih besar daripada sifat koligatif larutan nonelektrolit pada konsentrasi yang sama. Penjelasan mikroskopik konsep ini ditunjukkan lebih rinci di Buku 1, 2, 4 dan 6. Penjelasan di Buku 1 hampir sama dengan penjelasan pada bukubuku lainnya yakni, terjadinya ionisasi pada larutan elektrolit yang menyebabkan jumlah partikel dalam larutan elektrolit lebih banyak dari jumlah partikel dalam larutan nonelektrolit. Hal inilah yang menyebabkan kenaikan titik didih larutan elektrolit lebih besar dari kenaikan titik didih larutan nonelektrolit pada konsentrasi sama. Namun, pengggambaran level mikroskopik pada Buku 1 kurang tepat. Pada buku tersebut digambarkan molekul-molekul yang seolah-olah terkesan bahwa molekul tunggal dapat terlihat secara kasat mata seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Padahal suatu molekul tunggal tidak dapat dilihat dari wadahnya langsung secara kasat mata.
Gambar 4.5 Perbandingan Jumlah Partikel dalam Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit.
59
Level simbolik pada konsep ini pada Buku 1, 2 dan 4 dijelaskan dalam bentuk persaman reaksi ionisasi NaCl dan K2SO4. Pada umumnya, reaksireaksi ionisasi yang ditunjukkan merupakan reaksi ionisasi dari elektrolit kuat. Padahal larutan elektrolit tidak hanya larutan elektrolit kuat. Larutan elektrolit lemah juga memiliki kenaikan titik didih lebih besar daripada kenaikan titik didih larutan nonelektrolit pada konsentrasi yang sama. Sebaiknya larutan elektrolit lemah pun dijelaskan agar terjadinya reaksi kesetimbangan juga mempengaruhi besarnya kenaikan titik didih larutan elektrolit. Semakin besar harga tetapan kesetimbangan, semakin besar pula kenaikan titik didihnya. Pada Buku 1-6, konsep “Untuk larutan nonelektrolit, kenaikan titik didih sebanding dengan konsentrasi (molalitas) larutan” tidak menunjukkan adanya level makroskopik yang jelas. Kesebandingan antara kenaikan titik didih larutan dengan konsentrasi ditunjukkan dengan kalimat saja. Level mikroskopik konsep ini tidak juga dijelaskan pada semua buku. Kebanyakan buku menyatakan konsep ini ke dalam level simbolik. Namun, pada umumnya penjelasannya langsung pada persamaan ∆Tb = m Kb. Hanya satu buku yaitu Buku 4 yang penjelasannya diawali dengan persamaan kesebandingan kenaikan titik didih dengan konsentrasi (∆Tb∞ m) kemudian dilanjutkan dengan persamaan ∆Tb = m Kb. Simbol yang digunakan untuk kenaikan titik didih pada Buku 6 berbeda dengan buku-buku yang lain, yaitu ∆Td. Perbedaan penggunaan simbol ini dikarenakan masalah bahasa saja. Pada Buku 6 subscript “d” menunjukkan kependekan dari kata “didih”. Ada
60
baiknya bila penjelasan konsep ini diawali dengan penyajian data yang mengarah pada kesebandingan konsentrasi dengan kenaikan titik didih larutan nonlektrolit sehingga siswa juga dapat menyimpulkan kesebandingan ini dari data tersebut. Level makroskopik untuk larutan elektrolit, konsep kesebandingannya dengan faktor van’t Hoff tidak ditunjukkan di semua buku yang dianalisis. Pada Buku 1, 2, 3, dan 6 dijelaskan secara makro hanya pada konsep faktor van’t Hoff. Level mikroskopik konsep ini dijelaskan dalam bentuk kalimat hanya pada Buku 1. Level simbolik untuk konsep kesebandingan kenaikan titik didih dengan konsentrasi larutan elektrolit 1, 2, 3 dan 4. Pada Buku 5 dan 6 hanya menjelaskan konsep persamaan faktor van’t Hoff. Pada Buku 5 dan 6 hanya dijelaskan faktor Van’t Hoff.
b. Pola Pembelajaran Submateri Pokok Kenaikan Titik Didih Larutan Submateri pokok kenaikan titik didih larutan dijelaskan pada bab sifat koligatif larutan. Sesuai dengan standar isi, bab ini diajarkan pada awal semester 1 kelas XII. Penyampaian materi kenaikan titik didih larutan pada setiap buku berbeda-beda. Hal ini terlihat pada analisis urutan penyampaian konsep dalam materi kenaikan titik didih larutan pada Buku 1-6. Hasil analisis ini menjadi pertimbangan ketika menentukan alur pembelajaran pada saat pembuatan deskripsi pembelajaran. Tabel dibawah ini menunjukkan urutan penyampaian konsep-konsep yang terdapat pada materi kenaikan titik didih larutan dari Buku 1 sampai Buku 6.
61
Tabel 4.5 Pola Penyampaian Konsep Submateri Pokok Kenaikan Titik Didih Larutan dalam Buku-buku Teks Kimia SMA dan Universitas. Buku
1
2
3
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3.
4
5
4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3.
6 4. 5.
Urutan konsep Mendidih Pengertian titik didih Kenaikan titik didih larutan nonelektrolit Hubungan konsentrasi dengan kenaikan titik didih untuk larutan nonelektrolit Diagram fasa atau diagram P-T air Kenaikan titik didih larutan elektrolit dan penyebabnya. Hubungan konsentrasi dengan kenaikan titik didih untuk larutan elektrolit Pengertian titik didih Kenaikan titik didih larutan dan penyebabnya Hubungan konsentrasi dengan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit Kenaikan titik didih larutan elektrolit dan penyebabnya. Hubungan konsentrasi dengan kenaikan titik didih larutan elektrolit Mendidih Diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air Kenaikan titik didih larutan Hubungan konsentrasi dengan kenaikan titik didih larutan elektrolit Hubungan konsentrasi dengan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit Titik didih Penyebab kenaikan titik didih larutan Kenaikan titik didih larutan dalam diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air Hubungan konsentrasi dengan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit Penyebab kenaikan titik didih larutan elektrolit lebih besar dari kenaikan titik didih larutan nonelektrolit pada konsentrasi yang sama Hubungan konsentrasi dengan kenaikan titik didih larutan elektrolit Kenaikan titik didih larutan Penyebab kenaikan titik didih larutan Diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air Hubungan konsentrasi dengan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit Penyebab kenaikan titik didih larutan elektrolit lebih besar dari kenaikan titik didih larutan nonelektrolit pada konsentrasi sama Hubungan konsentrasi dengan kenaikan titik didih larutan elektrolit Mendidih Titik didih Kenaikan titik didih dan penyebabnya dalam diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air Hubungan konsentrasi dengan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit Penyebab kenaikan titik didih larutan elektrolit lebih besar dari kenaikan titik didih larutan nonelektrolit pada konsentrasi sama.
62
2) Pengembangan Level Makroskopik, Mikroskopik dan Simbolik pada Submateri Pokok Kenaikan Titik Didih Larutan Pengembangan level makroskopik, mikroskopik dan simbolik dilakukan berdasarkan hasil analisis buku dan studi pustaka ke berbagai sumber seperti internet. Indikator dan konsep yang digunakan sebagai acuan dalam pengembangan level makroskopik, mikroskopik dan simbolik ini adalah indikator dan konsep hasil perbaikan validasi kedua. Level makroskopik sedapat mungkin disesuaikan dengan pengalaman sehari-hari siswa. Level makroskopik dikembangkan melalui video dan simulasi percobaan. Pada beberapa buku, konsep mendidih dijelaskan dengan gambar air mendidih. Akan tetapi gambaran ini tidak dilengkapi dengan gambaran mikroskopiknya. Oleh karena itu, pengembangan level makroskopik konsep mendidih difokuskan pada video proses pendidihan air dalam wadah terbuka (tanpa termometer) pada tekanan 0,9 atm yang dilengkapi dengan pemodelan molekul. Dengan ditampilkannya video diharapkan pembelajaran dapat lebih efisien sebab apabila proses pendidihan air diberikan dengan cara praktikum proses pembelajarannya tidak efisien karena mengambil banyak waktu dan pengamatannya sulit dilakukan oleh banyak siswa. Proses pendidihan ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu, sebelum pemanasan, saat pemanasan dan saat mendidih. Level mikroskopik yang dijelaskan yaitu gambaran molekulmolekul air dalam fasa uap, fasa cair, dan dalam perbatasan fasa untuk ketiga tahap tersebut. Molekul-molekul air (H2O) digambarkan sesuai dengan susunan atom-atomnya dengan tujuan untuk menghindari miskonsepsi bahwa
63
saat mendidih dalam fasa cair dan uap molekul-molekul air yang menguap menjadi atom H dan O atau molekul-molekul H2 dan O2 atau ion OH- dan H+. Simbol untuk peristiwa pendidihan ini yaitu perubahan fasa air dari cair menjadi gas biasanya disajikan terpisah dengan level makroskopik dan mikroskopik. Padahal agar makna dari konsep tersebut tersampaikan secara utuh, sebaiknya ketiga level tersebut dikaitkan menjadi satu sehingga penyajiannya tidak terpisah. Konsep titik didih dijelaskan dengan simulasi percobaan pendidihan air dalam wadah tertutup dengan tutup piston. Molekul-molekul air yang dimunculkan saat mendidih mengalami kesetimbangan. Artinya jumlah molekul air yang menguap sama dengan jumlah molekul air yang berkondensasi. Sebagai alternatif lain, video yang digunakan pada konsep mendidih ditampilkan kembali apabila simulasi proses pendidihan air dalam wadah tertutup tidak digunakan. Level mikroskopik dan simbolik yang ditampilkan pun sama dengan level mikroskopik dan simbolik pada konsep mendidih. Untuk menunjukkan konsep “Titik didih larutan dengan zat terlarut sulit menguap lebih tinggi daripada titik didih pelarut murninya” digunakan simulasi percobaan pengukuran titik didih larutan dengan zat terlarut volatil (larutan alkohol) dan larutan dengan zat terlarut sulit menguap (larutan gula) pada tekanan 760 mmHg. Kedua larutan tersebut sama-sama menggunakan pelarut air. Larutan alkohol dan larutan gula dipilih selain karena larutan alkohol merupakan larutan volatil dan larutan gula merupakan larutan
64
nonvolatil juga karena kedua larutan ini merupakan larutan yang banyak terdapat di lingkungan sehari-hari sehingga mudah dikenal siswa. Selain itu juga tak semua larutan mengalami kenaikan titik didih, melainkan untuk larutan dengan zat terlarut nonvolatil saja. Simulasi percobaan ini menunjukkan terjadinya penurunan titik didih pada larutan alkohol dan kenaikan titik didih pada larutan gula. Simulasi ini didapat dari internet. Level mikroskopik dijelaskan dengan menggambarkan molekul-molekul di bagian perbatasan fasa larutan alkohol dan larutan gula. Perubahan fasa cair alkohol menjadi gas turut menjadi simbol perubahan fasa pada larutan alkohol. Pada konsep kenaikan titik didih, level makroskopik digambarkan dengan menunjukkan simulasi percobaan pengukuran titik didih untuk pelarut murni (air) dan beberapa larutan nonelektrolit dengan zat terlarut nonvolatil (larutan gula, larutan urea, larutan etilen glikol, dan larutan glukosa dengan konsentrasi 0,02 m). Larutan-larutan tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa larutan-larutan tersebut dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa. Konsentrasi
larutan
ditentukan
berdasarkan
perhitungan
yang
mempertimbangkan kelarutan zat terlarut agar larutan dikatakan encer. Level mikroskopik konsep ini ditunjukkan dengan menunjukkan gambaran molekul-molekul air yang menguap di bagian perbatasan fasa air dan larutan. Gambaran molekul-molekul air dan zat terlarut dalam larutan dipilih gambaran bulatan saja. Hal ini terutama untuk alasan penyederhanaan dan
65
memberikan kemudahan bagi siswa dalam hal pengamatan. Gambaran molekul air dan zat terlarut dalam larutan dapat dilihat pada Gambar 4.6.
(a) (b) Gambar 4.6. (a) Gambaran Molekul pada Pelarut Air dan (b) Gambaran Molekul pada Larutan Gula
Molekul-molekul yang berwarna biru mewakili molekul air (H2O) dan molekul-molekul yang berwarna abu-abu mewakili zat terlarut gula (C12H22O11). Pemilihan ukuran untuk setiap zat terlarut berbeda-beda tergantung pada ukuran massa molekulnya. Sesuai dengan analisis buku, persamaan ∆Tb = Tb - Tb* menjadi simbol untuk konsep ini. Pengembangan level makroskopik dan mikroskopik pada konsep penyebab kenaikan titik didih larutan sama dengan level makroskopik dan mikroskopik konsep kenaikan titik didih larutan. Perbedaannya terletak pada simbol yang digunakan untuk konsep penyebab kenaikan titik didih larutan adalah PLarutan < PPelarut , TbPelarut
66
melalui percobaan-percobaan. Selanjutnya dari data-data percobaan, ilmuwan menafsirkan data tersebut ke dalam penjelasan secara mikroskopik dengan melihat kerapatan molekul setiap keadaan (pada berbagai tekanan dan suhu). Kerapatan setiap wujud akan mempengaruhi harga ∆
dan ∆ . Melalui
penjelasan dengan lambang-lambang inilah level simbolik dimunculkan. Oleh karena itu, pada pengembangan level makroskopik, mikroskopik dan simbolik konsep diagram fasa air dan larutannya ini juga ditunjukkan level makroskopik berupa air dan larutan yang mendidih pada tekanan dan suhu tertentu. Level mikroskopik dijelaskan melalui gambaran molekul-molekul air dan larutan di bagian permukaannya pada tekanan 1 atm tetapi suhu air 100oC dan suhu larutannya pada konsentrasi 0,02 m 100,0104oC. Namun, level simbolik tidak dipaparkan sampai ke pembahasan ∆
dan ∆ sebab
untuk siswa SMA stndar kompetensi lulusan siswa SMA belum dituntut pada tingkat itu. Dengan ditunjukkan ketiga level tersebut pada konsep diagram fasa air diharapkan siswa tidak hanya dapat membaca diagram, tetapi juga memahami makna dari setiap titik pada diagram fasa tersebut. Untuk menunjukkan bahwa kenaikan titik didih merupakan sifat koligatif larutan, ditunjukkan tabel kenaikan titik didih berbagai larutan nonelektrolit pada berbagai konsentrasi dengan tekanan 760 mmHg. Simbol untuk konsep ini ditunjukkan dengan simbol untuk senyawa-senyawa yang digunakan pada tabel tersebut. Pada konsep “Berdasarkan hasil percobaan, pada konsentrasi yang sama larutan elektrolit mempunyai kenaikan titik didih lebih besar dari
67
kenaikan
titik
didih
larutan
nonelektrolit...”,
pengembangan
level
makroskopik ditunjukkan dengan tabel kenaikan titik didih larutan nonelektrolit (larutan gula 0,01 m) dan elektrolit (larutan NaCl 0,01 m) dengan konsentrasi yang sama pada tekanan udara 760 mmHg. Larutan gula dan larutan NaCl dipilih karena kedua larutan tersebut dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa. Konsentrasi larutan ditentukan berdasarkan pertimbangan keenceran larutan tersebut. Untuk larutan gula dengan konsentrasi 0,01 m, artinya massa gula (sukrosa) yang dibutuhkan adalah 0,342 g. Karena kelarutannya 68,79% w/v pada suhu 25oC, maka gula dengan berat 0,342 g dapat larut semua dan larutan dapat dikatakan encer. Konsep ini lebih difokuskan pada level makroskopiknya sedangkan simbolnya rumus kimia dari senyawa yang dicantumkan dalam tabel kenaikan titik didih larutan elektrolit dan nonelektrolit pada konsentrasi sama. Level makroskopik pada konsep “Senyawa elektrolit dalam larutannya dapat mengalami ionisasi...” sama dengan level makroskopik pada konsep “berdasarkan hasil percobaan, pada konsentrasi yang sama larutan elektrolit mempunyai kenaikan titik didih lebih besar dari kenaikan titik didih larutan nonelektrolit...”. hal ini disebabkan kebutuhan akan tujuan pembelajaran yang menuntut
siswa
menjelaskan
keadaan
mikroskopik
dari
fenomena
makroskopik yang sama dengan di konsep “Berdasarkan hasil percobaan, pada konsentrasi yang sama larutan elektrolit mempunyai kenaikan titik didih lebih besar dari kenaikan titik didih larutan nonelektrolit...”. level mikroskopik konsep “Senyawa elektrolit dalam larutannya dapat mengalami
68
ionisasi...” berupa gambaran molekul-molekul di bagian perbatasan fasa larutan gula dan larutan NaCl. Gambaran molekul-molekul ini muncul pada saat titik didih larutan gula. Gambaran molekul untuk larutan gula 0,01 m dapat dilihat pada gambar 4.7 (a) sedangkan gambar molekul-molekul dalam larutan NaCl 0,01 m dapat dilihat pada Gambar 4.7 (b)
(a)
(b)
Gambar 4.7 (a) Gambaran Molekul dalam Larutan Gula dan (b) Gambaran Molekul dalam Larutan NaCl.
Pada konsep kesebandingan konsentrasi dengan kenaikan titik didih larutan nonelektrolit, level makroskopik ditunjukkan dengan tabel kenaikan titik didih larutan nonelektrolit pada berbagai konsentrasi. Selain rumus kimia dari senyawa yang tercantum pada tabel persamaan ∆Tb = m Kb juga menjadi simbol dari konsep ini. Begitupula konsep kesebandingan kenaikan titik didih larutan elektrolit dengan konsentrasi. Data kenaikan titik didih larutan elektrolit disajikan di tabel pada setiap konsentrasi.
69
3) Validasi Kesesuaian Konsep Mikroskopik, dan Simbolik
dengan
Level
Makroskopik,
Pengembangan level makroskopik, mikroskopik dan simbolik yang telah disusun selanjutnya divalidasi untuk mengetahui kesesuaian antara level makroskopik, mikroskopik dan simbolik dengan konsep. Validasi ini dilakukan oleh satu guru dan tiga dosen kimia. Hasil validasi pengembangan level makroskopik, mikroskopik dan simbolik terlampir pada Lampiran 1.4. Setelah validasi didapat banyak masukan kemudian dilakukan beberapa perbaikan. Berikut perubahan yang telah dilakukan pada pengembangan level makroskopik, mikroskopik, dan simbolik: a. Pada konsep mendidih, video proses pendidihan air tanpa termometer diganti dengan video proses pendidihan air yang dilengkapi dengan termometer sebagai pengukur suhu. Pada video awal tidak digunakan termometer sehingga tidak terlihat perubahan suhunya. Hal-hal yang diamati siswa pada video yang baru dituliskan dalam tabel pengamatan. Sebelumnya, gambaran molekul di bagian fasa uap, fasa cair dan perbatasan fasa untuk masing-masing tahapan ditunjukkan secara terpisah. Akan tetapi berdasarkan hasil diskusi, gambaran molekul di bagian fasa uap (sebelum dipanaskan, saat dipanaskan dan saat mendidih) dijadikan satu frame dengan tujuan untuk membandingkan. Begitu juga untuk bagian fasa cair dan perbatasan fasa. Gambaran molekul-molekul air di fasa cair pada suhu 25oC, 65oC dan 100oC berbeda. Gerakan molekul air pada suhu 25oC paling lambat dibandingkan gerakan molekul pada suhu 65oC, dan pada suhu 65oC masih lebih lambat dari gerakan molekul pada suhu 100oC
70
begitu pula pada fasa uap. Dibagian perbatasan fasa, jumlah molekul air yang menguap pada suhu 25oC paling sedikit dibandingkan dengan jumlah molekul air yang menguap pada suhu 65oC. Pada suhu 65oC jumlah molekul air yang menguap masih lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah molekul air yang menguap pada suhu 100oC. Gerakan molekul difasa cair acak tetapi tidak seacak gerakan molekul di fasa uap. b. Menurut Dosen 2 Level mikroskopik untuk konsep titik didih terkesan berulang-ulang, sehingga pemunculan gambaran molekul-molekul air hanya gambaran molekul pada bagian perbatasan fasa saat mendidih saja yang ditampilkan. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan dengan tujuan pembelajarannya yang hanya menjelaskan pengertian titik didih. Simbol untuk perubahan fasa dalam wadah tertutup adalah ketimbangan air dalam fasa cair dan uap. c. Saat menunjukkan alasan mengapa titik didih larutan etanol lebih rendah dan larutan urea lebih tinggi dibandingkan dengan titik didih air sebagai pelarutnya lebih ditegaskan bahwa gambaran molekul dalam larutan etanol dan urea di bagian perbatasan fasa yang muncul yaitu saat suhu 98,5oC (titik didih larutan etanol 0,2 m) pada tekanan 1 atm. Hal ini disebabkan karena jumlah molekul air yang menguap dalam larutan urea masih lebih sedikit daripada jumlah molekul air dan etanol yang menguap dalam larutan etanol pada titik didih larutan etanol. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa pada saat larutan etanol mencapai titik didihnya,
71
tekanan uap larutan urea belum sama dengan tekanan udaranya sehingga larutan urea belum mendidih. d. Pada konsep kenaikan titik didih, simulasi pengukuran titik didih dirubah. Awalnya mengambil simulasi dari internet tetapi tidak digunakan karena menggunakan bahasa inggris dan tidak jelas titik didih tercapai kapan. Akhirnya diputuskan untuk membuat animasi pengukuran titik didih sendiri sehingga angka titik didih yang tercapai terlihat jelas. Berikut adalah gambar perubahan simulasi pengukuran titik didih.
(a)
(b)
Gambar 4. 8 (a) Simulasi Pengukuran Titik Didih Sebelum Perbaikan (b) Simulasi Pengukuran Titik Didih Setelah Perbaikan.
Gambaran molekul dalam berbagai larutan di bagian perbatasan fasa yang dimunculkan lebih tegaskan bahwa munculnya saat suhu 100oC (titik didih pelarut murni) pada tekanan 1 atm. Perbedaannya adalah jumlah molekul air yang menguap dalam larutan lebih sedikit daripada jumlah molekul air yang menguap pada air saja sehingga terlihat bahwa
72
tekanan uap larutan masih lebih kecil dari tekanan udaranya akibatnya larutan belum mendidih pada suhu tersebut. e.
Untuk menunjukkan bahwa konsep kenaikan titik didih merupakan sifat koligatif larutan, maka ditampilkan animasi pengukuran titik didih berbagai larutan nonelektrolit pada berbagai konsentrasi. Gambaran molekul di bagian perbatasan fasa untuk setiap larutan pun dimunculkan saat mendidih. Karena tujuannya untuk membandingkan larutan dengan konsentrasi yang berbeda tekanan uap larutan pada suhu titik didih pelarut pun berbeda pula, maka gambaran molekul dibedakan untuk setiap larutan dengan konsentrasi yang berbeda. Pada larutan dengan konsentrasi 0,01 m jumlah zat terlarut lebih sedikit dari jumlah partikel pada larutan dengan konsentrasi 0,02 m.
f.
Untuk membandingkan kenaikan titik didih larutan elektrolit dan nonelektrolit selain ditunjukkan tabel juga ditampilkan animasi pengukuran titik didih larutan nonelektrolit dan elektrolit pada konsentrasi sama. Pemunculan simulasi pengukuran titik didih larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit dimunculkan dalam satu frame yang sama dengan tujuan untuk membandingkan kenaikan titik didih larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit. Perbaikan-perbaikan di atas diwujudkan dalam bentuk pengembangan
level representasi kimia (makroskopik, mikroskopik dan simbolik) yang akan digunakan
dalam
pembuatan
deskripsi
pembelajaran
beserta media
pendukung. Hasil perbaikan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.5.
73
C. Pengembangan Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Submateri Pokok Kenaikan Titik Didih Larutan Pengembangan strategi pembelajaran intertekstual diwujudkan dalam bentuk deskripsi pembelajaran yang dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang mencakup deskripsi pembelajaran kenaikan titik didih larutan, media, lembar kerja siswa dan instrumen evaluasi. Selanjutnya rencana
pelaksanaan
pembelajaran
tersebut
dioptimalisasi
dengan
mempertimbangkan saran dan masukan dari pakar dalam bidang kimia dan pembelajaran kimia (tim dosen pembimbing dan guru kimia SMA) dan rekan satu tim.
a. Rancangan Strategi Pembelajaran Intertekstual Deskripsi pembelajaran dikembangkan berdasarkan hasil analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam standar isi dan analisis buku. Indikator dan konsep yang dikembangkan berdasarkan hasil analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi acuan untuk menentukan langkah-langkah dalam pembelajaran. Deskrispsi pembelajaran ini terdiri dari kegiatan guru, kegiatan siswa dan media yang digunakan untuk setiap tahap. Konsep intertekstualitas ilmu kimia diterapkan dalam proses pembelajarannya,
yaitu
dengan
menghubungkan
level
makroskopik,
mikroskopik dan simbolik serta pengalaman sehari-hari yang tercakup dalam level makroskopik. Pembelajaran dikembangkan dengan menggunakan pendekatan konsep. Pendekatan konsep ini sejalan dengan model inkuiri karena dalam pendekatan konsep ini siswa dibimbing guru untuk menemukan
74
sendiri konsep-konsep yang terdapat dalam submateri pokok kenaikan titik didih larutan. Metode diskusi diharapkan cocok untuk pembelajaran ini. Masalah-masalah dimunculkan sesuai dengan konsep yang ada dalam submateri pokok kenaikan titik didih larutan. Model inkuiri dipilih karena dalam proses pembelajaran inkuiri, siswa tidak hanya dituntut untuk menghafal, tetapi siswa juga dituntut untuk berpikir, sehingga siswa dapat menemukan konsep sendiri. Model inkuiri ini mempunyai ciri khas tersendiri. Ciri-ciri ini terlihat dalam prosesnya seperti, siswa
melakukan
mengemukakan
kegiatan hasil
untuk
mengobservasi,
pengamatan,
merumuskan
meramalkan, hipotesis,
menginterpretasikan data dan mengontrol variabel. Ciri-ciri kegiatan mengobservasi,
meramalkan,
mengemukakan
hasil
pengamatan
dan
merumuskan hipotesis dapat ditunjukkan pada kegiatan pembelajaran indikator “mendeskripsikan proses mendidih” dan konsep “Mendidih adalah proses perubahan fasa dari cair menjadi gas pada saat titik didih tercapai”. Dalam kegiatan tersebut siswa diminta untuk mengamati video proses pendidihan air, kemudian siswa diminta untuk mengemukakan hasil pengamatannya secara berkelompok. Setelah itu, data yang siswa amati diolah menjadi suatu kesimpulan mengenai konsep itu sendiri. Untuk ciri-ciri seperti “menginterpretasikan data dan mengontrol variabel” salah satunya terdapat pada proses pembelajaran indikator “Menjelaskan bahwa kenaikan titik didih merupakan salah satu sifat koligatif larutan” dan konsep “Kenaikan titik didih merupakan sifat koligatif larutan
75
karena hanya bergantung pada konsentrasi larutan dan tidak bergantung pada jenis zat terlarut”. Dalam pembelajaran ini siswa ditunjukkan data kenaikan titik didih beberapa larutan nonelektrolit pada berbagai konsentrasi. Dari data tersebut, siswa diminta untuk mengolahnya dengan mengontrol variabelvariabel yang ada sehingga siswa dapat menarik sebuah kesimpulan. Metode diskusi dapat dilihat dari setiap tahap kegiatan pembelajaran. Misalnya, dalam tahapan pembelajaran konsep “Mendidih adalah proses perubahan fasa dari cair menjadi gas pada saat titik didih tercapai” terdapat tahapan siswa diminta untuk mendiskusikan perbedaan dan persamaan yang teramati dari video proses kenaikan titik didih larutan. Misalnya, “Guru meminta siswa untuk mendiskusikan perbedaan yang nampak pada video proses pendidihan air sebelum dipanaskan, saat dipanaskan dan saat mendidih dan menuliskan hasilnya pada lembar kerja siswa (LKS)”. Masalah yang diberikan kepada siswa pada tahapan ini adalah perbedaan dan persamaan yang teramati pada video proses pendidihan air. Contoh lainnya seperti “Guru meminta mendiskusikan penyebab fenomena titik didih larutan etanol < air < larutan urea dengan meminta siswa untuk mengamati animasi gambaran mikroskopik larutan urea, dan larutan etanol saat mendidih pada bagian permukaan cairan” tahapan pembelajaran ini terdapat pada tahapan pembelajaran pada indikator “Menjelaskan pengertian kenaikan titik didih” dan konsep “Titik didih larutan dengan zat terlarut sulit menguap lebih tinggi daripada titik didih pelarut murninya”. Deskripsi pembelajaran kenaikan titik didih larutan dapat dilihat pada Lampiran 1.6.
76
Deskripsi pembelajaran dilengkapi dengan media pembelajaran dan lembar kerja siswa (LKS). Media dikembangkan berdasarkan hasil perbaikan analisis level makroskopik, mikroskopik dan simbolik setelah validasi. Media ini disusun sesuai dengan indikator yang ingin dicapai dan konsep yang ingin dipelajari. LKS disusun untuk memfasilitasi siswa dalam menarik kesimpulan dan mengembangkan keterampilan proses di setiap tahapan pembelajaran. LKS disusun sesuai dengan tahapan pembelajarannya. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan siswa menarik kesimpulan setiap konsepnya. Contoh keterampilan yang dikembangkan dalam LKS salah satunya adalah keterampilan proses mengamati, dalam pembelajaran siswa diminta untuk mengamati perbedaan dan persamaan gambaran molekul-molekul air dalam fasa cair, fasa uap dan perbatasan fasa sebelum dipanaskan (T=25oC), saat dipanaskan (T=65oC) dan saat mendidih (T=100oC). Dalam LKS ini siswa diminta untuk membuat tabel persamaan dan perbedaan itu. Selain itu juga, pertanyaan-pertanyaan
yang
diberikan
kepada
siswa
di
deskripsi
pembelajaran juga ditulis dalam LKS agar siswa dapat mencerna pertanyaan itu dan menjawabnya. Instrumen evaluai disusun dalam bentuk pilihan ganda. Kemampuan yang digali tidak hanya kemampuan kognitif secara makroskopik dan simbolik saja. Kemampuan mikroskopiknya pun digali, salah satu contoh soal untuk menggali level mikroskopik konsep mendidih adalah seperti berikut ini. Perhatikan beberapa gambaran molekul berikut ini!
77
(1)
(2)
(4)
(3)
(5)
Gambar 4.9 Alternatif Gambaran Molekul dalam Gelembung yang Muncul Saat Air Mendidih. Diantara gambar-gambar tersebut, manakah gambar yang menunjukkan gambaran molekul dalam gelembung yang muncul saat air mendidih? a. b. c. d. e.
Gambar (1) Gambar (2) Gambar (3) Gambar (4) Gambar (5) Soal ini dimunculkan karena adanya miskonsepsi yang terjadi pada
siswa. Siswa seringkali menganggap bahwa molekul-molekul air yang menguap saat mendidih berubah menjadi atom O dan H atau molekul O2 dan H2 atau ion OH- dan H+.
78
b. Optimalisasi Strategi Pembelajaran Optimalisasi
dilakukan
dengan
cara
menerapkan
rancangan
pembelajaran yang telah disusun, beserta media yang digunakan melalui presentasi di hadapan ahli (tim dosen pembimbing dan guru kimia SMA) dan rekan satu tim. Saat presentasi, terdapat banyak masukan baik dari dosen maupun dari guru terhadap deskrispsi pembelajaran dan media yang diterapkan. Beberapa masukan saat optimalisasi dihadapan pakar dalam bidang kimia dan pendidikan kimia, yaitu: (1) Saat menampilkan video proses pendidihan air, siswa tidak bisa mengamati skala termometer. Disarankan agar skala termometer pada video proses pendidihan air diperjelas dengan menampilkan angka saat skalanya muncul sehingga siswa dapat melihat skala termometer dan mengamati suhu. (2) Gambaran molekul air di fasa uap, fasa cair dan perbatasan fasa saat sebelum dipanaskan, saat dipanaskan dan saat mendidih kurang terlihat acak terutama di fasa uap. Terkesan gerakan molekul air monoton dan tidak simultan (artinya molekul air yang menguap dan mengembun tidak bersamaan). Keterangan sebelum dipanaskan, saat dipanaskan dan saat mendidih diperjelas dengan memberi keterangan tambahan suhu. (3) Saat menampilkan simulasi air mendidih dalam wadah tertutup dengan tutup piston level makroskopik untuk konsep titik didih terlihat piston seolah-olah merupakan besi yang berat. Padahal asumsi untuk piston
79
yaitu tidak bermassa dan tidak ada gesekan dengan silindernya. Jadi, gambar poston digambarkan dengan sebuah garis tipis. (4) Tabel titik didih air pada berbagai tekanan yang ditampilkan diberi tambahan satu kolom tekanan dalam satuan atomosfer (atm) agar sesuai dengan kurva tekanan terhadap titik didih. Kurva tekanan terhadap titik didih yang ditampilkan lebih baik tidak diberi garis penghubung antar titik, agar siswa tidak menganggap bahwa letak setiap titik sesuai dengan letak garis penghubung tersebut. (5) Tampilan simulasi pengukuran titik didih larutan dengan zat terlarut nonvolatil lebih tinggi dibandingkan dengan titik didih pelarutnya sebaiknya dipercepat, jangan terlalu lambat karena akan menghabiskan waktu hanya untuk mengamati proses pendidihan larutan. (6) Saat menampilkan animasi molekul-molekul di bagian perbatasan fasa larutan diatur agar siswa sempat mengamati dan dapat menghitung jumlah molekul yang menguap dan yang mengembun untuk keadaan yang berbeda yaitu sebelum dipanaskan, saat dipanaskan dan saat mendidih, sehingga terlihat perbedaannya dengan jelas, yakni saat sebelum dipanaskan jumlah molekul air yang menguap lebih sedikit dibandingkan jumlah molekul air yang menguap saat dipanaskan, begitu pula jumlah molekul air yang menguap saat dipanaskan masih lebih sedkit saat dipanaskan dibandingkan dengan jumlah molekul air yang menguap saat mendidih.
80
(7) Diagram fasa larutan relatif terhadap pelarut air diambil dari textbook. Agar ukuran dan skala proporsional. (8) Untuk mempermudah dalam membandingkan kenaikan titik didih larutan elektrolit dan nonelektrolit, tampilan animasi pengukuran titik didih larutan disatukan dalam satu frame. (9) Kesebandingan antara kenaikan titik didih larutan elektrolit dan konsentrasi belum terlihat, sehingga dalam deskripsi pembelajarannya siswa ditunjukkan tabel kenaikan titik didih larutan elektrolit pada berbagai konsentrasi. Diharapkan dengan mengamati data pada tabel tersebut, siswa dapat menarik kesimpulan bahwa kenaikan titik didih larutan elektrolit sebanding dengan konsentrasinya. (10) Pada konsep faktor van’t Hoff, awalnya siswa hanya diberi pertanyaanpertanyaan yang sifatnya hanya mengandalkan imajinasi siswa yang disampaikan melalui media tanpa menampilkan gambaran makroskopik dan mikroskopiknya. Misalnya, “Apa yang terjadi apabila asam cuka (CH3COOH) dilarutkan
dalam
air?”.
Sebaiknya pertanyaan
ini
ditampilkan gambaran makroskopik, mikroskopik animasi ionisasi asam asetat dalam air, dan persamaan ionisasinya sebagai level simbolik. (11) Latihan soal yang ditampilkan tidak hanya pada level makroskopik dan simboliknya saja, level mikroskopiknya pun perlu disertakan. Beberapa masukan dari guru SMA, yaitu kesimpulan-kesimpulan yang dimunculkan dalam media harus disesuaikan dengan tujuan setiap slide. Selain-itu juga konsep-konsep penting pada setiap judul diberi penekanan
81
lagi. Kemudian saat memunculkan persamaan molalitas diberi tambahan keterangan setiap simbolnya. Sama halnya dengan komentar dari dosen, animasi pendidihan air dipercepat. Masukan-masukan tersebut dipertimbangkan kemudian dilakukan perbaikan. Awalnya dalam deskrispsi pembelajaran tidak dituliskan jawabanjawaban siswa yang diharapkan. Setelah presentasi, dituliskan jawabanjawaban yang diharapkan muncul. Selain itu, sebelum presentasi dalam deskripsi pembelajaran tidak ada alternatif jawaban siswa dan usaha guru untuk tetap mengarahkan siswa agar tujuan pembelajaran tercapai, tetapi setelah presentasi dicantumkan. Misalnya, awalnya “Guru meminta siswa menyimpulkan alasan rendahnya tekanan uap larutan gula pada suhu 100oC” setelah diperbaiki “Guru meminta siswa menyimpulkan alasan rendahnya tekanan uap larutan gula pada suhu 100oC. (Apabila siswa belum dapat menjawab sesuai dengan jawaban yang diharapkan maka guru bertanya tentang spesi yang ada dalam larutan dan meminta siswa menghubungkan spesi yang ada dalam larutan dengan tekanan uapnya).” Setelah presentasi media pembelajaran juga diperbaiki sesuai dengan masukan-masukan yang tercantum pada halaman sebelumnya. Salah satu perubahan dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini.
82
Makna harga i untuk larutan elektrolit lemah
Penurunan persamaan faktor van’t Hoff Apa yang terjadi ketika cuka (CH3COOH) dimasukkan ke dalam air?
Contohnya senyawa CH3COOH CH3COOH
CH3COO- + H+ Animasi ionisasi CH3COOH
Berapakah jumlah partikel dalam larutan CH3COOH bila reaksinya mengalami kesetimbangan?
CH3COOH
CH3COO- + H+ Konsep
Sifat Koligatif Larutan
13
Back
Next
(a) (b) Gambar 4.10 (a) Slide Konsep Faktor Van’t Hoff Sebelum Perbaikan (b) Slide Konsep Faktor Van’t Hoff Setelah Perbaikan Awalnya, siswa hanya diberi pertanyaan yang dituliskan dalam slide. Namun, setelah mengalami perbaikan siswa diberikan gambar larutan cuka sebagai level makroskopik dan gambaran mikroskopik ionisasi cuka dalam air serta persamaan reaksi ionisasi dalam air. Deskripsi pembelajaran, media pembelajaran, lembar kerja siswa, dan instrumen evaluasi yang telah mengalami perbaikan terlampir pada Lampiran 2.2.