Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI 4.1
PERENCANAAN SALURAN PIPA Perencanaan saluran pipa yang dimaksud adalah perencanaan pipa dari pertemuan Sungai Cibeet dengan Saluran Tarum Barat ke Jakarta yang dialirkan secara gravitasi sepanjang 37 km dengan kapasitas debit (Q) sebesar 31 m3/detik dan beda ketinggian (H) sebesar 8.09 m, yang meliputi perencanaan diameter pipa, tebal pipa, kecepatan aliran dalam pipa, debit yang mengalir didalam pipa, kehilangan tinggi tekan pada pipa, bak penampung air dan pompa air dan jembatan penumpu pipa.
4.1.1
Perencanaan Dimensi Pipa Perencanaan dimensi pipa ini meliputi perencanaan diameter pipa, tebal pipa, kecepatan aliran pipa, dan debit aliran pipa.
4.1.1.1 Perencanaan Diameter Pipa Formula yang digunakan untuk menghitung diameter pipa adalah sebagai berikut : 1/ 4
Q2 D = 3.55 2 gH dimana: D : Diameter pipa Q : Debit H : Beda ketinggian g : percepatan gravitasi Dengan Q = 31 m3/s, H = 8.09 m dan g = 9.8 m/s2 maka diperoleh diameter pipa, D = 5.57 m. Diameter yang diperoleh sangat besar, untuk itu perhitungan diulang dengan menggunakan debit-debit yang lebih kecil untuk dialirkan ke pipa. Berikut ini hasil perhitungan diameter pipa dengan berbagai debit.
Tabel 4.1 Dimensi Pipa Q (m3/s) 15.5 3.5 2.6
D (m) 4 2.1 1.8
Jumlah Pipa 2 9 12
Dengan alasan teknis karena dapat mempermudah dalam pelaksanaan konstruksi dan ketersediaan pipa di pasaran maka dipilih pipa dengan diameter, D = 1.8 m sebanyak 12 buah pipa.
IV-1
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
4.1.1.2 Perencanaan Tebal Pipa Tebal minimum pipa dihitung dengan menggunakan Cylinder Formula sebagai berikut : D + 800 t= 400 dimana : t : Tebal Pipa (mm) D : Diameter pipa (mm) Dengan menggunakan diameter pipa yang diperoleh pada perhitungan diameter pipa diatas yaitu D = 1.8 m = 1800 mm, maka diperoleh tebal pipa, t = 7 mm.
4.1.1.3 Perencanaan Kecepatan Aliran Dalam Pipa Kecepatan aliran dalam pipa dihitung dengan menggunakan formula berikut : v=
Q A
dimana: v : Kecepatan aliran dalam pipa Q : Debit yang mengalir dalam pipa A
1 : Luas penampang pipa πD 2 4
Sehingga dengan Q = 2.6 m3/s, D = 1.8 m diperoleh kecepatan aliran dalam pipa sebesar, v = 1.03 m/s.
4.1.2
Perhitungan Kehilangan Tinggi Tekan Air Pada Pipa Kehilangan tinggi tekan air pada pipa dihitung dengan menggunakan persamaan Darcy-Weisbach sebagai berikut :
hf = f
L v2 D 2g
dimana: hf : kehilangan tinggi tekan akibat gesekan f : faktor gesek L : panjang pipa D : diameter pipa
IV-2
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
v g
: kecepatan aliran : gravitasi
Kehilangan tinggi tekan air pada pipa dengan f = 0.045 (pipa baja baru) dari diagram moody, L = 37 km, D = 1.8 m, v = 1.03 m/s adalah hf = 11,19 m. Karena beda ketinggian antara Cibeet dan Jakarta, H = 8.09 m maka untuk dapat mengalir ke Jakarta air di Cibeet harus dinaikan setinggi 3.1 m.
4.1.3
Perencanaan Bak Penampungan Air Sebelum dialirkan melalui pipa ke Jakarta, air di Cibeet harus dinaikkan setinggi 3.1 m dengan menggunakan pompa banjir dengan kapasitas 4-5 m3/s sebanyak 6 buah dan ditampung dalam suatu bak penampungan air. Bak penampungan air ini didesain dengan kapasitas tampungan 187.5 m3 dan diletakkan di sisi kiri dan kanan Saluran Tarum Barat dengan 6 buah pipa pada masing-masing bak tampungan air. Bak direncanakan dengan ukuran 15 m x 5 m x 2.5 m (ukuran basah) yang terbuat dari beton dengan tebal dinding 15 cm dan menumpu pada struktur rangka baja. Tinggi air di dalam bak direncanakan tetap 2.5 m dari dasar bak, hal ini untuk menjaga tinggi tekan air sebesar 11.19 m. Berikut potongan melintang bak penampungan air di Cibeet:
Gambar 4.1 Potongan melintang bak tampungan air (pada satu sisi).
IV-3
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
Gambar 4.2 Tampak samping bak penampung dengan pompa. 4.1.3.1 Perencanaan Struktur Portal Baja Bak Air • Pembebanan Struktur rangka baja didesain untuk menumpu beban bak penampungan air. Struktur baja ini dianalisis dengan menggunakan Program SAP. Program SAP digunakan karena program ini mampu untuk menghitung gaya-gaya dalam yang timbul akibat beban luar dan dengan program ini dapat ditentukan juga dimensi dan jenis material strukturnya. Beban-beban yang diperhitungkan adalah sebagai berikut: a. Beban Air di dalam Bak (qa) : ρair = 1000 kg/m3 qa = 1000 x 2.5 x 0.55 = 1.375 ton/m b. Beban Bak : ρbeton = 2400 kg/m3 (Beton fc’ 35) qb = 2400 x 0.15 x 3 = 0.72 ton/m c. Beban Pipa dan Air tiap 10 m: Pipa direncanakan menumpu pada perletakkan setiap 10 m, setiap perletakkan akan menerima setengah beban dari berat pipa dan berat air didalam pipa. Berikut besarnya beban pipa dan air didalam pipa yang dipikul oleh perletakkan pipa :
o Pipa baja: ρbaja = 7850 kg/m3 Luas Penampang dalam pipa (A1): 1 1 A1 = πD 2 = x3.14 x1.8 2 = 2.54m 2 4 4
IV-4
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
Luas penampang luar pipa (A2): 1 1 A2 = πD 2 = x3.14 x1.807 2 = 2.56 m 2 4 4 Berat pipa: W pipa = ( A2 − A1 )xρ baja x10 = (2.56 − 2.54 )x7850 x10 = 3.9ton
o Berat air dalam pipa: ρair = 1000 kg/m3 Luas penampang air dalam pipa: 1 1 A = πD 2 = x3.14 x1.8 2 = 2.54m 2 4 4 Berat air : Wair = Axρ air x10 = 2.54 x1000 x10 = 63.5ton o Berat total: Wtot = W pipa + Wair = 67.4ton o Berat pipa dan air pada perletakkan: 1 W = Wtot = 33.7ton 2 Permodelan pembebanan pada struktur dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 4.3 Permodelan pembebanan bak tampungan dengan program SAP. •
Permodelan Struktur Portal Baja Bak Air Struktur portal baja ini modelkan dengan menggunakan Program SAP. Model struktur portal baja pada Program SAP seperti pada gambar berikut ini:
IV-5
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
Gambar 4.4 Permodelan struktur baja bak tampungan dengan program SAP. Setelah dianalisis dengan menggunakan Program SAP maka didapatkan profil baja yang digunakan pada struktur portal baja bak air adalah Baja BJ41 profil IWF 300.300.10.15. Berikut ini gambar profil IWF 300.300.10.15 :
Gambar 4.5 Profil baja IWF 300.300.10.15. 4.1.4
Perencanaan Struktur Pondasi Bak Penampungan Air Pada perencanaan struktur pondasi ini digunakan program A-pile yaitu program yang digunakan untuk menghitung kapasitas pondasi terhadap gaya aksial dengan jenis tanah yang seragam . Jenis tanah diasumsikan seragam yaitu tanah lempung dengan γsat = 16 KN/m3, Cc=0.16 dan gaya yang bekerja pada pondasi hanya gaya aksial. Berikut dimensi pondasi untuk masing-masing joint A, B, C dan D. • Pondasi di Joint A Pondasi pada joint A merupakan pondasi dangkal lingkaran yang terbuat dari beton fc’35 dengan diameter 3m dan kedalaman 1m.
IV-6
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
Gambar 4.6 Pondasi dangkal joint A pada bak tampungan. •
Pondasi di Joint B Pondasi pada joint B merupakan pondasi tiang group dengan diameter 0.3m, kedalaman tiang 5m dan mempunyai pilecap dengan ukuran 3x3m.
Gambar 4.7 Pondasi tiang joint B pada bak tampungan. •
Pondasi di Joint C Pondasi pada joint C merupakan pondasi tiang group dengan diameter 0.4m, kedalaman tiang 5m dan mempunyai pilecap dengan ukuran 3x3m.
IV-7
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
Gambar 4.8 Pondasi tiang joint C pada bak tampungan. •
Pondasi di Joint D Pondasi pada joint B merupakan pondasi tiang group dengan diameter 0.3m, kedalaman tiang 5m dan mempunyai pilecap dengan ukuran 2x2m. Pemilihan pondasi tiang pada semua joint adalah untuk menghindari keruntuhan akibat gerusan pada tebing kanal. Gerusan yang terjadi terus menerus dapat mengakibatkan pendangkalan pada kaki pondasi sehingga dapat mengakibatkan keruntuhan struktur, oleh karena itu pemilihan pondasi tiang sangat cocok pada kondisi ini.
IV-8
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
Gambar 4.9 Pondasi tiang joint D pada bak tampungan. 4.1.5
Perencanaan Struktur Tumpuan Pipa Tumpuan pipa direncanakan setiap 10 m dengan menggunakan struktur portal baja dan dianalisis menggunakan Program SAP. Berikut ini adalah potongan melintang tumpuan pipa disepanjang Saluran Tarum Barat:
Gambar 4.9 Potongan melintang pemipaan. 4.1.5.1 Pembebanan Beban-beban yang bekerja pada tumpuan pipa adalah sebagai berikut : • Pipa baja: ρbaja = 7850 kg/m3
IV-9
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
Luas Penampang dalam pipa (A1): 1 1 A1 = πD 2 = x3.14 x1.8 2 = 2.54m 2 4 4 Luas penampang luar pipa (A2): 1 1 A2 = πD 2 = x3.14 x1.807 2 = 2.56 m 2 4 4 Berat pipa: W pipa = ( A2 − A1 )xρ baja x10 = (2.56 − 2.54 )x7850 x10 = 3.9ton •
Berat air dalam pipa: ρair = 1000 kg/m3 Luas penampang air dalam pipa: 1 1 A = πD 2 = x3.14 x1.8 2 = 2.54m 2 4 4 Berat air: Wair = Axρ air x10 = 2.54 x1000 x10 = 63.5ton
•
Berat total: Wtot = W pipa + Wair = 67.4ton
•
Berat pipa dan air pada perletakkan: 1 W = Wtot = 33.7ton 2 Permodelan pembebanan pada struktur dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 4.10 Permodelan pembebanan pipa dengan program SAP. 4.1.5.2 Permodelan Struktur Portal Struktur portal baja ini modelkan dengan menggunakan Program SAP. Model struktur portal baja pada Program SAP seperti pada gambar berikut ini:
IV-10
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
Gambar 4.11 Permodelan struktur baja pipa dengan program SAP. Setelah dianalisis dengan menggunakan Program SAP maka didapatkan profil baja yang digunakan pada struktur portal baja bak air adalah Baja BJ41 profil IWF 250.250.9.14. Berikut ini gambar profil IWF 250.250.9.14 :
Gambar 4.12 Profil baja IWF 250.250.9.14. 4.1.6
Perencanaan Struktur Pondasi Tumpuan Pipa Pada perencanaan struktur pondasi ini digunakan program A-pile yaitu program yang digunakan untuk menghitung kapasitas pondasi terhadap gaya aksial dengan jenis tanah yang seragam . Jenis tanah diasumsikan seragam yaitu tanah lempung dengan γsat = 16 KN/m3, Cc=0.16 dan gaya yang bekerja pada pondasi hanya gaya aksial sehingga dapat digunakan program A-pile untuk menghitung pondasi. Berikut dimensi pondasi yang didapat untuk masing-masing pondasi di joint A, B, C dan D. • Pondasi di Joint A Pondasi pada joint A merupakan pondasi dangkal lingkaran yang terbuat dari beton fc’35 dengan diameter 3m dan kedalaman 1m.
IV-11
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
Gambar 4.13 Pondasi dangkal joint A pada pipa. •
Pondasi di Joint B Pondasi pada joint B merupakan pondasi tiang group dengan diameter 0.3m, kedalaman tiang 5m dan mempunyai pilecap dengan ukuran 3x3m.
Gambar 4.14 Pondasi tiang joint B pada pipa. •
Pondasi di Joint C Pondasi pada joint C merupakan pondasi tiang group dengan diameter 0.4m, kedalaman tiang 5m dan mempunyai pilecap dengan ukuran 3x3m.
IV-12
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
Gambar 4.15 Pondasi tiang pada joint C pada pipa. •
Pondasi di Joint D Pondasi pada joint B merupakan pondasi tiang grup dengan diameter 0.3 m, kedalaman tiang 5 m dan mempunyai pilecap dengan ukuran 2x2 m. Pemilihan pondasi tiang pada semua joint adalah untuk menghindari keruntuhan akibat gerusan pada tebing kanal akibat adanya aliran sungai.
Gambar 4.16 Pondasi tiang joint D pada pipa. IV-13
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
4.2
PERENCANAAN SIPON Saluran sipon yang direncanakan adalah pada pertemuan antara Saluran Tarum Barat dengan Sungai Cakarang serta Saluran Tarum Barat dengan Sungai Bekasi. Berikut rincian perencanaan sipon:
4.2.1
Perencanaan Sipon Pada Pertemuan Saluran Tarum Barat dan Sungai Cikarang.
Gambar 4.17 Letak konstruksi Sipon Sungai Cikarang Sumber : ICWRMP, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen PU. Sipon pada pertemuan Saluran Tarum Barat dengan Sungai Cikarang ini direncanakan terbuat dari beton bertulang dengan pipa rangkap empat dengan dilengkapi pintu sorong pada setiap pipanya. Hal ini digunakan untuk kemudahan kontruksi dan perawatan sipon. Saat Sipon akan dibersihkan dari sedimentasi maka salah satu dari pintu pipa akan ditutup dan dapat dilakukan pembersihan. Sipon direncanakan untuk melewatkan air dengan kapasitas (Q) sebesar 50.23 m3/s.
4.2.1.1 Luas Basah Pipa Sipon Luas basah (A) sipon dihitung dengan kecepatan minimum (v) 3 m/s agar sedimen dapat terangkut melalui sipon. Luas penampang basah dihitung dengan persamaan berikut: Q 3 .5 sehingga : A=
IV-14
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
A=
50.23 = 14.35m 2 3 .5
Karena digunakan sipon pipa rangkap empat, sehingga dimensinya menjadi: h = b, sehingga:
h=
A 4
14.35 4 h = 1 .9
h=
Untuk kemudahan desain, h diambil 2 m. Perhitungan diulangi dengan prosedur yang sama sehingga diperoleh besaran-besaran seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.2 Dimensi Sipon Cikarang Q (m3/s) V (m/s) A (m2) B (m)
50.23 3.139 16 2
4.2.1.2 Kehilangan Energi Pada Sipon • Kehilangan Energi Akibat Gesekan Kehilangan energi akibat gesekan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : v2 L ∆Hf = 2 4 / 3 k R dimana : v (kecepatan aliran) L (panjang sipon) k (koefisien kekasaran Strickler) A 4 R (jari-jari hidraulis) = = P 8 Sehingga ∆Hf = 0.076 m •
: 3.139 m/s : 95 m : 70 : 0.5
Kehilangan Energi Pada Bagian Siku Kehilangan tinggi energi pada bagian siku dinyatakan dengan persamaan berikut :
IV-15
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
∆Hb = Kb
v2 2g
dimana : v : 3.139 m/s Kb (koefisien kehilangan energi), seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.3 Harga-harga Kb Sudut Siku Sudut Awal (Segi Empat) Sudut Akhir (Segi Empat)
Nilai Kb 10 0.04 15 0.05
Sehingga ∆Hb = 0.043 m •
Kehilangan Energi Pada Bagian Peralihan Kehilangan energi pada bagian peralihan yaitu pada bagian masuk sipon dan bagian keluar sipon dihitung dengan persamaan berikut : ∆H masuk = ξ masuk
(va − v1 )2 2g
dan ∆H keluar = ξ keluar dimana ξmasuk ξkeluar v1 v2 va
(v2 − va )2 2g
: : koefisien kehilangan pada bagian masuk sipon = 0.1 : koefisien kehilangan pada bagian keluar sipon = 0.2 : kecepatan aliran sebelum masuk sipon = 0.61 m/s : kecepatan aliran setelah keluar sipon = 2.009 m/s : kecepatan aliran didalam sipon = 3.193 m/s
Sehingga diperoleh : ∆Hmasuk = 0.033 m dan ∆Hkeluar = 0.013 m •
Kehilangan Energi Pada Kisi-kisi Untuk alasan keamanan dan mencegah sampah masuk ke dalam sipon, maka dimulut pipa sipon dipasang kisi-kisi penyaringan yang terbuat dari baja, kisikisi ini menyebabkan kehilangan energi pada sipon. Kehilangan energi pada kisi-kisi penyaringan dihitung dengan persamaan berikut:
IV-16
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
∆Hk = c
v2 2g
s c = β b dimana s β b δ
4/3
sin δ
: : jarak antar jeruji = 10 mm : koefisien jeruji = 1.8 (jeruji bulat) : lebar jeruji = 100 mm : kemiringan sudut jeruji terhadap arah datang air = 75o
Sehingga : c = 0.081 ∆Hk = 0.039 m Kehilangan energi total : ∆Htotal = ∆Hf+∆Hb+∆Hmasuk+∆Hkeluar+∆Hk ∆Htotal = 0.202 m Hasil perhitungan kehilangan tinggi energi pada sipon dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. 4 Hasil Perhitungan Kehilangan Energi Pada Sipon Sungai Cikarang Gesekan Bagian Siku Bagian Kisi-kisi Penyaring
Peralihan Hf total
V (Pipa) L k A P R Hf 3.063 95.000 70.000 16.402 8.100 2.025 0.071 v Kb1 Kb2 V (Pipa) g Hf 3.063 0.040 0.050 3.063 9.800 0.043 b b s d c g Hf 0.100 1.800 0.01 75.000 0.081 9.800 0.039 xmasuk V (Saluran) V (Pipa) g Hmasuk 0.100 0.610 3.063 9.800 0.031 xkeluar V (Pipa) V (Saluran) g Hkeluar 0.200 3.063 2.009 9.800 0.011 0.152
4.2.1.3 Saluran Baru Pada Sipon • Saluran Pada Hulu Sipon Dimensi saluran pada hulu Sipon Cikarang disamakan dengan dimensi saluran eksisting pada Saluran Tarum Barat. •
Saluran Pada Hilir Sipon Dimensi saluran pada hilir sipon dapat ditentukan sendir dengan menggunakan perhitungan seperti berikut: v awal pada saluran hilir sipon ditentukan 2 m/s. IV-17
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
v A Q A= v 50.23 A= 2
Q=
A = 25.12m 2 maka A diambil 25 m2. Q Sehingga: v = A 50.23 v= 25 v = 2.009m / s Dimensi saluran ditentukan dengan lebar saluran (b) = 10 m dan kedalaman air (h) = 2.5 m. Tinggi jagaan ditentukan 1 m. Menentukan kemiringan saluran (S) : 1 v = xR 2 / 3 xS 1 / 2 n
vxn S = 2/3 R
2
2.009 x0.013 S = 2/3 1.66 S = 0.000347 dimana
2
:
A 25 = : 1.66 P 15 n (koefisien kekasaran Manning) : 0.0013 untuk saluran gorong-gorong beton R (jari-jari hidraulis) =
Elevasi pada awal saluran setelah sipon : + 20.37 Elevasi pada akhir saluran setelah sipon : + 19.326625 Sehingga selisih elevasi pada saluran (∆) : 0.043375 ∆ S 0.043375 L= 0.000347 L = 125m Jadi panjang saluran baru di hilir sipon adalah 125 m.
L=
IV-18
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
Berikut ini adalah gambar disain Sipon Cikarang berdasarkan hasil perhitungan diatas.
Gambar 4.18 Tampak atas disain Sipon Sungai Cikarang. Sumber : ICWRMP, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen PU. Pada saluran baru ini diberi kantong lumpur untuk mengendapkan pasir atau lumpur, sehingga air yang masuk kedalam sipon mememiliki sedikit kandungan endapan. Pada hulu sipon juga diberi saluran pelimpah samping agar jika terjadi banjir, air banjir dapat dilimpahkan ke samping yang kemudian dibuang ke Sungai Cikarang.
Gambar 4.19 Penampang melintang saluran hulu Sipon Cikarang.
IV-19
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
Gambar 4.20 Penampang melintang saluran hilir Sipon Cikarang.
Gambar 4.21 Potongan melintang disain Sipon Sungai Cikarang. Pada mulut setiap sipon diberi kisi-kisi penyaring agar dapat menghindari bendabenda yang dapat menyumbat jalur air dan pintu air pada setiap pipanya agar dapat dapat ditutup pada saat salah satu pipa dibersihkan, sehingga orang dapat masuk dan terhindar dari air. Kisi-kisi penyaring hanya dipasang pada mulut sipon hulu, sedangkan pintu air dipasang pada semua mulut sipon baik di hulu dan di hilir.
Gambar 4.22 Potongan melintang Sungai Cikarang dan tampak samping Sipon Cikarang.
IV-20
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
Pada bagian sipon diberi terowongan dari atas permukaan tanah hingga dasar sipon sebagai ruang untuk orang masuk kedalam bagian sipon saat salah satu pipa sipon ditutup.
4.2.2
Perencanaan Sipon Pada Pertemuan Saluran Tarum Barat Dan Sungai Bekasi.
Gambar 4.23 Letak konstruksi Sipon Sungai Bekasi. Sumber : ICWRMP, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen PU. Sipon pada pertemuan Saluran Tarum Barat dengan Sungai Bekasi ini direncanakan terbuat dari beton bertulang dengan pipa rangkap tiga dengan dilengkapi pintu sorong pada setiap pipanya. Hal ini digunakan untuk kemudahan kontruksi dan perawatan sipon. Saat Sipon akan dibersihkan dari sedimentasi maka salah satu dari pintu pipa akan ditutup dan dapat dilakukan pembersihan. Sipon direncanakan untuk melewatkan air dengan kapasitas (Q) sebesar 36.53 m3/s.
4.2.2.1 Luas Basah Pipa Sipon Luas basah (A) sipon dihitung dengan kecepatan minimum (v) 3 m/s agar sedimen dapat terangkut melalui sipon. Luas penampang basah dihitung dengan persamaan berikut: A=
Q v
IV-21
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
sehingga: 36.53 A= = 12.177 m 2 3 Karena digunakan sipon pipa rangkap tiga, dimensinya menjadi: h = b, sehingga:
h=
A 2.625
12.177 2.625 h = 2.154 dimana : 2.625 = 3 x(3 x0.125) h=
Untuk kemudahan desain, h diambil 2.2 m. Perhitungan diulangi sehingga diperoleh besaran-besaran seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.5 Dimensi Sipon Bekasi 3
Q (m /s) V (m/s) 2 A (m ) B (m)
36.53 2.625 16 2
4.2.2.2 Kehilangan Energi Pada Sipon • Kehilangan Energi Akibat Gesekan Kehilangan energi akibat gesekan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : v2 L k 2R4/3 dimana : v (kecepatan aliran) L (panjang sipon) k (koefisien kekasaran Strickler) A 4 R (jari-jari hidraulis) = = P 8 Sehingga : ∆Hf = 0.09 m ∆Hf =
•
: kecepatan aliran = 2.625 m/s : panjang sipon = 121.143 m : koefisien kekasaran Strickler = 70 : 0.5
Kehilangan Energi Pada Bagian Siku Kehilangan tinggi energi pada bagian siku dinyatakan dengan persamaan berikut :
IV-22
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
∆Hb = Kb
v2 2g
dimana v Kb
: : kecepatan aliran = 2.625 m/s : koefisien kehilangan energi, harga Kb dapat dilihat pada tabel
Tabel 4.6 Harga-harga Kb Sudut Siku Sudut Awal (Segi Empat) Sudut Akhir (Segi Empat)
Nilai Kb 22 0,0593 20 0,0560
Sehingga : ∆Hb = 0.041 m •
Kehilangan Energi Pada Bagian Peralihan Kehilangan energi pada bagian peralihan yaitu pada bagian masuk sipon dan bagian keluar sipon dihitung dengan persamaan berikut : ∆H masuk = ξ masuk
(va − v1 )2 2g
dan ∆H keluar = ξ keluar
(v2 − va )2 2g
dimana : : koefisien kehilangan pada bagian masuk sipon = 0.1 ξmasuk ξkeluar : koefisien kehilangan pada bagian keluar sipon = 0.2 v1 : kecepatan aliran sebelum masuk sipon = 0.75 m/s v2 : kecepatan aliran setelah keluar sipon = 2.03 m/s va : kecepatan aliran didalam sipon = 2.625 m/s Sehingga diperoleh : ∆Hmasuk = 0.028 m dan ∆Hkeluar = 0.007 m •
Kehilangan Energi Pada Kisi-kisi Untuk alasan keamanan dan mencegah sampah masuk ke dalam sipon, maka dimulut pipa sipon dipasang kisi-kisi penyaringan yang terbuat dari baja, kisikisi ini menyebabkan kehilangan energi pada sipon. Kehilangan energi pada kisi-kisi penyaringan dihitung dengan persamaan berikut:
∆Hk = c
v2 2g IV-23
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
s c = β b dimana s β b δ
4/3
sin δ : : 10 mm : 1.8 (jeruji bulat) : 100 mm : 75
Sehingga : c = 0.081 ∆Hk = 0.028 m Kehilangan energi total: ∆Htotal = ∆Hf+∆Hb+∆Hmasuk+∆Hkeluar+∆Hk ∆Htotal = 0.202 m Hasil perhitungan kehilangan tinggi energi pada sipon dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. 5 Hasil Perhitungan Kehilangan Energi Pada Sipon Bekasi Gesekan Bagian Siku Bagian Kisi-kisi Penyaring
Peralihan Hf total
V (Pipa) L k A P R Hf 2.625 121.143 70.000 13.916 8.615 1.615 0.090 v Kb1 Kb2 V (Pipa) g Hf 2.625 0.059 0.056 2.625 9.800 0.041 b b s d c g Hf 0.100 1.800 0.01 75.000 0.081 9.800 0.028 xmasuk V (Saluran) V (Pipa) g Hmasuk 0.200 0.750 2.625 9.800 0.036 xkeluar V (Pipa) V (Saluran) g Hkeluar 0.400 2.625 2.030 9.800 0.007 0.202
4.2.2.3 Saluran Baru Pada Sipon • Saluran Pada Hulu Sipon Dimensi saluran pada hulu Sipon Bekasi tidak diperlukan, hal ini dikarenakan setelah saluran eksisting adalah sipon sehingga tidak perlu ada saluran yang dibelokan pada hulu sipon. •
Saluran Pada Hilir Sipon Dimensi saluran pada hilir sipon dapat ditentukan sendir dengan menggunakan perhitungan seperti berikut:
IV-24
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
v awal pada saluran hilir sipon ditentukan 2 m/s. v A Q A= v 36.53 A= 2
Q=
A = 18.26m 2 maka A diambil 18 m2. Q sehingga v = A 36.53 v= 18 v = 2.03m / s Dimensi saluran ditentukan dengan lebar saluran (b) = 6 m dan kedalaman air (h) = 3 m. Tinggi jagaan ditentukan 1 m. Menentukan kemiringan saluran (S) : 1 v = xR 2 / 3 xS 1 / 2 n
vxn S = 2/3 R
2
2.03 x0.013 S = 2/3 1 .5 S = 0.0004 dimana :
2
A 18 = : 1.5 P 12 n (koefisien kekasaran Manning) : 0.0013 untuk saluran gorong-gorong beton
R (jari-jari hidraulis) =
Elevasi pada awal saluran setelah sipon : + 16.48 Elevasi pada akhir saluran setelah sipon : + 16.392 Sehingga selisih elevasi pada saluran (∆) : 0.088 ∆ S 0.088 L= 0.0004 L = 220m Jadi panjang saluran baru di hilir sipon adalah 220 m.
L=
IV-25
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
Berikut ini adalah gambar disain Sipon Bekasi berdasarkan hasil perhitungan diatas.
Gambar 4. 24Tampak atas disain Sipon Sungai Bekasi. Sumber : ICWRMP, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen PU. Pada Sipon Bekasi diberi infrastruktur pendukung sama dengan Sipon Cikarang.
Gambar 4.25 Penampang melintang saluran hilir Sipon Bekasi. IV-26
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
Gambar 4.26 Potongan melintang disain Sipon Sungai Bekasi. Pada mulut setiap sipon diberi kisi-kisi penyaring agar dapat menghindari bendabenda yang dapat menyumbat jalur air dan pintu air pada setiap pipanya agar dapat dapat ditutup pada saat salah satu pipa dibersihkan, sehingga orang dapat masuk dan terhindar dari air. Kisi-kisi penyaring hanya dipasang pada mulut sipon hulu, sedangkan pintu air dipasang pada semua mulut sipon baik di hulu dan di hilir.
Gambar 4.27 Potongan melintang Sungai Bekasi dan tampak samping Sipon Bekasi. Pada bagian sipon diberi terowongan dari atas permukaan tanah hingga dasar sipon sebagai ruang untuk orang masuk kedalam bagian sipon saat salah satu pipa sipon ditutup.
4.3
PELEBARAN SALURAN EKSISTING Pada desain saluran sipon kapasitas kebutuhan air yang harus dialirkan melalui Saluran Tarum Barat melebihi kapasitas eksisting Saluran Tarum Barat sehingga perlu dilakukan pelebaran Saluran Tarum Barat agar dapat memenuhi kapasitas yang dibutuhkan.
IV-27
Perencanaan Sistem Suplai Air Baku DKI Jakarta dari Waduk Jatiluhur
Pelebaran saluran dimulai dari pertemuan Saluran Tarum Barat dengan Sungai Cibeet sampai Jakarta, karena dimulai dari pertemuan tersebut saluran mengalami penyempitan sehingga kapasitas saluran eksisting tidak mencukupi kapasitas yang dibutuhkan. Penyempitan saluran eksisting dikarenakan sudah berkurangnya debit pada hulu pertemuan Saluran Tarum Barat dengan Sungai Cibeet dikarenakan adanya intake disepanjang saluran antara Bendung Curug sampai pertemuan tersebut. Akibat dari penyempitan saluran ini sehingga diperlukan penambahan kapasitas saluran. Penambahan kapasitas saluran dilakukan dengan cara melebarkan saluran eksisting, hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan lereng saluran dengan membuat kemiringan talud sama dengan talud eksisting dan lebih mungkin untuk dilakukan jika dibandingkan dengan memperdalam dasar saluran. Jika saluran eksisiting diperdalam maka pada saat di Jakarta ketinggian muka air saluran akan lebih rendah daripada muka air laut sehingga air tidak dapat mengalir ke laut dan akan terjadi genangan. Berikut ini tabel kapasitas saluran Saluran Tarum Barat serta pelebaran salurannya.
Tabel 4.6 Kapasitas Saluran Tarum Barat Dan Lebar Galian Rencana DMI
Irigasi
Lain-lain
Lokasi m3
B. Tb.
5 2.2
Kebutuhan
Kebutuhan
Kapasitas Panjang Lebar Dasar Ketinggian
Tinggi
Debit Lokal
Debit Total
Eksisting
Saluran
Eksisiting
Muka Air
Jagaan
m3/s
m3/s
m3/s
m
m
m
m
23.0
2.82
1
4 0.6052
92.69
99.26951
25.3320
2.3320
23.0
2.71
1
4 0.6123
88.03
92.44423
24.6273
1.6273
25.5
2.16
1
4 0.6834
71.41
78.4335
28.7518
3.2518
20.5
2.19
1
4 0.7912
61.68
63.48882
21.3253
0.8253
17.0
2.41
1
4 0.6411
61.30
78.34647
24.0739
7.0739
18.0
2.15
1
3 0.6582
52.57
66.59056
24.5224
6.5224
17.5
2
1
3 0.6956
45.00
58.26997
24.1350
6.6350
17.0
1.89
1
3 0.7623
41.06
47.92112
20.6301
3.6301
10.4
2.02
1
2 0.7234
29.17
50.49935
20.9597 10.5597
m3
m3
-
-
2.16
63.22
82
0.49
-
0.49
61.06
80
m
Kecepatan m/s
Luas Basah
Luas Basah
Lebar Dasar
Galian
Eksisting
Rencana
Rencana
Pelebaran
m2
m2
m
m
28.0
CURUG-CIBEET
10529 B. Tb.
16
-
34.5 3929
B. Tb.
19
-
0.49
-
0.49
60.57
76.1
33.5 3623
B. Tb. 23a
-
-
-
0
60.08
80.1
28.5 5369
CIBEET-CIKARANG
B. Tb.
26 3.5
-
-
3.48
60.08
56.1 2491
B. Tb.
29
-
3
-
3
56.6
53.9 5898
B. Tb. 34b
-
3.37
-
3.37
53.6
48.8 903
B. Tb.
34
-
-
-
0
50.23
48.8 2073
CIKARANG-BEKASI
B. Tb.
35 6.4
-
-
6.4
50.23
39.3 4012
B. Tb.
38
-
3.3
-
3.3
43.83
34.6 7668
B. Tb.
44
-
4
-
4
40.53
31.3 1633
B. Tb. 46a
-
-
-
0
36.53
31.3 4416
B. Tb.
46 32
-
5
36.53
36.53
21.1 9630
IV-28