Programme
POLICY PAPER No. 8, SEPTEMBER 2012
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
INFRASTRUKTUR DAN LOGISTIK DI INDONESIA: KONDISI, KENDALA DAN SOLUSI ALTERNATIF Daftar Isi Team
○
○
○
○
○
○
○
i
Abstrak
○
○
○
○
○
○
○
1
Pendahuluan
○
○
○
○
○
○
○
1
Kondisi dan Kendala
○
○
○
○
○
○
○
2
○
○
○
○
○
○
○
Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
○
○
○
○
○
○
○
21
Daftar Pustaka
○
○
○
○
○
○
○
24
Permasalahan Pembiayaan
13
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Programme
Team
Penulis : Tulus Tambunan Steering Commitee 1. Hariyadi B. Sukamdani 2. Emirsyah Satar 3. Maxi Gunawan 4. Rahardjo Jamtomo Active Team 1. Didik J. Rachbini - Executive Director 2. Tulus Tambunan - Senior Economist and Project Team Leader 3. Rasidin Sitepu - Junior Economist 4. M. Hakim - Legal Councel 5. Yohanna M.L Gultom - Social Scientist 6. Aslim Nurhasan - PR Professional/Expert
Tulisan ini merupakan hasil pemikiran Tim Advokasi Program ACTIVE. Pertanyaan yang berkaitan dengan tulisan ini dapat diajukan kepada Tim ACTIVE Kadin Indonesia di
[email protected]
i
Programme
Abstrak
Pendahuluan Sejak berakhirnya krisis keuangan Asia 1997/ 98 bersamaan dengan perubahan politik di Indonesia dari era pemerintahaan Orde Baru ke era reformasi hingga saat ini masalah infrastruktur dan logistik yang dihadapi Indonesia bukannya semakin menghilangkan melainkan semakin serius. Dibandingkan dengan era Orde Baru, kondisi infrastruktur dan logistik di tanah air semakin buruk. Misalnya penambahan jumlah jalan raya berjalan sangat lambat, sementara semakin banyak jalan raya dan jembatan yang rusak dan tidak pernah
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Policy paper ini membahas secara garis besar kondisi infrastruktur dan logistik hingga saat ini dan kendala-kendala utama dalam pembangunanya di Indonesia. Data nasional maupun dari sejumlah lembaga regional/dunia memberi kesan bahwa sejak berakhirnya krisis keuangan Asia 1997/98 bersamaan dengan perubahan politik di Indonesia dari era pemerintahaan Orde Baru ke era reformasi hingga saat ini masalah infrastruktur dan logistik yang dihadapi Indonesia bukannya semakin menghilangkan melainkan semakin serius. Dibandingkan dengan era Orde Baru, kondisi infrastruktur dan logistik di tanah air semakin buruk. Dugaan umum selama ini adalah bahwa kekurangan dana atau tidak bersedianya sektor swasta untuk membiayai pembangunan infrastruktur di dalam negeri sebagai kendala utama selama ini. Namun sebenarnya dana bukan masalah, melainkan banyak hambatan di lapangan yang membuat proyek-proyek yang sudah siap didanai oleh pihak swasta termasuk bank-bank dan investor-investor asing tertunda atau bahkan batal dilaksanakan, atau banyak calon investor membatalkan niatnya untuk investasi di sektor infrastruktur di tanah air.Hambatan terbesar adalah ketidakpastian hukum perihal pembebasan lahan, yang disusul oleh birokrasi yang masih ruwet yang membuat pengurusan izin pelaksanaan proyek bertele-tele dan mahal. Ada tiga langkah yang perlu diambil oleh pemerintah yang ditekankan di dalam policy paper ini. Pertama,baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus tetap terus berupaya menaikkan porsi anggaran dari APBN untuk pendanaan infrastruktur. Kedua, pemerintah pusat harus secepatnya memberikan kepastian hukum mengenai pembebasan lahan dengan segera mengeluarkan UU pembebasan lahan, dan menyederhanakan proses untuk mendapatkan izin pelaksanaan proyek infrastruktur. Ketiga, rencana pemerintah untuk membentuk bank infrastruktur perlu disambut dengan positif (sesuatu langkah yang tidak salah). Namun rencana tersebut harus didasarkan pada sebuah perhitungan yang matang mengenai dua hal, yakni (i) untung ruginya (dibandingkan dengan tidak adanya bank khusus infrastruktur) serta (ii) faktorfaktor pendukung yang ada dan faktor-faktor penghambat (secara langsung maupun tidak langsung), dan solusinya menangani faktor-faktor penghambat tersebut. Bagaimana mendapatkan dana yang tidak kecil jumlahnya sebagai modal dari bank tersebut adalah termasuk salah satu hal yang harus dipikirkan secara sangat serius. diperbaiki. Menurut hasil sebuah penelitian dari Bank Dunia, porsi infrastruktur di negaranegara Asia dan Pasifik Timur rata-rata sudah 72 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sedangkan Indonesia untuk tahun 2012 diperkirakan hanya 3,9 hingga 4 persen, dan pada tahun 2013 porsinya akan naik sedikit antara 4,4 hingga 4,5 persen. Memang investasi di infrastruktur di tanah air selama tujuh tahun terakhir rata-rata kurang dari 4 persen dari PDB1. di
Memang sangat ironis melihat bahwa satu sisi, Indonesia berusaha
1 Dikutip dari harian Kompas, “Infrastruktur Jauh Tertinggal”, Ekonomi, Jumat, 15 Juni 2012, halaman 19.
1
Programme
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
meningkatkan daya saing globalnya agar bisa menikmati dampak positif dari liberalisasi perdagangan dunia dan bisa menjadi salah satu pemain besar di dalam era globalisasi perekonomian dunia (produksi, investasi dan perdagangan). Menurut Rachbini (2012) Indonesia menargetkan menjadi negara maju dan menjadi kekuatan 10 besar dunia pada tahun 2030. Pada tahun 2050 PDB nominal Indonesia diperkirakan akan mencapai 3,76 hingga 4,47 miliar dollar Amerika Serikat (AS); dan PDB per kapita antara 12.855 hingga 16.160 dollar AS. Namun, di satu sisi, dapat dikatakan bahwa hingga saat ini tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk memperbaiki kondisi baik dalam arti jumlah maupun kualitas dari infrastruktur, khususnya infrastruktur ekonomi seperti transportasi (jalan, bandara, pelabuhan, kereta api), publik utilitas (ketersediaan air), energi (listrik, pipa saluran gas, batubara, biodisel, dsb), komunikasi (telefon, menara, satelit, jaringan kabel), dan infrastruktur pertanian (irigasi, bendungan, dsb). Bahkan menurut observasi Soetjipto (2012), sejak krisis keuangan Asia 1997/98, pengeluaran pemerintah untuk pembiayaan infrastruktur mengalami penurunan dari sekitar 8 persen hingga menjadi hanya 2 persen dari PDB. Walaupun pada tahun 2010, pengeluaran pemerintah mengalami peningkatan menjadi 3 persen dari PDB, tetapi masih lebih rendah dari sejumlah negara pesaing seperti Cina sekitar 5 persen dari PDB. Memang sangat tidak mungkin Indonesia bisa unggul dalam persaingan di pasar dunia maupun di pasar dalam negeri terhadap impor jika kualitas infrastruktur di dalam negeri sangat buruk yang tentu sangat mempengaruhi kemampuan setiap pelaku usaha nasional bersaing dengan pemain-pemain asing. Di
sektor perikanan, misalnya, Indonesia semakin tergeser oleh negara-negara produsen ikan lainnya, dan memang kondisi infrastruktur dan logistik di subsektor pertanian ini di tanah air hingga saat ini sangat memprihatinkan. Tidak mengherankan apabila Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institute Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria2menegaskan bahwa penyusunan sistem logistik perikanan harus dipercepat untuk bisa menampung ikan dari sentra-sentra produksi guna memasok kebutuhan bahan baku dari sentra-sentra pengolahan. Untuk itu, mekanisme pengangkutan yang efisien sangat dibutuhkan. Untuk mencapai tujuan ini, menurutnya, koordinasi yang baik lintas kementerian, misalnya antara kementerian perikanan dan kementerian perindustrian dan kementerian perdagangan adalah suatu keharusan. Jika kondisi yang sekarang ini dibiarkan, Indonesia akan semakin tergantung pada impor ikan, dan selanjutnya akan mematikan subsektor pertanian tersebut. 3
Kondisi dan Kendala Bukan lagi suatu rahasia umum bahwa selama ini, tepatnya sejak krisis keuangan Asia 1997/98, proses pembangunan ekonomi, khususnya industri di dalam negeri lebih lambat dari seharusnya dan makan biaya lebih besar daripada semestinya akibat buruknya kondisi infrastruktur di dalam negeri. Hal ini juga dinyatakan oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) bahwa akibat defisit infrastruktur di Indonesia (seperti juga terjadi di banyak negara berkembang lainnya di Asia), tingkat investasi menjadi rendah, dan banyak proyekproyek pembangunan yang sebenarnya memiliki prospek bagus batal dilaksanakan atau prosesnya menjadi lambat 4. Misalnya
2 Dikutip dari harian Kompas, Rabu 19 September 2012, Ekonomi, halaman 18 (Sistem Logistik Kian Mendesak). 3 Menurut Wakil Ketua Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB Luky Adrianto (dikutip dari harian Kompas yang sama di catatan kaki no.2), konektivitas dari sumber produksi ke pengolahan perlu didukung selain oleh data yang akurat juga oleh infrastruktur, transportasi dan logistik yang baik. Menurutnya sistem logistik ikan mencakup ketersediaan stok, optimasi perikanan produksi, distribusi dan konektivitas, penambahan nilai tambah, serta pasar yang mengutamakan ikan dengan kualitas yang baik (bersaing). 4 Harian Kompas, “Infrastruktur. Mati Angin”, Kamis, 12 September 2012, halaman 17.
2
Contoh lainnya yang menunjukkan sebuah proyek ekonomi di tanah air sulit terrealisasi karena keterbatasan infrastruktur adalah mengenai kawasan khusus. Pada tahun 1972, program Kawasan Berikat diluncurkan, dan disusul kemudian dengan pembangunan Kawasan Industri pada tahun 1989. Beberapa waktu kemudian diciptakan Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu (Kapet). Pada tahun 2007 pemerintah membentuk Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). Terakhir, pada tahun 2009 pemerintah membentuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Karena semua konsep pembangunan tersebut butuh infrastruktur, maka rencana pengembangan Kapet difokuskan pada 3 strategi, yang salah satunya adalah penyediaan infrastruktur wilayah. Demikian pula dengan strategi pengembangan KPBPB dan KEK. Namun investor swasta (termasuk dari luar negeri) yang diharapkan pemerintah tidak kunjung muncul atau sama sekali tidak mencukupi, terutama untuk pembangunan infrastruktur karena berbagai alasan termasuk tidak adanya kepastian hukum, sedangkan kurangnya minat investor untuk menanam modal di kegiatan-kegiatan ekonomi non-infrastuktur terutama karena kondisi infrastruktur yang buruk, dan minimnya suplai listrik dan air bersih. 6
Programme
Menurut Didik (2012), kondisi sekaligus permasalahan infrastruktur terkini di Indonesia adalah terutama sebagai berikut: (i) pembangunan jalan baru sangat kecil (100 kilometer selama tahun 2012 dibandingkan 30 kilometer selama tahun 2011) (ii) pembangunan irigasi yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya padi berhenti; (iii) bandara udara tidak bertambah dan pembangunan pelabuhan laut juga tidak ada; (iv) ruang fiskal dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sangat kecil dibandingkan besarnya modal investasi yang bersifat jangka panjang untuk pembangunan infrastruktur; (v) ketimpangan pembangunan infrastruktur antara wilayah masih atau bahkan cenderung membesar, dimana sebagian besar dari proyek-proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia masih terpusat di wilayah bagian barat, khusunya pulau Jawa dan Bali; dan (vi) persoalan pembebasan tanah, regulasi, dan lainnya yang masih tidak kondusif bagi kegiatan-kegiatan investasi infrastruktur.
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
kawasan industri Sei Mangke yang menjadi andalan prospektif proyek hilirisasi kelapa sawit di Indonesia bagian barat hingga saat ini masih sulit untuk direalisasikan (paling tidak hingga akhir tahun 2011) akibat infrastruktur pendukung, mulai dari jalan kereta api hingga pelabuhan Kuala Tanjung, masih menjadi kendala. Padahal Sei Mangke adalah salah satu koridor yang ditetapkan pemerintah dalam Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (P3EI).5
The Global Competitiveness 2012-2013 dari World Economic Forum (WEF) menunjukkan tiga fakta yang menarik di Indonesia terkait infrastruktur. Pertama, hasil survei opini terhadap lebih dari 80 pengusaha/pemilik usaha/ceo dari semua skala usaha (kecil, menengah dan besar) menunjukkan bahwa keterbatasan infrastruktur dan kualitasnya yang buruk adalah kendala paling serius bagi sekitar 8,7 persen dari jumlah pengusaha yang masuk di dalam sampel survei (Gambar 1). Kedua, di dalam kelompok Asosiasi Negaranegara Asia Tenggara atau ASEAN, Singapura seperti biasanya selalu berada di peringkat 1, atau peringkat 2 pada tingkat dunia, disusul kemudian oleh Malaysia dan Thailand masing-
5 Harian Kompas, “Infrastruktur Jadi Kendala”, Ekonomi, Sabtu, 24 September 2011, halaman 18. 6 Misalnya kegiatan ekonomi di Kapet yang tersebar di 13 provinsi. Nilai investasi di daerah-daerah khusus ini untuk periode 20052010 tercatat sebanyak Rp 27,5 triliun. Hanya 3,4 persen dari total nilai investasi nasional sebesar Rp 809 triliun. Usaha Kapet untuk memajukan daerah tetangga dalam satu provinsi juga belum signifikan. Dari 13 provinsi tersebut, hanya 3 provinsi, yakni Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Selatan, yang mencatat adanya penanaman modal yang signifikan. Penanaman modal asing (PMA) di tiga provinsi tersebut sayangnya masih kecil, masing-masing, hanya sekitar 5 persen dari total PMA sebanyak 86,5 miliar dollar AS yang masuk Indonesia selama periode 2005-2010 (Kompas, “Kawasan Khusus Terbentur Infrastruktur”, Ekonomi, Rabu, 14 Maret 2012, Halaman 17).
3
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Programme
Gambar 1. Kendala Utama Menurut Persepsi Pengusaha di Indonesia Versi WEF, 2012
Sumber: WEF (2012).
masing pada peringkat 2 dam 3. Di tingkat ASEAN, Indonesia berada di peringkat 5 atau 78 di tingkat dunia, hanya lebih baik daripada Phlipina, Cambodia dan Viet Nam. (Gambar 2), dan posisi Indonesia ini secara relative lebih buruk dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (Gambar 3). Ketiga, dari semua komponen infrastruktur yang diteliti, yang paling buruk adalah kondisi pelabuhan yang untuk ini Indonesia berada di peringkat 104 (Tabel 1).
Menurut data dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU), hingga per April 2011, jumlah jalan nasional sepanjang 38.569,49 km; jumlah jembatan 17.964 buah; panjang rel kereta api mencapai 4.818.898 km; jumlah bandar udara 190 buah dan jumlah pelabuhan laut di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 644 buah.7Namun, berdasarkan data litbang Kompas yang diolah dari berbagai sumber, yakni publikasi MP3EI, Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan,
Gambar 2. Peringkat Dunia Negara-negara ASEAN untuk Infrastruktur Versi WEF, 2012
Sumber: WEF (2012) 7 Dikutip dari harian Kompas, “Sebaiknya Fokus Eksekusi Proyek”, Kamis, 21 April 2011, halaman 1.
4
Sumber: WEF (2009, 2010, 2011, 2012).
Tabel 1. Peringkat Indonesia untuk Infrastruktur Menurut Komponen Versi WEF, 2012 No
Komponen
1 2 3 4 5 6
Kualitas infrastruktur secara keseluruhan Kualitas jalan Kualitas infrastruktur jalan kereta api Kualitas infrastruktur pelabuhan Kualitas infrastruktur transportasi udara Ketersediaan tempat duduk pesawat terbang kilometers/minggu, juta orang Kualitas listrik Pembelian/pendaftaran telefon bergerak (seluler)/100 penduduk Jalur telefon tetap/100 penduduk
7 8 9
Nilai
Peringkat
3,7 3,4 3,2 3,6 4,2 1.794,9
92 90 51 104 89 20
3,9 97,7 15,9
93 90 78
Sumber: WEF (2012).
Badan Pengelola Jalan Tol, dan Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa panjang jalan per tahun 2010 mencapai hanya 446.278 kilometer, sementara panjang jalan tol per tahun 2011 mencapai 760 kilometer, dan pembangunan irigasi per tahun 2010 tercatat mencapai 719 unit. 8Sedangkan data tahun 2009 dari berbagai sumber yakni CIA World Factbook, CEIC, dan Standard Chartered Research panjang jalan (termasuk jalan raya dan tol) mencapai 473
ribu km (yang mencakup sekitar 25 persen dari luas tanah yang tercatat sebesar 1,905 juta km2), dan panjang rel kereta api 9 ribu km (jadi hampir dua kali lipat panjang rel kereta api menurut data dari Kementerian PU tersebut).9 Jumlah jalan tersebut di atas bukan saja masih sedikit dibandingkan jumlah penduduk dan luasnya wilayah Indonesia, dan sifat Indonesia yang adalah sebuah negara
8 Dikutip dari harian Kompas, “Infrastruktur Memprihatinkan”, Selasa, 13 Maret 2012, halaman 1. 9 Dikutip dari harian Kompas, “Infrastruktur. Potensi Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen”, Ekonomi, Selasa, 22 Februari 2011, halaman 17. Menurut harian Kompas (“Rel KA Trans-Sulawesi”, Ekonomi, Rabu, 10 Oktober 2012, halaman 19), enam gubernur di pulau Sulawesi sepakat akan segera membuat studi kelayakan pembangunan jaringan transportasi kereta api trans-Sulawesi, yang dianggap sangat krusial terutama untuk mobilisasi ekonomi utara (Manado)-selatan (Makassar) sekaligus menjangkau wilayah tengah (Palu dan Kendari) serta wilayah pedalaman yang memiliki potensi perkebunan dan pertanian.
5
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Programme
Gambar 3. Peringkat dan Skor Infrastruktur Indonesia Versi WEF, 2009-2012
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Programme
kepulauan, tetapi banyak dari jumlah-jumlah tersebut yang sudah dalam kondisi buruk. Masih menurut Kementerian PU, jalan sepanjang 3.448,50 km dalam keadaan rusak berat, 3.218, 87 km rusak ringan, dan sisanya dalam kondisi baik. Sedangkan jembatan, 1.529 buah dalam kondisi rusak parah, 3.522 rusak ringan, dan sisanya dalam keadaan baik 10. Sedangkan menurut informasi dari litbang Kompas, kondisi jalan di Indonesia per tahun 2010 adalah sebagai berikut: 19,40 persen rusak berat, 24,23 persen rusak ringan, 30,99 persen sedang, dan yang masih baik sekitar 25,99 persen. 11
perekonomian di kota-kota besar di pulau tersebut karena minimnya infrastruktur berupa jalan raya dan jembatan. Kalaupun tersedia, jalan-jalan raya yang ada umumnya dalam kondisi rusak parah sehingga menguras waktu dan biaya. Menurut data dari litbang harian Kompas yang diolah dari data Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PU dan Badan Pusat Statistik (BPS), dibandingkan dengan 5 pulau lain, proporsi luas wilayah Kalimantan paling besar yakni sekitar 32 persen dari wilayah Indonesia. Namun proporsi panjang jalan di pulau itu relatif sama dengan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara (B&NT) (sekitar 9,1 persen) yang memiliki proporsi wilayah sekitar 4 persen. Perbandingan proporsi kualitas jalan baik dan buruk kurang lebih sama: jalan baik 36 persen dan jalan buruk 37 persen. Selama periode 20052009, panjang jalan di masing-masing provinsi di pulau Kalimantan rata-rata meningkat sekitar 20 hingga 35 persen13. Lebih jelasnya mengenai kondisi jalan di pulau Kalimantan relatif terhadap wilayah-wilayah lainnya dapat dilihat di Tabel 2 dan Tabel 3 serta Gambar 4.
Di pulau Jawa, kondisi (volume maupun kualitas) infrastruktur jauh lebih baik dibandingkan di pulau-pulau lainnya di tanah air. Bahkan bukan saja di pulau Jawa paling banyak jalan tolnya, rel ganda jalur kereta api dari Cirebon (provinsi Jawa Barat) hingga Surabaya (provinsi Jawa Timur) sepanjang 445 kilometer sedang dalam pembangunan 12 . Misalnya di pulau Kalimantan, masyarakat di pedalaman kesulitan menjangkau pusat
Tabel 2. Perbandingan Kondisi Wilayah dan Transportasi di Indonesia (%) Kondisi Luas wilayah Jumlah penduduk Panjang Jalan Jumlah kendaraan
Sumatera
Jawa
B&NT
Kalimantan
Sulawesi
Maluku & Papua
20,6 21,2 33,8 17,9
7,2 58,6 26,8 65,0
4,1 5,3 9,8 5,9
32,3 5,6 9,1 6,0
10,8 7,3 14,2 4,2
25,0 2,0 6,3 1,0
Sumber: Harian Kompas (lihat catatan kaki 11).
Tabel 3. Kondisi Permukaan Jalan di Pulau Kalimantan (Kilometer) Provinsi Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan*
Baik 1.700,85 5.485,70 4.200 1.038,57
Sedang 999,51 2,760,40 4.620 460,91
Rusak 866,54 2.343,44 3.876 153,32
Rusak Berat 714,99 828,36 3.821 34,11
Catatan: * jalan negara dan provinsi (di provinsi-provinsi lainnya merupakan akumulasi jumlah dan kondisi jalan negara, provinsi, dan kabupaten/kota Sumber: Harian Kompas (lihat catatan kaki 11).
10 Harian Kompas, (catatan kaki no 7). 11 Harian Kompas (catatan kaki no 8). 12 Pekerjaan rel ganda tersebut berlangsung dalam beberapa bagian: Cirebon-Brebes sepanjang 63 km, Pekalongan-Semarang 90 km, Semarang-Bojonegoro 189 km, dan Bojonegoro-Surabaya 103 km. Hingga per Oktober 2012, kemajuan proyek sudah mencapai 40 persen, dan hingga akhir tahun 2012 ditargetkan mencapai 60 persen (Kompas, “Infrastruktur. Mencermati Rel Ganda”, Ekonomi, Rabu, 10 Oktober 2012, halaman 17).
6
Catatan: * jalan negara dan provinsi (di provinsi-provinsi lainnya merupakan akumulasi jumlah dan kondisi jalan negara, provinsi, dan kabupaten/kota Sumber: Harian Kompas (lihat catatan kaki 11).
Sebenarnya jika memperhatikan proyekproyek pembangunan infrastruktur yang terrealisasi sejak berakhirnya krisis keuangan Asia 1997/98 lalu hingga sekarang ini, pembangunan infrastruktur di dalam negeri praktis jalan di tempat. Banyak proyek-proyek infrastruktur yang dicanangkan pada akhir tahun 2011 lalu sebenarnya adalah proyek-proyek lama yang belum selesai. Misalnya, pada akhir tahun 2011 dimulai beberapa proyek jalan tol, seperti Tol Cikampek-Palimanan, Tol UlujamiPurih Indah, dan Tol Ciawi-Sukabumi. Semua ini sebenarnya adalah proyek-proyek jalan tol yang ditenderkan sejak akhir tahun 1990an.14Mungkin proyek jalan tol terbaru adalah yang menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok dengan Kawasan Berikat Nusantara di Marunda, yang mana penandatanganan nota kesepakatan dilaksanakan pada bulan September tahun ini. Namun hingga saat ini, secara rata-rata, pertumbuhan jalan tol hanya belasan kilometer per tahun. Jalan negara dan provinsi, terutama di luar pulau Jawa, praktis tidak beranjak sebagaimana kondisi puluhan tahun lalu. Kondisi dari jalan-jalan provinsi di banyak provinsi sudah sangat buruk, yang membuat
transportasi ekonomi menjadi tidak efisien. Masalah lainnya adalah bahwa pemerintah lebih fokus pada pembangunan jalan-jalan tol. Memang jalan-jalan tol, khususnya di DKI Jakarta sangat diperlukan untuk mengurangi kemacetan. Namun Indonesia juga butuh lainnya terutama pelabuhan-pelabuhan laut, bandara-bandara udara, pembangkitpembangkit listrik, dan jalur-jalur kereta api. Salah satu kendala yang menghambat kelancaran pembangunan infrastruktur adalah birokrasi yang berbelit. Contoh adalah proyek pengerukan 13 sungai di Jakarta. Bank Dunia sudah menyetujui pinjaman dana proyek itu, yang disebut Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI), sejak tahun 2008. Akan tetapi, JEDI baru mulai dikerjakan bulan Oktober 2012. Masalah utamanya adalah bulan adanya peraturan pemerintah (PP) yang mengatur pengucuran dana pinjaman luar negeri dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Akibatnya proyek tersebut harus menunggu hingga PP tersebut diterbitkan15. Demikian juga dalam kasus izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dan panjangnya prosedur di daerah
14 Harian Kompas, “Pembangunan. RI Hadapi Darurat Infrastruktur”, Rabu, 4 Januari 2012, halaman 18. 15 Harian Kompas, “Infrastruktur. Birokrasi Menghambat?”, Ekonomi, Rabu, 12 September 2012, halaman 17. Namun ada juga berita dari harian yang sama ini yang menunjukkan lancarnya sebuah proyek senilai Rp 40 triliun, yakni pembangunan proyek “The New Tanjung Priok, yang juga disebut Pelabuhan Kalibaru dimana kapal-kapal laut berukuran besar yang mampu membawa 8.000 peti kemas bisa langsung merapat ke pelabuhan. Pengurusan proyek ini termasuk cukup cepat, yang hanya butuh waktu dua tahun saja .
7
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Programme
Gambar 4. Perkembangan Panjang Jalan di Pulau Kalimantan (kilometer)
Programme
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
sering kali disebut sebagai persoalan serius, atau bahkan dominan, dalam proyek-proyek pembangunan di daerah. Semuanya bermuara pada persoalan kepastian hukum, padahal hal ini sangat dibutuhkan oleh setiap investor, apalagi investasi yang nilai rupiahnya sangat besar. Menurut harian Kompas, IPPKH masih tergolong lama dan tak ada ukuran batas waktu, karena IPPKH memiliki banyak dimensi yang menuntut keterlibatan banyak departemen. Menurut harian ini, hingga Mei 2012, berdasarkan data dari Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Perekonomian Indonesia, sebanyak 10 proyek dengan total nilai Rp 270,95 triliun terkendala IPPKH 16. Selain buruknya kondisi jalan raya dan jembatan, komponen infrastruktur lainnya yang juga sering mendapatkan sorotan masyarakat karena kondisinya yang buruk adalah pembangkit dan distribusi tenaga listrik. Hingga saat ini Indonesia terus kekurangan pasokan listrik, rentan gangguan,
dan pemadaman. Bukan lagi rahasia umum bahwa ada kaitan erat antara tingkat pemakaian listrik (TPL) per kapita dan tingkat pendapatan (PDB) per kapita. Menurut World Development Report dari Bank Dunia, Indonesia pada tahun 2006 berpenduduk 223,04 juta jiwa dengan PDB 1.635 dollar AS/kapita, TPL-nya hanya 530 kWh/ kapita. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan TPL rata-rata dunia, yakni 2.766 kWh/kapita. Penduduk India yang mencapai 1,11 miliar orang dengan PDB lebih rendah sekitar 824 dollar AS/kapita, tetapi TPL-nya hampir sama dengan Indonesia yaitu 503 kWh/ kapita (Tabel 4). Menurut laporan tersebut, di antara 119 negara, sebagai negara berpenduduk terbesar ke-4 di dunia, TPL Indonesia secara keseluruhan, yakni 118.150 GWh (juta kWh), memang masih di peringkat ke-21. Namun, dalam takaran per orang yang TPL-nya hanya 530 kWh, posisi Indonesia ada di urutan ke-101, yang berarti Indonesia masuk di dalam kategori negara
Tabel 4. Tingkat Pemakaian Listrik Menurut Sejumlah Negara, 2006 Negara AS Kuwait Swiss Etiopia Senegal Bangladesh Indonesia India Singapura Malaysia Filipina Thailand Vietnam
PDB/kapita (dollar AS) 44.017 39.103 51.813 198 809 398 1.635 824 31.621 3.388 1.349 2.987 711
Rata-rata NSB 7.827 Sumber: World Development Report 2006; dikutip dari Sudja (2012).
TPL/kapita (kWh) 13.582 16.311 8.360 38 157 146 530 503 8.520 3.388 572 1.984 598 2.766
16 Harian Kompas, “Pembangunan Proyek Infrastruktur Terhambat Perizinan”, Ekonomi, Sabtu, 12 Mei 2012, halaman 19. Seperti yang diberitakan di harian tersebut, pinjam pakai kawasan hutan adalah penggunaan atas sebagian kawasan hutan kepada pihak lain untuk kepentingan pembangunan non-kehutanan tanpa mengubah status, peruntukan, dan fungsi kawasan tersebut, Permohonan izin tersebut dapat disetujui atau tidak sangat bergantung pada hasil kajian tim terpadu yang melakukan penelitian, yang dibiayai oleh pemerintah daerah.
8
Satuan kW kWp kW Unit/kVa kms kms
2010 8.080 2.234 4.000 763/39.450 4.602
2011 8.640 2.316 4.160 832/41.600 4.544
2012 9.120 2.420 4.320 878/43.300 5.100
2013 9.500 2.516 4.552 923/46.150 5.338
2014 10.160 2.614 4.640 968/48.400 5.611
1.130
1.189
1.250
1.312
1.379
Sumber: Kementerian ESDM, dikutip dari Harian Kompas, “Program Kelistrikan. Demi Delapan Jam Terang”, Fokus Kelistrikan, Jumat, 19 Februari 2010, halaman 47.
miskin dilihat dari jumlah pemakaian listrik (Sudja, 2012). Sementara itu, menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga 2008, dari total 55.400 keluarga di Indonesia, ada 19.000 keluarga atau sekitar 35 persen yang belum mendapatkan listrik; walaupun selama ini ada program listrik perdesaan yang dilaksanakan oleh sejumlah kementerian (Tabel 5). Mereka tersebar di lebih dari 5.000 desa yang belum mendapat akses ke tenaga listrik. 17Pada tahun 2010, tercatat rasio elektrifikasi Indonesia baru 65 persen dan tumbuh rata-rata 1,5 persen per tahun18. Kondisi kelistrikan di tanah air diperburuk selama ini oleh kinerja PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang beroperasi secara tidak efisien yang nilainya tidak kecil, yang terutama karena PLN lebih banyak menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Inefisiensi PT PLN membuat pemerintah selama ini selalu kesulitan dalam upaya penghematan anggaran subsidi listrik dengan cara menaikkan tarif listrik rata-rata. Misalnya kenaikan 15 persen
direncanakan akan dilakukan per triwulan atau per bulan pada tahun 2013 di luar pelanggan kapasitas sambungan terendah, 450 watt dan 900 watt, dan kenaikkan ini ditaksir bisa menghemat anggaran subsidi sebanyak Rp 11 triliun. Seperti yang diberitakan di Harian Kompas, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Negara (BPKN) atas delapa (8) pembangkit listrik milik PT PLN pada tahun 2009 dan 2010 menunjukkan adanya gagal hemat, yang nilainya masing-masing tercatat sebesar Rp 17,9 triliun dan Rp 19,7 triliun atau total Rp 37,6 triliun. Inefisensi tersebut, apabila kenaikkan tarif listrik sebesar 15 persen itu jadi dilaksanakan tambahan pemasukan ke PT PLN lebih kecil besar, hanya sekitar Rp 14,89 triliun. Inefisiensi lainnya adalah keterlambatan proyek pembangkit listrik 10.000 megawatt tahun pertama yang membuat biaya produksi membengkak hingga Rp 24 triliun. Selain itu, juga terjadi pemborosan senilai Rp 4 triliun per tahun akibat kebijakan PT PLN menyewa alat pembanglit listrik19.
1 7 Program listrik Perdesaan menargetkan pada tahun 2012 sebanyak 115.000 desa yang belum punya listrik dan 2,34 juta rumah tangga miskin bisa mendapatkan listrik. Sebagian besar program tersebut menggunakan energi setempat, terutama melalui pemberian solar home system maupun pembangkit listrik tenaga surya komunal, dan pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro. Namun di lapangan pelaksanaan program tersebut tidak berjalan seperti yang diharapkan. Misalnya banyak program panel surya yang gagal berlanjut (banyak panel surya yang diberikan ke rumah-rumah hanya bertahan tiga bulan karena tidak ada perawatan yang baik) karena petugas pelaksana tidak cukup memberikan pembekalan kepada masyarakat (Harian Kompas, “Pembangkit Listrik. Jangan Terjebak Pendekatan Proyek”, Fokus. Kelistrikan, Jumat, 19 Februari 2010). 1 8 Harian Kompas (lihat catatan kaki no.17). Menurut pemerintah, keterbatasan anggaran dan kondisi geografis maupun demografis Indonesia menjadi penyebab lambatnya peningkatan rasio elektrifikasi. Namun sebenarnya Kementerian ESDM untuk program pembangunan pembangkit energi baru yang terbarukan, serta jaringan dan gardu distribusi cukup besar, yang pada tahun 2010, misalnya, mencapai Rp 561 miliar. 19 Harian Kompas, “Inefisiensi PLN Lebih Besar”, Rabu, 12 September 2012, halaman 17.
9
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Proyek PLTMH PLT Surya PLT Bayu Gardu distribsui Jaringan tegangan menengah Jaringan tegangan rendah
Programme
Tabel 5. Rencana Pembangunan Listrik Perdesaan di Indonesia, 2010-2014
Programme
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Demikian juga untuk logistik, kondisi Indonesia sangat buruk. Logistics Performance Index (LPI) tahun 2010 dari Bank Dunia menempatkan Indonesia pada posisi ke 75 dari 150 negara yang disurvei. LPI Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2009 yang berada pada posisi 43 (berarti sempat membaik dibandingkan peringkat pada tahun 2007 yakni ke 47). Biaya logistik di Indonesia memang sangat tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari peringkat dunia di mana Indonesia berada di peringkat 92 dari total 150 negara. Menurut harian Kompas, di Indonesia, biaya logistik sekitar 17 persen dari total biaya produksi, dibandingkan Malaysia hanya 8 persen, Filipina 7 persen, dan Singapura 6 persen. Dari data biaya logistik nasional tahun 2010, nilai bisnis logistik Indonesia diperkirakan Rp 1.402 triliun, atau sekitar 26 persen dari total PDB, dan Asosiasi Perusahaan Jasa Ekspres Indonesia memperkirakan bahwa pada tahun 2011 bisnis logistik sekitar Rp 9,9 triliun, atau tumbuh 10 persen dari tahun 2010.
Sebenarnya, 26 persen itu menunjukkan ada sedikit perbaikan, karena menurut Bank Dunia pada tahun 2007 persentasenya adalah 30 (Gambar 5). Semakin besar persentase biaya logistik terhadap PDB mencerminkan semakin rendah tingkat efisiensi logistik. Berikut, biaya pergudangan (inventory carrying cost) sekitar Rp 421 triliun, biaya transportasi Rp 841 triliun, dan biaya administrasi Rp 140 triliun. Menurut keterangan dari harian yang sama, setidaknya ada tiga penyebab mahalnya biaya logistik di Indonesia. Pertama, buruknya infrastruktur dan sistem transportasi. Antrean panjang truk yang sering terjadi di pelabuhan Merak menjadi salah satu contoh konkret. Kedua, regulasi yang terlalu banyak mengatur retribusi serta pungutan-pungutan liar, dan tidak diragukan lagi, hal ini menjadi sangat serius sejak diterapkannya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Ketiga, panjangnya mata rantai distribusi. Misalnya container tujuan Eropa harus melalui Singapura atau Malaysia dulu 20.
Gambar 5. Biaya Logistik (% PDB) menurut beberapa negara, 2007
Sumber: Bank Dunia (2007); dikutip dari Rachbini (2012) 20 Harian Kompas, “Infrastruktur. Logistik dan Daya Saing”, Ekonomi, Rabu, 16 November 2011, halaman 17.
10
Sangat jelas bahwa buruknya logistik memperburuk daya saing. Antrean feri yang sering terjadi di pelabuhan Merak sudah pasti menambah biaya produksi bagi barang-barang bahan baku, yang berarti kenaikkan harga dari produk bersangkutan yang selanjutnya penurunan daya saing harga. Seperti yang
21 Liberalisasi tersebut meliputi kargo, pergudangan, agen transportasi, jasa kurir, dan jasa pengepakan barang. Liberalisasi logistik adalah bagian dari Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan dibentuk pada tahun 2015 (Kompas, “Mendesak, Sertifikasi Tenaga Logistik”, Ekonomi, 18 September 2012, halaman 18). 22 Sebenarnya pemerintah sudah mulai mengambil sejumlah langkah untuk membenahi logsitik di dalam negeri. Diantaranya adalah menyiapkan cetak biru sistem logistik nasional yang menyangkut enam (6) penggerak sistem logistik nasional, yakni komoditas, infrastruktur, pelaku dan penyedia jasa, SDM, teknologi informasi, serta regulasi. Pemerintah juga sudah melakukan sejumlah langkah untuk revitalisasi angkutan darat (untuk barang dan pangan) dalam upaya meningkatkan efisiensi/mengurangi biaya transportasi yang merupakan salah satu komponen penting dari biaya logistik. Menurut Kadin Indonesia, jumlah mobil angkutan barang hingga saat ini tercatat sebanyak 5.538.442 unit, dan jumlah ini masih sangat kurang dan sekitar 63 persen dari armada yang ada sudah berusia 10-24 tahun. Masih menurut Kadin, untuk revitalisasi angkutan barang dibutuhkan 25.000 unit baru dengan nilai investasi mencapai sekitar Rp 25 triliun pada periode 2012-2015. Sedangkan untuk revitalisasi angkutan pangan dibutuhkan 30.000 unit baru dengan perkiraan investasi Rp 3 triliun (Harian Kompas, lihat catatan kaki no. 21). 2 3 Sistem logistik tidak hanya menyangkut transportasi barang, tetapi dimulai dari setelah barang keluar pabrik atau setelah panen untuk tanaman hingga tiba di tangan konsumen. Untuk produk pertanian, sistem logistik dimulai dari saat pengumpulan panen, pembersihan, pemilahan berdasarkan ukuran dan kondisi produk, pengepakan, hingga penyimpanan di gudang logistik di desa atau kota sekitar kawasan pertanian sebelum selanjutnya dikirim ke pasar induk atau ke took swalayan dan berakhir di tangan konsumen (Kompas, Fokus Daya Saing Logistik, Jumat, 10 Februari 2012, halaman 36)
11
Programme
dikatakan Basri (2011), dalam bisnis modern, kunci daya saing terletak pada rantai pasokan.23Logistik yang buruk akibat antara lain kendala infrastruktur membuat rantai pasokan terganggu yang berakhir pada merosotnya daya saing, khususnya daya saing harga, dari produk bersangkutan. Basri memberi contoh hargaharga dari sejumlah komoditas seperti gula, tepung, terigu, dan semen di daerah Jawa dengan di wilayah timur Indonesia yang bedanya bisa sampai tiga kali lipat bukan karena sistem distribusi yang buruk yang membuat biaya logistik tinggi. Hasil penelitian dari sebuah penelitian LPEM (2005), yang dikutip oleh Basri, menunjukkan bahwa biaya logisstik di Indonesia mencapai 14 persen dari biaya produksi total, yang jauh lebih tinggi dibandingkan misalnya di Jepang yang hanya sekitar 4,9 persen. Hasil penelitian dari Carana (2004), yang juga dikutip oleh Basri, menemukan bahwa pada beberapa komoditas ekspor seperti kakao, karet, dan kopi, lebih dari 40 persen dari total biaya logistik merupakan biaya sebelum pengiriman atau sebelum pengapalan. Penelitian itu juga menunjukkan bahwa biaya transportasi untuk mengangkat barang dari Warsawa (Polandia) ke Hamburg (Jerman) sejauh 750 kilometer hanya sekitar separuh dari ongkos pengiriman barang dari Makassar ke Enrekang juga di Sulawesi yang jaraknya hanya 240 kilometer. Studi lainnya yang juga dikutip oleh Basri, yakni dari Ray (2008) menunjukkan bahwa pelabuhan Tanjung Priok tetap merupakan salah satu yang termahal
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Selain itu, buruknya logistik di Indonesia disebabkan oleh kurangnya tenaga professional yang menangani logistik. Sangat mudah untuk dipahami bahwa kegiatan logistik adalah kegiatan jasa yang tidak bedah dengan sebuah kegiatan produksi yang jika tidak ditangani oleh sumber daya manusia (SDM) berkualitas akan menghasilkan bukan saja produk dengan kualitas buruk tetapi juga proses produksi yang tidak efisien. Jika SDM di sektor logistik berkualitas sesuai standar internasional, pelayanan jasa logistik tentunya akan lebih baik. Kebutuhan SDM berkualitas di perusahaan-perusahaan logistik nasional sekarang ini semakin mendesak mengingat bahwa dalam era perdagangan dan investasi bebas (khususnya nanti dalam era liberalisasi logistik di ASEAN yang tidak lama lagi 21 ), perusahaan-perusahaan jasa logistik asing akan semakin mudah melakukan penetrasi pasar di Indonesia, dan akan menggusur perusahaanperusahaan jasa logistik nasional yang tidak berdaya saing tinggi, termasuk perusahaanperusahaan angkutan darat yang di Indonesia bukan saja jumlahnya masih sedikit tetapi kualitasnya juga pada umumnya buruk22.
Programme
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
dan tidak efisien dibandingkan pelabuhanpelabuhan di misalnya Thailand dan Singapura. Studi ini menunjukkan bahwa untuk keluar dan masuk pelabuhan Tanjung Priok dibutuhkan waktu 65 jam atau 2,7 hari. Padahal, waktu yang dibutuhkan untuk menaikturunkan barang hanya 45 persen dari itu. Ini berarti bahwa 55 persen dari waktu yang digunakan hanya untuk mengantre. Contoh mengenai dampak dari buruknya logistik terhadap rantai pasok di Indonesia bisa juga dikutip dari harian Kompas mengenai pengalaman seorang pengusaha dan eksportir/ importer sayuran, Benny Kusbini, yang rajin mengirim kentang asal Dieng (Jawa Tengah), dan Kerinci (Sumatera Barat), ke Singapura. Sesampai digudang pedagang besar di negara tersebut, harga kentangnya menjadi 1,1 dollar sampai 1,2 dollar Singapura. Sedangkan kentang dari China harganya hanya 30 sen dollar Singapura, dan dari AS hanya 60 sen dollar AS. Menurut Benny, biaya kirim dari Tanjung Priok sampai ke gudang penyimpanan di Pasir Panjang, Singapura, mencapai 1.650 dollar AS atau hampir Rp 610 per kg bila memakai container 40 kaki dengan bobot 25 ton. Sedangkan, biaya angkut dari Sumatera Barat sampai ke Jakarta Rp 1.000 per kg. karena kondisi jalan yang buruk. Milih alternatifnya, yakni angkutan laut dari Teluk Bayur, tidak ada setiap hari24. Sebenarnya, sudah ada upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi logistik di tanah air, antara lain, sudah mempersiapkan cetak biru Sistem Logistik Nasional (Sislognas). Tujuan utamanya adalah
untuk menciptakan biaya logistik yang efisien dan murah. Cetak biru ini juga dianggap penting oleh pemerintah dalam rangka menyongsong penyatuan logistik ASEAN pada tahun 2013 dan disusul tahun 2015 penyatuan ekonomi ASEAN. Namun memang prosesnya hingga realisasi masih lama. Antara lain, pemerintah masih harus mengeluarkan landasan hokum untuk pengesahannya. Namun menurut banyak pengamat yang diwawancarain oleh harian Kompas 25 Sislognas memiliki banyak kelemahan. Terutama Sislognas terlalu terfokus pada pembangunan infrastruktur. Padahal penurunan biaya logistik tidak hanya tergantung pada kondisi infrastruktur yang baik. Misalnya, Prof. Dr.Ir Senator Nur Bahagia (Direktur Pusat Pengkajian Logistik dan Rantai Pasok Institut Teknologi Bandung) berpendapatan bahwa secara bersamaan juga harus dibangun industri dan pusat-pusat produksi barang kebutuhan pokok dan strategis di wilayah-wilayah depan yang dibutuhkan penduduk Jawa dan Sumatera. Sementara itu, menurut Lino (Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II) Sislognas tidak merencanakan, antara lain, pengembangan kawasan pergudangan terintegrasi bertaraf internasional di dekat pelabuhan utama internasional seperti yang dimiliki Singapura. Sebenarnya, pelabuhan Tanjung Priok perlu punya kawasan pergudangan, agar semua barang sebelum di ekspor atau barang impor sebelum didistribusikan di dalam negeri disimpan terlebih dahulu di kawasan tersebut. Jadi penyimpanan kontainer kosong tidak perlu lagi disimpan di kawasan Marunda (Jakarta Utara), karena menimbulkan biaya tinggi26.
2 4 Harian Kompas, “Rantai Pasok. Dari Kebun hingga Tangan Konsumen”, Fokus Daya Saing Logistik, Jumat, 10 Februari 2012, halaman 36. Menurut Benny, tidak ada tempat pengumpulan sayuran dan buah yang cukup besar di Jawa, sehingga ia sulit mendapatkan sayuran dan buah yang berkualitas dari petani-petani di Jawa yang untuk selanjutnya di ekspor. Sebenarnya, di beberapa sentra sayu seperti di Cipanas (Jawa Barat) pemerintah sudah membangun substasiun agrobisnis. Sayangnya tidak tersedia ruang penyimpanan ber-ac, lantai tidak bersih, sisa sayuran berserakan, dan tidak ada air bersih. Dari tempat penyimpanan ini, sayuran dan buah diangkut ke pasar induk atau ke took swalayan. Untuk pasar induk, sayuran hanya ditumpuk dan buah masuk keranjang sehingga di tempat tujuan banyak yang cacat dan terpaksa di buang. Untuk ekspor, produk dikumpulkan dari puluhan petani, disortir dan yang dianggap baik di masukkan ke dalam karton pembungkus, lalu masuk kontainer berpendingin. Semua proses ini butuh waktu 3 hari. 25 Harian Kompas, “Cetak Biru Sislognas. Dari Teori Jadi Aksi”, Fokus Daya Saing Logistik, Jumat, 10 Februari 2012, halaman 36. 2 6 Pengusaha yang butuh kontainer kosong di pelabuhan tanpa kawasan air, seperti Cikarang (Jawa Barat), harus mengambil kontainer dari Marunda. Setelah diisi barang di Cikarang, kontainer menuju pelabuhan Tanjung Priok, lalu kontainer yang sudah kosong lagi kembali ke Marunda (Kompas, Fokus Daya Saing Logistik, Jumat, 10 Februari 2012, halaman 36).
12
Yang berkaitan dengan pendanaan pembangunan infrastruktur yang bersumber dari APBN, jumlah anggaran yang tersedia memang selama ini tidak mencukupi kebutuhan investasi di infrastruktur, dan bahkan proporsinya dari APBN cenderung berkurang. Menurut data dari Kementerian Keuangan, dana yang tersedia dari APBN untuk membiayai pembangunan/penambahan jalan dan jembatan cenderung berkurang setiap tahun, yakni dari sekitar 13,3 triliun rupiah pada tahun 2008 menjadi 9,6 triliun rupiah pada tahun 2010. Sedangkan dana yang tersedia untuk pembiayaan rehabilisasi/perbaikan jalan dan jembatan yang ada cenderung bertambah, yang tercatat dari hanya 3,0 triliun rupiah ke 6,5 triliun rupiah untuk periode yang sama (Gambar 6). Berita terakhir yang dikutip harian Kompas menunjukkan bahwa dalam realisasi perubahan APBN (APBN-P) 2012, hanya 30 hingga 40 persen
Gambar 6. Anggaran Infrastruktur Jalan dan Jembatan, 2008-2010 (triliun rupiah)
Sumber: Kementerian Keuangan, dikutip dari Kompas, “Sebaiknya Fokus Eksekusi Proyek”, Kamis, 21 April 2011, halaman 1.
27 Dikutip dari harian Kompas, “Infrastruktur. Potensi Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen”, Ekonomi, Selasa, 2 Februari 2011, halaman 7.
13
Programme
Sangat jelas bahwa Indonesia harus membangun infrastruktur yang cukup untuk bisa tidak hanya mempertahankan tetapi juga meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Indonesia tidak punya pilihan lain, dan tidak ada bukti di dunia ini bahwa dengan kondisi infrastruktur yang buruk, sebuah negara bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan. Memang biaya tidak sedikit, dan pembangunan infrastruktur memang merupakan jenis investasi berisiko tinggi dan makan waktu yang lama sebelum modal kembali. Namun karena di satu sisi, pemerintah Indonesia kekurangan dana, di sisi lain, dunia usaha/sektor swasta sangat membutuhkan infrastruktur yang baik untuk kelancaran kegiatan/pertumbuhan bisnis, maka tidak ada pilihan lain selain sektor swasta turut serta berpartisipasi dalam pendanaan pembangunan infrastruktur. Terkait dengan ini, suatu skenario yang disampaikan oleh ekonom Standard Chartered Fauzi Ichsan dan Eric Alexander Sugandi di Jakarta 27menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh tinggi hingga 8 persen maksimum pada
periode 2011-2014 hanya dengan syarat partisipasi sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur mencapai 50 persen dari kebutuhan dan pemerintah menambah pengeluarannya untuk membangun infrastruktur transportasi 20 persen per tahun.
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Permasalahan Pembiayaan
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Programme
Tabel 6. Alokasi Anggaran untuk Infrastruktur (Rp triliun), 2010-2013 Tahun Total APBN Pengeluaran infrastruktur -Nilai -% terhadap APBN -% terhadap PDB Kebutuhan minimal investasi infrastruktur untuk pertumbuhan PDB 5%
2010 1.126,15
2011 1.229,60
2012 1.435,41 (APBN-P)
2013 1.544,80
56,13 (99,4) 5,0 0,87 (1,5) 321,82
89,02 (128,7) 7,2 1,20 (1,3) 371,36
101,55 (174,9) 7,1 1,28 (2,04) 395,49
114,66 (188,4) 7,4 1,36 (2,03) 421,20
Sumber: Data Kementerian Keuangan , dikutip dari Harian Kompas (lihat catatank kaki no.1), kecuali di dalam kurung29.
dari jumlah anggaran untuk belanja modal yang jadi infrastruktur 28. Berdasarkan data Bappenas, kontribusi anggaran pemerintah pusat untuk infrastruktur pada periode 20052012 terus di bawah 1,5 persen dari PDB (Tabel 6). Sebenarnya yang sangat memprihatinkan adalah bahwa anggaran infrastruktur selalu lebih rendah daripada anggaran belanja pegawai, apalagi jika dibandingkan dengan anggaran subsidi energi. Pada RAPBN 2013 anggaran infrastruktur Rp 188,4 triliun jauh di bawah pertumbuhan belanja subsidi energi dan belanja pegawai. Dibandingkan pada APBN-P 2012, belanja pegawai pada RABPN 2013 bertambah Rp 28,9 triliun atau sekitar 13,6 persen, dari Rp 212,26 triliun pada APBN-P 2012 menjadi Rp 241,12 pada RAPBN 2013. Sementara pertumbuhan subsidi energi mencapai Rp Rp 72,4 triliun atau 38,5 persen, yakni dari Rp 202,4 triliun pada RAPBN-P 2012 menjadi Rp 274,7 pada RAPBN 201330.
Khususnya di daerah-daerah, kontribusi dari pemerintah-pemerintah daerah (Pemda) lewat APBD terhadap pembangunan infrastruktur di wilayah masing-masing sangat kecil. Padahal alokasi dana dari pemerintah pusat ke daerah setiap tahun meningkat terus. Sama halnya seperti di pusat, anggaran pemerintah terkuras untuk kepentingan birokrasi atau operasional pemerintah (termasuk bekanja pegawai), yang porsinya antara 75 persen hingga tertinggi 90 persen. Jadi, jelas dana yang tersisa yang bisa diperuntukkan untuk pembiayaan pembangunan/ pemeliharaan jalan, jembatan, pelabuhan dan infrastruktur lainnya di daerah jauh di bawah 10 persen.31 Oleh karena itu tidak mengherankan apabila pemerintah secara terbuka (lewat berbagai pernyaan-pernyataan resmi maupun pertemuan-pertemuan termasuk menyelenggarakan beberapa kali infrastructure summit) sangat mengharapkan partisipasi dari sektor swasta 32 . Dari sisi anggaran, pemerintah
28 Harian Kompas, “Belanja Modal 37 Persen”, Ekonomi, Sabtu, 13 Oktober 2012, halaman 19. 2 9 Data ini dikutip dari Harian Kompas, Juni 2012 (lihat catatan kaki no.1). Namun angkanya terus berubah menurut terbitan Harian Kompas pada bulan berikutnya. Misalnya, terbitan 14 Juli 2012, nilai total APBN 2012 sebanyak Rp 1.439 triliun, yang mana sebanyak Rp 215 triliun untuk belanja pegawai dan Rp 161 triliun untuk pembiayaan infrastruktur. Sedangkan terbitan 23 Agustus 2012 yang menyajikan laporan mengenai RAPBN 2013 menunjukkan angka yang lain seperti yang dapat dilihat di Tabel 5 (angka di dalam kurung), yakni sebanyak Rp 1884,4 triliun, yang berarti bertambah Rp 13,5 triliun atau 7 persen dibandingkan jumlah APBN-P 2012 senilai Rp 174,9 triliun. 3 0 Harian Kompas,”Dana Infrastruktur Kecil”, Ekonomi, Rabu, 22 Agustus 2012, halaman 13. 3 1 Harian Kompas, “Anggaran. Kontribusi APBD untuk Infrastruktur Kecil”, Ekonomi, Senin, 16 April 2012, halaman 17. 3 2 Hingga saat ini penyumbang terbesar pembangunan infrastruktur di Indonesia masih pemerintah pusat diikuti sektor swasta, pemerintah daerah, dan BUMN/BUMD (harian Kompas; lihat cacatan kaki no.1).
14
Gambar 7. Enam Koridor Ekonomi Dalam P3EI
Sumber: Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembanguan Ekonomi Indonesia (MP3EI)Tahun 2011 -2025; dikutip dari Didik (2012) 3 3 Jumlah ini bukan termasuk sisa anggaran lebih (SAL) dari periode ABPN 2011 yang dapat digunakan. Pemerintah punya rencana untuk menggunakan SAL untuk infrastruktur. Namun masih harus dilihat dulu kebutuhan program-program lainnya untuk periode 2012, termasuk pendidikan senilai Rp 24 triliun (sesuai dengan ketentuan, 20 persen dari SAL harus dialokasikan langsung untuk program pendidikan). Jadi sisanya yang bisa untuk kebutuhan pembiayaan infrastruktur hanya Rp 24 triliun. Namun berapa sebenarnya yang bisa digunakan sangat tergantung hal-hal lain yang mendesak (prioritas pemerintah) yang juga memerlukan SAL seperti antisipasi krisis ekonomi (apalgi hingga saat ini krisis hutang zona euro masih berlangsung) dan ketahanan pangan. Selain SAL, sebenarnya pemerintah masih punya alternatif lain untuk menambah anggaran infrastruktur, yakni realokasi anggaran tak produktif, terutama belanja barang (dari total APBN 2012, belanja barang modal hanya Rp 168,1 triliun atau sekitar 11,8 persen dari total belanja negara senilai Rp 1.435 triliun. Sisanya adalah belanja rutin termasuk gaji pegawai negeri); sisanya yang tak terserap di tiap-tiap kementerian dan lembaga pemerintah (Kompas, “Kebijakan. Infrastruktur Butuh Tambahan Anggaran”, Ekonomi, Kamis, 9 Februari 2012, halaman 17). 34 Harian Kompas, “Infrastruktur Mati Angin”, Kamis, 12 September 2012, halaman 17. 35 Harian Kompas (lihat catatan kaki no 8). Menurut harian Kompas lainnya (“Inflasi Bisa 6 Persen. Perbankan Berperan dalam Kredit Infrastruktur”, Ekonomi, Selasa, 10 November 2012, halaman 20), ada 25 proyek jalan tol dengan panjang total 965 kilometer yang membutuhkan biaya sekitar 10,797 miliar dollar AS. Dari kebutuhan dana tersebut, hanya sekitar 30 persen yang bisa disediakan oleh pemerintah. Oleh karena itu dibutuhkan peran perbankan untuk mengucurkan dana paling sedikit 8 miliar dollar AS. 36 Investasi di Jawa sebesar Rp 275 triliun, sedangkan Rp 89 triliun di Sumatera, Rp 104,4 triliun di Kalimantan, Rp 10,6 triliun di Sulawesi, Rp 4,6 triliun di Bali dan Nusa Tenggara, serta Rp 82,2 triliun di Papua-Maluku. Dari total investasi tersebut, 20,9 persen merupakan investasi BUMN, sementara 47,9 persen oleh swasta, 15,8 persen oleh pemerintah yang semuanya berupa proyek infrastruktur, serta 15,4 persen investasi gabungan swasta dan BUMN atau pemerintah. (Harian Kompas, “Investasi Rp 500 Triliun”, Ekonomi, Kamis 25 Oktober 2012, halaman 17).
15
Programme
4 lokasi dengan 17 proyek, yaitu kawasan Sei Mangke (Sumatera Utara), Cilegon (Banten), Lombok Timur (NTB), dan Timika (Papua) 35. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, hingga Juli 2012, total investasi untuk MP3EI sebesar Rp 500 triliun, yang terdiri dari 135 proyek yang diantaranya 77 proyek di sektor infrastruktur. Sebagian besar adalah di koridor Jawa. Sebagai salah satu contoh, Tabel 7 menjabarkan proyek-proyek infrastruktur yang sudah atau akan selesai dibangun di Kalimantan Timur. 36.
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
memang mencanangkan dana sebanyak Rp 200 triliun 33.Namun hingga per awal September 2012, yang sudah tersedia baru Rp 37 triliun yang tentu dengan jumlah itu tidak banyak proyek infrastruktur yang dapat dikerjakan 34. Juga untuk pelaksanaan MP3EI (Gambar 7), yang dicanangkan pada tanggal 27 Mei 2011, perlu dana sebesar Rp 190 triliun dari APBN, ditambah dengan dana dari investasi langsung swasta dan BUMN. MP3EI ini akan dilaksanakan di 6 koridor ekonomi Indonesia yang akan dipusatkan pada
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Programme
Tabel 7. Proyek-proyek MP3EI di Kalimantan Timur Proyek Terminal peti kemas Kariangau, Balikpapan Bendara Kalimarau, Berau Pabrik Pupuk Kaltim 5 Bontang Perluasan bandara Sepinggan, Balik Papan Pembangunan bandara Samarinda Baru Kawasan industry & pelabuhan internasional Maloy, Kutai Timur Pembangunan jembatan Kembar Sungai Mahakam
Nila Investasi (miliar Rp) 731,09 460,00
Periode Mulai Selesai 2008 2012 2010 2012
Kondisi Siap operasi Siap operasi
6.100,00 1.800,00 1.900,00 4.771,00
2012 2011 2011 2011
2014 2013 2013 2013
30 persen 73 persen 13,8 persen -
252,00
2012
-
-
Sumber: Harian Kompas (lihat catatan kaki no 36). Jadi partisipasi swasta sangat diperlukan dan untuk itu pemerintah telah melakukan berbagai langkah agar swasta aktif terlibat dalam pendanaan pembangunan infrastruktur, antara lain dengan mendirikan perusahaan penjamin infrastruktur. Selain itu, pemerintah menawarkan kerjasama dengan swasta dalam pendanaan lewat kemitraan pemerintahswasta (KPS). Untuk mendukung kelancaran KPS, pada tahun 2009 pemerintah mendirikan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), yang merupakan sebuah BUMN yang dibentuk oleh Kementerian Keuangan R.I pada tahun 2009 untuk pembiayaan infrastruktur lewat KPS di Indonesia. Semua (usula) proyek infrastruktur diserahkan terlebih dahulu ke SIM sebelum ditenderkan kembali pada waktu yang tepat. Sebelum ditenderkan, SIM, yang saat ini memiliki anak perusahaan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF), akan memeriksa terlebih dahulu kesiapan setiap usulan proyek. SIM, yang berfungsi sebagai promoter KPS, terutama sangat penting untuk menangani atau mempersiapkan proyek-proyek besar yang tidak bisa ditangani oleh pemerintah. Pada tahun 2012 cukup banyak proyek infrastruktur lewat KPS baik yang siap tender maupun yang diprioritaskan dan yang berpotensi yang jumlahnya mencapai 58 proyek dengan nilai total 51,21 miliar dollar AS (Tabel 8). Sebenarnya ketersediaan dana bukan merupakan suatu kendala serius mengingat
16
perbankan sesungguhnya antusias untuk terlibat aktif dalam pendanaan proyek-proyek infrastruktur di dalam negeri. Tidak hanya bankbank pemerintah, bank umum swasta juga mulai mengalokasikan dana guna pembiayaan atau kredit proyek infrastruktur. Seperti yang dapat dikutip pernyataan berikut ini: Bank-bank umum swasta di Indonesia mulai bergerak dan gencar masuk ke pembiayaan infrastruktur, baik jalan tol, pelabuhan, maupun bandara. Selain menyiapkan dana besar, bank umum swasta juga siap memberikan pinjaman jangka panjang, sekitar 10-15 tahun37. Pada Gambar 8 dapat dilihat peran swasta tidak kecil atau bahkan dominan dalam pembiayaan (yang sudah atau sedang berjalan maupun yang masih dalam bentuk komitmen/rencana) semua jenis proyek infrastruktur, terkecuali sumber daya air. Dilihat dari komposisi dana yang dikeluarkan oleh sektor swasta, proporsi terbesar adalah di subsektor trnasportasi yang mencapai sekitar Rp 258 triliun. Beberapa bank sebenarnya sudah berkomitmen menyediakan atau sudah mengucurkan dana untuk kredit infrastruktur (Tabel 9 dan Gambar 9). Misalnya, PT Bank Central Asia Tbk selain mendanai pembangunan pembangkit listrik dan jalan tol Cikampek-Palimanan (bersama sejumlah lembaga keuangan lainnya), juga sudah membidik pembiayaan sejumlah bandara udara dan pelabuhan. Juga PT Bank CIMB Niaga Tbk sudah menyediakan dana sebanyak Rp 5 triliun
Total 2. Proyek prioritas 1 Transportasi laut 2 Jalan tol 3 Suplai air 4 Sanitasi 5 Listrik
Jumlah 1 1 1 3
Nilai (juta dollar AS) 38,00 628,00 100,00 766,00
Total
1 13 5 3 4 26
214,00 32.519,53 590,67 150,00 4.716,50 38.190,70
Total
3 3 3 3 13 2 2 29
1.140,00 136,00 2.839,12 4.783,00 1.388,15 203,00 1.762,00 12.251,27
3. Proyek berpotensi 1 Transportasi udara 2 Transportasi darat 3 Transportasi laut 4 Rel KA Suplai air 5 6 Sanitasi 7 Listrik
Sumber: Harian Kompas, “Eksekusi Pembebasan Tanah di “Tangan” Pemda”, Fokus, Jumat, 7 September 2012, halaman 34. Gambar 8. Kebutuhan Investasi Infrastruktur Menurut Sumber Pendanaan di Indonesia 2010-2014
Sumber: Bappenas 2010, dikutip dari harian Kompas, Ekonomi, Kamis, 23 Juni 2011, halaman 18.
17
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
1. Proyek siap tender No Sektor/subsector 1 Transportasi laut 2 Jalan tol 3 Sanitasi
Programme
Tabel 8. Proyek Infrastruktur KPS, 2012
Bank
Nilai Kredit (Rp Triliun)
Proyek yang didanai
11
Pembangunan terminal peti kemas Kalibaru Utara tahap 1 a) PLTU di Labuan, Indramayu, Rembang, Lampung, dan pangkalan susu (Sumatera Utara) b) pembangunan transmisi di Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi Pembangunan jalan tol CikampekPalimanan
Bank Mandiri
4
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Programme
Tabel 9. Kredit Perbankan Nasional yang Sudah/Sedang Dikucurkan Untuk Infrastruktur Menurut Bank dan Proyek
Sindikasi 22 lembaga perbankan dan keuangan (termasuk Bank Jabar Banten, BCA dan Bank DKI)* Bank Rakyat Indonesia
8,8
4,5
Bank Central Asia
2,4
Bank Negara Indonesia
3,95
Program percepatan pembangunan pembangkit 10.000 megawatt tahap 1 Program percepatan pembangunan pembangkit 10.000 megawatt tahap 1 Pembangunan jembatan Air Musi II Palembang , jalan tol Nusa DuaNgurah Rai, Benoa, Bali, dalan tol Mojokerto-Kertosono tahap 1 dan 2, serta jalan tol lintas Sumatera
Keterangan: * Dua bank terakhir tersebut berperan sebagai Koordinator. Sumber: Litbang Kompas (lihat catatan kaki 35: kredit infrastruktur).
Gambar 9. Kredit Perbankan Nasional Untuk Infrastruktur Menurut Wilayah
Sumber: Litbang Kompas (lihat cacatan kaki no 37).
18
Juga ada dana dari luar negeri walaupun hingga saat ini masih jauh lebih sedikit dari yang diharapkan pemerintah Indonesia. Contoh, sudah ada sebuah perusahaan Rusia JointStock Railways yang sudah bersedia membangun jaringan rel kereta api sepanjang 243 kilometer di Kalimantan. Namun untuk pembangunan jalan told dan jalan raya tidak banyak perusahaan swasta yang bersedia melakukannya, terutama di luar pulau Jawa41. Juga pemerintah Jepang sudah menegaskan komitmennya pada tahun 2011 untuk membantu Indonesia dalam proyek-proyek Metropolitan Priority Area (MPA), yang terdiri dari 9 proyek: (1) pembangunan dan pengembangan pelabuhan Tanjung Priok, dan pembangunan sejumlah pelabuhan internasional baru; (2) pengembangan kawasan industri di Jakarta Timur (Smart community), yakni infrastruktur jalan di kawasan industri; (3) pengembangan transportasi umum (mass rapid transit atau MRT), yakni jalur komuter di Jabodetabek; (4) pengembangan jaringan jalan raya di Jabodetabek; (5) pengembangan infrastruktur bandara, yakni akses jalur kereta api di Bandara Soekarno-Hatta, dan perluasan bandara tersebut; (6) pengembangan pembangkit listrik dan infrastruktur pendukungnya, yakni menghubungkan transmisi Jawa dan Sumatera, pembangunan pembangkit listrik di Indramayu (Provinsi Banten), serta pengembangan
3 8 Harian Kompas (lihat catatan kaki no.8). Direktur Utama BNI Gatot Suwondo menyampaikan bahwa BNI telah menetapkan 8 sektor unggulan untuk dibiayai dengan fokus terutama pada infrastruktur, yakni transportasi, kelistrikan, dan telekomunikasi. Sementara itu, Presiden Direktur CIMB Niaga Arwin Rasyid pernah berkata: “Andaikata ada kesempatan, kami ingin masuk ke pembiayaan pelabuhan, rel kereta api, dan jalan tol. CIMB Niaga siap menanggung pembiayaan infrastruktur yang berjangka waktu higga 10-15 tahun (Harian Kompas, lihat catatan kaki no 37). 3 9 Harian Kompas, “Kredit untuk Infrastruktur”, Ekonomi, Selasa, 9 Oktober 2012, halaman 20, dan “Inflasi Bisa 6 Persen”, Ekonomi, Selasa, 10 November 2012, halaman 20. Menurut sumber pertama itu (9/10/12) hingga per Oktober 2012, kredit Bank Permata ke proyek-proyek infrastruktur baru sekitar di bawah 5 persen dari total kredit Rp 84,4 triliun untuk semester I-2012. Lebih lanjut dikabarkan bahwa pada tahun 2014 IIF akan memulai penghimpunan dana bagi pembiayaan proyek-proyek infrastruktur dari pasar modal, yakni dari reksa dana infrastruktur. 4 0 Harian Kompas (lihat catatan kaki no.35). 41 Harian Kompas (lihat catatan kaki no 27).
19
Programme
pembiayaan pembangunan terminal peti kemas Kalibaru Utara tahap 1 (yang akan selesai tahun 2015) dengan PT Pelindo II sebesar 1,29 miliar dollar AS, atau setara Rp 11 triliun40.
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
pada tahun ini untuk pembiayaan sejumlah proyek infrastruktur. Khusus untuk jalan tol di provinsi Jawa Tengah, dana yang dialokasikan oleh bank yang sekitar 97,94 persen sahamnya dimiliki oleh CIMB Group ini tercatat sekitar Rp 500 miliar. Lainnya seperti PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sudah menetapkan infrastruktur sebagai sektor utama yang akan dibidiknya pada tahun 2012, tidak hanya transportasi, tetapi juga konstruksi, pembangkit listrik, dan infrastruktur lainnya 38. BNI telah mengucurkan kredit sebesar Rp 3,95 triliun bagi PT Hutama Karya guna memperkuat modal kerja perusahaan ini dalam mendukung sejumlah proyek konstruksi infrastruktur selama periode 2012-2013. Dengan fasilitas kredit tersebut maka perusahaan itu juga mendapatkan garansi bank, hingga menerbitkan letter of credit (LC). Sebelumnya, hingga per September 2011 BNI sudah mengucurkan dana untuk pembiayaan pembangunan berbagai proyek infrastruktur dengan nilai total Rp 65 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 40 triliun diantaranya sudah dicairkan. Bank Permata telah menjalin sebuah kerjasama dengan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) dalam penyaluran kredit guna pembiayaan pembangunan sejumlah proyek infrastruktur. Dalam kerjasama ini, Bank Permata juga akan memberi layanan sebagai agen fasilitas dan agen penyimpanan jaminan 39. Bank tersebut juga membantu IIF untuk mengurusi administrasi dalam penyaluran kredit dan pengumpulkan pembayaran cicilan. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk telah menandatangani komitmen
Programme
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
pembangkit listrik tenaga gas dan tenaga air; (7) pembagunan jaringan air bersih di Jabodetabek dan kawasan metropolitan; (8) pengelolaan limbah di kawasan Jawa Barat; dan (9) pengelolaan banjir, yakni perbaikan pipa air di daerah Pluit42. Bahkan berita dari Harian Kompas mengabarkan bahwa Bank Dunia siap membantu apabila pemerintah Indonesia memerlukan bantuan untuk pembangunan infrastruktur, karena memang selama ini pembangunan infrastruktur di negara-negara sedang berkembang (NSB). Keuntungan bagi pemerintah Indonesia jika bekerjasama dengan Bank Dunia dalam pembangunan infrastruktur adalah bukan saja mendapatkan dana dari Bank Dunia, tetapi Bank Dunia juga member dukungan dalam berupa mekanisme untuk menarik lebih banyak dana dari sektor swasta termasuk investor-investor asing43. Menurut sebuah sumber dari BNI, sebenarnya hambatan utama selama ini adalah ketidakpastian mengenai pembebasan lahan. Karena ada perbedaan antara penandatanganan akad kredit dan pencairan kredit. Setelah akad kredit ditandatangani, bank mensyaratkan banyak hal sebelum kredit yang disepakati dicairkan. Syarat-syarat tersebut mencakup izin pelaksanaan proyek, dan setelah itu bank ingin melihat debitor menyetor modal ke proyek yang bersangkutan, yang biasanya dalam bentuk implementasi pembebasan lahan oleh debitor. Oleh karena itu, dengan disetujuinya undang-undang pembebasan lahan oleh DPR, BNI berharap ada katalisator dalam pembiayaan infrastruktur44.
Juga menurut Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM Tony Prasetiantono yang dikutip oleh harian Kompas45, persoalan utama lambatnya pembangunan infrastruktur di tanah air selama ini bukan pada pendanaan, melainkan pada eksekusinya di lapangan. Oleh karena itu, rencana pemerintah untuk membentuk bank infrastruktur diragukan efektivitasnya, selain butuh dana minimal Rp 30 triliun agar menjadi sebuah bank yang kuat 46 .Menurutnya, faktor-faktor utama penyebab lambatnya atau tidak terjadi eksekusi pembangunan banyak proyek infrastruktur adalah termasuk tidak adanya kepastian hokum, birokrasi yang ruwet dan berbiaya tinggi, dan masalah pembebasan lahan. Juga, Direktur pelaksana PT Nusantara Infrastruktur Tbk Bernardus Djonoputro (dikutip dari harian Kompas yang sama) mengatakan bahwa dana termasuk dari luar negeri tidak masalah. Menurutnya banyak investor yang ingin berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Persoalannya, dana mereka itu belum tentu bisa ditanamkan karena ketidakpastian pelaksanaan proyek. Juga sering kali investor mengeluh tidak adanya kebijakan atau arahan yang jelas dari pemerintah untuk membangun infrastruktur47. Demikian juga Soetjipto (2012) yang berdasarkan hasil observasinya menyimpulkan bahwa permasalahan pembiayaan infrastruktur di Indonesia selama ini lebih disebabkan oleh kendala-kendala di lapangan dan birokrasi yang membuat profil penerimaan dari proyek-proyek infrastruktur yang ditawarkan pemerintah belum seimbang dengan resiko yang akan dihadapi oleh calon-calon pengembang/investr.
42 Harian Seputar Indonesia, “Proyek-proyek MPA”, Ekonomi & Bisnis, Jumat, 18 Maret 2011, halaman 17. 4 3 Harian Kompas, “Bank Dunia Siap Membantu. Kebutuhan Dana Infrastruktur Meningkat”, Ekonomi, Sabtu, 14 Juli 2012, halaman 17). 4 4 Harian Kompas (lihat catatan kaki no.8). 45 Harian Kompas, “Butuh Rp 30 Triliun. Infrastruktur Bukan Terkendala Dana, Melainkan Kesiapan Proyek”, Ekonomi, Sabtu, 28 Januari 2012, halaman 18. 4 6 Menurutnya, dengan jumlah dana sebesar itu, sudah bisa membangun 5 proyek monorel atau subway dari Blok M hingga Dukuh Atas. 4 7 Menurut Harian Kompas (“Lima Proyek Tertunda”, Ekonomi, Jumat, 19 Oktober 2012, halaman 19), pembangunan lima proyek infrastruktur transportasi tertunda (target semula dimulai pada tahun 2012, tetapi meleset menjadi tahun 2013) karena salah satu penyebabnya adalah pembebasan lahan, yang persoalannya berkaitan antara lain dengan masyarakat setempat, status lahan, dan tata ruang.
20
Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Sejak berakhirnya krisis keuangan Asia 1997/98 bersamaan dengan perubahan politik di Indonesia dari era pemerintahaan Orde Baru ke era reformasi hingga saat ini masalah
Sangat jelas bahwa Indonesia harus membangun infrastruktur dan logistik yang cukup untuk bisa tidak hanya mempertahankan tetapi juga meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Indonesia tidak punya pilihan lain, dan tidak ada bukti di dunia ini bahwa dengan kondisi infrastruktur yang buruk, sebuah negara bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan. Memang biaya tidak sedikit, dan pembangunan infrastruktur memang merupakan jenis investasi berisiko tinggi dan makan waktu yang lama sebelum modal kembali. Sementara itu, jumlah anggaran pemerintah yang ada untuk membiayai pembangunan infrastruktur tidak mencukupi kebutuhan investasi di infrastruktur. Namun sebenarnya dana bukan masalah, melainkan banyak hambatan di lapangan yang membuat proyek-proyek yang sudah siap didanai oleh pihak swasta termasuk bank-bank dan investor-investor asing tertunda atau bahkan batal dilaksanakan, atau banyak calon investor membatalkan niatnya untuk investasi di sektor infrastruktur di tanah air. Sebenarnya sudah banyak tulisan baik dalam bentuk makalah-makalah akademi maupun tulisan-tulisan (seperti opini) di
4 9 Harian Kompas, “Kebijakan. Serapan Anggaran Infrastruktur Lambat”, Ekonomi, Kamis, 11 Oktober 2012, halaman 17.
21
Programme
infrastruktur dan logistik yang dihadapi Indonesia bukannya semakin menghilangkan melainkan semakin serius. Dibandingkan dengan era Orde Baru, kondisi infrastruktur dan logistik di tanah air semakin buruk. Bukan lagi suatu rahasia umum bahwa selama ini, tepatnya sejak krisis keuangan Asia 1997/98, proses pembangunan ekonomi, khususnya industri di dalam negeri lebih lambat dari seharusnya dan makan biaya lebih besar daripada semestinya akibat buruknya kondisi infrastruktur di dalam negeri. Hingga saat ini tingkat investasi menjadi rendah, dan banyak proyek-proyek pembangunan yang sebenarnya memiliki prospek bagus batal dilaksanakan atau prosesnya menjadi lambat.
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Kendala-kendala itu antara lain adalah kerangka hukum belum tertata dengan baik yang menyangkut peralihan/pembebasan lahan, peraturan sektoral yang tidak kondusif, UU mata uang, kebijakan harga, lemahnya persiapan dokumen perencanaan infrastruktur, khususnya aspek perencanaan di daerah, dan masih lemahnya komitmen untuk PPP. Selain itu, potensi pembiayaan alternatif belum dioptimalkan, seperti obligasi, asuransi, dana pensiun, atau bahkan membentuk lembaga keuangan khusus (bank) untuk pembiayaan infrastruktur. Masalah dilapangan tersebut akhirnya menimbulkan rendahnya serapan anggaran di sejumlah kementerian yang berhubungan dengan pengembangan infrastruktur. Menurut harian Kompas, anggaran Kementerian Perhubungan sebesar Rp 32,38 triliun, tetapi hingga akhir September 2012 baru terserap sekitar 42 persen. Padahal, penyerapannya ditargetkan mencapai 72,73 persen. Sementara hingga pertengahan September tahun ini, penyerapan anggaran Kementerian PU juga tercatat baru sekitar 41,3 persen, jauh dibawah besarnya penyerapan yang ditargetkan yakni 60 persen dari total anggaran dari Kementerian tersebut sebesar Rp 75,1 persen. Menurut Wakil Ketua Komisi V (Bidang Infrastruktur dan Transportasi) DPR Nusyirwan Soejono, yang dikutip di harian ini, penyebab utamanya adalah pengambilan keputusan oleh pemerintah yang sering terlambat dan sering kali juga tidak jelas. Juga Bank Mandiri yang telah menyiapkan dana infrastruktur sebesar Rp 59,683 triliun per triwulan II-2012, baru terserap per September sebanyak Rp 36,256 triliun48.
Programme
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
sejumlah media masa mengenai kondisi dan permasalahan yang dihadapi sektor infrastruktur dan logistik di Indonesia serta langkah-langkah apa yang harus dilakukan oleh pemerintah. Untuk tidak mengulang apa yang sudah sering dikatakan/-tulis, policy paper ini memberi penekanan pada sejumlah langkah yang perlu diambil oleh pemerintah, yakni sebagai berikut: 1) walaupun sektor swasta diharapkan terlibat aktif dan bahkan sebenarnya sudah banyak bank yang bersedia mendanai sejumlah proyek infrastruktur dan logistik di tanah air, pemerintah harus tetap terus berupaya menaikkan porsi anggaran dari APBN (pusat) maupun APBD (daerah) untuk pendanaan infrastruktur dengan cara antara lain (i) peningkatan efisiensi dalam penggunaan APBN/APBD untuk tujuan-tujuan lain, termasuk untuk pembiayaan birokrasi dan operasional yang sering kali berlebihan, dan penggunaan dari pengurangan subsidi energi (khususnya subsidi premium) untuk infrastruktur; dan (ii) terus berusaha mendapatkan alternative sumber pendanaan misalnya lewat penjualan obligasi. Khusus untuk Pemda, agar mereka berusaha secara serius meningkatkan partisipasi dalam pembangunan infrastruktur khususnya komponen-komponen yang menjadi tanggung jawabnya, dan sekaligus untuk menghindari penyalahgunaan dana APBD yang berasal dari pemerintah pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Bagi Hasil (DBH), besarnya DAU atau DBH yang akan diterima oleh setiap Pemda harus dikaitkan dengan besarnya bagian dari APBD untuk infrastruktur (selain untuk pendidikan). 2.
22
Pemerintah pusat harus secepatnya memberikan kepastian hukum mengenai pembebasan lahan dengan segera mengeluarkan UU pembebasan lahan dan mencegah terjadinya konflik-konflik
sosial (seperti yang semakin sering terjadi khususnya di luar pulau Jawa seperti di Poso dengan semakin banyaknya kegiatan terror) yang berarti mengurangi risiko proyek-proyek infrastruktur. Selain itu, pemerintah perlu secepat mungkin menyederhanakan atau mempermudah proses perizinan pelaksanaan proyek infrastruktur (yakni mengurangi waktu yang diperlukan dan biayanya). 3) Rencana pemerintah untuk membentuk bank infrastruktur perlu disambut dengan positif (sesuatu langkah yang tidak salah). Namun rencana tersebut harus didasarkan pada sebuah perhitungan yang matang mengenai dua hal, yakni (i) untung ruginya (dibandingkan dengan tidak adanya bank khusus infrastruktur) serta (ii) faktor-faktor pendukung yang ada dan faktor-faktor penghambat (secara langsung maupun tidak langsung), dan solusinya menangani faktor-faktor penghambat tersebut. Bagaimana mendapatkan dana yang tidak kecil jumlahnya sebagai modal dari bank tersebut adalah termasuk salah satu hal yang harus dipikirkan secara sangat serius. 4) Perlu dibentuk sebuah lembaga yang langsung di bawah Presiden yang tugas utamanya adalah memonitor proyekproyek pembangunan infrastruktur mulai dari kesiapan, pendanaan hingga pelaksanaan sehingga tidak saja bisa mempercepat proses pelaksanaan tetapi juga menjaga kualitasnya. Lembaga ini diperlukan karena kehadiran SIM, IIF dan perusahaan penjamin infrastruktur bukan untuk menjamin mulusnya proses tender hingga pembangunan proyek selesai. Ketiga perusahaan tersebut pada dasarnya hanya berurusan dengan pembiayaan, 5) Dalam upaya perbaikan kondisi logistik nasional, langkah-langkah penting adalah
23
Programme
6) Dalam hal kelistrikan, perlu segera ditambah pasokan listrik dengan distribusi yang merata ke seluruh pelosok tanah air. Untuk ini pemerintah perlu: (a) menyusun kembali rencana pembangunan tenaga listrik jangka panjang dengan target yang jelas agar semua penduduk (termasuk di banyak desa yang belum mendapatkan listrik) mendapatkan akses ke tenaga listrik untuk meningkatkan TPL per kapita; (b) hindari politisasi penetapan tarif dasar listrik (TDL); penetapan TDL sebaiknya dilakukan oleh sebuah lembaga independen yang menetapkan TDL berdasarkan hitungan ekonomi (biaya pengembangan dan distribusi) dan sosial (keterjangkauan masyarakat); (c) hindari pembangunan pembangkit atau pengadaan listrik khususnya di daerah dengan pendekatan proyek (semata-mata menghabiskan dana anggaran); (d) subsidi listrik hanya diberikan kepada masyarakat miskin; (e) tingkatkan efisiensi di PT PLN dengan cara antara lain mengurangi ketergantungan pada BBM; dan (f) untuk program listrik perdesaan: pemerintah perlu (i) melakukan secara rutin evaluasi dan audit secara rutin terhadap pelaksanaan program listrik perdesaan dan efeknya terhadap masyarakat perdesaan; (ii) memperbanyak petugas di lapangan untuk memberikan pembekalan kepada masyarakat; dan (iii) membuat sebuah program khusus yang menaungi pelaksanaan program listrik pedesaan yang selama ini dilakukan oleh sejumlah kementerian seperti Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Sosial, serta Kementerian Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, sehingga tercipta suatu koordinasi yang baik antara sesama kementerian tersebut.
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
antara lain: (a) cetak biru sistem logistik nasional yang sudah disiapkan perlu segera diimplementasikan; (b) perlu segera membentuk sebuah lembaga yang menangani/mengeluarkan sertifikat tenaga logistic, dan untuk tujuan tersebut pemerintah perlu mendorong sektor swasta untuk mengambil inisiatif; (c) revitalisasi angkutan darat, udara dan laut termasuk pelabuhan dan lapangan terbang, dan termasuk pembuatan jalur-jalur kereta api yang menghubungkan pusat-pusat industri dengan pelabuhan laut dan udara; (d) proses pembangunan Tanjung Priok perlu dipercepat dan juga pelabuhanpelabuhan laut lainnya yang berpotensi sebagai pintu ke luar untuk perdagagan seperti Semarang, Makassar, Surabaya, Medan dan juga di DI Aceh dan Papua perlu dikembangkan secepatnya agar barangbarang ekspor yang berasal dari dan barangbarang impor dengan tujuan daerah-daerah tersebut tidak perlu lewat 4 pelabuhan pertama itu; (e) menyusun prosedur yang memudahkan dan mempercepat proses penanganan peti kemas di lapangan; (f) pengurusan segala macam dokumen untuk ekspor (misalnya Certificate of Origin) dan impor, termasuk proses customes (bea cukai), lewat online; (g) menyediakan fasilitas e-PIB untuk Freight Forwarder/PPJK (jadi tidak hanya untuk importer) agar proses penyerahan PIB oleh PPJK dapat lebih cepat dan efisien ; (h) mengoptimalkan penggunaan e-mail dalam berkomunikasi dengan bea cukai; (i) merubah basis perhitungan sewa gudang di lapangan terbang untuk barang-barang ekspor dan impor dari dollar AS ke rupiah; dan (j) perlu dihilangkan biaya-biaya yang tidak perlu (seperti biaya Kade) atau yang sudah masuk di dalam biaya lainnya dalam pengurusan kargo, dan perlu transparan atau perlu ada daftar komponen biaya yang memang harus dibayar untuk menghindari pungutan-pungutan liar.
Programme
Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)
Daftar Pustaka
Basri, Muhammad Chatib (2011), “Logistik: Soal Lama dalam Kemasan Baru”, Kompas, Umum, Senin, 7 Maret 2011, halaman 15. Rachbini, Didik J. (2012), “Masalah Infrastruktur”, makalah, Mei, LP3E-Kadin Indonesia, Jakarta Soetjipto, Widyono (2012), “Pembangunan Infrastruktur”, makalah, diskusi Kadin, 13 Maret, LP3EKadin Indonesia, Jakarta. Sudja, Nengah (2012), “Gagal Listrik”, Opini, Kamis, 16 Agustus 2012, halaman 6. WEF (2009), The Global Competitiveness Report 2009-2010, Geneva: World Economic Forum WEF (2010), The Global Competitiveness Report 2010-2011, Geneva: World Economic Forum WEF (2011), The Global Competitiveness Report 2011-2012, Geneva: World Economic Forum WEF (2012), The Global Competitiveness Report 2012-2013, Geneva: World Economic Forum
24